Dalam perhitungan luas bidang garis air kapal, cukup dilakukan pada setengah bagian
saja mengingat bentuk kapal adalah simetri dengan sumbu center line kapal.
Penyelesaian perhitungan hanya perlu melakukan perkalian dengan angka 2 untuk
memperoleh luasan total bidang garis air.
Gambar xx menunjukkan sisi starboard dari luasan bidang garis air (Water Plane Area
(WPA)) kapal. Untuk memperoleh luasan, center line dibagi menjadi beberapa bagian
dengan panjang yang sama sebesar h meter, disebut interval. Setengah lebar yaitu a, b,
c, d dan seterusnya masing-masing diukur panjangnya dan disebut setengah ordinat.
Apabila satuan yang digunakan oleh interval dan ordinat tersebut adalah meter, maka
luasan yang diperoleh menggunakan satuan meter-persegi (m2).
Aturan Simpson-1 dapat digunakan untuk menghitung luasan apabila ordinatnya memiliki
h
jumlah yang ganjil. Seperti pada Gambar xx maka luasannya adalah (a+ 4 b+ c).
3
Berdasarkan penjelasan di atas maka untuk menerapkan Aturan Simpson-1 dalam
menghitung luasan seperti pada Gambar xx, daerah luasan dibagi menjadi 3 bagian yaitu
Area 1, Area 2 dan Area 3 seperti ditampilkan pada Gambar xx berikut.
Dari Gb.xx terlihat sebuah kapal dengan 2 buah garis air yang masing-masing berjarak 1
centimeterDengan perubahan yang tidak seberapa besar tersebut dianggap bahwa tidak
ada perubahan luas garis air pada perubahan sarat sebesar 1 centimeter. Atau dengan
kata lain asumsi yang dipertimbangkan adalah bahwa lambung kapal dianggap vertikal.
Jadi apabila ditenggelamkan sebesar 1 centimeter, maka penambahan volume adalah
hasil perkalian luas garis air (dalam meter-persegi) dengan tebal 1 centimeter (=0,01
meter).
WPA
TPC = x
100
Dimana :
WPA = Luas bidang garis air [m2]
= Massa jenis air (Air Tawar = 1; Air laut = 1,025) [ton/m3]
Contoh Soal (5)
Dengan menggunakan data pada Contoh Soal (1), hitunglah TPC..
1206,67
TPC Air Tawar = x 1=12,07Ton
100
1206,67
TPC Air Laut = x 1,025=12,37 Ton
100
Contoh Soal (6)
Sebuah kapal terapung pada saat rata-rata mencapai 4 meter. Kemudian diberi muatan
tambahan berupa 50 ton kargo, 10 ton air tawar dan 25 ton bahan bakar. Selain
penambahan tersebut, juga terjadi pengurangan air ballast seberat 45 ton. Hitunglah sarat
akhir akibat perubahan muatan tersebut apabila diketahui TPC pada sarat tersebut
sebesar 9,2 ton.
Diketahui TPC = 9,2 Ton
Penambahan Muatan = Kargo + Air Tawar + Bahan Bakar
= 50 + 10 + 25
= 85 Ton
Pengurangan Muatan = 45 Ton
Selisih Muatan (w) = 85 – 45 = 40 Ton
w
Perubahan Sarat =
TPC
40
¿ =4,35 cm=0,0435m
9,2
Sarat Akhir = Sarat Awal + Perubahan Sarat
= 4 m + 0,0435 m
= 4,0435 meter
Contoh Soal (7)
Diketahui sarat awal kapal yang memiliki displacement sebesar 4175 ton dan TPC 13,75
Ton adalah 4,3 meter. Hitunglah Displacement akhir kapal apabila diinginkan sarat yang
tercapai adalah 4,5 meter.
Diketahui :
Displacement Awal (awal) = 4175 Ton
TPC = 13,75 Ton
Sarat Awal = 4,3 Meter
Sarat Akhir = 4,5 Meter
Jadi perubahan sarat (t) adalah 0,2 meter.
Maka
Perubahan Displacement = TPC x t
= 12,75 x 20
= 275 Ton
Displacement Akhir (akhir)= 4175 + 275 = 4450 Ton
Pada Gb. Xx luas bidang garis air kapal ditunjukkan dengan tanda arsir (Water-plane
Area (WPA)) sedangkan luas bidang persegi panjang ditunjukkan dengan tanda ABCD
dengan panjang L dan lebar B. Formulasinya adalah:
WPA
C w=
Lx B
Contoh Soal ()
Hitunglah luas bidang garis air pada sebuah kapal dengan panjang 36 meter dan lebar 6
meter yang memiliki koefisien bidang garis air 0,8.
Luas Bidang Garis Air ( WPA )=L x B x C w
¿ 36 x 6 x 0,8=172,8 m 2
Pada Gb.xx daerah yang diarsir menunjukkan volume displacement kapal pada sarat d
yang diselubungi oleh ruang berbentuk prisma yang juga memiliki volume dengan
panjang L dan luasan Am. Formulasinya adalah:
Volume Displacement
C p=
L x Am
atau apabila dikembangkan lebih lanjut, Koefisien Prismatik dapat ditentukan dengan:
Cb
C p=
Cm
Setelah memahami dengan benar mengenai definisi dan formulasi jenis-jenis koefisien
bentuk kapal yaitu Cw, Cb, Cm dan Cp, selanjutnya perlu untuk diketahui juga bagaimana
nilai koefisien tersebut diterapkan pada kapal. Satu hal terpenting yang terlebih dahulu
perlu diingat adalah bahwa nilai-nilai koefisien bentuk ini tidak akan pernah lebih dari nilai
1 (unity). Untuk Cb, Tabel xx berikut memberikan pendekatan nilai yang dapat dijadikan
acuan pada kondisi sarat kapal muatan penuh.
Contoh Soal ()
Sebuah kapal dengan displacement 6400 ton terapung di air laut. Kapal diharuskan
bergerak dan bersandar ke pelabuhan yang mempunyai massa jenis air 1,008 ton/m3.
Tentukan berapa ton muatan yang harus dikurangi apabila kondisi sarat dipertahankan
pada nilai yang tetap.
Massa Jenis Akhir
Displacement Akhir= x Displacement Awal
Massa Jenis Awal
1,008
¿ x 6400=6294 Ton
1,025
Perubahan Displacement =Displacement Akhir− Displacement Awal
= 6294 – 6400
= 106 Ton
Jadi muatan yang harus dikurangi untuk mempertahankan sarat tetap adalah sebesar 106
Ton.
Seperti telah dijelaskan di sub-bab sebelumnya bahwa perubahan massa jenis air dimana
sebuah kapal mengapung dengan displacement yang tetap menyebabkan sarat yang
berbeda.
Displacement Akhir=Displacement Awal
Volume Disp . Akhir x Massa Jenis Akhir=Volume Disp . Awal x Massa Jenis Awal
Volume Disp . Akhir Massa Jenis Awal
=
Volume Disp . Awal Massa Jenis Akhir
Pendekatan formulasi di atas dikembangkan dengan dasar obyek terapung berbentuk
kotak atau balok. Dalam kondisi riil akan menjadi sedikit berbeda apabila diterapkan pada
sebuah kapal yang tentunya lambung yang tercelup tidak benar-benar memiliki bentuk
kotak atau balok. Maka untuk menentukan perubahan saratnya akibat perbedaan massa
jenis air digunakan sebuah besaran koreksi massa jenis air yang disebut dengan Fresh
Water Allowance (FWA). FWA menunjukkan perubahan sarat rata-rata kapal pada saat
kapal berpindah daerah operasi dari perairan tawar menuju perairan laut atau sebaliknya.
Formulasi FWA ditunjukkan dengan:
Displacement [Ton ]
FWA [mm ]=
Ton
4 x TPC [ ]
cm
Gambar xx menunjukkan Tanda Garis Muat atau dikenal dengan Loadline Mark. Titik
pusat imbol lingkaran dengan diameter luar 300 mm diposisikan tepat pada jarak vertikal
tertentu di bawah garis geladak sesuai dengan persyaratan lambung timbul (Statutory
Freeboard) kapal. Dari titik pusat ini berjarak 540 mm terdapat garis lurus vertikal yang
digambarkan dengan ketebalan 25 mm dilengkapi dengan garis mendatar dengan
dimensi 230 mm x 25 mm pada kedua sisinya. Tepi atas dari garis yang diberi tanda “S”
merupakan garis yang sejajar dengan tepi atas garis mendatar yang melewati lingkaran,
menunjukkan besarnya sarat kapal muatan penuh di perairan laut pada saat musim
panas.
Di atas garis ini terdapat garis mendatar di sisi yang lain yang diberi tanda “F”, tepi
atasnya menunjukkan sarat kapal muatan penuh di perairan air tawar pada saat musim
panas. Apabila pada suatu waktu kapal mencapai nilai sarat ini di perairan air tawar,
maka dapat dipastikan nilai saratnya akan bergeser tepat pada garis dengan tanda “S”
untuk perairan laut. Jarak vertikal yang diukur antara tepi atas 2 jenis garis ini disebut
dengan Fresh Water Allowance (FWA).
Gambar xx Tanda Garis Muat
3. Menyelesaikan masalah stabilitas
Dasar dari keseimbangan kapal.
Gaya berat (force of gravity) bekerja pada titik berat (center of gravity), dimana semua
berat dari kapal terpusat.Gaya berat bekerja vertikal ke bawah.Gaya apung (force of
buoyancy) bekerja vertikal ke atas pada titik apung (center of buoyancy) merupakan
tempat resultan semua gaya apung bekerja.
Titik-titik yang berpengaruh pada stabilitas kapal diantaranya adalah Longitudinal Centre
of Bouyancy (LCB), Longitudinal Centre of Gravity (LCG), Vertical Centre of Bouyancy
(KB), Vertical Centre of Gravity (KG), Metacentre (M) dan Longitudinal Centre of
Floutation (LCF).
Sekarang bila kapal miring melintang karena sebab pengaruh gaya dari luar dan gaya
apung pindah dari bidang tengah melintang kapal, terdapat pemisahan garis kerja pada
gaya berat dan gaya apung. Sebelum kapal miring melintang kedua gaya tersebut satu
garis kerja. Pemisahan garis kerja kedua gaya ini, yang bekerja berlawanan arah dan
besarnya sama, membentuk kopel yang besarnya adalah perkalian salah satu gaya
diatas (yaitu displacement) dengan jarak garis kerja kedua gaya tersebut. Bila kopel
(momen) cenderung mengembalikan kapal pada kedudukan tegak, momen ini disebut
momen pengembali positif. Momen kopel yang bernilai positif menunjukkan kondisi
keseimbangan stabil atau stabilitas positif.
Stabilitas positif terjadi ketika posisi titik M berada di atas titik G. Besarnya Momen
Pengembali (ton-meter) merupakan perkalian antara gaya berat (W) dalam satuan ton
dengan panjang lengan pengembali GZ dalam satuan meter. Lengan pengembali ini
diukur berdasarkan jarak antara titik berat G dengan garis vertikal yang terbentuk dan
melewati titik apung B. Formulasinya adalah:
Momen Pengembali=W x GZ
Dimana GZ = MG x sin maka:
Momen Pengembali=W x MG x sin❑
Dimana MG = KM – KG = (KB + BM) - KG
Stabilitas negatif terjadi ketika posisi titik M berada di bawah titik G sehingga momen
kopel yang terjadi (W x GZ) bukan merupakan momen yang mengembalikan kapal pada
kedudukan semula tetapi justru menambah sudut oleng kapal.
Ada saatnya terjadi kondisi dimana titik G berada pada posisi yang berimpitan dengan titik
M, yang disebut dengan stabilitas netral. Jadi apabila kapal mengalami oleng pada sudut
yang kecil, kapal akan tetap bertahan pada oleng dengan sudut tersebut sampai ada gaya
lain yang bekerja mengganggu kondisi kapal. Pada stabilitas jenis ini nilai lengan
pengembali adalah 0 (nol).
Jarak yang diukur dari posisi titik G ke titik M disebut dengan Tinggi Metacenter (MG). MG
ini sangat penting dalam perhitungan stabilitas melintang kapal karena merupakan
variabel yang menentukan besarnya lengan pengembali GZ. Dari nilai MG ini pula lah
kondisi stabilitas awal kapal dapat diketahui, apakah bernilai positif, negatif atau bahkan
nol. Tabel xx di bawah menunjukkan nilai MG yang dapat dijadikan acuan awal dalam
penilaian stabilitas melintang untuk beberapa tipe kapal pada kondisi sarat muatan penuh.
Mula-mula pemberat diletakkan dibidang tengah memanjang kapal, pada saat semua
sudah siap dan kapal dalam keadaan tegak, pemberat dipindahkan melintang geladak,
menyebabkan kapal miring. Ditunggu beberapa saat sampai kapal stabil, selanjutnya
simpangan pendulum dicatat. Jika pemberat dikembalikan kebidang tengah memanjang
kapal, kapal tetap tegak, dengan dibuktikan pendulum berada dibidang tengah
memanjang kapal. Selanjutnya pendulum dipindahkan kearah yang berbeda dan dicatat
simpangan pendulum. Dari besarnya pendulum diperoleh GM. KM didapatkan dari kurva
hidrostatik, sehingga KG dapat dihitung.
Data yang diperlukan selama percobaan kemiringan :
1. Sarat kapal saat percobaan.
2. Berat pemberat yang akan dipindahkan.
3. Jarak pemindahan pemberat.
4. Displasemen kapal.
5. Panjang tali pendulum saat pemberat belum dipindahkan sampai skala pengukur.
6. Jarak simpangan pendulum pada skala pengukur.
θ w ton
G G’
B
C
Langkah-langkah percobaan :
1. Pastikan kapal tidak trim dan tidak oleng.
2. Tempatkan pemberat dan pendulum pada garis centre line,
ukur jarak AB.
3. Pindahkan pemberat melintang kapal kekanan sejauh jarak
yang sudah ditentukan. Tunggu beberapa saat sampai kapal stabil, catat jarak
simpangan pendulum (jarak BC).
4. Pindahkan pemberat kembali kegaris centre line, pastikan
pendulum tepat pada garis centre line.
5. Pindahkan pemberat melintang kapal kekiri sejauh jarak
yang sudah ditentukan (sama dengan langkah 3). Tunggu beberapa saat sampai
kapal stabil, catat jarak simpangan pendulum (jarak BC).
6. Pindahkan pemberat kembali kegaris centre line, pastikan
pendulum tepat pada garis centre line.
7. Percobaan diatas diulangi sebanyak 3 kali.
8. Percobaan diulangi pada tempat lain.
Perhitungan momen inersia permukaan bebas cairan juga dapat dihitung dengan
menerapkan Teorema Sumbu Sejajar. Teorema ini menyatakan bahwa Momen Kedua
dari Luasan terhadap sumbu yang melewati titik pusat nilainya sama dengan Momen
kedua terhadap sumbu lain yang sejajar dikurangi dengan perkalian antara luas dengan
kuadrat jarak antar kedua sumbunya. Pada Gb. Xx apabila titik G merupakan titik pusat
luasan (A) dan sumbu OZ sejajar dengan sumbu AB maka:
I OZ =I AB −A y 2
Persamaan di atas disebut dengan persamaan teorema sumbu sejajar.
Gambar 7.11. Posisi titik tekan bidang garis air terhadap midship
Karena LCF tergantung dari harga bidang garis air, maka LCF pada sarat nol juga
tergantung dari rise of floor nya kapal. Jika tidak ada maka LCF tidak berharga nol dan
begitu juga sebaliknya.
Longitudinal Centre Of Buoyancy (LCB)
Jarak titik pusat gaya tekan keatas air terhadap midship kearah memajang kapal dalam
satuan meter. Gaya tekan keatas ini merupakan titik berat volume carene. Karena
midship kapal dipakai sebagai acuan, maka LCB bisa berharga positip atau negatip
tergantung posisi titik pusat gaya tekan keatas airnya didepan atau dibelakang midship.
Harga LCB tergantung dari luas station sedangkan luas station pada sarat nol berharga
nol. Jadi LCB pada sarat nol menjadi tak terdefinisikan (tak berhingga ) sehingga ujung
kurva LCB terputus sebelum sarat nol.
Gambar 7.13.. Posisi titik bouyancy thd midship dan titik bouyancy thd keel
Permasalahan dalam perhitungan kekuatan kapal menjadi kompleks karena banyaknya
dan bervariasinya gaya-gaya yang bekerja pada struktur kapal selama masa
operasionalnya. Gaya-gaya ini terbagi menjadi 2 kategori utama yaitu Gaya Statis dan
Gaya Dinamis. Gaya statis diakibatkan oleh berat konstruksi sepanjang kapal, gaya
apung atau buoyancy, tekanan hidrostatik dan berat lokasl yang terpusat misalnya
permesinan, peralatan bongkar muat, peralatan tambat dan lain-lain. Sedangkan Gaya
Dinamis diantaranya adalah disebabkan oleh angin, gelombang, arus dan gerakan kapal
meliputi geraka pitching, heaving dan rolling.
6. Mengatasi masalah melibatkan baling-baling dan powering
Dalam perancangan kapal, salah satu faktor yang perlu diperhatikan pada aspek
hidrodinamisnya adalah pencapaian efisiensi badan kapal (hull efficiency) yang sebesar-
besarnya. Hal ini berarti agar dapat diperoleh hambatan total yang sekecil-kecilnya tetapi
juga mempunyai efisiensi yang maksimal. Sehingga dengan kondisi ini akan diperoleh
kebutuhan daya mesin induk yang relatif kecil untuk dapat mencapai kecepatan dinas
yang dibutuhkan.
Secara matematis hubungan tersebut di atas dapat diekspresikan sebagai berikut :
RT x V S
EHP=
75
EHP EHP
DHP= =
PC η H η0 η rr
Dimana :
EHP = Effective Horse Power, yaitu daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan
kapal (HP)
Vs = Kecepatan dinas (m/s)
RT = Hambatan total yang bekerja (kN)
PC = Koefisien Propulsif = η H x η0 x ηrr
ηH = Efisiensi Lambung
η0 = Efisiensi Propeller
ηrr = Efisiensi Relative Rotary
Hambatan total diberi notasi RT dapat diuraikan menjadi sejumlah komponen yang
berbeda yang diakibatkan oleh berbagai macam penyebab dan saling berinteraksi secara
kompleks. Dengan mengacu pada ITTC, komponen-komponen tahanan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Tahanan gesek, RF : adalah komponen tahanan yang diperoleh dengan
mengintegralkan tegangan tangensial ke seluruh permukaan basah kapal menurut
arah gerakan kapal.
Tahanan sisa, RR : adalah besaran yang merupakan hasil pengurangan dari
tahanan total badan kapal terhadap tahanan gesek dengan rumus tertentu. Secara
umum tahanan sisa yang paling dominan adalah tahanan akibat gelombang.
Tahanan viskos (RV) : adalah komponen tahanan yang terkait dengan energi yang
dikeluarkan akibat pengaruh viskositas fliuda.
Tahanan tekanan, RP : adalah komponen tahanan yang diperoleh dengan
mengintegralkan tegangan normal ke seluruh permukaan benda menurut arah
gerakan benda.
Tahanan tekanan viskos, RPV : adalah komponen tahanan yang diperoleh dengan
cara mengintegralkan komponen tegangan normal akibat viskositas dan
turbulensi. Besaran ini tidak bisa diukur, kecuali untuk benda yang terbenam
seluruhnya, dalam hal ini sama dengan tahanan tekanan.
Tahanan akibat gelombang, RW : adalah komponen tahanan yang terkait dengan
energi yang dikeluarkan untuk menimbulkan gelombang gravitasi.
Tahanan pola gelombang, RWP : adalah komponen tahanan yang disimpulkan dari
hasil pengukuran elevasi gelombang yang jauh dari kapal atau model; dalam hal
ini medan kecepatan bawah permukaan (subsurface velocity field) yang berarti
momentum fluida dianggap dapat dikaitkan dengan pola gelombang dengan
memakai teori linier. Tahanan ini tidak termasuk tahanan gelombang pecah.
Tahanan gelombang pecah, RWB : adalah komponen tahanan yang terkait dengan
pecahnya gelombang di buritan kapal.
Komponen tahanan lainnya yang dikategorikan sebagai tahanan tambahan (added
resistance), RA adalah:
Tahanan anggota badan (Appendage Resistance), RAP : adalah tahanan akibat
adanya bos poros, penyangga poros, lunas bilga, daun kemudi dan lain-lainnya.
Tahanan kekasaran : adalah tahanan akibat kekasaran permukaan badan kapal
akibat adanya korosi dan tumbuhan laut (fouling).
Tahanan udara : adalah tahanan yang dialami oleh bagian dari badan kapal utama
yang berada di atas permukaan laut.
Tahanan kemudi : adalah tahanan yang diakibatkan gerakan daun kemudi untuk
mempertahankan kelurusan lintasan kapal.
Lingkungan juga berpengaruh pada besarnya tahanan. Jika kapal bergerak pada perairan
yang terbatas, dinding pembatas perairan tersebut akan mempengaruhi besarnya
tahanan, demikian juga pengaruh kedalaman perairan.
* Face adalah permukaan daun propeller pada bagian depan ( apabila kita melihat
dari arah belakang floating body ke arah depan ) Pada waktu propeller bekerja
permukaan ini bertekanan tinggi.
* Back adalah permukaan daun propeller pada bagian belakang / dibalik face. Pada
waktu propeller bekerja permukaan ini bertekanan rendah.
* Leading Edge / ujung potongan daun :
adalah tepi daun propeller dimuka, jadi pada saat baling-baling berputar pada
posisi terdepan
* Trailling Edge / ekor potongan daun :
adalah tepi daun propeller di belakang, jadi pada saat berputan pada posisi
belakang.
* Pitch adalah jarak aksial yang dicapai untuk satu kali putaran.
* Slip Pada saat propeller bekerja, sejumlah air bergerak melewati piringan propeller
dipercepat ke arah belakang, sedang propeller sebenarnya bergerak maju
dalam satu kali putaran sejauh dengan jarak yang lebih pendek dari jarak satu
pitch propeller tersebut. Perbedaan jarak inilah yang disebut SLIP. Bila dalam
mur dan baut setiap satu kali putaran dari mur, maka gerak majunya sama
jaraknya dengan satu pitch dari ulir bautnya.
* Efisiensi terdiri atas:
TVa
O = 2 π.Qo .n (= Efisiensi propeller pada kondisi open
water)
TVa
p = 2 πQn (= Efesiensi propeller pada kondisi terpasang di
kapal)
RtVs R /T 1−t
= =
H = TVa Va /Vs 1−w (= Efisiensi lambung kapal)
T −Rt Rt
T 1−
t = = T (Thrust-deduction fraction)
Kavitasi dapat terjadi pada saat propeller menerima beban yang sangat tinggi di bawah
kondisi putaran kritis, yang apabila kondisi kritis ini berlanjut akan berakibat turunnya gaya
dorong/thrust dan pada akhirnya akan menurunkan kecepatan kapal. Dalam penelitian
lebih lanjut bahwa kavitasi lebih jauh dapat menimbulkan akibat-akibat buruk pada
propeller yaitu terjadinya erosi pada daun propeller. Sehingga tentu saja akibat adanya
erosi ini akan berakibat turunnya efisiensi propeller yang lebih besar.
Penelitian terjadinya kavitasi pada propeller, umumnya dipakai suatu unit peralatan untuk
percobaan dengan model propeller yang dinamakan “Terowongan Kavitasi/Cavitation
Tunnel”. Dengan unit peralatan ini dapat diselidiki terjadinya kavitasi beserta sifat-
sifatnya serta sejauh mana kavitasi yang terjadi dapat ditolerir.
Melalui suatu percobaan, apabila suatu benda yang bergerak/berputar dalam suatu aliran
fluida, maka tekanan lokal fluida pada suatu tempat tertentu dapat merosot sampai
mencapai tekanan uap (vapour pressure), hal ini disebut sebagai kejadian kavitasi. Di
tempat itulah, fluida tadi berubah menjadi butir-butir gelembung yag sangat kecil akibat
temperatur penguapan fluida. Dengan kejadian ini homogenitas aliran fluida terganggu.
Pendekatan diatas sekarang dianggap sudah tidak bisa digunakan karena kenyataannya
tidak bisa ditentukan kompartemen mana yang mengalami kebocoran dan bagaimana
akibat yang ditimbulkannya. Sehingga digunakan pendekatan baru yang lebih mendekati
kenyataan di lapangan yaitu pendekatan probabilistic. Pendekatan ini melakukan satu
perhitungan yang mencakup seluruh kemungkinan kasus kebocoran sepanjang kapal
yang bisa terjadi beserta kemungkinan akibat yang ditimbulkannya. Kemungkinan kasus
kebocoran itu bisa satu, dua, tiga, atau lebih kompartemen yang saling berdekatan Jadi,
dengan menggunakan metode ini konfigurasi seluruh letak sekat memanjang maupun
melintang kapal dapat dinyatakan “relative mampu” atau tidak untuk membuat kapal
bertahan jika mengalami flooding, tanpa perlu menghitung jarak sekat per sekat.
Prinsip dari metode ini adalah bahwa ketika kapal mengalami kebocoran maka
besar buocancy (gaya tekan keatas) kapal akan berkurang . Hal ini terjadi karena
ruangan kosong di kapal sebagian telah terisi air sehingga dianggap tidak lagi
menjadi bagian dari kapal yang memberi kontribusi pada besarnya buocancy.
Karena adanya hal ini maka kapal akan mengalami sinkage dan sarat kapal akan
bertambah
Procedur ini mudah dan sederhana jika bentuk kapal dan konfigurasi dari ruangan
yang bocor yang menghasilkan trim, sinkage, dan heel tidak mengakibatkan
perubahan yang besar pada waterline kapal sebelum bocor.
Prinsip metode ini merupakan kebalikan dari metode lost buocancy karena ruangan
yang kemasukan air tetap dianggap bagian kapal. Sedangkan air yang masuk itu
sendiri dianggap sebagi berat tambahan bagi kapal. Karena adanya berat
tambahan ini maka displaemen kapal akan berubah dari displacemen awal kapal
sebelum bocor. Jika displacement bertambah maka otomatis sarat kapal setelah
bocor juga akan bertambah
Metode ini tepat digunakan untuk kasus kebocoran yang kompleks yang
mengakibatkan suatu keadaan yang cukup ekstrim bagi kapal seperti kombinasi
kompartemen yang bocor dan trim dan heel yang diakibatkannya.
Ruangan Permeabilitas
b. Lebar Kapal, istilah-istilah lebar yang dikenal dalam ukuran utama kapal meliputi :
Lebar bersih atau breadth moulded (Bm) adalah lebar horisontal melintang
diukur dari bagian sisi dalam pelat kulit lambung kanan sampai kesisi dalam
pelat kulit lambung kiri.
Lebar extrim atau breadth extrem (Bextrim) adalah lebar horisontal melintang
diukur dari bagian sisi luar pelat kulit lambung kanan kesisi luar pelat kulit
lambung kiri.
2. Menjelaskan gaya statis dan dinamis dan moment yang bekerja pada Lambung
kapal
Beban yang terjadi pada kapal diakibatkan dari
a. Gaya berat dan bouyancy tidak sama pada setiap kapal
b. Beban akibat konstruksi dan distribusi tidak merata
c. Distribusi pada bouyancy tidak merata sepanjang kapal karena luas permukaan
basah disetiap bagian tidak sama
Semua bahan yang akan digunakan untuk bagian konstruksi yang disebutkan dalam
Peraturan Konstruksi harus sesuai dengan Peraturan Bahan, Jilid V Biro Klasifikasi.
Bahan yang sifatnya menyimpang dari persyaratan Peraturan tersebut hanya boleh
digunakan dengan persetujuan khusus dari klas.
Baja konstruksi lambung untuk pelat dan profil dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
1. Baja konstruksi lambung kekuatan normal
Baja konstruksi lambung kekuatan normal adalah suatu baja konstruksi lambung
dengan nilai luluh atas nominal minimum ReH sebesar 235 N/mm 2 dan kuat tarik Rm
400 – 520 N/mm2.
Faktor bahan k dalam rumus yang disebutkan dalam pembahasan selanjutnya diambil
1,0 untuk baja konstruksi lambung kekuatan normal.
Baja konstruksi lambung kekuatan normal dikelompokkan dalam tingkat mutu KI-A, KI-
B, KI-D, KI-E, yang berbeda satu dengan lainnya pada sifat ketangguhannya. Untuk
penggunaan masing-masing tingkat mutu pada bagian konstruksi lambung.
Jika untuk konstruksi khusus penggunaan baja dengan kuat luluh kurang dari
235
235N/mm2 telah disetujui, maka faktor bahan k ditentukan dengan k = .
ReH
Baja konstruksi lambung kekuatan tinggi adalah suatu baja konstruksi lambung, yang
kuat luluh dan kuat tariknya melebihi kuat luluh dan kuat tarik baja konstruksi lambung
kekuatan normal. Tegangan luluh atas nominal ReH untuk 4 kelompok baja konstruksi
lambung kekuatan tinggi telah ditetapkan berturut-turut pada 265, 315, 355 dan 390
N/mm2. Bila baja konstruksi lambung kekuatan tinggi digunakan, untuk perhitungan
ukuran konstruksi, nilai dalam Tabel 3.1 harus digunakan untuk faktor bahan k.
Tabel 3.1 Faktor bahan
ReH [N/mm2] k
265 0,91
315 0,78
355 0,72
390 0,66
Untuk baja konstruksi lambung kekuatan tinggi dengan tegangan luluh nominal yang lain,
295
faktor bahan k dapat ditentukan melalui rumus berikut k = . Baja konstruksi
ReH +60
lambung kekuatan tinggi dikelompokkan dalam tingkat mutu berikut, yang berbeda satu
dengan lainnya pada sifat ketangguhannya : KI-A 27 S, KI-D 27 S, KI-E 27 S, KI-A
32/36/40, KI-D 32/36/40, KI-E 32/36/40, dan KI-F 32/36/40.
Pemilihan material untuk lambung ditentukan berdasarkan kelas material seperti
tercantum pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Penggunaan Kelas Material
Kelas atau tingkat mutu
dalam 0,4 L diluar 0,4 L
Kategori bagian konstruksi
bagian tengah bagian tengah
kapal kapal
Sekunder:
A1. Lajur bawah sekat memanjang
I A/AH
A2. Pelat geladak cuaca, secara umum
A3. Pelat sisi
Utama:
B1. Pelat alas, termasuk pelat lunas
B2. Pelat geladak kekuatan 1)
B3. Konstruksi memanjang yang menerus diatas geladak
II A/AH
kekuatan, tidak termasuk ambang palka memanjang
B4. Lajur atas sekat memanjang
B5. Lajur tegak (penumpu sisi palka) dan lajur atas bagian
yang miring dalam tangki sayap atas
Khusus:
C1. Pelat lajur atas pada geladak kekuatan
C2. Pelat sisi pada geladak kekuatan
C3. Lajur geladak pada sekat memanjang
C4. Pelat geladak kekuatan diluar sudut bukaan palka muat
pada kapal peti kemas dan kapal lain dengan
konfigurasi bukaan palka yang serupa
C5. Pelat geladak kekuatan di sudut bukaan palka muat pada II
III
kapal curah, kapal bijih tambang, kapal muatan (I diluar 0,6L)
kombinasi dan kapal lain dengan bentuk bukaan palka
yang serupa
C6. Lajur bilga
C7. Ambang palka memanjang dengan panjang lebih dari
0,15 L
C8. Braket ujung dan peralihan rumah geladak ambang palka
muat memanjang.
1) Tidak kurang dari tingkat mutu E/EH dalam 0,4 L bagian tengah kapal pada kapal dengan
panjang melebihi 250 meter.
2) Tidak termasuk pelat geladak didaerah sekat sisi dalam dari kapal lambung ganda.
3) Tidak kurang dari kelas III didalam daerah sepanjang ruang muat.
4) Tidak kurang dari kelas III dalam 0,6 L bagian tengah kapal dan kelas II didalam daerah lain
sepanjang ruang muat.
5) Boleh kelas II untuk kapal dengan alas ganda meliputi selebar badan kapal dan dengan
panjang kurang dari 150 meter.
6) Tidak kurang dari tingkat mutu D/DH dalam 0,4 L bagian tengah kapal untuk kapal dengan
panjang melebihi 250 meter.
7) Tidak kurang dari tingkat mutu D/DH.
8) Lajur tunggal yang disyaratkan harus dari kelas III atau mutu E/EH dan dalam 0,4 L bagian
tengah kapal harus mempunyai lebar tidak kurang dari 800 + 5 L mm, tidak perlu lebih besar
dari 1800 mm, kecuali jika dibatasi oleh bentuk rancangan kapal.
Sedangkan pemilihan material untuk bagian konstruksi memanjang, tingkat mutunya tidak
boleh lebih rendah dari dari tingkat mutu yang diperoleh dari Tabel 3.3 di bawah ini
tergantung dari ketebalan sebenarnya dan kelas material dari bagian konstruksi (I, II, III).
Untuk bagian konstruksi yang tidak disebutkan secara khusus pada Tabel 3.2, material
dengan tingkat mutu A/AH secara umum boleh digunakan.
Tabel 3.3 Persyaratan tingkat mutu bahan untuk kelas I, II dan III
Ketebalan t [mm] > 15 > 20 > 25 > 30 > 35 > 40 > 50
Kelas Material 15 20 25 30 35 40 50 100
I A/AH A/AH A/AH A/AH B/AH B/AH D/DH D/DH
II A/AH A/AH B/AH D/DH D/DH D/DH E/EH E/EH
III A/AH B/AH D/DH D/DH E/EH E/EH E/EH E/EH
Ketebalan minimum pelat ditentukan oleh prosentase keausan dibanding ketebalan yang
disetujui klasifikasi pada waktu perencanaan (tergantung keikut sertaan lajur pelat
cengkungan umum memanjang kapal.) Keausan maximum yang diijinkan dapat dilihat
dibawah ini :
Balok-balok konstruksi sistem konstruksi melintang pada konstruksi alas tunggal meliputi:
1. Wrang Pelat (Solid Floor) di Ruang Muat
2. Wrang Pelat dalam Ceruk
3. Penumpu Bujur
4. Penumpu Samping / Side Keelson
Sedangkan untuk kapal tanker tinggi double bottom adalah h = B / 15 dengan h minimum
= 0.76 meter.
Balok-balok konstruksi sistem konstruksi melintang pada konstruksi alas ganda meliputi:
1. Wrang pelat (Solid Floor)
2. Wrang Kedap Air (Watertight Floor)
3. Wrang Terbuka (Open Floor; Bracket Floor)
4. Pelat Penunjang
Lubang peringan disekitar pondasi mesin harus sekecil mungkin, namun harus
memperhatikan kemungkinan memasukinya. Jika perlu tepi lubang peringan harus
diperkuat dengan pelat hadap atau panel pelat diberi penegar. Wrang pelat harus
dipasang pada setiap gading – gading.
Penumpu Samping
Tebal penumpu samping dibawah pelat hadap pondasi mesin yang disisipkan kedalam
alas dalam harus sama dengan tebal penumpu samping diatas alas dalam sesuai
tebalnya dengan penumpu bujur.
Penumpu samping yang tebalnya sama dengan tebal penumpu bujur harus dipasang
dibawah penumpu pondasi setinggi dasar ganda. Jika 2 penumpu samping dipasang
pada tiap sisi mesin, salah satunya boleh dibuat setengah tinggi penumpu dibawah alas
dalam untuk mesin sampai 3000 Kw.
Penumpu samping dibawah penumpu pondasi harus diteruskan kedalam ruangan
didekatnya dan harus dihubungkan ke konstruksi alas . Perpanjangan kebelakang dan
kedepan sekat kamar mesin sedapat mungkin 2 sampai 4 jarak gading. Penumpuh
tengah tidak diperlukan disekitar dudukan mesin.
Alas Dalam
Diantara penumpu pondasi mesin, tebal pelat alas dalam dipertebal 2 mm. Pelat yang
dipertebal harus diteruskan keluar dudukan mesin 3 sampai 5 jarak gading.
Penumpu Bujur ( Longitudinal girder )
Jika 2 penumpu bujur dipasang pada setiap sisi mesin, maka tebal tebal yang disyaratkan
dapat dikurangi 4 mm.
Pelat hadap ( Top plate )
Tebal pelat hadap kira – kira sama dengan diameter baut pas.
Pondasi Mesin
Fungsi dari tempat duduk mesin pada umumnya tidak hanya menyangga berat mesin,
tetapi juga mencegah mesin tersebut jangan sampai bergeser akibat kemiringan dan
anggukan kapal waktu berlayar.
Fungsi lainnya yang tidak kalah penting adalah mengatasi gaya dan momen – momen
yang timbul dari mesin itu sendiri. Mesin penggerak kapal ( marine engine ) momen dan
gaya- gaya tersebut sangat tergantung dari type mesin & dan daya mesin.
Dalam hal pondasi mesin ini dimaksudkan didalamnya adalah :
1. Tempat duduk mesin utama
2. Tempat duduk mesin bantu
3. Tempat duduk poros baling-baling
4. Tempat duduk cargo winches
5. Tempat duduk mesin geladak
6. Tempat duduk steering gear
Gading-gading pada konstruksi lambung dari system rangka konstruksi kapal berfungsi
sebagai penahan tekanan air dari samping dan berfungsi juga sebagai penerus gaya-
gaya yang diterima geladak untuk disalurkan kekonstruksi kerangka dasar, terutama pada
system konstruksi melintang. Pada Gb. 3.17 ditampilkan bentuk gading pada sistem
konstruksi melintang yang meliputi gading utama (nomor 1), balok geladak (no. 2),
bracket (no. 3) dan senta (4).
Konstruksi Palka
Konstruksi Palka pada kapal baja meliputi konstruksi untuk lubang palkah,
ambang palka dan tutup palka. Ketentuan-ketentuan mengenai konstruksi palka merujuk
pada aturan Biro Klasifikasi Indonesia Volume II Rules for Hull Section 17 – Hatchways.
Lubang Palka
Bukaan pada geladak kekuatan harus memiliki sudut yang melengkung. Dan
diperkuat dengan pelat hadap (face bar) yang luas penampangnya tidak kurang dari
harga Af menurut rumus berikut:
A f =0,25. d .t [cm2] (3.90)
dimana
d = diameter bukaan [cm]
t = tebal pelat geladak [cm]
Penguatan pada bukaan pada geladak bisa ditiadakan jika diameternya kurang
dari 300 mm dan jarak terdekat satu dengan yang lain lebih dari 5 kali diameter lubang
yang terkecil. Dan jarak lubang ke sisi kapal tidak boleh kurang dari diameter lubang.
Pelat geladak di sudut-sudut bukaan harus diperkuat lebih dari satu jarak-gading
ke sekelilingnya (Gambar 3.30), dengan ketentuan sebagai berikut:
- Di daerah 0,5 L tengah kapal, penguatan dilakukan dengan tebal pelat geladak
di daerah lubang palka ditambah tebal pelat antar lubang palka
- Di luar 0,5 L tengah kapal, penguatan dilakukan dengan tebal pelat geladak
tidak perlu lebih dari 1,6 tebal pelat geladak di daerah tersebut.
Ketentuan mengenai tinggi ambang palka minimum adalah 600 mm pada kategori
Posisi 1 (h = 600 mm) sedangkan pada kategori Posisi 2, tinggi minimum adalah sebesar
450 mm (h = 450 mm). Ambang palka dihitung dengan berbagai design load dan beban
korosi karena letaknya memungkinkan ambang palka menerima tegangan yang cukup
besar.
Lubang palka pada geladak terbuka yang ditutup dengan tutup baja kedap cuaca
yang mengedap sendiri boleh mempunyai ambang lebih rendah atau boleh juga dibuat
tanpa ambang.
Ambang dengan tinggi 600 mm atau lebih harus diperkuat pada bagian atasnya
dengan penegar horizontal. Bila tinggi tidak ditumpu ambang melebihi 1,2 m, maka
penegar lainnya harus dipasang pada setengah tinggi ambang. Penegar tambahan dapat
ditiadakan jika hal ini dibenarkan oleh operasi kapal dan jika kekuatan yang cukup
diverifikasi (misalnya dalam kasus kapal peti kemas) Ambang palka memanjang harus
ditumpu secukupnya dengan penopang atau braket. Pengamanan yang cukup terhadap
tekuk harus dibuktikan untuk ambang memanjang yang merupakan bagian konstruksi
memanjang lambung.
2
3
1
5 4
8
4
1 1 7
6 0 1
9
Gambar 3.31 Bagian Konstruksi Palka
Seperti disajikan pada Gambar 3.31, bagian-bagian konstruksi palka adalah sebagai
berikut:
1. Hatch end coaming;
2. Hatch side coaming;
3. Horizontal stiffener of coaming;
4. Bracket;
5. Deck plate;
6. Deck girder;
7. Hatch side girder;
8. Deck girder;
9. Hatch end girder;
10. Diamond plate;
11. Cantilever.
Tutup Palka
Pengunci
Sekat-sekat pada bangunan kapal ditinjau dari funsinya dapat digolongkan menjadi
beberapa golongan, yaitu sekat kedap air (tidak tembus air), sekat kedap minyak (tidak
tembus minyak), sekat biasa yang hanya diguanakna unutk membagi ruang bagi keeperluan
akomodasi, dan sekat berlubang untuk mengatasi permukaan bebas zat cair. Dari keempat
jenis tersebut, sekat kedap air merupakan jenis sekat yang paling penting, kalau ada kapal
bermuatan minyak, sekat kedap minyak yang memegang peranan utama.
Sekat kedap air mempunyai tiga fungsi utama, yaitu membagi badan kapal menjadi
ruangan-ruangan yang kedap air, menambah kekuatan melintang kapal, dan mencegah
menjalarnya api saat terjadi kebakaran.
1. Sekat Melintang
Peraturan tentang jumlah sekat melintang kedap air pada kapal-kapal tercantum dalam buku
peraturan Biro Klasifikasi. Pada kapal-kapal paling sedikit harus mempunyai tiga sekat untuk
kamar mesin yang terletak di belakang atau emapt sekat untuk kamar mesin yang sekat
depan kamar mesin, sekat belakang kamar mesin, dan sekat buritan. Untuk kapal dengan
kamar mesin di belakang sekat buritan dapat menggantikan sekat belakang kamar mesin.
Banyaknya sekat kedap air yang harus dipasang pada kapal tergabung pada panjang
ketidaktenggelaman (floodable length) atau peraturan yang diberikan Biro Klasifikasi yang
tergantung pada panjang kapal.
Sekat melintang yang membatasi tangki ceruk haluan dan ruang muat disebut sekat ceruk
haluan dan pada umumnya disebut sekat tubrukan. Disebut sekat tubrukan karena berfungsi
unutk melindungi bagian haluan kapal jika bertubrukan dengan benda lain. Letak sekat ini
ditentukan oleh Biro Klasifikasi dan merupakan fungsi panjang kapal.
Sekat melintang kedap air yang dipasang pada bagian buritan kapal disebut sekat buritan,
karena selain untuk membatasi tangki ceruk buritan dan ruang muat ruang mesin juga
berfungsi sebagai pegangan ujung depan tabung poros baling-baling. Sekat tabung buritan
umumnya diletakkan paling sedikit pada jarak tiga kali jarak gading, diukur dari ujung
dengan boss poros baling-baling. Sekat melintang yang lain adalah sekat yang membatasi
kamar mesin dengan ruang muat.
Pada umumnya sekat-sekat dibuat dari beberapa lajur pelat yang disusun secara mendatar
sampai geladak lambung timbul. Untuk penguatan pelat sekat dipasang penegar-penegar
yang dipasang secara mendatar. Di samping itu sekat melintang dapat pula dibuat dari pelat
bergelombang tanpa penegar.
2. Sekat Memanjang
Sekat memanjang hanya dipasang pada jenis kapal-kapal tertentu saja, misalnya kapal
tangki minyak, kapal muatan curah, dan kapal pengangkut biji-bijian. Sekat memanjang
pada kapal tangki dan muatan curah selain untuk mengurangi luas permukaan bebas juga
berfungsi untuk menambah kekuatan memanjang kapal. Luas permukaan bebas muatan
cair dan muatan curah perlu diperkecil dengan pemasangan sekat memanjang karena
permukaan zat cair atau muatan curah akan berubah dengan kemiringan kapal. Perubahan
luas permukaan bebas yang cukup besar akan mengurangi stabilitas kapal tersebut,
terutama pada kapal-kapal tanpa sekat memanjang.
Jenis sekat memanjang yang dipasang dapat berupa sekat rata atau sekat-sekat yang
mempunyai konstruksi khusus (sekat bergelombang). Susunan konstruksi pada sekat rata
sama dengan susunan konstruksi pada lambung kapal. Jika lambung menggunakan gading-
gading tegak, pada sekat memanjang dipasang penegar-penegar tegak.
Pada system knstruksi memanjang diperlukan senta sekat memanjang yang dihubungkan
dengan senta mendatar untuk sekat melintang dan senta sisi untuk lambung kapal.
Diperlukan pula pelintang sisi pada sekat yang dihubungkan dengan pelintang pada geladak
dan pelintang sisi pada lambung kapal. Palang pengikat menghubungkan antara pelintang
sisi pada lambung dan pelintang sisi pada sekat.
3. Sekat Bergelombang
Dengan adanya muatan yang bermacam-macam jenisnya, di perlukan pembagian
ruangan kapal yang makin efisien. Muatan minyak memerlukan tangki-tangki yang mudah
untk dibersihkan. Untuk ini, dipakai sekat bergelomang (corrugated bulkhead), yaitu jenis
sekat yang tidak memiliki penegar-penegar. Sekat ini terdiri dari beberapa bagian elemen
pelat yang mepunyai lekukan (gelombang) dan disambung dengan system pengelasan.
Sudut-sudut elemen pelat gelombang (alpha) minimum 45 derajat. Ketebalan sekat
bergelombang tidak boleh kurang dari persyaratan yang ditentukan untuk tebal pelat sekat
rata karena pada sekat bergelombang tidak memiliki penegar. Untuk itu, jarak antara
penegar a diambil nilai terbesar dari b atau f (m).
9. Menjelaskan haluan dan gaya buritan
Geladak kekuatan, alas dan sisi-sisi kapal berperan sebagai balok kotak (box girder),
sehingga sering disebut sebagai hull girder atau ship girder, yang menerima beban-beban
lengkung (longitudinal bending) dan beban-beban lainnya yang bekerja pada konstruksi
badan kapal. Geladak cuaca, alas dan sisi-sisi kapal juga berfungsi sebagai dinding-dinding
kedap yang menahan air dari luar dan menerima gaya tekan air ke atas (buoyancy)
sehingga kapal dapat terapung. Elemen-elemen lainnya membantu langsung fungsi-fungsi
tersebut dan sebagian hanya berperan sebagai pendukung atau penunjang agar elemen-
elemen pokok tersebut selalu tetap pada kedudukannya sehingga dapat berfungsi secara
efektif.
Racking
Tegangan-tegangan ini bekerja terutama pada pojok-pojok badan kapal (lutut bilga dan lutut-
lutut balok geladak) sebagai akibat pukulan gelobang pada sisi kapal, atau pada saat kapal
mengalami oleng (rolling). Dalam hal demikian ini badan kapal akan terpuntir, sehingga kulit
kapal akan mengalami tegangan puntir.
Panting
Panting, dalam kaitannya dengan konstruksi kapal, diartikan sebagai gerakan keluar-masuk
(kembang-kempisnya) sisi-sisi kapal yang berada di ujung-ujung sebagai akibat silih
bergantinya tekanan air yang diterima oleh sisi-sisi kapal tersebut. Pada waktu mengalami
gerakan angguk (pitching), bagian depan badan kapal, demikian juga bagian belakang, akan
mengalami keadaan dimana pada satu saat terangkat dari atas permukaan air dan saat
berikutnya masuk kembali ke dalam air. Dengan demikian maka sisi-sisi kapal di daerah
tersebut pada satu saat tidak mendapatkan tekanan air dan saat berikutnya menerima
tekanan air. Hal ini akan menimbulkan tegangan-tegangan pada sisi-sisi kapal tersebut, dan
dinamakan tegangan-tegangan panting (panting stresses).
Pounding / slamming
Pada saat mengalami gerakan anggukan (pitching) sebagaimana disebutkan di atas, maka
dalam gerakannya kembali ke dalam air bagian alas kapal di ujung depan akan menepuk
permukaan air sebelum masuk kembali ke dalam air. Hal ini akan menimbulkan tegangan-
tegangan yang akan dialami oleh alas kapal di daerah depan.
Stern Tube
Kemudi
Kemudi kapal dan instalasinya adalah suatu system didalam kapal yang memegang
peranan penting didalam pelayaran dan menjamin kemampuan olah gerak kapal.
Sehubungan peran ini, seyogyanya sebuah kemudi dan instalasinya harus memenuhi
ketentuan didalam keselamatan suatu pelayaran. System kemudi mencakup semua bagian
alat-alat yang diperlukan untuk mengemudikan kapal, mulai dari kemudi, poros, dan instalasi
penggerak sampai ke pengemudinya sendiri, instalasi penggerak kemudi terletak diruang
mesin kemudi geladak utama dan peralatan untuk mengatur gerakan kemudi diletakkan
didalam ruang kemudi atau ruang navigasi.
Daun Kemudi
Daun kemudi pada awalnya dibuat dari pelat tunggal dan penegar-penegar yang dikeling
pada bagian sisi pelat. Jenis kemudi ini sekarang sudah diganti dengan bentuk kemudi
pelat ganda, terutama pada kapal-kapal yang berukuran relative besar. Kemudi pelat ganda
terdiri atas lembaran pelat ganda dan didalamnya berongga, sehingga membentuk suatu
garis aliran yang baik (streamline), yang bentuk penampangnya seperti sayap (foil). Ditinjau
dari letak daun kemudi terhadap poros, kemudi dapat dibedakan atas:
a. Kemudi biasa, yaitu kemudi yang mempunyai luas daun kemudi yang terletak dibelakang
sumbu putar kemudi.
b. Kemudi balansir, yaitu jenis kemudi yang mempunyai luas daun yang terbagi atas dua
bagian, didepan dan dibelakang sumbu putar kemudi.
c. Kemudi setengah balansir, yaitu jenis kemudi yang bagian atas termasuk kemudi biasa,
tetapi bagian bawah merupakan kemudi balansir. Kemudi bagian bawah dan atas tetap
merupakan satu bagian.
Efisiensi ventilasi alamiah akan bertambah dengan mengusahakan adanya tekanan angin
(wind pressure), yaitu dengan mempergunakan alat yang berfungsi membelokkan angin
atau deflektor. Cara ini adalah yang paling murah, karena didasarkan atas gerakan udara
yang disebabkan karena adanya deflektor udara. Keburukannya pada waktu cuaca buruk
tidak dapat bekerja sama sekali.
Pada sistem air conditioned, maka suhu dalam kamar dapat di atur menurut kehendak yang
sesuai dengan badan kita hingga terasa nyaman. Saluran udara biasanya dipasang pada
plafon kamar dan lain-lain dan akhirnya di satukan untuk di isap atau dimasukkan udaranya
dengan ventilator.
Dalam sistem ventilasi mekanis pembaruan udara di dalam ruangan kapal dilakukan dengan
menggunakan kipas atau ventilator. Untuk memasukkan udara luar ke dalam ruangan kapal
(supply) dan mengeluarkan udara dari dalam ruangan kapal ( exhaust ). Ventilasi mekanis
dapat dilakukan dengan dasar supply ventilation system, exhaust ventilation system, dan
supply-exhaust ventilation system.
11. Menjelaskan kriteria kerusakan
Untuk merancang / merencanakan suatu kapal perlu diperhatikan faktor keselamatan atau
keamanan dari kapal. Ada banyak hal yang mempengaruhi keselamatan kapal, salah satu
faktornya adalah kebocoran pada lambung yang ada di bawah garis air. Bila kapal
mengalami kebocoran, maka air akan masuk keseluruh ruangan dan kapal akan tenggelam,
karena kapal tidak mempunyai daya apung cadangan lagi. Supaya kapal tidak tenggelam,
maka air yang masuk kedalam ruangan harus dicegah oleh sekat-sekat melintang yang
kedap air dan menerus sampai geladak sekat. Untuk menentukan letak dan jarak maksimal
dalam arah memanjang kapal dari masing-masing sekat melintang yang kedap ini dan kapal
masih dapat terapung diperlukan grafik atau lengkungan panjang ketidaktenggelaman
(floodable length).
Panjang ketidaktenggelaman adalah lengkungan atau grafik dari letak dan panjang
maksimal ruangan yang dibatasi oleh sekat kedap melintang, bila ruangan tersebut
tergenang air (mengalami kebocoran) dan sarat air dari kapal tepat menyinggung garis
batas tenggelam (margin line), dimana kapal masih tepat dapat terapung atau pada saat
kapal akan tenggelam. Garis batas tenggelam (margin line) adalah garis yang sejajar garis
tepi geladak utama / geladak sekat pada jarak 76 mm ( 3 inch). Atau dengan kata lain, bila
sarat air melebihi garis batas tenggelam maka kapal dianggap tenggelam. Geladak sekat
adalah nama yang di berikan pada geladak dimana dinding sekat kedap air itu berakhir.
Dinding sekat harus berakhir pada geladak yang dipakai sebagai pengukuran garis batas
tenggelam.
Untuk menentukan letak sekat kedap air seperti pada gambar, dimulai dari sekat tubrukan.
Dari peraturan konstruksi kapal letak sekat tubrukan di batasi antara 0,05 sampai 0,08 L
diukur dari garis tegak depan (FP). Pada garis dasar dimana sekat tubrukan tersebut
ditentukan kita sebut sebagai titik A. Dari titik A kita tarik garis bersudut = 63,5o (Tg. = 2)
dengan garis dasar membuka kekiri. Garis ini akan memotong grafik sekat kedap air untuk
= 0,60 di titik B, Kemudian dari titk B ditarik garis tegak lurus ke garis dasar dan
perpotongannya disebut titk C. Panjang garis BC ini menunjukkan panjang maksimal sekat
kedap air dibelakang sekat tubrukkan, supaya kapal tidak tenggelam bila terjadi kebocoran
pada ruangan ini. Untuk menentukan letak sekatnya kita ukurkan panjang BC secara
horizontal dari titik A ke arah buritan dan didapat titik D dimana AD = BC. Pada titk D inilah
letak sekat kedap melintang yang direncanakan dan seterusnya dari titik D ke arah buritan
dapat ditentukan letak sekat-sekat kedap melintang lainnya, sehingga ruangan-ruangan
yang terletak diantara dua sekat kedap melintang tersebut bila mengalami kebocoran pada
lambungnya, kapal masih tepat dapat mengapung.
Fin stabilizer bekerja berdasarkan kecepatan kapal, dan amplitudo oleng kapal. Apabila
kecepatan kapal rendah maka posisi alat ini akan mempunyai sudut yang lebar dan apabila
kecepatan kapal tinggi maka posisi sudut fin stabilizer harus kecil. Pada saat amplitudo
oleng kapal tinggi maka sudut fin stabilizer akan besar dan bila amplitudo oleng kapal
rendah maka sudut fin stabilizer juga harus kecil. Amplitudo oleng kapal selalu berubah-
ubah sehingga sudut fin stabilizer juga harus berubah mengikuti perubahan keduanya.
Untuk mengatur besarnya sudut fin stabilizer berdasarkan kecepatan kapal
digunakan speed control switch pada control panel. Data amplitudo dan periode oleng kapal
dihasilkan oleh rategyro yang terintegrasi langsung dengan sistem hidrolik dan mekanik dari
fin stabilizer.
Jika pada bagian pelat lajur atas pada daerah 0,4 L tengah kapal terdapat bukaan, bukaan
tersebut dipasang pelat yang dipertebal sebagai pengganti penampang yang terbuang.
Lubang jangkar di bagian haluan kapal biasanya dibuat penembusan ke geladak dengan
pipa dalam posisi miring. Ikatan antara ujung pipa dengan pelat kulit dilas secara khusus
dan pelat kulit tersebut harus diperkuat. Untuk lubang-lubang kecil pada pelat kulit, seperti
lubang-lubang pembuangan dan perlengkapannya, pemasangan pipa pembuangan
dilakukan dengan flens las. Kadang-kadang sebagai pengganti flens las ini dapat juga
digunakan soket pendek yang ber-flens tebal. Untuk pelaksanaanya, hubungan ini harus
mendapat persetujuan BKI.
2) Kondisi lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat berpengaruh diantaranya adalah atmosfer, humidity
(kelembaban), immersion, tidal zone, temperature, sinar matahari, kandungan kimia dll.
3) Mutu/kualitas cat
Cat yang berkualitas hanya dapat dibuat apabila menggunakan bahan baku yang
berkualitas. Pemakaian bahan bermutu, formulasi yang tepat, proses produksi dan kontrol
laboratorium yang baik harus dilakukan secara konsisten.
5) Surface preparation
Penelitian menunjukkan bahwa kegagalan pengecatan 85% adalah akibat surface
preparation yang kurang baik. Kurangnya informasi dan pelatihan terhadap blaster dan
painter memungkinkan hal itu terjadi. Pemahaman mendasar mengenai surface preparation
ini adalah sesuatu yang mutlak sebab cat hanya akan berhasil baik apabila surface
preparation
juga baik. Pokok-pokok utama dalam surface preparation adalah standard surface
preparation, peralatan, tenaga kerja terampil dan mahir, safety.
6) Aplikasi
Cat biasanya diaplikasikan dengan menggunakan peralatan sesuai rekomendasi produsen.
Secara umum cat biasanya dapat dipergunakan dengan menggunakan kuas, roller, air spray
dan airless spray dll. Masing-masing alat ini memiliki kelemahan dan keunggulan. Pokok-
pokok pemahaman dalam aplikasi adalah peralatan tenaga kerja yang mahir dan terampil,
cuaca yang baik, pemahaman produk dan safety
7) Quality control/inspeksi
Fungsi dan kegunaan quality control sangat berperan dalam mencegah terhadap kekeliruan
dan kesalahan dapat memberikan solusi untuk memperbaiki kekeliruan dan kesalahan yang
timbul.
Fungsi Cat
Cat dibuat dan diperuntukkan sesuai fungsinya. Didalam praktek bahwa pengecatan dapat
dilakukan sebelum difabrikasi didalam ataupun diluar ruangan, bertahap atau penuh secara
berkesinambungan sangat tergantung pada jenis konstruksi yang akan dicat. Berikut ini
yang umum dipakai antara lain:
1) Shopprimer
Proteksi sementara selama proses pembangunan konstruksi akan mempermudah prosedur
pekerjaan selanjutnya. Karena masa proteksi yang sangat terbatas (3-12 bulan)
kemungkinan
untuk mengelupas sebagian atau keseluruhan lapisan dapat terjadi tergantung dari kondisi
akhir lapisan sebelum pengecatan dengan system yang sesungguhnya sesuai rekomendasi
produsen.
2) Primer coat
Cat lapis dasar pada multi coat system, memiliki daya lekat yang baik pada permukaan dan
harus mengandung proteksi serta mampu dan dapat menerima cat diatasnya. Cat dasar
primer baik yang mengandung inhibitor, barrier atau efek galvanis.
3) Intermediate coat
Cat lapis penebal agar kedap air atau untuk menciptakan ketebalan tertentu harus dapat
melekat dengan baik pada lapisan primer dan dapat menerima lapisan finish coat.
4) Finish/top coat
Cat lapis akhir sebagai pelindung paling luar menonjolkan warna sebagai estetika atau
signal harus dapat melekat dengan baik terhadap lapisan intermediate dan beberapa lapis
finish coat diatasnya yang setara atau sejenis