PENDAHULUAN
kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang
bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun
terutama pada wanita dikarenakan memiliki factor resiko, yaitu: obesitas, usia lanjut,
diet tinggi lemak dan genetik. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan
beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu.
2. Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung Ca-
3. Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi
Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko
penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil.
menimbulkan gejala kolik. Pada dasarnya dilatasi saluran empedu sangat bergantung
1
pada berat atau tidaknya obstruksi yang terjadi. Bila menimbulkan gejala sumbatan,
akan timbul tanda cholestasis ekstrahepatal. Di samping itu dapat terjadi infeksi,
timbul gejala cholangitis, dan cairan empedu menjadi kental dan berwarna coklat tua
(biliary mud). Dinding dari duktus choledochus menebal dan mengalami dilatasi
disertai dengan ulserasi pada mukosa terutama di sekitar letak batu dan di ampula
vateri.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kolelitiasis berasal dari kata ‘chole’ yang artinya awalan mengenai empedu
dan ‘lithos’ yaitu batu. Secara istilah, kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang
dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada
kedua-duanya. Kolelitiasis dapat disebut juga batu empedu, gallstone, atau billiary
membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami
aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam saluran
empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran
empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan
infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan
3
B. Anatomi Vesicae Fellea
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang
sekitar 30-60 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc.
Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan
biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan
dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus
bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.
Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus
untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica
kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri
yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
4
C. Fisiologi Vesicae Fellea
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di
dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah
yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin
yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen
empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat
segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu
pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik,
5
sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat dibandingkan
empedu hati.
diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan
tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan
empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal
terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum
terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer
terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh
hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.
dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum
memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu
berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang
berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu
6
meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk
membantu proses penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus
besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu)
dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan,
serta obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari
tubuh.
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan
10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam
usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi
berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya
dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5% dari asam empedu yang disekresikan dalam
feses.
D. Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang
dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh
dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahun 1980-an agaknya
lebih umum, angka kejadian batu pigmen lebih tinggi dibandingkan dengan angka
yang terdapat di negara Barat, dan sesuai dengan angka di negara tetangga seperti
7
Singapura, Malaysia, Muangthai, dan Filipina. Hal ini menunjukkan bahwa faktor
infeksi empedu oleh kuman gram negatif E. Coli ikut berperanan penting dalam
timbulnya batu pigmen. Di wilayah ini, insiden batu primer saluran empedu adalah
40-50% dari penyakit batu empedu, sedangkan di dunia Barat sekitar 5%.
E. Etiologi
Penyebab dan faktor risiko terbentuknya batu kandung empedu tidak secara
jelas dibedakan. Ada yang menyebutkan faktor tertentu sebagai penyebab, namun
batu kandung empedu adalah idiopatik, penyakit hemolitik dan penyakit spesifik non
hemolitik. Schweizer et al anak yang mendapat nutrisi parenteral total yang lama,
setelah menjalani operasi by pass kardiopulmonal, reseksi usus, kegemukan dan anak
menderita kolelitiasis.
hemolitik kronik (anemia sel sickle, sferositosis), kegemukan, penyakit atau reseksi
ileum, fibrosis kistik, penyakit hati kronis, penyakit Crohn, nutrisi parenteral yang
lama, prematuritas dengan komplikasi bedah atau non bedah, pengobatan kanker pada
8
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan
a. Jenis Kelamin
b. Usia
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol
dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta
d. Makanan
9
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
e. Riwayat keluarga
f. Aktifitas fisik
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati
kandung empedu.
Batu kandung empedu terbagi menjadi tiga jenis yaitu batu kolesterol, batu
pigmen dan campuran. Batu kolesterol mengandung lebih dari 50% kolesterol dari
seluruh beratnya, sisanya terdiri dari protein dan garam kalsium. Batu kolesterol
sering mengandung kristal kolesterol dan musin glikoprotein. Kristal kolesterol yang
10
murni biasanya agak lunak dan adanya protein menyebabkan kosistensi batu empedu
Batu pigmen merupakan campuran dari garam kalsium yang tidak larut, terdiri
dari kalsium bilirubinat, kalsium fosfat dan kalsium karbonat. Kolesterol terdapat
dalam batu pigmen dalam jumlah kecil yaitu 10% dalam batu pigmen hitam dan 10-
30% dalam batu pigmen coklat. Batu pigmen dibedakan menjadi dua yaitu batu
pigmen hitam dan batu pigmen coklat, keduanya mengandung garam kalsium dari
bilirubin. Batu pigmen hitam mengandung polimer dari bilirubin dengan musin
glikoprotein dalam jumlah besar, sedangkan batu pigmen coklat mengandung garam
kalsium dengan sejumlah protein dan kolesterol yang bervariasi. Batu pigmen hitam
umumnya dijumpai pada pasien sirosis atau penyakit hemolitik kronik seperti
talasemia dan anemia sel sickle. Batu pigmen coklat sering dihubungkan dengan
kejadian infeksi.
11
G. Patofisiologi
sepenuhnya, namun komposisi kimia dan adanya lipid dalam cairan empedu
memegang peran penting dalam proses terbentuknya batu. Kira-kira 8% dari lipid
empedu dalam bentuk kolesterol dan 15-20% dalam bentuk fosfolipid. Keduanya
tidak larut dalam air, dalam cairan empedu terikat dengan garam empedu dengan
Empedu adalah suatu cairan aqueous yang terdiri dari lemak hidropobik yang
tidak larut (kolesterol dan fosfolipid), yang selanjutnya bisa terlarut dengan bantuan
suatu asam empedu. Empedu terdiri dari air (97,5 g/dL), garam empedu (1,1 g/dL),
bilirubin (0,04 g/dL), kolesterol (0,1 g/dL), asam lemak (0,12 g/dL),
membentuk campuran micelles dan vesikel. Micelles adalah kumpulan lemak yang
mempunyai dinding yang hidrofilik (larut dalam air) dan inti yang hidrofobik (tidak
larut dalam air). Vesikel adalah suatu bentukan sferik bilayers dari fosfolipid yang
terdiri dari 2 rantai yaitu rantai nonpolar hidrokarbon menghadap dan rantai polar
12
konsentrasi kelarutan kolesterol dalam suatu campuran dengan fosfolipid dan garam
empedu. The maximum equilibrium solubility dari kolesterol ditentukan oleh rasio
kolesterol, fosfolipid dan garam empedu, yang dinyatakan dalam indeks saturasi
kolesterol. Micelles terbentuk jika titik potong konsentrasi relatif dari ketiga
komponen (kolesterol, lesitin dan garam empedu) terletak pada area micellar.
Keadaan ini berada dalam kondisi stabil untuk mencegah terbentuknya batu. Jika titik
potong konsentrasi empedu terletak di luar area tersebut maka empedu bersifat
komponen tersebut.
H. Manifestasi Klinik
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut
klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena
adanya komplikasi.
sampai di daerah subskapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-
lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba
pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus.
Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl).
13
Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra
hepatic.
Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri
viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh
batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu
Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama
kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala
dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa
kolelitiasis.
Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya
komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis
sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung
fatal.
keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan
telah sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini
14
menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai
duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di
sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa
timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE
yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat
I. Diagnosis
15
Anamnesis
(adanya batu empedu tanpa gejala), simptomatik (kolik bilier), dan kompleks
Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran
terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di
daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah
kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru
16
menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan
bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan
keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.
Pemeriksaan Fisik
seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu,
tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda
Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas
panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang
teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang
dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah
Pemeriksaan Penunjang
17
1. Pemeriksaan laboratorium
terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan
bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum
yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar
fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat
2. Pemeriksaan Radiologis
dapat dilakukan adalah dengan foto polos abdomen, Computed tomography [CTl,
Biliary scintigraphy.(25) Hanya sekitar l0% dari kasus batu empedu adalah radioopak
karena batu empedu tersebut mengandung kalsium dan dapat terdeteksi dengan
adalah pemeriksaan imaging yang sangat membantu dan sering digunakan untuk
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
18
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatika.
b. Ultrasonografi (USG)
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu
yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun
sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi
karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa
19
nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi
biasa.
c. Kolesistografi
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan
ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan
hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
empedu.
20
d. Computed Tomography (CT)
pemeriksaan CT scan tapi tidak jelas menggambarkan batu ginjal tanpa kalsifikasi.
Komplikasi seperti sumbatan saluran empedu dan kolesistitis juga dapat terlihat pada
21
e. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus
ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke
dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP
berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus
hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat
infeksi.
22
J. Diagnosis banding
kolik ginjal. Nyeri ulkus peptikum biasanya lebih sering, hampir setiap hari dan
berkurang sehabis makan. Nyeri yang timbul biasanya menetap di perut kanan atas,
Nyeri karena refluks dapat dibedakan dengan nyeri kolelitiasis dilihat dari
adanya rasa terbakar, lokasi nyeri di substernal, dan sering dipengaruhi oleh posisi,
dimana pada posisi supine rasa nyeri akan memberat. Nyeri epigastrium karena
kolelitiasis dan dispepsia nonulkus sukar dibedakan. Namun demikian nyeri karena
kolik bilier biasanya lebih hebat, frekuensinya sporadik, dan penyebaran nyeri sampai
akut, hepatitis akut, perforasi ulkus, perforasi ulkus peptikum dan penyakit intestinal
23
akut lainnya. Untuk membedakan dengan pankreatitis akut, biasanya nyeri pada
pankreatitis akut lebih terlokalisir dan jarang disertai tanda peritoneal akut. Nyeri
sampai ke punggung, menghilang saat posisi duduk adalah khas untuk pankreatitis
akut. Gejala demam dan leukositosis mungkin sama pada kedua kasus, tetapi
peningkatan kadar serum amilase jauh lebih tinggi pada keadaan pankreatitis akut.
Pada keadaan pankreatitis yang berat, penderita tampak sangat toksik. Namun pada
pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar serum enzim hepar akan jauh lebih
tinggi dibanding dengan kolesistitis akut. Pada keadaan apendisitis akut, ditandai oleh
nyeri khas pada perut kanan bawah, diawali dari sekitar daerah umbilikal yang
kemudian menetap di perut kanan bawah. Pada keadaan perforasi usus, pada
pemeriksaan radiologis sering dijumpai adanya udara bebas pada foto polos abdomen.
K. Tatalaksana
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri
24
tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu
bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang
Penatalaksanaan Non-Bedah
Pada orang dewasa alternatif terapi non bedah meliputi penghancuran batu
pada 60% pasien dengan kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan
mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi. Pada anak-anak
terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-anak dengan risiko tinggi untuk
menjalani operasi.
kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui
25
kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier.
Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan
suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan
batu kandung empedu dalam 24 jam. Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan
untuk kasus dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan
suara dengan amplitudo tinggi untuk menghancurkan batu pada kandung empedu.
Pasien dengan batu yang soliter merupakan indikasi terbaik untuk dilaskukan metode
ini. Namun pada anak-anak penggunaan metode ini tidak direkomendasikan, mungkin
26
Penatalaksanaan Bedah
Kolesistektomi terbuka
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah
cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang
dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
Kolesistektomi laparaskopi
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu
empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian
komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang yang
27
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai
melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu
konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan
kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,
Indikasi lain adalah yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu
dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering menimbulkan
laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu kandung empedu
simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi luka operasi
28
L. Komplikasi
menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam
kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap
29
ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap
maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat
menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-
alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel
kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian
dinding (dapat ditutupi alat sekitarnya) dan dapat membentuk suatu fistel
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat
kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus
kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang
menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan
ileus obstruksi.
M. Prognosis
Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG
diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa menghilang
secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan masalah, karena merupakan risiko
30
terbentuknya karsinoma kandung empedu (ukuran lebih dari 2 cm). Karena risiko
tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu tersebut. Pada anak yang menderita
31
DAFTAR PUSTAKA
Lesmana, L. 2000. Batu empedu. Buku ajar penyakit dalam. Edisi 3. Jakarta: Balai
MediaAesculapius FKUI.
Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit
gastroenterology_hepatology/_pdfs/pancreas_biliary_tract/gallstone_disease.pdf
32