Chapter II PDF
Chapter II PDF
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada abdomen, terdapat empat kuadran yang dibahagi dari bagian midline
dan bagian transumbilical (Pansky, 2013)
4) Bagian kiri bawah: Descending colon, sigmoid colon, dan usus kecil
1) hypocondriaca dextra
2) epigastrica
3) hypocondriaca sinistra
4) lateralis dextra
5) umbilicalis
6) lateralis sinistra
7) inguinalis dextra
8) pubica
9) inguinalis sinistra
2.2.1. Definisi
Kata trauma ini berasal dari kata Yunani untuk luka sehingga definisi
sederhana adalah bahwa trauma adalah cedera yang dihasilkan dari kekuatan fisik
eksternal (Hamilton, 2013). Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang
melibatkan daerah antara diaphragma atas dan panggul bawah (Guilon, 2011).
2.3.1. Etiologi
2.3.2. Mekanisme
4) Penetrasi
Cedera tumpul ke tulang panggul, tulang belakang lumbosakral, atau
tulang rusuk dapat menghasilkan spikula tulang yang menembus kedua
organ berongga dan padat. (Smith, et al., 2010).
Cedera khusus
A. Diafragma
B. Hati
Walaupun dilindungi oleh iga kanan, hati merupakan organ yang paling
sering mengalami kecederaan dalam kasus trauma abdomen. Pada kasus
trauma tumpul, kompresi dan shearing merupakan faktor paling dominan
dalam mekanisme kecelakaan. Hati diselaputi oleh kapsul fibrosa dan
diikat pada dinding abdomen oleh ligamentum falciform. Apabila
mengalami tekanan ataupun kompresi, paling sering di iga bawah, hati
tidak dapat dilindungi sehingga menyebabkan terjadinya laserasi pada
parenkim.
C. Limfa
D. Ginjal
E. Pankreas
F. Perut
Cedera pada bagian ini umumnya sering terjadi karena trauma tembus
daripada trauma tajam. Pada kasus trauma tumpul, kenaikan tekanan intra
abdominal akan menyebabkan bursting dan pada gastro-esophageal
junction terjadi shearing (Smith et at, 2011). Gastric rupture juga terjadi
tetapi jarang (Hermosa Jl, 2008).
Gejala klinis untuk trauma tumpul adalah nyeri abdomen, iritasi peritoneal,
dan sehingga terjadi shock hipovolemik (Schaider, 2012). Selain itu, bisa
kelihatan Cullen’s sign, dan Grey Turner’s sign pada abdomen dan pada bahu
terdapat Kehr’s sign (Queensland Ambulance Service, 2015).
2.3.4. Diagnosa
A. Anamnesis
Mekanisme cedera harus dieksplorasi seperti posis jatuh, asal ketinggian,
jenis alat yang melukai, kecepatan dan sebagainya.
B. Pemereriksaan Fisis:
1. Kadang-kadang dijumpai jejas di dinding abdomen
2. Tanda rangsangan peritoneum: nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, dan
defans muscular.
3. Darah atau cairan yang cukup banyak dapat dikenali dengan shifting
dullness sedangkan udara bebasdapat deketahui dengan beranjaknya pekak
hati
4. Bising usus dapat melemah atau menghilang
5. Adanya lap-belt sign (kontusio dinding perut) dengan curiga trauma usus.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah perifer lengkap: tanda infeksi dan pendarahan
2. Urinalisis dapat dilakukan untuk menunjang kemungkinan diagnosis
cedera saluran kemih
3. Roentfen abdomen 3 posisi digunakan untuk mengetahui adanya udara
bebas
4. Sistogram dan IVP apabila dicurigau trauma saluran kemih
Gambar 2.3. Algoritme diagnosa trauma tumpul abdomen (Butt, Zacharias dan
Velmahos, 2009)
2.3.5. Penatalaksanaan
Menurut Adams, et al. (2005), pasien tidak stabil yang hipotensif atau
takikardi, haruslah memasang jalur infus intravena dan pasien juga harus
mendapat resusitasi cairan iaitu cristaloid. Nasogastric tube (NGT) atau orogastric
tube (OGT) juga haruslah dipasang pada pasien kasus ini. Selepas memastikan
tidak ada trauma pada ureter, Foley catheter haruslah dipasangkan. Jika resusitasi
cristaloid tidak dapat memperbaikan keadaan haemodinamik, pemberian darah
haruslah dilakukan secepat mungkin. Pasien dengan hemodinamiknya tidak stabil,
seperti trauma pada dinding usus dan eccymosis pada dinding abdomen, operasi
harus dilakukan secepat mungkin. Untuk pasien yang tidak stabil terutama pada
pasien trauma multisistem, DPL ataupun pemeriksaan FAST harus dilakukan.
Untuk pasien stabil dengan trauma tumpul, terdapat beberapa faktor untuk
menangani kasus tersebut. Pasien dengan trauma abdomen yang tumpul dan sadar
dapat dilakukan beberapa pemeriksaan pada departmen emergensi atau di hospital.
Pasien dengan trauma tumpul abdomen dan positif terjumpa trauma yang lain atau
cedera pada bagian retroperitoneal haruslah dilakukan CT abdomen. Pasien juga
haruslah diikuti dengan USG, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan hematokrit. Ct
dapat menentukan jika terdapat cedera yang harus ditataksana secara nonoperatif .
CT pada pasien dengan tes negatif pada FAST dapat mengidentifikasi luka pada
bagian lain seperti trauma usus. Selain itu, CT dapat mengidentifikasi cedera pada
bagian retroperitoneum, pelvis, vertebra dan bagian bawah dada.
2.4.1. Definisi
2.4.2. Mekanisme
Trauma tajam abdomen adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka
pada permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum yang
disebabkan oleh tusukan benda tajam (Yucel et al, 2014). Luka tusuk maupun
luka tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun
terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer
energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan adanya efek
tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen yang
mengakibatkan kerusakan lainnya. Kerusakan dapat berupa perdarahan bila
mengenai pembuluh darah atau organ yang padat. Bila mengenai organ yang
berongga, isinya akan keluar ke dalam rongga perut dan menimbulkan iritasi pada
peritoneum (Sjamsuhidajat, 2010).
2.4.4. Diagnosa
A. Anamnesis
Mekanisme trauma tembus perlu ditanyakan dengan keterangan selengkap
mungkin seperti senjata yang melukai, arah tusukan atau bagaimana terjadinya
kecelakaan (Wibisono dan Jeo, 2014 ). Juga ditanyakan untuk mengetahui organ
intra abdominal yang berpotensi mengalami trauma (Smith, et al, 2010).
B. Pemeriksaan Fisis:
1. Inspeksi abdomen: jejas di dinding perut
2. Tanda-tanda peritonitis, sepsis, syok, dan penurunan kesadaran.
- Perforasi di daerah atas(misalnya lambung): perangsangan segera
terjadi dan timbul peritonitis hebat
- Perforasi organ pencernaan yang lebih distal; perangsangan
peritoneum memerlukan waktu karena mikroorganisme butuh
waktu untuk berkembang biak.
3. Colok dubur apabila dicuragai cedera anorektal;
4. Adanya eviserasi pada usus omentum.
C. Pemeriksaan Penunjang :
1. Darah perifer lengkap: tanda anemia dan infeksi (leukositosis);
2. Ultrasonografi untuk menemukan adanya cedera organ cairan
intraperitoneal dan pendarahan.
3. CT-scan pada kasus yang lebih stabil untuk menunjang tata laksana
berikutnya (Wibisono, et al, 20).
4. Untuk pasien unstable, USG harus dilakukan secepat mungkin sebagain
primary survey(circulation). FAST yang positif menunjukkan bahwa
terdapat pendarahan intraabdominal dan ini menyebabkan hipotensi.
5. Untuk pasien stable, terdapat tiga cara untuk mendiagnosa:
- US: Screening awal boleh dilakukan untuk pasien hemodinamik
stabil.
2.4.5. Penatalaksanaan
Pasien trauma abdomen tajam yang harus dilakukan tatalaksana secara non
operatif haruslah berdasarkan dua faktor iaitu stabil secara haemodinamik dan
negatif peritonitis. Semua bagian yang cedera haruslah dieksplorasi terlebih
dahulu dan jika ia menembus peritoneum, tindakan lapratomi haruslah dilakukan
(Butt, et al, 2009). Menurut Gonzalez (2001), apabila ada prolaps visera,
peritonitis, syok, terdapat darah dalam lambung, lavase peritoneal yang positif
merupakan indikasi untuk melakukan laparotomi.