Anda di halaman 1dari 33

TUBERCOLOSIS (TB) PARU

Oleh:

RIZKY NAURAH FADLILAH. SA

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA

SURABAYA

2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

TB Paru merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dengan angka


mortalitas dan morbiditas yang terus meningkat. Penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, tempat kumuh, perumahan dibawah
standar, dan perawatan kesehatan yang tidak adekuat.

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang paling sering mengenai


parenkim paru, biasanya disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis.
Tuberkulosis ditularkan ketika seseorang penderita penyakit paru aktif
mengeluarkan organisme. Bakteria ditransmisikan ke alveoli dan
memperbanyak diri. Saat ini tuberkulosis masih meningkat meskipun banyak
yang masih meyakini bahwa ini merupakan masalah pada waktu lampau.
Meskipun paling sering terlihat sebagai penyakit paru. TB dapat mengenai
selain paru (16%) dan mempengaruhi organ dan jaringan lain.

WHO memperkirakan antara tahun 2002 hingga 2020, 1000 juta orang
akan terinfeksi, lebih dari 150 juta orang akan sakit dan 36 juta orang akan
meninggal akibat TB jika kontrol kedepan tidak baik. Tuberkulosis merupakan
pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan penyebab ke 3 kematian
setelah penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut di Indonesia. Pada
tahun 1995 diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TBC
dengan kematian 3 juta orang (WHO, Treatment of Tuberculosis, Guidelines
for National Programmes,1997). Di Negara-negara berkembang kematian
TBC merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah.
Diperkirakan 95% penderita TBC ada di negara berkembang, 75% adalah
kelompok usia produktif (15-50 tahun). Munculnya epidemi HIV/AIDS di
dunia, diperkirakan akan memicu peningkatan jumlah penderita TBC.

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, tahun 2010 Indonesia


telah mampu mencapai targetan MDGs (Millenium Development Goals) tahun
2015 yaitu dengan penurunan angka kematian menjadi 27 per 100.000

1
2

penduduk, proporsi kasus TB sebesar 78,3% dan proporsi keberhasilan


pengobatan 91,2%.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud tuberkulosis paru ?


2. Apa saja klasifikasi tuberkulosis paru?
3. Apa etiologi dari penyakit tuberkulosis paru ?
4. Apa patofisiologi dari tuberkulosis paru ?
5. Apa saja jenis – jenis tuberkulosis?
6. Apa manifestasi klinis dari tuberkulosis paru ?
7. Apa sajakah komplikasi yang ditimbulkan ?
8. Pemeriksaan diagnostik apa saja yang digunakan ?
9. Bagaimana cara pencegahan dari penyakit tuberkulosis paru ?
10. Apa saja penatalaksanaan tuberkulosis paru?

C. Tujuan

1. Mengetahui apakah yang dimaksud dengan tuberkulosis paru.


2. Mengetahui etiologi dan patofisiologi dari penyakit tuberkulosis paru.
3. Mengetahui apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit
tuberkulosis paru.
4. Mengetahui pencegahan dari penyakit tuberkulosis paru.
5. Mengetahui Tugas-Tugas Para Pelaku Dalam Diskusi Panel.
3

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis (TB) merupakan contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini
disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan
melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu ke individu lainya, dan
membentuk kolonisasi di bronkioulus atau alveolus. Kuman juga dapat masuk ke tubuh
melalui saluran cerna, melalui ingesti susu tercemar yang tidak dipasteurisasi, atau
kadang – kadang melalui lesi kulit. Apabila bakteri tuberkulin dalam jumlah yang
bermakna berhasil menembus mekanisme pertahanan sistem pernapasan dan berhasil
menempati saluran napas bawah, pejamu akan melakukan respons imun dan inflamasi
yang kuat. Karena respons yang hebat ini, terutama yang diperantarai sel-T hanya sekitar
5% orang yang terpajan basil tersebut akan menderita tuberkulosis aktif. Hanya individu
yang mengidap infeksi tuberkulosis aktif yang menularkan penyakit ke individu lain dan
hanya selama masa infeksi aktif. (Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku
Patofisiologi.Jakarta:Buku Kedokteran EGC)

Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infektius yang terutama menyerang parenkim


paru. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan
bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru
melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus
primer dari ghon (Hood Alsagaff, 1995: 73) (Wijaya, Andra Saferi, Skep dan Yessie
Mariza Putri, Skep.2013.Keperawatan Medikal Bedah Jilid I.Yogyakarta:Nuha Medika)

B. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien

Menurut Depkes (2006), Klasifikasi penyakit TB dan Tipe pasien digolongkan yaitu:

1. Kasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:


a) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, kulit, usus,
ginjal.
4

2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB paru :


a) Tuberkulosis paru BTA positif.
1. Kurangnya 2 dan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
2. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif foto thorax menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
3. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasil BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotik non OAT.
b) Tuberkulosis paru BTA negatif kasus yang tidak memenuhi definisi diagnostik TB
paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
2. Foto thorax abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
a. TB paru BTA negatif foto thorax positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran thorax memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas.
b. TB ekstra paru berat, misal:
Meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, TB usus, TB tualang
belakang.
4. Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa
tipe pasien:
a. Kasus baru
Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari 1.
b. Kasus kambuh (relaps)
Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
c. Kasus setelah putus berobat (default)
Pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.
d. Kasus setelah gagal (failure)
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan ke 5 atau lebih selama pengobatan.
5

e. Kasus pindahan (transfer in)


Pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatnnya.

C. Etiologi Tuberkulosis Paru

Penyebab tuberkulosis adalah myobacterium tuberculase, sejenis kuman berbentuk


batang dengan ukuran panjang 1 – 4/ um dan lebar 0,3 – 0,6/ um tergolong dalam kuman
myobacterium tuberculase complex:

a. Varian asian
b. Varian african I
c. Varian african II
d. M. Bovis
e. M. Tuberculase

Sebagian besr kuman terdiri ata asam lemak (lipid), lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam
(BTA) dan juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis didalam jaringan, kuman
hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semua
memfagostasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid (asril
bahar, 2011).

Cara penularan TB (Depkes, 2006)

1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif


2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nudei)
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang
gelap dan lembab.
4. Daya penularan seorang psien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya.
5. Faktor yang memungkinkan seorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
6

D. Patofisiologi Tuberkulosis Paru


Tempat masuknya kuman tuberkulosis adalah saluran pernapasan, pencernaan, dan
luka terbuka pada kulit. Namun kebanyakan infeksi terjadi melalui udara yaitu melalui
inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel dari orang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya berada di bagian bawah lobus
atas paru-paru atau di bagian atas lobus bawah dan membangkitkan reaksi peradangan.
Leukosit polimorfonuklear (PMN) memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya.
Selanjutnya leukosit diganti oleh makrofag, alveoli yang terserang mengalami konsolidasi
dan timbul gejala pneumonia akut. Gejala ini dapat sembuh dengan sendirinya.

Proses dapat terus berlanjut dan bakteri terus difagosit dan berkembangbiak di dalam
sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Lesi berkembang dan terbentuk
jaringan parut yang mengelilingi tuberkel yang disebut fokus ghon dan gabungan
terserangnya kelenjar limfe regional dengan fokus ghon disebut kompleks ghon. Fokus
ghon dapat menjadi nekrotik dan membentuk masa seperti keju, dapat mengalami
kalsifiksi membentuk lapisan protektif sehingga kuman menjadi dorman.

Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respons inadekuat dari sistem imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi
akibat infeksi ulang atau aktivasi bakteri dorman. Hanya sekitar 10% yang awalnya
terinfeksi yang mengalami penyakit aktif. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun
dalam keadaan dorman. Penyakit dapat juga menyebar melalui kelenjar limfe dan
pembuluh darah yang dikenal denga penyebaran limfohematogen ke berbagai organ lain
seperti usus, ginjal, selaput otak, kulit dan lain-lain.(Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku
Patofisiologi.Jakarta:Buku Kedokteran EGC)
7

E. Pathway Tuberkulosis Paru

Mycobacterium Mycobacterium Bovis


Tuberculosis

Melalui inhalasi ludah

Membentuk kolonisasi di bronkioulus/ alveolus

Menembus mekanisme pertahanan

Menempati saluran napas


bawah

Poliferasi sel epitel disekelilingi basil dan


membentuk dinding basil dan organ yang
terinfeksi (tuberkel)

Basil menyebar melalui kelenjar getah bening


menuju kelenjar regional

Inflamasi / infeksi menyebabkan kerusakan jaringan paru-


paru

Demam, Anoreksia, Berat badan Nyeri dada


turun

Perubahan nutrisi

Pembentukan jaringan parut dan tuberkel di permukaan


paru-paru
Gangguan Erosi
pertukaran gas pembuluh
darah
Pucat, anemia, lemah
8

F.

G. Jenis – Jenis Tuberkulosis

1. Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang berlum mempunyai
reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB terhirup dari udara melalui saluran
pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal saluran pernapasan, maka bakteri
akan ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveoli. Jika pada proses
ini , bakteri ditangkap oleh makrofag yang lemah, maka bakteri akan berkembang biak
dalam tubuh makrofag yang lemah itu dan menghancurkan makrofag itu. Dari proses ini,
dihasilkan bahan kemotaksik yang menarik monosit atau makrofag dari aliran darah
membentuk tuberkel. Sebelum menghancurkan bakteri, makrofag harus diaktifkan
terlebih dahulu oleh limfokin yang dihasilkan limfosit T.

Tidak semua makrofag pada granula TB mempunyai fungsi yang sama. Ada makrofag
yang berfungsi sebagai pembunuh, pencerna bakteri, dan perangsang limfosit. Beberapa
makrofag menghasilkan protease, elastase, koleganase, setra coloni stimulating factor
untuk merangsang produksi monosit dan granulosit pada sumsum tulang. Bakteri TB
menyebar melalui saluran pernapasan ke kelenjar getah bening regional (hilus)
membentuk epiteloid granuloma. Granuloma mengalami nekrosis sentral sebagai akibat
timbulnya hipersensitivitas seluler (delayed hipersensitivity) terhadap bakteri TB. Hal ini
terjadi sekitar 2 sampai 4 minggu dan akan terlihat pada tes tuberkulin. Hipersensitivitas
seluler terlihat sebagai akumulasi lokal dari limfosit dan makrofag.

Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk lokus lokal (fokus ghon),
sedangkan fokus inisial bersama – sama dengan limfadenopati bertempat di hilus dan
disebut juga dengan TB primer. Fokus primer paru biasanya bersifat unilateral dengan
subpleura terletak diatas atau di bawah fisura interlobaris, tau dibagian basal dari lobus
inferior. Bakteri menyebar lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah dan akan
tersangkut pada berbagai organ. Jadi, TB primer merupakan infeksi yang bersifat
sistematis.

Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh
dan bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman atau
tidur. Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit lama/keras atau memakai obat
yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberkulosis yang dorman
9

dapat aktif kembali. Inilah yang disebut reaktivasi infeksi primer atau infeksi pasca
primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi.

2. Tuberkulosis Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB masih hidup
dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90% diantaranya tidak mengalami
kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB terjadi apabila daya tahan tubuh menurun,
alkoholisme, keganasan, silikosis, diabetes melitus, AIDS.

Berbeda dengan TB primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan organ
lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi imunologis terjadi
dengan adanya pembentukan granuloma, mirip dengan yang terjadi pada TB primer.
Tetapi, nekrosis jaringan lebih mencolok dan menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang
luas dan disebut tuberkuloma. Protease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif akan
menyebabkan pelunakan bahan kaseosa. Secara umum, dapat dikatakan bahwa
terbentuknya kavitas dan manifestasi lainnya dari TB sekunder adalah akibat dari reaksi
nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas seluler.

TB paru pascaprimer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari seumber eksogen,
terutama pada usia tua dengan riwayat semasa muda pernah terinfeksi bakteri TB.
Biasanya hal ini terjadi pada daerah apikal atau segmen posterior lobus superior (fokus
simon), 10-20 mm dari pleura dan segmen apikal lobus inferior. Hal ini mungkin
disebabkan oleh kadar oksigen yang tinggi di daerah ini sehingga menguntungkan untuk
pertumbuhan bakteri TB.

Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru,. Kerusakan paru diakibatkan oleh
produksi sitokin yang berlebihan. Kavitas yang terjadi diliputi oleh produksi yang tebal
berisi pembuluh darah pulmonal. Kavita yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotik yang
tebal. Masalah lainnya pada kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur seperti
aspergillus yang menumbuhkan mycetoma. (Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika)

H. Manifestasi Klinis Tuberkulosis Paru

Pada banyak individu yang terinfeksi tuberkulosis adalah asimptomatis. Pada individu
lainya, gejala berkembang secara bertahap sehingga gejala tersebut tidak dikenali sampai
penyakit telah masuk tahap lanjut. Bagaimanapun, gejala dapat timbul pada individu yang
mengalami imunosupresif dalam beberapa minggu setelah terpajan oleh basil. Manifestasi
10

klinis yang umum termasuk keletihan, penurunan berat badan, letargi, anoreksia
(kehilangan napsu makan), dan demam ringan yang biasanya terjadi pada siang hari.
“berkeringat malam” dan ansietas umum sering tampak. Dipsnea, nyeri dada, dan
hemoptisis adalah juga temuan yang umum. (Asih, Niluh Gede Yasmin, S.Kp dan
Christantie Effendy, S.Kp.2004.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:Buku Kedokteran
EGC)

I. Komplikasi

Penyakit yang parah dapat menyebabkan sepsis yang hebat, gagal napas, dan
kematian. TB yang resisten terhadap obat dapat terjadi. Kemungkinan galur lain yang
resisten obat dapat terjadi. (Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku
Patofisiologi.Jakarta:Buku Kedokteran EGC)

Penyakit TBC bisa menimbulkan komplikasi, yaitu menyerang beberapa organ vital
tubuh, di antaranya:

1. TULANG
TBC tulang ini bisa disebabkan oleh bakteri TBC yang mengendap di paru-paru, lalu
terjadi komplikasi dan masuk ke tulang. Atau bisa juga bakteri TBC langsung masuk ke
tulang lewat aliran darah dari paru-paru. Waktu yang dibutuhkan bakteri untuk masuk dan
merusak tulang bervariasi. Ada yang singkat, tapi ada pula yang lama hingga bertahun-
tahun. Bakteri TBC biasanya akan berkembang biak dengan pesat saat kondisi tubuh
sedang lemah, misalnya selagi anak terkena penyakit berat. Saat itu kekebalan tubuhnya
menurun, sehingga bakteri pun leluasa menjalankan aksinya.

Bagian tulang yang biasa diserang bakteri TBC adalah sendi panggul, panggul dan
tulang belakang. Gangguan tulang belakang bisa terlihat dari bentuk tulang belakang
penderita. Biasanya tidak bisa tegak, bisa miring ke kiri, ke kanan, atau ke depan. Sendi
panggul yang rusak pun membuat penderita tidak bisa berjalan dengan normal.
Sedangkan pada ibu hamil, kelainan panggul membuatnya tidak bisa melahirkan secara
normal. Jika kelainannya masih ringan, upaya pemberian obat-obatan dan operasi bisa
dilakukan. Lain halnya jika berat, tindakan operasi tidak bisa menolong karena sendi atau
tulang sudah hancur. Penderita bisa cacat seumur hidup.
11

2. USUS
Selain karena komplikasi, TBC usus ini bisa timbul karena penderita mengonsumsi
makanan/minuman yang tercemar bakteri TBC. Bakteri ini bisa menyebabkan gangguan
seperti penyumbatan, penyempitan, bahkan membusuknya usus. Ciri penderita TBC usus
antara lain anak sering muntah akibat penyempitan usus hingga menyumbat saluran
cerna. Mendiagnosis TBC usus tidaklah mudah karena gejalanya hampir sama dengan
penyakit lain. Ciri lainnya tergantung bagian mana dan seberapa luas bakteri itu merusak
usus. Demikian juga dengan pengobatannya. Jika ada bagian usus yang membusuk,
dokter akan membuang bagian usus itu lalu menyambungnya dengan bagian usus lain.

3. OTAK
Bakteri TBC juga bisa menyerang otak. Gejalanya hampir sama dengan orang yang
terkena radang selaput otak, seperti panas tinggi, gangguan kesadaran, kejang-kejang,
juga penyempitan sel-sel saraf di otak. Kalau sampai menyerang selaput otak, penderita
harus menjalani perawatan yang lama. Sayangnya, gara-gara sel-sel sarafnya rusak,
penderita tidak bisa kembali ke kondisi normal.

4. GINJAL
Bakteri TBC pun bisa merusak fungsi ginjal. Akibatnya, proses pembuangan racun
tubuh akan terganggu. Selanjutnya bukan tidak mungkin bakal mengalami gagal ginjal.
Gejala yang biasa terjadi antara lain mual-muntah, nafsu makan menurun, sakit kepala,
lemah, dan sejenisnya. Gagal ginjal akut bisa sembuh sempurna dengan perawatan dan
pengobatan yang tepat. Sedangkan gagal ginjal kronik sudah tidak dapat disembuhkan.
Beberapa di antaranya harus menjalani cangkok ginjal.
(http://nerssaputra.blogspot.com/2011/01/konsep-dasar-asuhan-keperawatan-pada.html)

J. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis TB menurut Depkes (2006):

1. Diagnosis TB paru
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari yaitu pagi.
b. Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman
TB (BTA).
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto thorax
saja.
d. Gambar kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
12

2. Diagnosis TB ekstra paru


a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena.
b. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat dengan menyingkirkan penyakit lain.
3. Diagnosis TB menurut Asril Bahar:
a. Pemeriksaan radiologis.
b. Pemeriksaan laboratorium.
c. Sputum.
d. Tes tuberkulin.

K. Pencegahan

1. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin

2. Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan (air sabun)

3. Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan

4. Menghindari udara dingin

5. Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam tempat tidur

6. Menjemur kasur, bantal,dan tempat tidur terutama pagi hari

7. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya dan tidak
boleh digunakan oleh orang lain

(http://nerssaputra.blogspot.com/2011/01/konsep-dasar-asuhan-keperawatan-pada.html)

L. Penatalaksanaan

Pengobatan untuk individu dengan tuberkulosis aktif memerlukan waktu lama karena
basil resisten terhadap sebagian besar antibiotik dan cepat bermutasi apabila terpajan
antibiotik yang masih sensitif. Saat ini, terapi untuk individu pengidap infeksi aktif adalah
kombinasi empat obat dan setidaknya selama sembilan bulan atau lebih lama. Apabila
pasien tidak berespon terhadap obat – obatan tersebut, obat dan protokol pengobatan lain
akan diupayakan.

Individu yang memperlihatkan uji kulit tuberkulin positif setelah sebelumnya negatif,
bahkan jika individu tidak memperlihatkan adanya gejala aktif, biasanya mendapat
antibiotik selama 6-9 bulan untuk membantu respons imunnya dan meningkatkan
kemungkinan eradikasi basis total.
13

Jika tuberkulosis resisten obat muncul, obat yang lebih toksik akan diprogramkan.
Pasien mungkin tetap menginap di rumah sakit atau di bawah pengawasan sejenis
karantina jika tingkat kepatuhan terhadap terapi medis cenderung rendah. (Corwin,
Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta:Buku Kedokteran EGC).

M. Asuhan Keperawatan Teori

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan

kebutuhan atau masalah klien. Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah

mengumpulkan data objektif dan subjektif dari klien (Baradah & Jauhar, 2013).

2. Keluhan utama

Keluhan yang sering menyebabkan pasien TB paru meminta pertolongan

dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu keluhan respiratoris

dan keluhan sistemis (Ardiansyah, 2012).

1) Keluhan respiratoris

a) Batuk
Batuk merupakan refleks pertahanan tubuh yang timbul sebagai

mekanisme fisiologis yang penting untuk bertahan melawan bahan-bahan patogen

dan membersihkan saluran nafas bagian bawah (percabangan trakeobronkial) dari

sekresi, partikel asing, debu, aerosol yang merusak masuk ke paru-paru (Baradah

& Jauhar, 2013). Pada penderita tuberkulosis paru sifat batuk dimulai dari batuk

kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif

(menghasilkan sputum) ini terjadi lebih dari 3 minggu (Wahid & Suprapto, 2013).

b) Batuk darah

Hemoptisis adalah batuk darah atau sputum yang bercampur dengan cairan

darah, akibat pecahnya pembuluh darah pada saluran nafas bagian bawah. Batuk
14

darah merupakan suatu gejala penyakit yang sangat serius dan salah satunya

merupakan manifestasi pertama yang terjadi pada penderita tuberkulosis aktif

(Baradah & Jauhar, 2013).

Batuk darah diawali dengan gatal di daerah tenggorokan atau ada

keinginan untuk batuk, selanjutnya darah akan dikeluarkan lewat batuk.

Karakteristik darah yaitu merah terang, berbuih dan dapat bercampur dengan

dahak. Berat ringannya batuk darah akan tergantung pada besar kecilnya

pembuluh darah yang pecah (Muttaqin, 2014).

c) Sesak nafas

Sesak nafas timbul pada tahap lanjut ketika inflitrasi radang sampai

setengah paru-paru (Somantri, 2012). Sesak nafas merupakam gejala yang nyata

terhadap gangguan pada trakeobronkial, parenkim paru, dan rongga pleural. Sesak

nafas terjadi karena terdapat peningkatan pernafasan akibat meningkatnya

resistensi elastik paru-paru, dinding dada, atau meningkatnya resistensi non-

elastisitas (Muttaqin, 2014).

d) Produksi sputum berlebih

Sputum adalah timbunan mukus yang berlebihan, yang diproduksi oleh sel

goblet dan kelenjar sub mukosa bronkus sebagai reaksi terhadap gangguan fisik,

kimiawi ataupun infeksi pada membran mukosa. Banyak sedikitnya sputum serta

ciri-ciri dari sputum itu sendiri (seperti warna, sumber, volume, dan

konsistensinya) tergantung dari berat ringan serta jenis dari penyakit saluran nafas

yang menyerang pasien (Baradah & Jauhar, 2013).


15

Orang dewasa normal akan memproduksi sputum sekitar 100 ml/hari. Jika

produksi sputum berlebihan, akan mengakibatkan proses pembersihan menjadi

tidak efektif lagi, sehingga sputum akan menumpuk pada saluran pernafasan

(Muttaqin, 2014).

2) Keluhan sistemis

a) Demam

Demam ini merupakan keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul

pada sore atau malam hari pada penderita TB ini mirip dengan gejala demam

influenza dan gejalanya hilang timbul (Ardiansyah, 2012).

b) Keluhan sistemis lain

Keluhan yang biasanya timbul ialah keluar keringat di malam hari,

anoreksia, penurunan berat badan, dan tidak enak badan (malaise). Timbulnya

keluhan biasanya muncul secara bertahap dalam beberapa minggu atau bulan

(Ardiansyah, 2012).

3. Riwayat kesehatan saat ini


Pengkajian sistem pernafasan seperti menanyakan tentang perjalanan sejak

timbul keluhan hingga klien meminta pertolongan. Misalnya: sejak kapan keluhan

dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat

dan hebatnya keluhan, di mana pertama kali keluhan timbul, apa yang sedang

dilakukan ketika keluhan ini terjadi, keadaan apa yang memperberat atau

memperingan keluhan, adakah usaha mengatasi keluhan ini sebelum meminta

pertolongan, berhasil atau tidak usaha tersebut dan sebagainya (Muttaqin, 2014).

Pengkajian dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Pada pasien TB

yang paling sering dikeluhkan adalah batuk, pasien TB paru juga sering mengeluh

batuk darah dan juga sesak nafas (Ardiansyah, 2012).


16

4. Riwayat penyakit sebelumnya

Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya

pasien pernah menderita TB paru, waktu kecil pernah mengalami keluhan batuk

dalam waktu lama, menderita TB dari organ lain, pembesaran getah bening, dan

penyakit lain yang dapat memperberat TB paru (seperti diabetes mellitus).

Tanyakan pula mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh pasien di masa lalu

yang masih relevan seperti obat OAT dan antitusif. Tanyakan pula ada alergi obat

serta reaksi alergi yang timbul (Ardiansyah, 2012).

5. Riwayat keluarga

Secara patologi penyakit TB paru tidak diturunkan. Tetapi, perawat perlu

menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya

sebagai faktor presdiposisi penularan di dalam rumah (Ardiansyah, 2012).

6. Faktor pendukung
Secara umum faktor-faktor yang dapat mendukung peningkatan kasus TB

paru yaitu: kondisi lingkungan, pola hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan

merokok, minum-minuman beralkohol, pola istirahat dan tidur yang tidak teratur,

kurang dalam kebersihan diri dan pola makan yang tidak seimbang serta endahnya

tingkat pengetahuan atau pendidikan yang dimiliki pasien dan keluarga tentang

penyakit, cara pencegahan, pengobatan, dan perawatan yang harus dilakukan

(Wahid & Suprapto, 2013).

7. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik sering disebut sebagai diagnosis fisik. Pemeriksaan fisik

pada sistem pernafasan berfokus pada bagian thorax yang meliputi:

1) Inspeksi

Pemeriksaan dengan melihat keadaan umum sistem pernafasan dan

menilai adanya tanda-tanda abnormal misalnya adanya sianosis, pucat, kelelahan,


17

sesak nafas, batuk dan menilai adanya produksi sputum (Muttaqin, 2014).

Inspeksi yang berkaitan dengan sistem pernafasan adalah melakukan pengamatan

atau observasi pada bagian dada, bentuk dada simetris atau tidak, pergerakan

dinding dada, pola nafas, frekuensi nafas, irama nafas, apakah terdapat proses

ekshalasi yang panjang, apakah terdapat otot bantu pernafasan, gerak paradoks,

retraksi antara iga dan retraksi di atas klavikula. Dalam penghitungan frekuensi

pernafasan jangan diketahui oleh pasien yang dilakukan pemeriksaan karena akan

mengubah pola nafasnya (Djojodibroto, 2014).

2) Palpasi

Palpasi dilakukan dengan meletakkan tumit tangan pemeriksa mendatar di

atas dada pasien. Saat palpasi, perawat menilai adanya fremitus taktil pada dada

dan punggung pasien dengan memintanya menyebutkan “tujuh-tujuh” secara

berulang. Jika pasien mengikuti instruksi tersebut secara tepat, perawat akan

merasakan adanya getaran pada telapak tangannya. Normalnya, fremitus taktil

akan terasa pada individu yang sehat, dan akan meningkat pada kondisi

konsolidasi. Selain itu palpasi juga dilakukan untuk mengkaji temperatur kulit,

pengembangan dada, adanya nyeri tekan, thrill, titik impuls maksimum,

abnormalitas massa dan kelenjar, sirkulasi perifer, denyut nadi, pengisian kapiler,

dll (Mubarak et al., 2015).

3) Perkusi

Secara umum, perkusi dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk

organ dalam serta untuk mengkaji adanya abnormalitas, cairan, atau udara di

dalam paru. Perkusi sendiri dilakukan dengan menekankan jari tengah (tangan

nondominan) pemeriksaan mendatar diatas dada pasien. Kemudian jari tersebut

diketuk-ketuk dengan menggunakan ujung jari tengah atau jari telunjuk tangan
18

sebelahnya. Normalnya, dada menghasilkan bunyi resonan atau gaung perkusi.

Pada penyakit tertentu (misalnya: pneumotoraks, emfisema), adanya udara atau

paru-paru menimbulkan bunyi hipersonan atau bunyi drum. Sementara bunyi

pekak atau kempis terdengar apabila perkusi dilakukan diatas area yang

mengalami atelektasis (Mubarak et al., 2015).

4) Auskultasi

Auskultasi adalah proses mendengarkan suara yang dihasilkan didalam

tubuh. Auskultasi dapat dilakukan langsung atau dengan menggunakan stetoskop.

Bunyi yang terdengar digambarkan berdasarkan nada, intensitas, durasi, dan

kualitasnya. Untuk mendapatkan hasil yang lebih valid dan akurat, auskultasi

sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali. Pada pemeriksaan fisik paru, auskultasi

dilakukan untuk mendengarkan bunyi nafas vesikular, bronkial, bronkovesikular,

rales, ronki, juga untuk mengetahui adanya perubahan bunyi nafas serta lokasi dan

waktu terjadinya (Mubarak et al., 2015). Pada pasien TB paru timbul suara ronki

basah, kasar dan nyaring akibat peningkatan produksi sekret pada saluran

pernafasan (Somantri, 2012).

8. Kebiasaan Sehari - hari

1. Pola Makan
2. Pola Istirahat dan Tidur
3. Pola BAB dan BAK

9. Data Psikologi, Sosio, Spritual


Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku. Data ini
penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian psiko sosio spiritual yang
seksama. Pada kondisi klinis, pada klien TB paru sering mengalami kecemasan bertingkat
sesuai dengan keluhan yang dialaminya. Perawat perlu menanyakan kondisi pemukiman
klien bertempat tinggal karena TB paru sangat rentan dialami oleh mereka yang
19

bertempat tinggal di pemukiman padat dan kumuh dikarenakan populasi bakteri TB paru
lebih mudah hidup di tempat yang kumuh dengan ventilasi dan pencahayaan sinar
matahari yang kurang. TB paru merupakan penyakit yang pada umumnya menyerang
masyarakat miskin karena tidak sanggup meningkatkan daya tahan tubuh non spesifik,
mengonsumsi makanan kurang bergizi, ketidaksanggupan membeli obat, ditambah
dengan kemiskinan membuat individunya bekerja secara fisik sehingga mempersulit
penyembuhan penyakitnya. Klien TB paru kebanyakan berpendidikan rendah, akibatnya
mereka seringkali tidak menyadari bahwa penyembuhan penyakit dan kesehatan
merupakan hal penting.

(Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika)

10. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif ditandai dengan proses infeksi

2. Gangguan pertukaran gas ditandai dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi


3. Intoleransi aktivitas ditandai dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
20

11. Perencanaan Keperawatan


Tabel 1.1 Intervensi Keperawatan
No. Standar Diagnosa Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SDKI) (SLKI) Indonesia (SIKI)
1. BAB : IV Bersihan jalan napas (L.01001) Skrining Tuberkulosis (1.01024)

Kategori : Fisiologis

Sub Kategori : Reapirasi Definisi: Definisi:

Kode : D.0001 Kemampuan membersihkan sekret atau Mendeteksi dini resiko masalah
obstruksi jalan napas untuk kesehatan tuberculosis dengan
mempertahankan jalan napas tetap paten. anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
prosedur lainnya.

Tindakan
Ekspektasi: Meningkat
Definisi:
Observasi
Ketidakmampuan membersihkan
Identifikasi target populasi skrining
sekret atau obstruksi jalan napas Kriteria Hasil:
tuberkulosis (kelompok berisiko)
untuk mempertahankan jalan 1. Batuk efektif
Terapeutik
napas tetap paten.
1. Lakukan informend consent

Keterangan: skrining tuberkulosis


21

Penyebab 1 = Menurun 2. Sediakan akses layanan


skrining tuberkulosis (mis.
1. Spasme jalan napas 2 = Cukup Menurun
2. Hipersekresi jalan napas Waktu dan tempat)
3. Disfungsi neuromuskuler 3 = Sedang
4. Benda asing dalam jalan napas 3. Jadwalkan waktu skrining
5. Adanya jalan napas buatan 4 = Cukup Meningkat
tuberkulosis
6. Sekresi yang tertahan
7. Hiperplasia dinding jalan napas 5 = Meningkat
4. Gunakan instrumen skrining
8. Proses infeksi
9. Respon alergi tuberkulosis yang valid dan

2. Produksi sputum akurat (mis. Tanda gejala,


Gejala dan Tanda Mayor
3. Mengi BTA, dan thorax)
a. Subjektif 4. Wheezing
( tidak tersedia ) 5. Dipsnea 5. Sediakan lingkungan yang
b. Objektif 6. Ortopnea
7. Sulit bicara nyaman selama prosedur
1. Batuk tidak efektif
2. Tidak mampu batuk 8. Sianosis skrining tuberkulosis
3. Sputum berlebihan 9. Gelisah
4. Mengi, wheezing dan/ atau 6. Lakukan anamnesis riwayat
ronkhi kering kesehatan, faktor resiko, dan
5. Mekonium di jalan napas Keterangan:
(pada neonatus) pengobatan, jika perlu
1 = Menurun
7. Lakukan pemeriksaan fisik,
Gejala dan Tanda Minor 2 = Cukup Meningkat
sesuai indikasi
a. Subjektif 3 = Sedang
1. Dipsnea
4 = Cukup Menurun
2. Sulit bicara Edukasi
3. Ortopnea
22

b. Objektif 5 = Menurun 1. Jelaskan tujuan dan prosedur


1. Gelisah skrining tuberkulosis
2. Sianosis 2. Informasikan hasil pemeriksaan
3. Bunyi napas menurun kesehatan.
4. Frekuensi napas berubah 10. Frekuensi napas
5. Pola napas berubah 11. Pola napas

Kondisi Klinis Terkait Keterangan:

1. Kontrol gejala 1 = Memburuk


2. Pertukaran gas
3. Respons alergi lokal 2 = Cukup Memburuk
4. Respons alergi sistemik
5. Respons ventilasi mekanik 3 = Sedang
6. Tingkat infeksi
4 = Cukup Membaik

5 = Membaik

2. BAB : IV Pertukaran gas (L.01003) Edukasi Pengukuran Respirasi


(1.12413)
Kategori : Fisiologis

Sub Kategori : Respirasi Definisi:

Kode : D.0003 Oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida Definisi:


pada membran alveolus-kapiler dalam Mengajarkan cara pengukuran
batas normal fekuensi respirasi
Gangguan pertukaran gas
23

Definisi: Ekspektasi: Meningkat Tindakan

Kelebihan atau kekurangan Observasi


oksigenasi dan/ atau eleminasi Kriteria Hasil: 1. Identifikasi kesiapan dan
karbondioksida pada membran kemampuan menerima informasi
1. Tingkat kesadaran terapeutik
alveolus-kapiler 2. Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
Keterangan:
3. Jadwalkan pendidikan kesehatan
1 = Menurun sesuai kesepakatan
Penyebab
4. Berikan kesempatan untuk bertanya
1. Ketidakseimbangan ventilasi- 2 = Cukup Menurun 5. Dokumentasikan hasil pengukuran
perfusi respirasi
2. Perubahan membran alveolus- 3 = Sedang
kapiler Edukasi
4 = Cukup Meningkat
6. Jelaskan faktor resiko yang dapat
Gejala dan Tanda Mayor 5 = Meningkat mempengaruhi kesehatan
7. Ajarkan perilaku hidup bersih dan
a. Subjektif sehat
1. Dipsnea 8. Ajarkan strategi yang dapat
b. Objektif 2. Dipsnea digunakan untuk meningkatkan
1. PCO2 meningkat/ menurun 3. Bunyi napas tambahan perilaku hidup sehat
2. PO2 menurun 4. Pusing
3. pH arteri meningkat/ 5. Penglihatan kabur
menurun 6. Diaforesis Edukasi Diet (I.12369)
4. Bunyi napas tambahan 7. Gelisah
8. Napas cuping hidung Tindakan:
Gejala dan Tanda Minor
24

a. Subjektif Keterangan: Observasi


1. Pusing
2. Penglihatan kabur 1 = Meningkat 1. Identifikasi kemampuan pasien dan
b. Objektif keluarga menerima informasi
1. Sianosis 2 = Cukup Meningkat 2. Identifikasi tingkat pengetahuan
2. Diaforesis saat ini
3. Gelisah 3 = Sedang 3. Identifikasi kebiasaan pola makan
4. Napas cuping hidung saat ini dan masa lalu
5. Pola napas abnormal 4 = Cukup Menurun 4. Identifikasi persepsi pasien dan
(cepat/lambat, keluarga tentang diet yang
regular/reguler, dalam/ 5 = Menurun diprogramkan
dangkal) Terapeutik
6. Warna kulit abnormal (mis.
Pucat, kebiruan) 9. PCO2 5. Persiapkan materi, media, dan alat
7. Kesadaran menurun 10. PO2 peraga
11. Takikardia 6. Berikan kesempatan pasien dan
12. Ph arteri keluarga bertanya
Kondisi Klinis Terkait 13. Sianosis 7. Sediakan rencana makan tertulis,
14. Pola napas jika perlu
1. Penyakit paru obstruktif kronis 15. Warna kulit
(PPOK)
2. Gagal jantung kongestif Keterangan: Edukasi
3. Asma
4. Pnemonia 1 = Memburuk 8. Jelaskan tujuan dan prosedur yang
5. Tuberkulosis paru akan dilakukan
6. Asfiksia 2 = Cukup Memburuk 9. Ajarkan cara menghitung respirasi
7. Infeksi saluran napas dengan mengamati naik turunnya
3 = Sedang dada saat bernapas
10. Ajarkan cara menghitung respirasi
4 = Cukup Membaik selama 30 detik dan kalikan
dengan 2 atau hitung selama 60
5 = Membaik detik jika respirasi tidak teratur.
25

3. BAB : IV Toleransi Aktivitas (L.05047) Terapi Aktivitas (I.05186)

Kategori : Fisiologis

Sub Kategori : Aktivitas/Istirahat Definisi: Definisi:

Kode : D.0056 Respon fisiologis terhadap aktivitas yang Menggunakan aktivitas fisik, kognitif,
membutuhkan tenaga. sosial dan spiritual tertentu untuk
memulihkan keterlibatan,
Intoleransi Aktivitas
frekuensi atau durasi aktivitas
Ekspektasi: Meningkat
individu atau kelompok.

Definisi:
26

Ketidakcukupan energi untuk Kriteria Hasil: Tindakan


melakukan aktivitas sehari-hari. 1. Frekuensi nadi Observasi
2. Saturasi oksigen
3. Kemudahan dalam melakukan aktivitas 1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas
sehari-hari 2. Identifikasi
Penyebab
4. Kecepatan berjalan kemampuanberpartisipasi dalam
5. Jarak berjalan aktivitas tertentu
1. Ketidakseimbangan antara
6. Kekuatan tubuh bagian atas 3. Identifikasi sumberdaya untuk
suplai dan kebutuhan oksigen aktivitas yang diinginkan
7. Kekuatan tubuh bagian bawah
2. Tirah baring 8. Toleransi dalam menaiki tangga 4. Identifikasi strategi meningkatkan
3. Imobilitas Keterangan: partisipasi dalam aktivitas
4. Gaya hidup monoton 5. Identifikasi makna aktivitas rutin
1 = Meningkat (mis. bekerja) dan waktu luang
Gejala dan Tanda Mayor 6. Monitor respon emosional, fisik,
2 = Cukup Meningkat sosial, dan spiritual terhadap
a. Subjektif aktivitas
1. Mengeluh lelah 3 = Sedang Terapeutik

b. Objektif 4 = Cukup Menurun 1. Fasilitasi fokus pada kemampuan,


1. Frekwensi jantung meningkat bukan defisit yang dialami
>20% dari kondisi istirahat 5 = Menurun 2. Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi dan
rentang aktivitas
Gejala dan Tanda Minor 3. Kordinasikan aktivitas sesuai usia
9. Keluhan lelah 4. Ffasilitasi aktifitas fisik rutin (mis.
a. Subjektif 10. Dispnea saat aktivitas Ambulasi, mobilisasi dan
1. Dispnea saat/setelah aktivitas 11. Dispnea saat aktivitas perawatan diri)
2. Merasa tidak nyaman setelah 12. Perasaan lemah 5. Fasilitasi aktivitas motorik untuk
beraktivitas 13. Aritmia saat aktivitas merelaksasikan otot
3. Merasa lemah 14. Aritmia setelah aktivitas 6. Tingkatkan aktivitas fisik untuk
b. Objektif 15. Sianosis memelihara berat badan, jika perlu
1. Tekanan darah berubah
27

>20% dari kondisi istirahat 7. Libatkan keluarga dalam aktivitas,


2. Gambaran EKG jika perlu
menunjukkan aritmia Keterangan: 8. Fasilitasi aktifitas motorik kasar
saat/setelah aktivitas untuk pasien hiperaktif
3. Gambaran EKG 1 = Menurun 9. Berikan penguatan positif atas
menunjukkan iskemia partisipasi dalam aktivitas
4. Sianosis 2 = Cukup Menurun Edukasi

3 = Sedang 1. Jelaskan metode aktivitas fisik


Kondisi Klinis Terkait sehari-hari, jika perlu
4 = Cukup Meningkat 2. Ajarkan cara melakukan aktivitas
1. Anemia yang dipilih
2. Gagal jantung kongestif 5 = Meningkat 3. Anjurkan melakukan aktivitas
3. Penyakit jantung koroner fisik, sosial spiritual, dan kognitif
4. Penyakit katub jantung dalam kesehatan
5. Aritmia 4. Anjurkan terlibat dalam aktivitas
6. PPOK 16. Warna kulit
kelompok
7. Gangguan metabolik 17. Tekanan darah
8. Gangguan muskuloskeletal 18. Frekuensi napas
19. EKG iskemia

Keterangan:

1 = Memburuk

2 = Cukup Memburuk

3 = Sedang

4 = Cukup Membaik

5 = Membaik
28
- Implementasi keperawatan

Pada proses keperawatan, implementasi adalah fase ketika perawat

mengimplementasikan intervensi keperawatan. Berdasarkan terminologi NIC,

implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang

merupakan tindakan keperawatan yang khusus yang diperlukan untuk

melaksanakan intervensi (atau program keperawatan). Perawat melaksanakan atau

mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap

perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat

tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan tersebut (Kozier et al.,

2011).

- Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah

ketika klien dan profesional kesehatan menentukan kemajuan klien menuju

pencapaian tujuan/hasil, dan keefektifan rencana asuhan keperawatan. (Kozier et

al., 2011). Tujuan evaluasi adalah untusk menilai pencapaian tujuan pada rencana

keperawatan yang telah ditetapkan, mengidentifikasi variabel-variabel yang akan

mempengaruhi pencapaian tujuan, dan mengambil keputusan apakah rencana

keperawatan diteruskan, modifikasi atau dihentikan (Manurung, 2011).

Berdasarkan PPNI (2019) tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan

setelah tindakan yang diberikan untuk bersihan jalan nafas tidak efektif yaitu:

a. Batuk efektif meningkat.

b. Produksi sputum menurun.

c. Mengi menurun.

d. Wheezing menurun.

29
30

e. Dypsnea menurun.

f. Ortopnea menurun.

g. Sulit bicara menurun.

h. Sianosis menurun.

i. Gelisah menurun.

j. Frekuensi nafas membaik.

k. Pola nafas membaik.


31

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam banyak kasus
bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai strain mikobakteria, umumnya
Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru, namun juga
bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya. Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika
seseorang dengan infeksi Tuberkulosis aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran
ludah mereka melalui udara.
32

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta:Buku Kedokteran EGC

Doenges, Marilynn E.Mary Frances Moorhouse,Alice C. Geissler.2000.Rencana Asuhan


Keperawatan.Jakarta:Buku Kedokteran EGC

Asih, Niluh Gede Yasmin, S.Kep dan Christantie Effendy, S.Kep.2004.Keperawatan


Medikal Bedah.Jakarta:Buku Kedokteran EGC

Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika

Wijaya, Andra Saferi, Skep dan Yessie Mariza Putri, Skep.2013.Keperawatan Medikal
Bedah Jilid I.Yogyakarta:Nuha Medika

http://nerssaputra.blogspot.com/2011/01/konsep-dasar-asuhan-keperawatan-pada.html

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria hasil Kepreawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Anda mungkin juga menyukai