Anda di halaman 1dari 28

BAB I

SKENARIO 3

SESAK NAPAS PAK SURYA

Seorang pasien, laki-laki, berusia 50 tahun, dibawa ke UGD oleh keluarganya karena sesak napas
sejak 10 hari yang lalu. Ia sudah lama batuk berdahak. Sesak makin terasa jika banyak bicara.

BAB II

1
KATA KUNCI

1. Sesak Nafas
2. 10 hari yang lalu
3. Batuk berdahak
4. Semakin sesak jika berbicara

BAB III

2
PERMASALAHAN

1. Apa yang menyebabkan Pak Surya sesak napas dan batuk berdahak?
2. Bagaimana prognosis dan komplikasi nya?
3. Bagaimana penatalaksanaan nya?

BAB IV

3
PEMBAHASAN

4.1. ANATOMI PARU

4
Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan paru.
Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan saluran
pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru- paru atau pernafasan externa l, oksigen di pungut
melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke
alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmonaris.

Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah oksigen
menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari
sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan
oksigen 100 mmHg dan tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah
satu hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli
dan setelah melalu pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.

4.2 FISIOLOGI PARU

Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara
atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding toraks
berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun
dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke
atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga (Price,1994)

Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada
dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung
diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan
volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan
antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru- paru
sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Price,1994)

Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran
alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 µm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini
adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada
permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus
maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan
parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi
anatomic saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan
alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.
Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price,1994)

5
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah paru-
paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini
menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu difusi.

4.3 SISTEM PERNAFASAN

1. Pengertian Pernafasan

Pernafasan atau ekspirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung O 2 (oksigen)
kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO 2 (karbon dioksida) sebagai
sisa dari oksidasi keluar tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut
ekspirasi (Syaifuddin,1996).

2. Fungsi Pernafasan

Fungsi pernafasan adalah

 Mengambil oksigen kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk
mengadakan pembakaran.
 Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa pembakaran, kemudian dibawa oleh
darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh).
 Dan melembabkan udara (Syaifuddin, 1996). Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara
darah dan udara berlangsung di alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan
dan di dalamnya aliran udara timbal balik (pernafasan), dan tergantung pada difusi oksigen
dari alveoli ke dalam darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan
uap yang terhirup paru- paru merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya
lewat udara pada paparan kerja (WHO, 1993).

Proses sistem pernafasan atau sistem respirasi berlangsung dengan beberapa tahap yaitu :

1. Ventilasi yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru.


2. Pertukaran gas dalam alveoli dan darah atau disebut pernapasan luar.
3. Transportasi gas melalui darah.
4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan atau disebut pernapasan dalam.

Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut pernapasan seluler.

4.4 PATOFISIOLOGI

Gangguan pada fungsi pernapasan di tandai dengan keluhan-keluhan utama berupa : batuk, sesak,
batuk darah, nyeri dada (Danusantoso, 2000).

6
1. Batuk

Batuk adalah suatu refleks defasif belaka yaitu untuk membersihkan saluran pernapasan dari
sekret (berupa mucus), bahan nekrotik, benda asing, dan sebagainya. Refleks ini bisa pula
ditimbulkan berbagai rangsangan pada mukosa saluran pernapasan dan juga dari rangsangan
pleura parietalis (Danusantoso, 2000). Batuk yang menetap cenderung di dapat pada perokok,
bronchitis, asma, simesitis, dan kanker paru (Rab, 1996).

2. Sesak

Keadaan ini merupakan akibat kurang lancarnya pemasukan udara pada saat inspirasi atau
pengeluaran udara saat ekspirasi, yang disebakan oleh adanya penyempitan ataupun penyumbatan
pada tingkat bronkeolus/bronkus/trakea/larings. Sebab lain adalah karena berkurangnya volume
paru yang masih berfungsi baik, juga berkurangnya elastis paru, bisa juga karena ekspansi paru
terhambat (Danusantoso, 2000).

3. Batuk darah

Adanya lesi saluran pernapasan dari hidung sampai paru yang juga mengenai pembuluh
darah. Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa pendarahan
tersebut berasal dari saluran pernapasan bawah, dan bukan berasal dari nasofaring atau gastro
instestinal. Dengan perkataan lain bahwa penderita tersebut benar - benar batuk darah bukan
muntah darah (Alsagaff, 2002).

4. Nyeri dada

Keluhan ini dapat bersumber pada pleura parietalis, jantung, mediastinum dan dinding toraks
(Danusantoso, 2000). Adanya bermacam - macam nyeri dada, nyeri yang terdapat pada sentral
dan dada menunjukkan adanya infeksi pada trakea, nyeri yang terdapat pada samping dada yang
karakteristik seperti ditusuk dan semakin sakit pada inspirasi menunjukkan adanya pleuritis, nyeri
juga dapat disebabkan oleh herpes dan sulit dibedakan dengan nyeri yang berasal dari serabut
saraf kolumna vertebralis, nyeri juga terjadi akibat fraktur (Rab,1996).

4.5 JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN

1. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)


Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) diperkirakan mempengaruhi 32 juta orang di
Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama keempat kematian di negara ini. Pasien
biasanya memiliki gejala bronkitis kronis dan emfisema termasuk asma.

2. Emfisema

7
Emfisema didefinisikan sebagai patologis yang abnormal ditandai oleh pembesaran permanen
ruang udara distal bronkiolus terminal disertai dengan kerusakan dinding alveoli dan tanpa
fibrosis yang jelas.
Karakteristik Emfisema adalah sebagai berikut:
 Bentuk dada yang barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
 Pasien biasanya sedikit atau tidak batuk dan tidak berdahak
 Pasien bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang

3. Bronkitis kronis
Bronkitis kronis didefinisikan secara klinis sebagai adanya kelainan saluran napas yang
ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua
tahun berturut-turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
Karakteristik tertentu memungkinkan diferensiasi antara bronkitis kronis dan emfisema.
Karakteristik Bronkitis kronis adalah sebagai berikut:
 Pasien menjadi gemuk
 Batuk yang terus-menerus dan dahak yang khas
 Penggunaan otot bantu pernapasan
 Ronki kasar dan mengi dapat didengar pada auskultasi
 Pasien mungkin memiliki tanda-tanda gagal jantung kanan (yaitu, kor pulmonal), seperti
edema dan sianosis
 Dada mungkin hyperresonant, dan mengi dapat didengar
 Bunyi jantung terdengar jauh
 Penampilan keseluruhan lebih seperti PPOK eksaserbasi klasik

4.6 GEJALA KLINIS


Pasien PPOK biasanya mengalami kombinasi dari gejala bronkitis kronis, emfisema, dan penyakit
saluran napas reaktif. Gejala meliputi:
 Batuk, biasanya lebih buruk di pagi hari dan sedikit dahak berwarna.
 Penyakit dada akut
 Sesak napas: gejala yang paling signifikan.
 Desah: dapat terjadi pada beberapa pasien, terutama selama aktivitas dan eksaserbasi

4.7 PEMERIKSAAN FISIK

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan


• Inspeksi

8
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
• Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
• Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke
bawah
• Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh

Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed – lips
breathing.

Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki
basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.

Pursed - lips breathing


Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap
ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme
tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

4.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

9
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
• Spirometri
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ). Obstruksi :
% VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %.
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan
memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun
kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan
sore, tidak lebih dari 20%.
• Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian
dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan
< 200 ml.
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabilSetelah pemberian bronkodilator inhalasi
sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml.
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.

2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit.
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.

Pada emfisema terlihat gambaran :


- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye drop appearance)

Pada bronkitis kronik :


• Normal
• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

10
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT),
VR/KRF, VR/KPT meningkat.
- DLCO menurun pada emfisema.
- Raw meningkat pada bronkitis kronik.
- Sgaw meningkat.
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20%.

2. Uji latih kardiopulmoner


- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

3. Uji provokasi bronkus


Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti
bronkus derajat ringan.

4. Uji coba kortikosteroid


Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30-50 mg per hari selama 2 minggu yaitu peningkatan VEP1
pascabronkodilator >20% dan minimal 250ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan
faal paru setelah pemberian kortikosteroid.

5. Analisis gas darah


Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

6. Radiologi
- CT scan resolusi tinggi
- Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak
terdeteksi oleh foto toraks polos
- Scan ventilasi perfusi
- Mengetahui fungsi respirasi paru

7. Elektrokardiografi

11
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel
kanan.

8. Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan.

9. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk
mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulng
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.

10.Kadar alfa-1 antitripsin


Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi
antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

BAB V
HIPOTESA AWAL ( DIFFERENTIAL DIAGNOSIS )

Dari gejala yang tampak pada penderita kami mendiagnosis sebagai :


a. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
b. Pneumotoraks
c. Pneumonia

12
BAB VI

ANALISIS DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas
yangbersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan
emfisema atau gabungan keduanya.Menurut GOLD (Global Inisiative for Chronic Obstructive Lung
Disease) PPOK adalah penyakit paru yang dapat dicegah diobati dengan beberapa efek
ekstrapulmonal yang signifikan berkontribusi terhadap tingkat keparahan penderita. Karakteristik
penyakit ini ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel.
Hambatan aliran udara tersebut biasanya bersifat progressif dan berhubungan dengan respon inflamasi
pulmonal terhadap partikel atau gas berbahaya.

a. Patofisiologi PPOK

13
Perubahan patologis pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) terjadi di saluran udara
besar, bronkiolus, dan parenkim paru. Sebagian besar kasus PPOK adalah hasil dari paparan
terhadap rangsangan berbahaya, paling sering asap rokok. Peningkatan jumlah leukosit
polimorfonuklear diaktifkan dan makrofag melepaskan elastases dengan cara yang tidak dapat
dinetralkan secara efektif oleh antiprotease mengakibatkan kerusakan paru-paru.
Penyebab utama telah ditemukan yaitu leukosit elastase manusia, dengan peran sinergis
disarankan untuk proteinase-3 dan matriks metaloproteinase makrofag yang diturunkan (MMP),
proteinase sistein, dan aktivator plasminogen. Selain itu, peningkatan stres oksidatif yang
disebabkan oleh radikal bebas dalam asap rokok, oksidan dirilis oleh fagosit, dan
polimorfonuklear leukosit semua dapat menyebabkan apoptosis atau nekrosis sel terbuka.
Percepatan penuaan dan mekanisme autoimun juga telah diusulkan sebagai memiliki peran dalam
patogenesis PPOK.
Asap rokok menyebabkan masuknya neutrofil, yang diperlukan untuk sekresi MMP; ini
menunjukkan bahwa neutrofil dan makrofag diperlukan untuk pengembangan emfisema.
Studi juga menunjukkan bahwa selain makrofag, limfosit T, khususnya CD8 +, memainkan
peran penting dalam patogenesis keterbatasan aliran udara yang disebabkan rokok.
Untuk mendukung hipotesis peradangan lebih lanjut, peningkatan bertahap dalam peradangan
alveolar telah ditemukan dalam spesimen bedah dari pasien tanpa PPOK dibandingkan pasien
dengan emfisema ringan atau berat. Memang, makin banyak bukti mendukung konsep bahwa
disregulasi apoptosis dan pembersihan cacat sel apoptosis oleh makrofag memainkan peran
penting dalam peradangan saluran napas, terutama di emfisema. Azitromisin (Zithromax) telah
terbukti meningkatkan fungsi makrofag ini clearance, menyediakan mungkin modalitas
pengobatan di masa mendatang.

Pada pasien dengan PPOK stabil tanpa penyakit kardiovaskular diketahui, ada prevalensi
tinggi mikroalbuminuria, yang berhubungan dengan hipoksemia independen dari faktor risiko
lainnya.

b. Gejala ppok
 Peningkatan volume sputum
 Sesak nafas yang progresif
 Dada terasa sesak (chest tightness)
 Sputum yang purulen
 Meningkatnya kebutuhan bronkodilator
 Lemah, lesu
 Mudah lelah

14
c. Pemeriksaan fisik ppok
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
• Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema
tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater

• Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.

• Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar
terdorong ke bawah.

• Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh

Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed – lips
breathing.

Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki
basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.

Pursed - lips breathing


Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap
ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme
tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

15
2. Pneumotoraks
Suatu kondisi medis yang ditandai dengan mengempisnya paru akibat bocornya udara keruangan
antara dua lapisan pleura (rongga pleura).

a. Patofisiologi pneumothoraks
Rongga dada mempunyai dua struktur yang penting dan digunakan untuk melakukan proses
ventilasi dan oksigenasi, yaitu pertama tulang, tulang – tulang yang menyusun struktur
pernapasan seperti tulang klafikula, sternum, scapula. Kemudian yang kedua adalah otot-otot
pernapasan yang sangat berperan pada proses inspirasi dan ekspirasi. Jika salah satu dari dua
struktur tersebut mengalami kerusakan, akan berpengaruh pada proses ventilasi dan oksigenasi.
contoh kasusnya, adanya fraktur pada tulang iga atau tulang rangka akibat kecelakaan, sehingga
bisa terjadi keadaaan flail chest atau kerusakan pada otot pernapasan akibat trauma tumpul, serta
adanya kerusakan pada organ viseral pernapasan seperti, paru-paru, jantung, pembuluh darah dan
organ lainnya di abdominal bagian atas, baik itu disebabkan oleh trauma tumpul, tajam,
akibatsenapan atau gunshot.
Tekanan intrapleura adalah negatif, pada proses respirasi, udara tidak akan dapat masuk
kedalam rongga pleura. Jumlah dari keseluruhan tekanan parsial dari udara pada kapiler
pembuluh darah rata-rata (706 mmHg). Pergerakan udara dari kapiler pembuluh darah ke rongga
pleura, memerlukan tekanan pleura lebih rendah dari -54 mmHg (-36 cmH2O) yang sangat sulit
terjadi pada keadaan normal. Jadi yang menyebabkan masuknya udara pada rongga pleura adalah
akibat trauma yang mengenai dinding dada dan merobek pleura parietal atau visceral, atau
disebabkan kelainan konginetal adanya bula pada subpleura yang akan pecah jika terjadi
peningkatan tekanan pleura.

b. Gejala Pneumotoraks
 Sesak napas ringan sampai berat (tergantung banyak nya udara yang masuk dalam
cavum pleura / luasnya kolaps paru).
 Nyeri dada ringan sampai berat (pada lokasi Pneumothoraks).
 Sianosis sampai gagal napas (terjadi akibat udara yang mendesak paru makin banyak,
sehingga terjadi tamponade jantung).

c. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi
- Gerakan dada sakit tertinggal
- Dada sakit nampak cembung

16
- Trakea & Jantung terdorong ke sisi sehat.
 Palpasi
- ICS sisi sakit melebar
- Fremitus vokal sisi sakit turun/hilang.
 Perkusi
- Hipersonor s/d timpani
- Jantung terdorong ke sisi sehat.
 Auskultasi
- Fremitus vokal melemah / hilang
- Suara amforik ( bila ada fistel )
- Bronkofoni negatip
- Suara metalik positip

d. Pemeriksaan penunjang
1. Foto Toraks
- Pneumotoraks Partial
Paru kolaps berwarna kehitaman dengan garis kolaps berwarna abu-abu.
- Pneumotoraks Total
Paru kolaps nampak seperti masa warna putih & menempel pada hilus.

2. Fluoroskopi
- Pneumotoraks Partial
Dokter harus terlatih menggunakan fluoroskopi & sebelum memulai harus
adaptasi terhadap suasana ruang gelap selama 10 menit
- Pneumotoraks Ventil
Gerakan Pendulum
Gerakan mediastinum seirama dengan gerak paru
Inspirasi jantung terdorong ke sisi sakit.

3. Pneumonia

Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain)
disebut pneumonitis.

a. Patofisiologi pneumonia

Penyebab pneumonia ada yang ekstrinsik atau intrinsik, dan berbagai penyebab bakteri.
Faktor ekstrinsik meliputi paparan agen penyebab, paparan iritasi paru, atau cedera paru langsung.
Faktor intrinsik berhubungan dengan organ paru. Kehilangan pelindung refleks saluran napas
bagian atas memungkinkan aspirasi isi dari saluran napas atas ke paru-paru. Berbagai penyebab

17
kerugian ini termasuk perubahan status mental karena keracunan dan negara metabolik lainnya
dan penyebab neurologis, seperti stroke dan intubasi endotrakeal.

Bakteri dari saluran napas atas atau yang lebih jarang, dari penyebaran hematogen,
menemukan jalan ke parenkim paru. Sesampai di sana, kombinasi faktor (termasuk virulensi dari
organisme penyebab infeksi, status pertahanan lokal, dan kesehatan secara keseluruhan pasien)
dapat menyebabkan pneumonia bakteri. Pasien mungkin dibuat lebih rentan terhadap infeksi
karena adanya penurunan keseluruhan dari respon imun (misalnya, human immunodeficiency
virus [HIV] infeksi, penyakit kronis, usia lanjut) dan / atau disfungsi dari mekanisme pertahanan
(misalnya, merokok, paru obstruktif kronik penyakit [COPD], tumor, racun inhalasi, aspirasi).
Gigi yang buruk atau periodontitis kronis merupakan faktor predisposisi lain.

Dengan demikian, selama infeksi paru, hasil peradangan akut pada migrasi neutrofil dari
kapiler dan masuk ke ruang udara, membentuk kolam marginated neutrofil yang siap untuk
merespon bila diperlukan. Neutrofil ini memfagositosis mikroba dan membunuh mereka dengan
spesies reaktif oksigen, protein antimikroba, dan enzim degradatif; mereka juga mengusir
meshwork kromatin yang mengandung protein antimikroba yang menjebak dan membunuh
bakteri ekstraseluler, yang dikenal sebagai perangkap ekstraseluler neutrofil (jaring). Berbagai
reseptor membran dan ligan terlibat dalam interaksi yang kompleks antara mikroba, sel-sel
parenkim paru, dan sel-sel pertahanan kekebalan tubuh.

b. Gejala pneumonia

Orang dengan pneumonia sering kali disertai batuk berdahak, sputum kehijauan atau kuning,
demam tinggi yang disertai dengan menggigil. Disertai nafas yang pendek,nyeridada seperti pada
pleuritis ,nyeri tajam atau seperti ditusuk. Salah satu nyeri atau kesulitanselama bernafas dalam
atau batuk.Orang dengan pneumonia, batuk dapat disertai denganadanya darah,sakit kepala,atau
mengeluarkan banyak keringat dan kulit lembab. Gejala lain berupa hilang nafsu makan,
kelelahan, kulit menjadi pucat, mual, muntah, nyeri sendi atau otot. Tidak jarang bentuk penyebab
pneumonia mempunyai variasi gejala yang lain. Misalnya pneumonia yang disebabkan oleh
Legionella dapat menyebabkan nyeri perut dan diare,pneumonia karena tuberkulosis atau
Pneumocystis hanya menyebabkan penurunan berat badan dan berkeringat pada malam hari.Pada
orang tua manifestasi dari pneumonia mungkin tidak khas.Bayi dengan pneumonia lebih banyak
gejala,tetapi padabanyak kasus, mereka hanya tidur atau kehilangan nafsu makan.

c. Pemeriksaan fisik

Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat
bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi

18
redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yangmungkin
disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.

d. Pemeriksaan penunjang

1. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan
diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "air
broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja
tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral
atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.

2. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari
10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-
25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

19
BAB VII

HIPOTESA AKHIR

Berdasarkan dari analisis DD kami menyimpulkan bahwa Pak Sidan menderita penyakit
PPOK (penyakit paru obstruksi kronis) berdasarkan pertimbangan yaitu:

Kriteria Pneumothorax Pneumonia PPOK


Hanya Timbul - - +
pada usia tua
Sesak Napas + + +
Batuk - + +
Berdahak
Riwayat - - +
merokok

20
BAB VIII

MEKANISME DIAGNOSIS

1. ANAMNESA
 Identitas
Nama : Tn. Surya
Usia : 50 Tahun
Pekerjaan : Karyawan Bank
Alamat : Surabaya
 Riwayat Penyakit Sekarang
1. Sesak napas dirasakan saat sedang tidur malam hari maupun siang hari sejak 10 hari yang
lalu, kalau malam terbangun dari tidurnya disertai dengan batuk-batuk.
2. Sesak napas berkurang ketika pasien beristirahat dalam posisi duduk
3. Saat tidur malam pasien biasa memakai 2 buah bantal.
4. Sesak napas terkadang dirasakan di siang hari pada saat pasien naik tangga dirumahnya
disertai dengan jantung berdebar.
5. Sesak napas juga bertambah ketika banyak berbicara atau tertawa.

21
 Riwayat Penyakit Dahulu
1. Hipertensi : mungkin iya ( setahun yang lalu pernah berobat ke dokter karena sering
pusing, tapi tidak pernah kontrol lagi).
2. Kencing manis : tidak ( tidak pernah periksa)
3. Asma : tidak ada.
4. Alergi makanan atau obat : tidak ada.
 Riwayat Keluarga
1. Ayahnya sudah meninggal saat usia 75 tahun karena stroke.
2. Ibunya masih hidup, sekarang usia 70 tahun memiliki riwayat asma.
 Riwayat Sosial
1. Merokok sejak SMA, 2 pak sehari.
 Riwayat pengobatan
1. Minum obat hipertensi jika sedang pusing saja.

2. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : lemah, tampak sesak.
Kesadaran : Composmentis

Vital sign :
 Tekanan Darah : 140/80mmHg
 RR : 30x/menit
 Nadi : 105x/menit
 Suhu : 37 0C

Thorax

 Inspeksi : bentuk dada yang barrel chest


 Palpasi : penggunaan otot bantu napas, pelebaran sela iga, hipertrofi otot-otot bntu
napas
 Perkusi : fremitus melemah, hipersonir
 Auskultasi : suara napas vesculer melemah/normal, ekspirasi memanjang,
mengi, adanya ronkhi.

Ekstremitas : Akral dingin dan pucat

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Hasil foto toraks:

22
 Hyperinflasi
 Hyperlusen
 Diafragma mendatar
 Corakan bronkovaskuler meningkat
 Bula
 Jantung pendikulum
 Test Darah : LED meningkat

BAB IX

STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

PENATALAKSANAAN

Berhenti merokok menjadi terapi yang paling penting untuk PPOK. Pengurangan faktor risiko
(misalnya, vaksin influenza) yang tepat untuk semua tahap PPOK. Tahap penatalaksanaan
meliputi:
 Tahap I (obstruksi ringan): Short-acting bronkodilator yang diperlukan
 Tahap II (obstruksi moderat): Short-acting bronkodilator yang diperlukan; long-acting
bronkodilator; rehabilitasi cardiopulmonary
 Tahap III (obstruksi berat): Short-acting bronkodilator yang diperlukan; long-acting
bronkodilator; rehabilitasi cardiopulmonary; glukokortikoid inhalasi jika eksaserbasi berulang
 Tahap IV (obstruksi sangat parah atau obstruksi moderat dengan bukti gagal napas kronik):
Short-acting bronkodilator yang diperlukan; long-acting bronkodilator; rehabilitasi
cardiopulmonary; glukokortikoid inhalasi jika eksaserbasi berulang; terapi oksigen jangka
panjang (jika kriteria terpenuhi); mempertimbangkan pilihan bedah seperti operasi
pengurangan volume paru-paru (LVRS) dan transplantasi paru-paru.

23
1. Obat-obatan
Terdiri dari :
a. Bronkodilator :
 angonis beta2 : salbutamol,terbutalin,fenoterol,salmeterol,formoterol
 Antikolinergis : ipratropium bromide,tiotropium bromide
 Derivatxantin : aminophyllin
- Terapi inhalasi lebih dianjurkan
- Diberikan kalau perlu atau kontinyu untuk mencegah atau mengurangi gejala
- Obat kombinasi dapat meningkatkan efikasi dan menurunkan risiko efek samping
obat dibanding peningkatan dosis tunggal.
b. Kortikosteroid

Terapi lrutin kortikosteroid inhalasi hanya diberikan:

- Bila terbukti ada respon,yang diukur dengan faal paru atau


- PPOK dengan FEV1 <50 % prediksi atau
- Eksaserbasi yang berulang yang memerlukan antibiotika atau kortikosteroid
untuk PPOK tidak diketahui
- Kortikosteroid oral jangka panjang tidak dianjurkan
c. Mukolitik
Sampai saat ini penggunaan secara luas tidak dianjurkan
d. Antioksidan
Menurunkan frekuensi dan derajat keparahan eksaserbasi serta mempunyai peran dalam
terapi pada penderita dengan eksaserbasi berulang.Perlu penilaian lebih lanjut sebelum
direkomendasikan untuk digunakan secara rutin
2. Oksigen
3. Rehabilitas medik

Rehabilitasi paru komprehensif terdiri dari exercise training,konsultasi nutrisi,edukasi.

4. Operasi
- Bulektomi
- Transplantasi paru

24
BAB X
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

PROGNOSIS

Faktor-faktor yang terkait dengan penurunan survival adalah:

- Umur lanjut
- Terus merokok
- FEV 1 awal < 50% prediksi
- Penurunan FEV1 meningkat
- Hipoksemi berat yang tidak diterapi
- Kor pulmonale dan kapasitas fungsional jelek

KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :


1. Gagal napas
- Gagal napas kronik
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

25
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal
 
Gagal napas kronik :
Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan :
- Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2
- Bronkodilator adekuat
- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
- Antioksidan
- Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai
oleh :
- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
- Sputum bertambah dan purulen
- Demam
- Kesadaran menurun
 

Infeksi berulang :
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini
memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah,
ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.
 
Kor pulmonal :
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan

PENCEGAHAN PENYAKIT

 Mencegah terjadinya PPOK :


- Hindari asap rokok
- Hindari polusi udara
- Hindari infeksi saluran napas berulang
 Mencegah perburukan PPOK :
- Berhenti merokok
- Gunakan obat-obatan adekuat
- Mencegah eksaserbasi berulang

26
DAFTAR PUSTAKA

Braman S S.2003.Choronic obstructive pulmonary disease.ACCP Pulmonary Board Review


2003.Course Syllabus.AmColleg of Chest Phycisian,59-75.

Celli BR MacNee W.2004 .Standard for the diagnosis and treatment of patient with COPD:A
summary of the ARS/ERS position paper.Eur Respir J,23:932-946

George RG,SanPedro GS and Stoller JK.2000.Chronic obstuctive pulmonary disease,bronchiectasis


and cystic fibrosis.In:Chest medicine.Essential of pulmonary and critical care
medicine.Eds.George RB et al.4 t h .Ed.Philadelphia.Lippincott-Williams and Wilkins.174:196

N H L B I.2003.Global initiative for chronic obstructive lung disease,1-27.

P D P I.2001.Penyakit paru obstruksi kronik.Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di


Indonesia.Balai Penerbit UI,1-57.

Mosenifar Z.2014.Bacterial Pneumonia.Medscape Reference Drugs & Disease.

Mosenifar Z.2014.Chronic Obstructive Pulmonary Disease.Medscape Reference Drugs & Disease.

www.klikpdpi.com/konsensus/...ppok/ppok.pdf

www.klikpdpi.com/pneumoniakom/pnkomuniti.pdf

zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/copd.pdf

last3arthtree.files.wordpress.com/2009//pneumonia

27
ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article

elib.fk.uwks.ac.id/PNEUMOTORAKS-UWK-2012

28

Anda mungkin juga menyukai