Anda di halaman 1dari 7

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN KASUS

TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)


DI PUSKESMAS SONGGON KABUPATEN BANYUWANGI
TAHUN 2020

BAB 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

TB atau Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh


bakteri micro tuberculosis yang dapat menular melalui percikan dahak. Tuberkulosis bukan
penyakit keturunan atau kutukan dan dapat disembuhkan dengan pengobatan teratur, diawasi
oleh Pengawasan Minum Obat (PMO). Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB. Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi bisa juga organ
tubuh lainnya [CITATION Kem17 \l 1057 ].

Tuberculosis merupakan masalah global dimana World Health Organisation (WHO)


memperkirakan setiap tahun masih terdapat sekitar Sembilan juta penderita TB paru dengan
kematian sekitar 1,7 sampai 9,4 juta orang termasuk kasus TB dengan HIV positif. Penyakit
TB masih menjadi pembunuh nomor dua di dunia dari seluruh penyakit infeksi setelah HIV
(Depkes RI, 2013). Indonesia berada pada rangking kelima negara dengan beban TB tertinggi
di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO 2013) dan
estimasi insiden berjumlah 430,000 kasus baru pertahun.

Provinsi Jawa Timur pada tahun 2017 menempati ururan kedua di Indonesia dalam
jumlah penemuan penderita tuberkulosis. Jumlah penemuan kasus baru BTA + sebanyak
26.152 kasus (CNR = 67/100.000 penduduk) dan jumlah penemuan semua kasus TB
sebanyak 54.811 kasus ( CNR = 139/100.000 penduduk atau CDR = 46%), target CNR
semua kasus yang ditetapkan oleh Kemenkes RI tahun 2017 sebesar 185/100.000 penduduk
dan CDR = 51% [CITATION DIN18 \l 1057 ]. Sedangkan di Banyuwangi sendiri angka konvensi
penderita TB paru pada tahun 2017 sebanyak 1.717 penderita denga BTA positif sebanyak
858 orang, BTA negatif 7882 orang, kambuh 14 orang, extra paru 60 orang, sedangkan
penderita yang diobati sebanyak 8.680 penderita dan yang mengalami kesembuhan sebanyak
858 orang, pada tahun 2018 di kabupaten Banyuwangi TB paru masuk dalam urutan ke 10
besar penyakit menular dan penderitanya masih dalam proses pengobatan .(Dinkes
Banyuwangi,2018).

Mekanisme penularan TB Paru dimulai dengan penderita TB paru BTA (+)


mengeluakan dahak berupa droplet nuclei lingkungan udara sebagai aerosol (partikel yang
sangat kecil) yang mengandung kuman TB paru. Partikel aerosol ini terhirup melalui saluran
pernafasan mulai dari hidung menuju ke paru-paru tepatnya ke alveoli paru. Pada alveoli paru
kuman TB mengalami pertumbuhan dan perkembangbiakan yang akan mengakibatkan
terjadinya destruksi paru. Bagian paru yang telah di rusak atau dihancurkan ini akan
berbentuk berupa jaringan/sel-sel mati yang oleh karenanya akan di upayakan oleh paru-paru
untuk di keluarkan dengan reflek batuk. Oleh karena itu pada umumnya batuk karena TB
adalah produktif artinya berdahak. Dahaknya dengan demikian menjadi khas, yaitu
mengandung zat-zat kekuning-kuningan berbentuk butir-butir/gumpalan dengan banyak hasil
TB di dalamnya (Danusantoso, 2010).

Menurut Handoko (2010), perkembangan infeksi tuberkulosis paru menjadi penyakit


tuberkulosis paru dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain keadaan sosial ekonomi
masyarakat (seperti kemiskinan, kekurangan gizi, rendahnya latar belakang pendidikan
(kurang pengetahuan) dan kepadatan penduduk. Sebagian besar orang (80-90%) yang
terinfeksi belum tentu menjadi sakit tuberkulosis paru. Untuk sementara waktu bakteri yang
ada dalam tubuh mereka bisa berada dalam keadaan dormant (tidur) dan keberadaan bakteri
dormant ini dapat diketahui hanya dengan tes tuberkulin dan apabila telah menjadi sakit
disebut dengan penderita tuberkulosis paru, biasanya dalam waktu paling cepat sekitar 3-6
bulan setelah terinfeksi dan bagi yang tidak menjadi sakit tetap berisiko untuk menderita
tuberkulosis paru sepanjang sisa hidupnya.

Penyebab utama meningkatnya masalah TB Paru diantaranya adalah kondisi sanitasi,


papan, sandang, dan pangan masyarakat yang masih buruk; serta tingkat pendidikan dan
pendapatan yang masih rendah, yang menyebabkan kerentanan masyarakat terhadap TB Paru.
Selain itu, faktor risiko lainnya, seperti: konsentrasi bakteri TB yang terhirup, jangka waktu
sejak terinfeksi, usia, serta daya tahan tubuh. Masalah TB yang sering dikaitkan dengan
lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan diperkuat dengan adanya beberapa
penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Hamidah, dkk pada tahun 2015 menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban, pencahayaan alami, luas ventilasi, dan
kepadatan hunian dengan kejadian TB paru. Sejalan dengan penelitian tersebut, penelitian
Kenedyanti dan Sulityorini pada tahun 2017 pun mengatakan bahwa kondisi fisik rumah
berisiko 3 kali lipat untuk terjadinya TB paru. Kondisi fisik rumah yang dimaksudkan
merupakan hasil komposit dari variabel ventilasi, suhu, kelembaban, pencahayaan,
kepadatan, lantai, serta dinding rumah [ CITATION Ism18 \l 1057 ].

Oleh karena itu, diperlukan upaya pencegahan pada penyebab yang diduga dapat
menimbulkan penyakit TB Paru dengan melakukan penyuluhan. Selain itu , melakukan
pencarian penderita TB Paru dan memberikaan segera pengobatan yang tepat menyediakan
fasilitas untuk penemuan dan pengobatan penderitaan agar tidak menularkan penyakit kepada
orang lain.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk meneliti hubungan sanitasi
lingkungan dengan kejadian penularan penyakit TB Paru di Puskesma Songgon Kabupaten
Banyuwangi tahun 2020.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut “Adakah hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian kasus
tuberkulosis paru (TB Paru) di Puskesmas Songgon Kabupaten banyuwangi?”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian kasus TB
paru di puskesmas Songgon Kabupaten Banyuwangi Tahun 2020.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi sanitasi lingkungan di puskemas Songgon Kabupaten
Banyuwangi Tahun 2020.
2. Teridentifikasinya kejadian kasus TB Paru di puskesmas Songgon
Kabupaten Banyuwangi Tahun 2020.
3. Teranalisisnya hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian kasus TB
paru di puskesmas Songgon Kabupaten Banyuwangi Tahun 2020.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
Sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan khususnya bidang keperawatan. Mendapat informasi tentang
hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian kasus TB Paru di puskesmas
Songgon Kabupaten Banyuwangi 2020.
1.4.2 Praktis
1) Bagi Profesi Keperawatan
Memberikan pengetahuan bagi perkembangan ilmu kesehatan terutama
tentang kejadian kasus TB Paru.
2) Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan pengetahuan tentang
hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian kasus TB Paru ketika
mahasiswa melakukan praktek keperawatan di masyarakat.
3) Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran tentang
pentingnya menjaga sanitasi lingkungan yang baik supaya tidak terjadi
kasus TB Paru.
4) Bagi Peneliti
Menambah wawasan tentang sanitasi lingkungan dengan pengaruhnya
terhadap proses penularan penyakit TB Paru.
Lembar Konsultasi

Nama : INTAN NOVIA INDRIA DARNA

Nim : 2017.02.065

Dosen Pembimbing : Ns. BADRUL MUNIF, S.Kep. M.Kep

NO TANGGAL BAB REVISI PARAF/TTD

Anda mungkin juga menyukai