Anda di halaman 1dari 9

Nama : M.

Farrel Khasani
Asal : SD Negeri 1 Krandegan No. : 38
Puisi Wajib
(Mustofa Bisri)
Ibu
Kaulah gua teduh
Tempatku bertapa bersamamu
Sekian lama

Kaulah kawah darimana aku meluncur dengan perkasa


Kaulah bumi …
Yang tergelar lembut bagiku
Melepas lelah dan nestapa

Gunung yang menjaga mimpiku siang dan malam


Mata air yang tak berenti mengalir
Membasahi dahagaku
Telaga tempatku bermain, berenang, dan menyelam

Kaulah , ibu, laut dan langit


Yang menjaga lurus horisonku
Kaulah, ibu, mentari dan rembulan
Yang mengawal perjalananku
Mencari jejak sorga di telapak kakimu

(Tuhan, aku bersaksi


Ibuku telah melaksanakan amanatmu
Menyampaikan kasih sayangMu
Maka kasihilah ibuku
Seperti kau mengasihi
Kekasih-kekasihMu
Amin)
Nama : M. Farrel Khasani
Asal : SD Negeri 1 Krandegan No. : 38
NYANYIAN KEMERDEKAAN karya Ahmadun Yosi Herfanda

Hanya kau yang kupilih, kemerdekaan


di antara pahit manisnya isi dunia
Akankah kaubiarkan aku duduk berduka
memandang saudaraku,bunda tercintaku
dipasung orang asing itu?
Mulutnya yang kelu
tak mampu lagi menyebut namamu

Berabad-abad kau terlelap,


bagai laut kehilangan ombak
Burung-burung yang semula
Bebas di hutannya
Digiring ke sangkar-sangkar
tak bebas mengucapkan kicaunya

Hanya kau yang kupilih,


Darah dan degup jantungmu
Hanya kau yang kupilih
Diantara pahit manisnya isi dunia

Orang asing itu berabad-abad


Memujamu di negerinya
Namun di negriku
Mereka berikan belenggu-belenggu
Maka bangkitlah Sutomo
Bangkitlah Wahidin Sudirohusodo
Bangkitlah Kihajar Dewantara
Bangkitlah semua dada yang terluka

Bergenggam tanganlah dengan saudaramu


Eratkan genggaman tangan itu atas namaku
Kekuatan yang memancar dari genggaman itu
Suaramu sayup di udara
Membangunkanku dari mimpi siang yang celaka
Hanya kau yang kupilih kemerdekaan
Diantara pahit-manisnya isi dunia
Berikan degup jantungmu
Otot-otot dan derap langkahmu
Biar kuterjang pintu-pintu terkunci itu
Dan mendobraknya atas namamu

Terlalu pengap
Udara yang tak tertiup
Dari rahimmu
Jantungku hampir tumpas
Karena racunnya.
(matahari yang kita tunggu,
akhirnya bersinar juga
di langit kita)
Nama : M. Farrel Khasani
Asal : SD Negeri 1 Krandegan No. : 38

MONGISIDI
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Aku adalah dia yang dibesarkan dengan dongeng di dada bunda

Aku adalah dia yang takut gerak bayang di malam gelam

Aku adalah dia yang meniru bapak mengisap pipa dekat meja

Aku adalah dia yang menggenggam jadi seniman melukis keindahan

Aku adalah dia yang menangis terharu mendengar lagu merdeka

Aku adalah dia yang turut dengan barisan pemberontak ke garis pertempuran

Aku adalah dia yang memimpin pasukan gerilya membebaskan kota

Aku adalah dia yang disanjung kawan sebagai pahlawan bangsa

Aku adalah dia yang terperangkap siasat musuh karena pengkianatan

Aku adalah dia yang digiring sebagai hewan di muka regu eksekusi

Aku adalah dia yang berteriak merdeka sbelum ditembak mati

Aku adalah dia ingat, aku adalah dia


TENTANG SERSAN NURCHOLIS
Karya : Taufik Ismail

Seorang Sersan
Kakinya hilang
Sepuluh tahun yang lalu

Setiap siang
Terdengar siulnya
Di bengkel arloji

Sekali datang
Teman-temannya
Sudah orang resmi

Dengan senyum ditolaknya


Kartu anggota
Bekas pejuang

Sersan Nurcholis
Kakinya hilang
Di jaman Revolusi

Setiap siang
Terdengar siulnya
Di bengkel arloji

1958
SELAMAT PAGI INDONESIA
Karya: Sapardi Djoko Damono

Selamat pagi, Indonesia, seekor burung mungil mengangguk


dan menyanyi kecil buatmu.
aku pun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu,
dan kemudian pergi untuk mewujudkan setiaku padamu dalam
kerja yang sederhana;
bibirku tak biasa mengucapkan kata-kata yang sukar dan
tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal.
selalu kujumpai kau di wajah anak-anak sekolah,
di mata para perempuan yang sabar,
di telapak tangan yang membatu para pekerja jalanan;
kami telah bersahabat dengan kenyataan
untuk diam-diam mencintaimu.
pada suatu hari tentu kukerjakan sesuatu
agar tak sia-sia kau melahirkanku.
seekor ayam jantan menegak, dan menjeritkan salam
padamu, kubayangkan sehelai bendera berkibar di sayapnya.
aku pun pergi bekerja, menaklukan kejemuan,
merubuhkan kesangsian,
dan menyusun batu-demi batu ketabahan,benteng
kemerdekaanmu pada setiap terbit, o anak jaman
yang megah,
biarkan aku memandang ke Timur untuk mengenangmu
wajah-wajah yang penuh anak-anak sekolah berkilat,
para perempuan menyalakan api,
dan di telapak tangan para lelaki yang tabah
telah hancur Kristal-kristal dusta, khianat dan pura-pura.

Selamat pagi, Indonesia, seekor burung kecil


Memberi salam kepada si anak kecil;
Terasa benar : aku tak lain milikmu.
Puisi : 10 November “ PAHLAWAN TAK DIKENAL”
Karya Toto Sudarto Bachtiar

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring


Tetapi bukan tidur, saying
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang

Dia tak ingat bilamana dia datang


Kedua tangannya memeluk senapang
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang

Wajah sunyi setengah tengadah


Menangkap sepi padang senja
Dunia tambha beku di tengah derap dan suara merdu
Dia masih sangat muda

Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun


Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang Nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring


Tetapi bukan tidur, saying
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata : aku sangat muda.
SAJAK BUAT NEGARAKU
KARYA : Kriapur

di tubuh semesta
buku-buku negeriku tersimpan
setiap gunung-gunung dan batunya
padang-padang dan hutan
semua punya suara

semua terhampar biru di bawah langitnya


tapi huajan selalu tertahan dalam topan
hingga binatang-binatang liar
mengembara dan terjaga di setiap tikungan
kota-kota

di antara gebalau dan keramaian tak bertuan


pada hari-hari sebelum catatan akhir
musim telah merontokkan daun-daun
semua akan menangis
semua akan menangis
laut akan berteriak dengan gemuruhnya
rumput akan mencambuk dengan desaunya
siang akan meledak dengan mataharinya
dan musim-musim dari kuburan
akan bangkit
semua akan bersujud
berhenti untuk keheningan

pada yang bernama keheningan


semua akan berlabuh
bangsaku, bangsa dari segala bangsa
rakyatku siap dengan tombaknya
siap dengan kapaknya

bayi-bayi memiliki pisau di mulut


tapi aku hanya siap dengan puisi
dengan puisi bulan terguncang
menetes darah hitam dari luka lama
Solo 1983
Kemerdekaan 17 Agustus
(Yudhistira Ardi Nugraha Massardi)

Hari dimana pahlawan membacakan proklamasi

Hari dimana Indonesiaku merdeka

Dan hari dimana Indonesia terlahir sebagai Indonesia

Bukan sebagai budak

Bukan sebagai pekerja

Bukan sebagai pengunjung

Tapi sebagai Indonesia yang sebenarnya

Anda mungkin juga menyukai