Sasi Ratri Purbosari-X 5106003 PDF
Sasi Ratri Purbosari-X 5106003 PDF
id
SKRIPSI
SASI RATRI PURBOSARI
X 5106003
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan,
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Oleh:
SASI RATRI PURBOSARI
X 5106003
Skripsi
diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Luar Biasa, Jurusan Ilmu Pendidikan
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disetujui pada
Hari : Rabu
Tanggal : 19 Desember 2012
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memeneuhi
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
Pada Hari :
Tanggal :
Nama Terang
Tanda Tangan
Disahkan Oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Sasi Ratri Purbosari, ROLE OF INDIVIDUALIZEDED EDUCATION
PROGRAM (IEP) INDEPENDENCE IN IMPROVING CHILD autism SD N 2
Bendan Boyolali ACADEIC YEAR 2011/2012. Essay, Surakarta: Faculty of
Teacher Training and Education. Sebelas Maret University Oktober 2012
Purpose of this study to identifity and describe or depict Role Of
Individualized Edcation Program (IEP) in increasing the independence of children
with autism in the SD N 2 Bendan Boyolali Acadeic Year 2011/2012
This study uses descriptive qualitative research strategy single spikes. The
data source used was the informat, places and event, as well as records and
documents. The sampling technique used the purposive sampling. Data collection
techniques used were interviews, observations and document analysis. In this study,
the validity of data obtained by the technique of triangulation data and data analysis
using interactive analysis : (1) data collection, (2) data reduction, (3) Data
Persentatiom,, and (4) drawing conclution. Research producers using the following
steps: (1) Preparation, (2) the data collection phase, (3) the stage of data analysis,
and (4) phase of the research report.
The result of this study concluded : Individualized Edcation Program (IEP)
affect the degree of independence of children with autism SD N 2 Bendan. With the
IEP, can facilitate teachers in providing guidance and monitor the autocomes of
edudations of each individual. Before starting the study, the first thing to do, by the
special assistant teachers is identifying the ability of early childhood, early
identification of children’s ability was conducted to determine the children basic
skills before being givent treatment. Thus, teachers can set up IEP study based on
children’s need each. Children has a different needs, so special assistant teachers
should be more carefull in preparing the lesson.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
MOTTO
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat, taufiq, dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
yang berjudul : “Peranan Program Pembelajaran Individual (PPI) dalam
Meningkatkan Kemandirian Anak Autis di SD N 2 Bendan (Study Kasus di Sekolah
Penyelenggara Inklusi) ”
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan guna
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan yang tidak terlepas dari
bantuan, dorongan, perhatian, dan kritikan dari berbagai pihak. Oleh karenanya
dengan penuh rasa hormat penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Muh. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan FKIP Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. R. Indianto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP UNS
Surakarta.serta selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,
saran dan petunjuk.
3. Drs. Hermawan, M.Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa
FKIP UNS, serta selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan,
saran, dan nasihat serta arahan kepada penulis sehingga penulis dapat
menempuh kuliah dan melakukan penelitian dengan lancar.
4. Dra. B Sunarti, M.Pd dan Alm. Ibu Emi Dasiemi yang banyak membantu
penulis selama penulis mengerjakan skripsi ini.
5. Drs. Maryadi M.Ag, selaku pembimbing akademis yang telah memberikan
motivasi kepada penulis untuk lebih giat belajar.
6. Segenap Bapak/ Ibu Dosen PLB yang telah memberikan bekal ilmu
pengetahuan selama penulis menjalankan kuliah.
7. Kepala Sekolah SD N 2 Bendan Boyolali yang telah memberikan ijin
kepada penulis untuk melakukan penelitian serta Dewi Susilawati dan
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Penulis
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................................... ii
HALAMAN PENGAJUAN................................................................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ............................................................................................................ vii
MOTTO................................................................................................................. viii
PERSEMBAHAN ................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR.......................................................................................... x
DAFTAR ISI......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xv
DARTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian........................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 7
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 8
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 8
1. Pengertian Peranan .............................................................. 8
2. Tinjauan Tentang Program Pembelajaran Individual ....... 9
3. Tinjauan Tentang Anak Autis ............................................. 21
4. Tinjauan Kemandirian ........................................................ 28
B. Kerangka Berfikir....................................................................... 33
C. Hipotesis Penelitian ................................................................... 35
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Waktu Penelitian .................................................................................... 36
Tabel 2. Data anak dan tingkat anak autis SD N 2 Bendan ............................... 62
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bagan Kerangka Berfikir................................................................... 35
Gambar 2. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif ................... 56
Gambar 3. Skema Prosedur Penelitian ................................................................ 58
Gambar 4. Struktur Organisasi SD N 2 Bendan ................................................. 62
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakekatnya semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk
memperoleh pendidikan. Melalui pendidikan, seluruh potensi anak didik dapat digali
dan dikembangkan secara optimal. Baik anak didik yang normal maupun
berkebutuhan khusus. Hal ini bertemali dengan amanat UUD 1945 pasal 31 ayat 1
dan ayat 2 tentang hak dan kewajiban setiap warga negara untuk mendapatkan
pendidikan dan Pasal 32 UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang mengatur mengenai pendidikan khusus dan pendidikan
layanan khusus. Juga pada UU nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 1 tentang hak setiap
warga negara memperoleh pendidikan yang bermutu. Dengan demikian tidak ada
alasan untuk meniadakan pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) apalagi
menelantarkan ABK dalam memperoleh pendidikan. Sedangkan pemerataan
kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dilandasi Pernyataan Salamanca
tahun 1994. Pernyataan Salamanca ini merupakan perluasan tujuan Education For All
(EFA) dengan mempertimbangkan pergeseran kebijakan mendasar yang diperlukan
untuk menggalakan pendekatan pendidikan inklusif. Melalui pendidikan inklusif ini
diharapkan sekolah-sekolah regular dapat melayani semua anak, termasuk mereka
yang memiliki kebutuhan khusus.
Selama ini, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia
disediakan melalui tiga lembaga pendidikan yaitu, Sekolah Luar Biasa (SLB),
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan pendidikan terpadu. SLB sebagai lembaga
pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis kelainan yang sama,
sehingga ada SLB untuk anak dengan hambatan penglihatan (tunanetra), hambatan
pendengaran (tunarungu), hambatan kecerdasan/berfikir (tunagrahita), hambatan
hambatan fisik dan motorik (tunadaksa), hambatan emosi dan perilaku (tunalaras),
commit
1 to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dan anak dengan hambatan majemuk (tunaganda). SLB menampung berbagai jenis
anak berkebutuhan khusus.
Perbedaan individual (individual differences) yang terdapat pada siswa telah
menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan dalam proses pengajaran. Kebijakan
pendidikan di banyak negara Barat bahkan mendukung bagi disediakannya program
pendidikan yang sedapat mungkin memenuhi kebutuhan individual setiap siswa,
termasuk siswa berkebutuhan khusus. Peserta didik berkebutuhan khusus memiliki
hambatan dalam mengikuti pembelajaran, hambatan itu bervariasi, mulai dari gradasi
yang paling berat sampai dengan yang paling ringan. Bagi peserta didik yang
memiliki hambatan berat, mereka dapat dididik di sekolah khusus atau Sekolah Luar
Biasa (SLB) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Sedangkan mereka yang
memiliki hambatan belajar pada gradasi sedang dan ringan dapat dididik di sekolah
umum/sekolah regular, dengan persyaratan tertentu. Pendidikan bagi ABK di sekolah
umum/sekolah regular disebut sekolah inklusif.
Setiap anak didik berbeda satu dengan yang lain, baik kemampuan di bidang
akademik maupun di bidang non-akademik. Kenyataan ini mengharuskan pendidik
perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan peserta didik ketika mengembangkan
kurikulum dan merancang pembelajaran. Kurikulum yang digunakan di sekolah
inklusi tentu tidak hanya kurikulum umum/regular. Karena kurikulum regular hanya
cocok untuk anak normal dan memiliki kemampuan homogen. Bagi ABK di sekolah
inklusif seharusnya menggunakan kurikulum khusus yang disesuaikan dengan
kebutuhan individual peserta didik
Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (UUSPN) pada pasal 1 butir 19 disebutkan bahwa “Kurikulum adalah: (1)
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan (2) bahan pelajaran,
serta (3) cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam
mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional
pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003)
tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan
mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah
disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta
berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang
menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.
Dalam konteks sekolah inklusif maka KTSP akan tidak hanya satu macam,
karena keberadaan anak berkebutuhan khusus di sekolah tersebut. Artinya di samping
ada KTSP yang dikembangkan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL, juga mengembangkan program
pembelajaran individual (PPI) atau Individualized Educational Program (IEP) yang
dikembangkan mengacu pada kurikulum khusus yang memuat standar kompetensi
dan kompetensi dasar untuk satuan pendidikan dasar yang masih harus
dikembangkan. Di sekolah inklusif terdapat kurikulum regular atau KTSP yang
dikembangkan berpedoman pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar
(KD) yang dikembangkan BSNP, dan IEP (Individualized Educational Program) atau
PPI (Program Pembelajaran Individual) yang dikembangkan berdasarkan ”Kurikulum
Khusus” atau ”Kurikulum Modifikasi”.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada dalam kurikulum
modifikasi akan menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok,
kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, dengan
mempertimbangkan kemampuan individual peserta didik. Hasilnya dituangkan dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
IEP atau PPI yang dikembangkan oleh Guru Pendidikan Khusus (GPK) serta petugas
lain yang terkait.
SD N 2 Bendan merupakan sekolah yang menyelenggarakan pendidikan
secara terpadu. Selain anak normal di dalam SD N 2 Bendan terdapat beberapa jenis
kelainan antara lain: tuna rungu, tuna wicara, tuna grahita, slow learner, dan autis.
Sebagai landasan pembelajaran peserta didik dibuatkan program-program secara
sistematik. Program untuk anak normal dan ABK tidak sama, untuk anak normal
dibuatkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sedangkan untuk ABK
dibuatkan program yang lebih spesifik dan bedasarkan kemampuan setiap indivu
yang terangkum dalam Program Pembelajaran Individual (PPI). Dari semua jenis
kelainan kelainan tersebut, semua dibuatkan PPI. Isi dari masing-masing PPI berbeda
beda antara satu dengan yang lainnya. Terutama PPI untuk anak autis ada aspek
aspek detail yang diperhatikan. Tentunya program tersebut harus sesuai dengan
kebutuhan masing-masing anak, karena karakteristik anak autis satu dengan anak
autis lainnya berbeda-beda.
Sebagai contoh Program Pembelajaran Individual (PPI) untuk ABK di SD N 2
Bendan Boyolali, khususnya anak autis. PPI untuk anak autis ini dibuat sebagai
kurikulum bagi anak dan sebagai acuan untuk melatih kemampuan dalam hal
sosoalisasi, kecerdasan dan kemandirian. Program Pembelajaran Individual (PPI)
merupakan program yang dibuat oleh seorang pendidik sebagai acuan untuk
memberikan pengajaran untuk ABK. Program Pemebelajaran Individual (PPI) dibuat
untuk memberikan pembelajaran secara spesifik terhadap Anak Berkebutuhan khusus
(ABK) karena kemampuan ABK dengan anak normal berbeda, baik dari segi
intelgensi, konsentrasi, dan kemandirian.
Bagi para guru yang telah terbiasa dengan pembuatan Satuan Pelajaran (SP),
sebagian komponen-komponen program pengajaran individual mungkin tidak asing
lagi, meskipun terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan ini terlihat paling tidak pada
dua hal, yaitu pada isi programnya dan pada proses penyusunannya. Dalam hal isinya,
satu komponen PPI yang jelas tidak ada pada SP adalah diskripsi keadaan anak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sekarang. Seperti tersurat pada istilah yang dipakai, PPI disusun untuk individual
anak luar biasa, bukan untuk sekelas murid seperti pada SP. Oleh karena sifatnya
yang individual, karakteristik anak yang dimaksud harus didiskripsikan secara
lengkap, baik mengenai tingkat kemampuannya maupun tingkat kelemahannya dalam
semua aspek yang berkaitan dengan pendidikan, termasuk prestasi belajar, tingkat
kecerdasan, kondisi emosi, kemampuan sosialisasi, fisik, kesehatan, dsb. Perbedaan
isi ini berpengaruh juga pada proses penyusunannya. Satuan pelajaran disusun
berdasarkan pada kuantitas materi yang harus diselesaikan oleh guru dalam kurun
waktu tertentu (misalnya satu semester) tanpa banyak mempertimbangkan perbedaan
individu pada murid. Dengan kata lain, satuan pelajaran berorientasi pada materi.
Sebaliknya, program pengajaran individual berorientasi pada individu murid. Oleh
karena itu, proses penyusunan program pengajaran individu harus dimulai dengan
asesmen kemampuan dan kelemahan individu murid secara menyeluruh dengan
menggunakan alat pengukuran yang terpercaya. Proses penyusunan ini juga akan
melibatkan berbagai tenaga profesi, seperti guru sendiri, guru PLB psikolog,
psikiater, tenaga medis, dan pekerja sosial. Inilah yang tidak ditemukan dalam proses
penyusunan satuan pelajaran.
Anak autis sendiri adalah anak yang mengalami gangguan persuasif yang
meliputi abnormalitas dalam bidang komunikasi, interaksi social, emosi, perilaku
dan memiliki cara berpikir yang berbeda terhadap berbagai macam informasi yang
diterima otaknya sehingga menyebabkan adanya perbedaan menanggapai objek.
Selain itu, hubungan dengan seseorang secara otomatis juga terganggu. Sebagian
penyandang autis tidak menampilakn adanya cacat mental dengan pertumbuhna fisik
yang normal dan gejala autis yang konsisten seringkali membuat orang tua tidak
menyadari anaknya berkelainan. Selain itu, sebagian besar anak autis juga mengalami
gangguan dalam kemandirian. Kemandirian berarti keadaan dapat berdiri sendiri
tanpa tergantung pada orang lain. Gangguan perkembangan pada anak yg berakibat
tidak dapat berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan perasaan dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
keinginannya sehingga perilaku hubungan dengan orang lain juga terganggu yang
akan berdampak pada perkembangan sosial anak itu sendiri.
Bertolak dari latar belakang tentang keadaan dan permasalahan yang dihadapi
anak autis serta pentingnya peranan PPI dalam meningkatkan kemandirian hidup
sehari-hari anak autis. Maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang
”Peranan Program Pembelajaran Individual (PPI) Dalam Meningkatkan
Kemandirian Anak Autis Di SDN 2 Bendan (Studi Kasus di Sekolah
Penyelenggara Pendidikan Inklusi)”
B. Perumusan masalah
Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting di dalam kegiatan
penelitian, sebab masalah adalah obyek yang akan diteliti dan dicari jalan keluar
melalui penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat
dirumuskan sebagai berikut : ”Apakah Program Pembelajaran Individual (PPI)
berperan dalam meningkatkan kemandirian anak autis di SD N 2 Bendan,
tahun pelajaran 2011/2012?”
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki arah dan tujuan yang telah ditetapkan sehingga dapat
memberikan manfaat. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui Peranan Program Pembelajaran Individual (PPI) dalam meningkatkan
kemandirian anak autis di SD N 2 Bendan, tahun pelajaran 2011/2012.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian
Peneliti berharap, penelitian ini dapat memperoleh manfaat secara praktis
maupun teoritis.
1. Manfaat teoritis :
a) Sebagai masukan khususnya bagi Sekolah Dasar Inklusi dalam menangani
permasalahan yang timbul yang berhubungan dengan kemandirian anak
terutama anak autis,
b) Memberikan bahan masukan bagi orang tua dan pendidik anak autis dalam
kaitannya dengan pmberian pelayanan terhadap anak
c) Sebagai sumbangan karya ilmiah bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada
umumnya dan lembaga pendidikan luar biasa pada khususnya,
d) Mengetahui Program Pembelajaran Individual (PPI) dalam peranannya
meningkatkan kemandirian anak autis,
e) Sebagai tambahan referensi maupun informasi program yang relevan
2. Manfaat Praktis
a) Bagi penulis :
(a) Dapat menambah wawasan yang luas tentang ilmu pengetahuan dan
sebagai lahan untuk mengaplikasikan teori yang diperoleh di bangku
kuliah
(b) Memperoleh pengalaman dan pengetahuan secara langsung mengenai
situasi dan kondisi anak autis dalam kemandiriannya,
b) Bagi sekolah
(a) Memberikan sumbangan dalam mengatasi hambatan kemandirian anak
autis di SD N 2 Bendan,
(b) Memberikan masukan kepada tenaga pendidik dalam kaitannya dengan
kemandirian anak autis,
(c) Sekolah dapat menentukan pelayanan yang tepat bagi peningkatan
kemandirian anak autis dengan bekerja sama dengan orang tua,
(d) Memberikan kontribusi perkembangan ilmu pengetahuan bagi sekolah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Peranan
Setiap manusia yang menjadi bagian dari masyarakat senantiasa mempunyai
status dan kesusukan yang akan menimbulkan suatu peran atau peranan. Jadi status
merupakan posisi didalam suatu sistem social, sedangkan peranan adalah
perikelakuan yang berkaitan dengan status tersebut. Peranan (role) merupakan aspek
dinamis dari kedudukan (status) subyek. Apabila seorang melaksanakan suatu hak
dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu pernan.
Peranan menentukan apa yang diperbuat seorang dalam masyarakat. Untuk
mengetahui lebih jelasnya mengenai arti dari peranan menurut para ahli, akan
diutarakan sebagai berikut :
Aminudin Rami (1991:120), peranan merupakan perilaku yang diharapkan dari
seseorang dalam suatu status tertentu. Sedangkan menurut Abu Ahmad (1990:125),
bahwa peranan adalah suatu kompleks penghargaan manusia terhadap cara individu
harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi
sosialnya. Pendapat lain, menurut Phil Astrid (1983:75), peranan (role) merupakan
dinamika dari status dan penggunaan dari hak dan kewajiban atau bisa juga disebut
sebagai status subjektif.
Peranan (role) yang dimaksud dalam hal ini menekankan pada unsur
kewajiban dan tenggung jawab. Peranan sosial dapat juga disebut dengan istilah lain
yaitu jabatan atau tugas. Sedangkan jabatan atau tugas sosial merupakan peranan
sosial yang diserahkan oleh instansi kepada seseorang atau institusi sosial yang
berwenang dan selanjutnya dibuat program khusus untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam hal ini ABK. Disini yang disebut sebagai instansi atau lembaga
adalah SD N 2 Bendan yang senjutnya membuat Program Pembelajaran Individual
untuk ABK.
commit
8 to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11
12
13
Tujuan jangka panjang merupakan hal yang menjadi prioritas yang akan dicapai
dalam jangka waktu tertentu. Pada umumnya, tujuan jangka panjang disusun
untuk waktu setahun, namun tidak menutup kemungkinan untuk jangka waktu 3
dan 6 bulan, tergantung pada kegiatan belajar di sekolah. Tujuan jangka panjang
yang baik terfokus pada kekuatan dan kebutuhan siswa, child center, tidak terlalu
spesifik dan menetapkan target waktu pencapaiannya. Selain itu jumlahnya tidak
melebihi tiga tujuan.
PPI tidak memiliki format yang sangat baku. Artinya setiap tim Pendidikan
Khusus dapat memilih format yang disukai dan dinilai tepat untuk anak. Didalam
http://cerpenik.blogspot.com/2011/04/modifikasi-kurikulum-dan-program.html dalam
pembuatan PPI setidaknya ada 2 hal penting yang harus ada yaitu: (1) informasi
tentang anak dan kemampuannya serta (2) program yang akan dilaksanakan. Salah
satu format yang dapat digunakan adalah format PPI yang komponen-komonennya
seperti berikut ini:
1) Informasi tentang anak.
Informasi tentang anak biasanya diperoleh dari hasil identifikasi dan
assesmen. Identifikasi merupakan kegiatan menemukenali peserta didik secara
umum, kasar, global dan tidak menditail. Sedangkan asesmen merupakan proses
identifikasi untuk mengenali karakteristik peserta didik secara lebih mendalam.
Identifikasi dan asesmen ini perlu dilakukan untuk menentukan penyelenggaraan
yang tepat dan sesuai dengan karakteristik peserta didik. Cara melakukan asesmen
pada peserta didik dapat dengan observasi, checklist, tes, dsb. Aspek yang
diasesmen menyangkut berbagai hal bidang akademik maupun non akademik.
Seperti pengetahuan umum, kemampuan akademik, bina komunikasi dan
interaksi sosial, Masalah-masalah yang dihadapi peserta didik, perilaku peserta
didik, kemampuan bina diri, dan kemampuan senso-motorik, dsb. Informasi
tentang anak dapat dimasukan dalam biodata dan gambaran perkembangan anak.
Misalnya :
Biodata peserta didik saecara umum mencakup :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14
(a) Nama :
(b) Tempat/tanggal lahir :
(c) Nama orangtua :
(d) Alamat :
(e) Telepon :
(f) Wali yang bisa dihubungi dalam keadaan darurat.:
Sedangkan gambaran perkembangan peserta didik berkebutuhan khusus
mencakup tentang keadaan anak mulai dari awal kehamilan, saat kehamilan,
proses melahirkan, dan perkembangan anak, berikut gambaran perkembangan
peserta didik :
(a) Sejarah semasa dalam kandungan
(b) Sejarah kelahiran
(c) Sejarah kesehatan (misalnya: imunisasi, alergi, gangguan pencernaan,
pernapasan, atau adanya gangguan kesehatan lain)
(d) Sejarah mengenai tugas-tugas yang sesuai dengan tugas perkembangan siswa
dari 0 sampai 4 tahun (misalnya keterangan mengenai proses motorik kasar,
apakah anak merangkak sebelum berjalan). Contoh lain, proses feeding,
apakah anak mengisap sebelum dapat mengunyah.
(e) Perkembangan siswa di usia 5 tahun, gambaran perkembangannya selama di
Taman Kanak-kanak (misalnya rapor TK)
(f) Hasil asesmen dan identifikasi yang dilakukan oleh profesi ahli, misalnya
psikolog, dokter anak, psikiater.
(g) Informasi tambahan dari orang tua.
2) Program yang akan dilaksanakan
Program-program yang akan dilaksanakan harus didasarkan tingkat
kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik. Oleh karena itu, perlu menetapkan
program tertentu seperti yang diuraikan berikut ini :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15
16
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18
peptida rantai pendek selama 7 bulan. Setelah itu mulai sedikit demi
sedikit diganti dengan susu hypo-allergenic yang merupakan susu untuk
anak yang mengalami alergi sampai usia 1 tahun. Secara bertahap diganti
juga dengan susu biasa.
- Karena adanya masalah kesehatan, imunisasi yang dijalani terhambat.
Anak mendapat seluruh imunisasi yang diwajibkan dan yang disarankan.
Walaupun pelaksanaannya terlambat 2-3 bulan.
(d) Sejarah mengenai tugas-tugas yang sesuai dengan tugas perkembangan siswa
dari 0 sampai 4 tahun.
- Anak tumbuh dengan berat badan normal. Mulai berguling umur 4 bulan.
Duduk di usia 8 bulan. Langsung berjalan pada usia 9 bulan sehingga
tidak melalui proses merangkak. Usia 1 tahun sudah bisa berjalan
walaupun jinjit dan kurang seimbang. Dapat lompat-lompat dengan 2 kaki
di usia 1.5 tahun. Sampai saat ini belum dapat melompat 1 kaki secara
berganti-gantian.
- Perkembangan menyusui, ketika baru lahir di rumah sakit, Anak minum
susu formula menggunakan sendok, tidak dengan dot bayi. Anak mulai
belajar menyusu pada ibu sejak usia 2 hari. Untuk pelatihan minum
menggunakan dot, sempat mencoba 3 merek dot yang berbeda-beda
sampai akhirnya menemukan dot yang bisa digunakan untuk menyusu.
Kekuatan otot mulut Anak cenderung lemah, hisapannya tidak kuat
sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk menghabiskan susu. Anak
juga sering mengeluarkan air liur sampai usia 1 tahun. Otot mulut Anak
masih lemah sampai sekarang. Hal ini terlihat dari waktu makan yang
lama.
- Perkembangan bicara: Anak belum bisa bicara sampai usia 3 tahun.
Awalnya di usia 2 tahun mulai bisa mengeluarkan 1 suku kata untuk
tujuan-tujuan tertentu, namun artikulasinya tidak jelas. Anak menjalani
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20
Contoh 2.
Format Program Pembelajaran Individual (1)
PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL
Nama :
Kelas :
Tahun Ajaran :
Diagnosa :
Periode :
1) Unsur Pelaksana
No Nama Pelaksana Jabatan Tanda Tangan
1. Guru
2. Guru Siswa
kebutuhan Khusus
2) Tingkat Kemampuan
(a) Akademik :
...................................................................................................................................
(b) Non-Akademik :
...................................................................................................................................
(c) Prioritas Program :
...................................................................................................................................
(d) Tujuan Umum :
...................................................................................................................................
(e) Sasaran Belajar :
...................................................................................................................................
(f) Aktivitas Pembelajaran:
...................................................................................................................................
(g) Tanggal Selesai :
...................................................................................................................................
(h) Evaluasi :
...................................................................................................................................
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21
Contoh 3
Format Program Pembelajaran Individual (2)
PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL
Nama :
Kelas :
Tahun Ajaran :
Diagnosa :
Periode :
1) Deskripsi tingkat kemampuan peserta didik sekarang
2) Tujuan jangka panjang (umum) dan tujuan jangka pendek (khusus)
(a) Tujuan jangka panjang :
(b) Tujuan jangka pendek :
3) Rincian layanan pendidikan khusus dan layanan lain yang terkait, termasuk
seberapa besar peserta didik dapat berpartisipasi di kelas regular.
4) Pengaturan pemberian layanan
5) Waktu pelaksanaan dan kriteria evaluasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa anak autis adalah anak yang
mengalami gangguan dalam perkembangan neurologisberat sehingga mempengaruhi
cara anak untuk berinteraksi sosial, berkomunikasi, imajinasi dan berelasi
(berhubungan) dengan orang lain disekitarnya secara wajar. Selain masalah dengan
interaksi sosial, imajinasi, dan komunikasi, anak-anak dengan autisme juga memiliki
rentang kepentingan yang terbatas . Banyak anak dengan autisme (hampir 75%) juga
memiliki keterbelakangan mental. Dalam banyak kasus, anak autis tidak memiliki
ikatan emosional dengan orang tua mereka atau anggota keluarga lainnya.
b). Sebab-sebab anak autis
Hingga saat ini kepastian mengenai sebab-sebab autis belum juga
terpecahkan. Padahal, perkembangan jumlah anak autis sekarang ini kian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23
24
6) Teori Immuniologi
7) Infeksi virus
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Faktor psikososial
Dahulu dianggap sebagai akibat hubungan yang dingin dan tidak akrab antara
orang tua dan anak. Terganggunya terjadi karena keterlibatan antara anak
dan ibu kurang.
2) Faktor Neurobiologis
Pada anak autis menunjukkan adanya gangguan kelainan perkembangan sel-
sel otak selama dalam kandungan oleh karena :
- Gangguan oksigenisasi
- Pendarahan
- Infeksi
3) Teori Biologis
Teori ini menjadi berkembang karena beberapa fakta seperti berikut: adanya
hubungan yang erat dengan retardasi mental (75—80%), perbandingan laki-
laki : perempuan = 4 : 1, meningkatnya insidens gangguan kejang (25%), dan
adanya beberapa kondisi medis serta genetik yang mempunyai hubungan
dengan gangguan ini. Hingga sekarang ini diyakini bahwa gangguan autisme
merupakan suatu sindrom perilaku yang dapat disebabkan oleh berbagai
kondisi yang mempengaruhi sistem saraf pusat. Namun demikian, sampai saat
ini belum diketahui dengan pasti letak abnormalitasnya. Hal ini diduga karena
adanya disfungsi dari batang otak dan mesolimbik. Namun, dari penelitian
terakhir ditemukan kemungkinan adanya keterlibatan dari serebelum
4) Faktor Genetik
Ada bukti kuat yang menyatakan perubahan dalam gen berkontribusi pada
terjadinya autisme. Menurut National Institute of Health, keluarga yang
memiliki satu anak autisme memiliki peluang 1-20 kali lebih besar untuk
melahirkan anak yang juga autisme. Penelitian pada anak kembar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25
26
27
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28
2) Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta
menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
3) Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.
Misalnya : bermain pada satu benda secara terus menerus sampai benda tersebut
rusak atau hancur.
4) Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali.
5) Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu
Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam
kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa di
antaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas
bahasanya sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia).
Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan
tema-tema yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan
demikian, selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu
penyandangnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30
31
(b) Pandangan dan sikap orang tua terhadap kesehatan anak, bahwa kesehatan
jasmani akan berpengaruh terhadap perkembangan rohaninya, tidak menjadi
masalah terhadap orang tua.
2) Bimbingan penyesuaian pekerjaan
Dalam masalah pekerjaan, perlu ada latihan kerja (vocational training), faktor
penting yang diperlukan dalam latihan kerja adalah :
(a) Bidang vocational
Misal : pertanian, peternakan, kerajinan tangan, pertukangan dan
kerumahtanggaan.
(b) Metode yang digunakan sesuai dengan sikap kerja masing-masing yang
mempunyai cara dan sikap yang berbeda, misal sikap mencangkul berbeda
dengan memasak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33
B. Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir merupakan arahan penalaran untuk dapat sampai pada
penemuan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Penyusunan kerangka
berpikir berarti membuat argumentasi- argumentasi rasional berdasarkan teori- teori
yang telah diutarakan dalam kajian teori. Dengan demikian, penyusunan kerangka
berpikir dalam penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut:
Anak autis mengalami gangguan gangguan persuasif yang meliputi
abnormalitas dalam bidang komunikasi, interaksi social, emosi, perilaku dan
memiliki cara berpikir yang berbeda terhadap berbagai macam informasi yang
diterima otaknya sehingga menyebabkan adanya perbedaan menanggapai objek
dan mempengaruhi kemandirian dalam melakukan kegiatan mengurus diri. Selain itu,
hubungan dengan seseorang secara otomatis juga terganggu.
Kemandirian adalah kemampuan diamana individu tersebut dapat berdiri
sendiri tanpa bantuan orang lain, dalam hal ini kemandirian untuk anak autis yakni
anak dapat meminimalisir ketergantungan terhadap orang lain, dan memaksimalkan
kemampuan dalam hal sosialisasi, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan
tersebut mungkin disebabkan oleh terganggunya sistem syaraf pusat atau oleh faktor
lain yang berpengaruh secara tidak langsung, sebagai contoh kurangnya stimulasi
mengenai perbendaharaan kata dan bahasa dari lingkungan, pengajaran bahasa di
sekolah yang tidak efektif dan sebagainya.
Anak autis dapat dikatakan mempunyai kemandirian apabila terdapat 3
kriteria, yaitu (1) anak dapat melakukan Activity of Daily Living (ADL), Yang
dimaksud dengan ADL adalah suatu aktifitas yang berhubungan dengan kehidupan
sehari-hari, misalnya : makan, minum, da berpakaian. Yang ke (2) yaitu anak dapat
melakukan Aktifitas Bermain, Aktifitas ini adalah suatu kegiatan yang ada
hubungannya dengan permainan yang memunyai tujuan agar anak (autis) dapat
menyalurkan emosinya sekaligus terhibur, sebab bermain merupakan hal yang
menyenangkan bagi anak autis. Aktifitas bermain itu antara lain adalah dengan
berbagai bentuk permainan. Selain itu aktifitas bermain juga dapat melatih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34
kemampuan motorik, baik motorik halus maupun motorik kasar. misalnya : bermain
musik, sepak bola, dan berbagai mainan lainnya. Dan yang ke (3) anak dapat
melakukan aktifitas Pekerjaan, Dalam suatu pekerjaan terdapat nilai-nilai kehidupan,
selain sebagai aktifitas dasar atau persiapan bagi anak untuk menguasai jenis
ketrampilan tertentu guna menjadi bekal dalam kelangsungan hidupnya.
Berdasarkan kriteria kemandirian , bahwa masalah kemandirian yang dialami
anak autis berkaitan dengan program-program pembelajaran yang diberikan oleh guru
yang bekerja sama dengan orang tua anak. Meskipun hal tersebut bukanlah pengaruh
langsung dari penyebab kurangnya kemandirian dari anak autis
Peningkatan kemandirian dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya
pembuatan program-program khusus oleh sekolah yang terangkum dalam Program
Pembelajaran Individual (PPI). PPI tersebut memiliki tujuan dan manfaat, rancangan
program PPI disesuaikan dengan karakter dari setiap individu. Sehingga proses
pembelajaran untuk anak dapat dilakukan dengan semaksimal mungkin untuk
mendapatkan hasil yang terbaik.
Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukakan, maka dalam penelitian ini
dapat di buat bagan kerangka berpikir sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35
Hasil Meningkat
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas masalah yang dteliti dan masih
dibuktikan kebenarannya. Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berfikir maka
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
” Program Pembelajaran Individual (PPI) berperan dalam meningkatkan kemandirian
anak autis di SD N 2 Bendan, Tahun Pelajaran 2011/2012”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
2. Waktu Penelitian
Tabel 1. Waktu penelitian
Bulan Oktober November Desember Januari Febuari
Minggu I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III
Pengajuan
x
judul
Pengajuan
x x x
proposal
Perijinan
x x x
penelitian
Pelaksanaan
x x x x x x x
penelitian
Analisis hasil
x x x x x x
penelitian
Penyusunan
x x x
hasil penelitian
Perbanyakan x
36
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37
B. Metode Penelitian
Suatu penelitian pada dasarnya harus menggunakan cara tertentu yang
dilaksanakan dengan terencana dab sistematis. Penentuan metode penelitian yang
tepat akan memudahkan peneliti dalam penelitiannya dan juga hasil penelitiannya
dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiyah.
Menurut Suharsimi Arikunto (2006:160) berpendapat bahwa metode penelitian
adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam menyempurnakan data penelitiannya.
Menurut Mardalis (2002: 24) berpendapat bahwa metode adalah suatu cara
atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian, sedangkan penelitian
adalah upaya dalam bidang ilmu pengetauan yang dijalankan untuk
memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan
sistematis untuk mewujudkan kebenaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38
Beberapa metode di atas dapat diuraikan secara lebih rinci sebagai berikut:
1. Penelitian Historis
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang telah terjadi pada
masa lampau. Proses-prosesnya terdiri dari penyelidikan, pencatatan, analisi, dan
menginterprestasikan peristiwa-peristiwa masa lalu guna menemukan
generalisasi-generalisasi. Generalisasi tersebut berguna untk memahami masa
lampau, juga keadaan masa kini, bahkan secara terbatas bias digunakan untuk
mengatasi hal-hal mendatang.
2. Penelitian Penjajakan/ Eksploratif
Penelitian ini bertujuan untuk memberi hubungan-hubungan baru yang terdapat
pada suatu permasalahan yang luas dan kompleks. Penelitian ini juga bertujuan
untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya. Setelah dianalisa, diharapkan
hasilnya bias jadi hipotesa untuk penelitian berikutnya. penelitian eksploratif itu
sendiri tidak memakai hipotesa, karena kompleksnya data yang akan diteliti tidak
mungkin dirumuskan atau tidak bias disusun hipotesanya.
3. Penelitian Deskriptif
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan apa yang saat ini berlaku. Di
dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, menganalisa, dan
menginterprestasikan kondisi yang sekarang ini terjadiatau ada. Penelitian ini
tidak menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa , melainkan hanya
mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variable-variabel yang
diteliti. Penelitian semacam ini sering dilakukan oleh pejabat-pejabat guna
mengambil kebijakan atau keputusan-keputusan untuk melakukan tindakan dalam
melakukan tugasnya.
4. Penelitian Eksplanatori/ Penjelasan/ Eksperimen
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan apa-apa yang akan terjadi bila
variable-variabel tertentu dikontrol atau dimanipulasi secara teratur. Fokus
penelitian pada ukuran antar variabel. Dalam hubungan ini kesengajaan
mengadakan manipulasi terhadap sesuatu variabel, selamanya merupakan bagian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39
yang tak terpisahkan dari metode eksperimen. Penelitian ini dapat dikatakan
sebagai penelitian penguji hipotesa yang menguji hubungan sebab-akibat diantara
variabel yang diteliti.
1. Bentuk Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Deskriptif Kualitatif,
karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat, pencatatan dokumen
maupun arsip yang memiliki arti yang sangat lebih dari sekedar angka atau frekuensi.
Menurut Drs. Slamet Widodo, ST, M.Pd metode penelitian deskriptif ialah untuk
membuat pemberian atau penyandaran sacara sistematis, factual, dan akurat mengenai
fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu.
Dari kesimpulan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian deskriptif
adalah penelitian yang menggambarkan atau mendeskripsikan suatu pemecahan suatu
masalah secara factual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu
Kemudian dijelaskan lagi oleh Sugiyono (2010 : 15) sebagai berikut :
40
dengan menggunakan metode ilmiah, jadi metode mempunyai peranan yang sangat
penting didalam usaha untuk mengadakan suatu penelitian dan memecahkan
permasalahan yang dialami peneliti”.
2. Strategi Penelitian
Agar masalah yang diteliti dapat diungkap dan dipecahkan maka setelah
menentukan bentuk penelitian selanjutnya menentukan strategi penelitian yang akan
dipakai. H.B Sutopo (2002 : 112) menyatakan bahwa “ Di dalam penelitian kualitatif
di kenal adanya studi kasus tunggal dan studi kasus ganda, kemudian keduanya masih
dibedakan dengan jenis penelitian terpancang ataupun holistik”.
Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model strategi tunggal
terpancang. Mengenai model ini H. B. Sutopo (2002: 41- 42) menjelaskan sebagai
berikut : “Dalam penelitian kualitatif terdapat satu bentuk penelitian dimana peneliti
sudah menentukan terlebih dahulu fokus penelitiannya yang berupa objek utama yang
akan dikaji berdasarkan tujuan yang diharapkan peneliti, bentuk penelitian tersebut
adalah bentuk terpancang”.
Untuk itu maksud dari strategi tunggal terpancang dalam penelitian ini,
mengandung pengertian sebagai berikut : tunggal yang artinya hanya dalam satu
lokasi yaitu di SD N 2 Bendan. Sedangkan terpancang artinya hanya pada tujuan
untuk mengetahui peranan Program Pemberalajaran Individual (PPI) untuk
meningkatkan kemandirian anak autis.
C. Sumber Data
Menurut H.B. Sutopo (2002: 50-54) menyatakan bahwa: “Sumber data dalam
penelitian kualitatif dapat berupa manusia, peristiwa atau aktivitas, tempat atau
lokasi, benda, beragam gambar dan rekaman, dokumen atau arsip”.
Pendapat lain tentang sumber data dalam penelitian kualitatif adalah yang
diungkap oleh Lofland yang dikutip oleh Lexy J. Moleong (2010: 157) menjelaskan
bahwa: “Sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal
itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data
tertulis, foto dan statistik”.
Berdasarkan pendapat di atas, dalam penelitian ini penulis menggunakan
sumber data yang berupa informan, tempat dan peristiwa serta dokumen, lebih lanjut
dijelaskan sebagai berikut:
1. Informan
“Informan adalah sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban
lisan melalui wawacara atau jawaban tertulis melalui angket.” (Suharsimi Arikunto,
1996 : 114).
Adapun informan dalam penelitian ini adalah:
a). Kepala Sekolah SD N 2 Bendan, Banyudono, Boyolali
b). Guru Pendamping Khusus (GPK) SD N 2 Bendan, Banyudono, Boyolali
c). Orang tua/wali dari anak autis.
2. Tempat dan Peristiwa
Penulis dalam penelitian ini mengambil tempat penelitian di SD N 2 Bendang,
yang beralamat di desa Klumpit, kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali.
Sedangkan peristiwa yang dimaksud adalah peranan program pembelajaran
individual dalam peningkatan kemandirian anak autis, anak autis di SD N 2 Bendan
berjumlah 8 anak dan semuanya laki-laki.
3. Dokumen
Sumber data yang kedua atau data sekunder dalam penelitian ini adalah
dokumen. “ Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber
tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip,
dokumen pribadi dan dokumen resmi.” (Lexy J. Moleong, 2010:159) Dokumen disini
dapat berupa surat dan agenda yang berkaitan dengan suatu peristiwa tertentu. Dalam
penelitian ini dokumen yang akan digunakan peneliti adalah:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43
44
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45
a). Macam-macamnya.
Semua teknik sampling yang tidak tergolong dalam random sampling
adalah tergolong dalam jenis-jenis teknik sampling non random. Macam-macam
sampling dalam non random sampling adalah :
1) Teknik Proporsional Sampling.
Teknik ini rnenghendaki cara pengambilan sampel dari tiap-tiap sub
populasi dengan memperhitungkan besar kecilnya sub-sub populasi tersebut.
Cara ini dapat memberi landasangeneralisasi yang lebih dapat
dipertanggungjawabkan daripada apabila tanpa memperhitungkan besar
kecilnya sub populasi dan tiap-tiap sub populasi.
Contoh :
Penelitian mengambil 50 anak pandai dan 50 anak bodoh dengan
mendasarkan pada tingkat IQ mereka, maka perbandingan kedua
kelompok tersebut disertai dengan teknik random, adakalanya tidak.
Apabila teknik proporsional sampling disertai random maka disebut
proporsional random sampling.
Sampel yang diperoleh dengan teknik ini disebut proporsional sampel.
2) Teknik Stratifiet Sampling.
Teknik ini biasa digunakan apabila populasi terdiri dari susunan kelompok-
kelompok yang bertingkat-tingkat. Penelitian pendidikan sering
menggunakan teknik ini, misalnya apabila meneliti tingkat-tingkat
pendidikan tingkat kelas.
Langkah-langkahnya :
- Mencatat banyaknya tingkatan yang ada dalam populasi.
- Menentukan jumlah tingkatan pada sampel berdasarkan a) tersebut.
- Memilih anggota sampel dari masing-masing tingkatan pada a) dengan
teknik proporsional atau proporsional random sampling.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46
Contoh :
Penelitian untuk mengetahui prestasi belajar rata-rata suatu SMP, maka
sampelnya adalah murid kelas I, kelas II, dan kelas III. Sampel yang
diperoleh dengan cara ini adalah Stratifiet Sampel
3) Teknik Purposive Sampling
Teknik ini berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang
diperkirakan mempunyai an kut paut erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat
yang ada dalam populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Jadi ciri-ciri
atau sifat-sifat yang spesifik yang ada atau dilihat dalam populasi dijadikan
kunci untuk pengambilan sampel.
Contoh :
Penelitian tentang pendapat masyarakat untuk pengembangan
Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau yang sekarang juga diberi istilah
pendidikan khusus. Mengambil sampel subyek masyarakat kota dan
masyarakat desa. Sebab kedua masyarakat tersebut memiliki ciri yang
berbeda. Sampel yang diperoleh dengan teknik ini disebut Purposive
sampel. , _
4) Teknik Quota Sampling
Teknik ini menghendaki pengambilan sampel dengan mend asarkan diri
pada Quotum (di Indonesia = kotum). Peneliti harus terlebih dahulu
menetapkan jumlah subyek yang akan diselidiki. Subyek-subyek populasi
harus ditetapkan kriterianya untuk menetapkan kriteria sampel. Ciri pokok
dalam quota sampling adalah bahwa jumlah subyek yang telah ditetapkan
akan terpenuhi. Kelemahan utama teknik ini ialah para petugas pengambil
sampel kurang terawasi apakah kriteria-kriteria dalam populasi sudah
tercermin dalam sampel, karenanya teknik ini kurang disukai.
5) Teknik Double Sampling
Yaitu pengambilan sampel yang mengusahakan adanya sampel kembar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48
Contoh
Pengambilan sampel untuk meneliti masyarakat Solo misalnya, maka
masyarakat Solo dikelompokkan : pegawai/karyawan, pedagang,
pengusaha, dan buruh kasar. Demikianlah telah dijelaskan macammacam
teknik sampling, dari keterangan singkat tersebut diharapkan para
pembaca atau peneliti dapat memilih teknik yang sesuai.
Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel
yang harus disesuaikan dengan kebutuhan yang ada, maka pengambilan sampel yang
paling tepat dengan penelitian ini adalah menggunakan Purposive Sampling (sampel
bertujuan). Menurut H.B. Sutopo (2002: 56): “Purposive sampling merupakan
kecenderungan peneliti untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi
dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data
yang mantap”.
Di dalam hal ini ukuran yang digunakan oleh peneliti untuk memilih para
informan antara lain:
a). Kepala Sekolah SD N 2 Bendan, Banyudono, Boyolali, Parjo S.Pd
b). Guru Pendamping Khusus (GPK) SD N 2 Bendan, Banyudono, Boyolali yaitu :
Guru Pendamping Khusus I : Dewi Susilawati S.Pd
Guru Pendamping Khusus II : Wahyu Agung Saputro S.Pd
49
dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-
informasi atau keterangan-keterangan.”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51
kemandirian anak contohnya, menyiapkan buku saat akan memulai pelajaran dan
kerajinan tangan.
3. Analisis Dokumen
Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai data yang dapat
digunakan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan hal-hal yang akan
terjadi pada masa yang akan datang. Teknik dokumentasi dapat berupa arsip-arsip
yang berupa catatan-catatan yang relevan serta benda-benda fisik lainnya.
Menurut H.B. Sutopo (2002: 54) yang berpendapat bahwa: “Dokumen dan
arsip merupakan bahan tertulis yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktivitas
tertentu”.
Dalam penelitian ini dokumen yang digunakan dengan cara mempelajari buku-buku,
laporan, arsip-arsip ataupun dokumen lainnya yang relevan dengan permasalahan
penelitian dan hasil wawancara tentang peranan PPI dalam meningkatkan
kemandirian anak autis. sebagai implementasi peranan PPI dengan memperhatikan
berbagai fakta yang ada kemudian dibuat dalam kesimpulan yang valid. Dalam hal ini
peneliti mempelajari dokumen-dokumen dari lokasi penelitian yang ada
hubungannya/relevan dengan permasalahan yng dibahas. Adapun dokumen yang
digunakan adalah :
a). Laporan belajar siswa berkebutuhan khusus (Rapor ABK),
b). Program Pembelajaran Individual (PPI),
c). Buku penghubung siswa, dan
d). Foto kegiatan siswa ABK.
F. Validitas Data
Dalam pemerolehan data yang kemudian data tersebut diperiksa
keabsahannya, Sugiyono (2010 : 363) berpendapat “Validitas merupakan derajat
ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat
dilaporkan oleh peneliti”. Dengan demikian data yang valid adalah data yang sesuai/
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52
tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang
sesungguhnya terjadi di lapangan.
1. Trianggulasi
Dalam teknik pengumpulan data, “triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan
data dan sumber data yang telah ada”. (Sugiyono,2010:330)
Menurut Patton yang dikutip oleh H.B Sutopo (2002:78-82) triangulasi data
ada 4 macam : “Trianggulasi Data, Trianggulasi Metode, Trianggulasi Peneliti,
Trianggulasi Teori”.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a). Trianggulasi Data, jenis trianggulasi ini dilakukan dengan mengumpulkan sumber
data yang berbeda untuk mengumpulkan data sejenis.
b). Trianggulasi Metode, jenis trianggulasi ini dilakukan dengan mengumpulkan
data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data
yang berbeda.
c). Trianggulasi Peneliti, hasil penelitian baik data atau kesimpulan mengenai bagian
tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari beberapa peneliti.
d). Trianggulasi Teori, trianggulasi ini dilakukan peneliti dengan menggunakan lebih
dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.
Sedangkan trianggulasi teoritis digunakan oleh peneliti dengan
menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang
dikaji. H.B Sutopo (1988: 31) menerangkan langkah-langkah trianggulasi teoritis
sebagai berikut:
a). Melakukan pencarian terhadap penelitian lain mengenai topik yang sama dengan
penelitian yang akan dianalisis oleh peneliti.
b). Menganalisis data dengan menggunakan beberapa perspektif teoritis yang
berbeda. Dengan demikian, hasil penelitian dapat ditingkatkan dan dijamin
validitasnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53
Dalam hal ini peneliti menggunakan trianggulasi data dan trianggulasi teoritis.
Sugiyono (2006:307) menerangkan langkah-langkah trianggulasi data atau
trianggulasi sumber sebagai berikut:
a). Mengumpulan data yang sama.
b). Mengecek data yang telah diperoleh dengan tujuan yang dimaksud untuk
memberikan kebenaran dan memperoleh kepercayaan terhadap data yang
diperoleh dari berbagai sumber yang berbeda.
c). Melalui beberapa sumber tersebut, data yang satu akan dikontrol dengan sumber
data yang sama pada situasi yang berbeda.
d). Data yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan
selanjutnya dimintakan kesepakatan (member check) dengan sumber-sumber data
yang lain.
Sedangkan trianggulasi teoritis digunakan oleh peneliti dengan menggunakan
perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji. H.B
Sutopo (1988: 31) menerangkan langkah-langkah trianggulasi teoritis sebagai berikut:
a). Melakukan pencarian terhadap penelitian lain mengenai topik yang sama dengan
penelitian yang akan dianalisis oleh peneliti.
b). Menganalisis data dengan menggunakan beberapa perspektif teoritis yang
berbeda. Dengan demikian, hasil penelitian dapat ditingkatkan dan dijamin
validitasnya.
Dalam penelitian ini, peneliti lebih mengarah pada penggunaan teknik
trianggulasi data dan triangulasi metode (dapat dilihat pada lampiran 4 dan 5).
Triangulasi data yaitu dimana peneliti mengumpulkan sumber data yang berbeda
untuk mengumpulkan data sejenis, yang dilakukan dengan memanfaatkan berbagai
informasi dari informan, dokumen, serta arsip dan peristiwa - peristiwa dimana
penelitian dilaksanakan. Disamping itu penulis menggunakan trianggulasi metode
yaitu dengan cara mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik
atau metode pengumpulan data yang berbeda. Dalam hal ini penulis menggunakan
teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan analisis dokumen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54
Adapun yang menjadi alasan untuk memilih trianggulasi data dan trianggulasi metode
adalah untuk menutup kemungkinan adanya kekurangan data dari salah satu sumber
dan metode ini dapat dilengkapi dengan data dari sumber dan metode yang lain.
2. Informan review
Informan review adalah merupakan upaya pengembangan validitas data yang
dilakukan dengan cara mengkomunikasikan unit-unit laporan yang telah disusun
kepada informannya, khususnya yang dipandang sebagai informan pokok (key
informan) untuk mengetahui apakah yang telah diteliti merupakan sesuatu yang dapat
disetujui mereka atau tidak,adapun yang dijadikan sebagai informan review dalam
penelitian ini adalah guru Guru Pendamping Khusus (GPK) di SD N 2 Bendan,
Banyudono, Boyolali : Dewi Susilawati S.Pd dan Wahyu Agung Saputro S.Pd
G. Analisis Data
Menurut Lexy J. Moleong (2010: 280) yang dimaksud dengan analisis data
adalah: “Proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,
kategori, dan satuan uraian dasar”.
Model analisis data yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah Model
Analisis Interaktif. Ditegaskan oleh Miles dan Hubertman dalam Sugiyono
(2010:337) mengemukakan bahwa ”aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga
datanya sudah jenuh”.
Dalam Proses analisis data terdapat 4 komponen utama yang harus dipahami
oleh setiap peneliti kualitatif. Empat komponen utama tersebut adalah : (1)
pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) sajian data, (4) penarikan kesimpulan atau
verikasi.
1. Pengumpulan Data
Langkah pengumpulan data ini sesuai dengan teknik pengumpulan data yang
telah diuraikan di atas, yang terdiri dari wawancara, observasi analisis dokumen.
Pengumpulan data dilakukan selama data yang diperlukan belum memadai dan akan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
55
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56
yang tidak dapat terpisahkan dari proses sebelumnya, karena merupakan satu
kesatuan.
Untuk lebih jelasnya Model Analisis Interaktif dapat dilihat dalam skema
sebagai berikut :
1
Pengumpulan Data
2 3
Reduksi Data Sajian Data
4
Verifikasi/pengambilan
kesimpulan
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Persiapan.
Tahap persiapan merupakan tahap pengumpulan bahan informasi dan teori
yang dapat mendukung perumusan masalah. Tahap persiapan meliputi beberapa
hal sebagai berikut:
a). Menentukan masalah penelitian dan pengajuan judul penelitian
b). Menyusun proposal penelitian
c). Menyususun protokol penelitian, pengembangan pedoman pengumpulan data
dan menyusun jadwal kegiatan penelitian
d). Mengurus perijinan penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan didasarkan pada tujuan yang akan dicapai, dimulai dari
observasi, survey sampai dengan pengumpulan data di lapangan. Hal-hal yang
terkait dengan tahap pelaksanaan antara lain:
a). Pencarian data penelitian
b). Pengumpulan data penelitian
c). Penyeleksian data penelitian
3. Tahap Analisis
Untuk analisis awal penelitian dilakukan sejak pengumpulan data di
lapangan. Sedangkan analisis akhir dilakukan setelah penggalian data dianggap
cukup mendukung maksud dan tujuan penelitian. Dalam tahap analisis ini
langkah yang dilakukan yaitu:
a). Pengolahan dan analisis data penelitian
b). Penarikan kesimpulan
4. Tahap Penulisan Laporan
Tahap penulisan laporan merupakan tahap akhir dimana peneliti mulai
menyusun hasil laporan yang telah disusun secara rapi yang dilanjutkan dengan
penggandaan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan.
Untuk lebih memudahkan langkah dalam penelitian, peneliti sajikan skematis
prosedur penelitian sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58
Proposal
Pengumpulan
Data dan Analisis Penarikan
Analisis awal Akhir Kesimpulan
Persiapan Penulisan
Pelaksanaan Laporan
Perbanyak
Laporan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 59
digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN
commit59to user
perpustakaan.uns.ac.id 60
digilib.uns.ac.id
3. Fasilitas Sekolah
Selain kondisi lingkungan yang kondusif, SD N 2 Bendan juga didukung
dengan ruangan dan fasilitas belajar mengajar, yaitu :
a. Tersedia 13 ruangan, yang terdiri dari :
1) 1 ruang/kantor Kepala Sekolah,
2) 1 Kantor Guru,
3) 1 UKS,
4) 1 Ruang Komputer,
5) 6 Ruang Kelas Regular
6) 1 Gudang
7) 1 Mushola, dan
8) 1 Ruang Sumber/ Ruang Khusus
b. Tersedia berbagai alat penunjang seperti :
1) 8 Komputer
2) 2 proyektor
3) Alat Peraga Edukasi (APE)
4) Bola therapi
5) Kartu gambar
6) PuzzleI commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 61
digilib.uns.ac.id
7) Meja therapi
8) Buku penghubung siswa
9) Buku panduan pembelajaran inklusi, dsb
c. Tenaga pendidik khusus
1) Dewi Susilawati S.Pd
2) Wahyu Agung Saputro S.Pd
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 62
digilib.uns.ac.id
Penjaga
Nama Anak
No TTL Alamat Kelas
(Inisial)
Boyolali,
1 ZF Perum Ngaruaru Boyolali I
17 -11-2003
Boyolali,
2 MRAM Sidomulyo, Boyolali II
10-01-2004 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id
Boyolali,
3 MRR Sidomulyo, Teras, Boyolali II
10-11-2004
Klaten,
4 SNA Ngemplak, Sambon, Boyolali II
4-9-2001
Boyolali, Jl. Jambu No. 13 Surodadi,
5 AKAA III
10-9-2002 Siswodipuran
Pontianak,
6 PAR Ketaon, Banyudono III
25-11-2003
Magetan, Bendo Kobong,
7 FGS IV
13-10-1999 Ngaruaru,Boyolali
Surakarta,
8 MLI Kembang Lampir, Teras,Boyolali V
20-3-1999
Tabel 3. Data Anak dan Tingkat Anak Autis di SD N 2 Bendan
beda, selama anak disekolah anak harus mengikuti semua program yang diberikan
guru, jika anak memberontak guru akan memberikan tekanan kepada anak agar
anak mau untuk melakukannya. Pemberian PPI ini bekerja sama dengan orang
tua. Guru Pendamping Khusus memberikan PPI disekolah sedangkan orang tua
meneruskan atau menindak lanjuti apa yang diberikan oleh guru selama disekolah.
Hal ini dimaksudkan agar anak terbiasa dengan pendidikan yang diberikan oleh
guru dan PPI yang diberikan kepada anak tidak sia-sia.
Guru memberikan pembelajaran dan bimbingan kepada anak autis
disekolahan berdasarkan dengan PPI yang telah dibuat sebelumnya, sedangkan
orang tua bertugas menindak lanjuti tentang apa yang telah diberikan oleh guru
disekolah. Semua aktifitas yang diberikan kepada anak dikomunikasikan kepada
orang tua melalui buku penghubung.
Data kemandirian dapat dilihat salah satunya melalui jenis–jenis
kemandirian anak autis yang berupa hasil obeservasi dan wawancara, diperoleh
data dan kondisi anak sebagai berikut:
a. ZF
Kondisi Sebelum diberikan PPI
ZF merupakan anak autis verbal. ZF dapat berkomunikasi dengan guru
dan teman-temannya tetapi dalam kesehariannya belum bisa melakukan ADL
secara mandiri, secara akademis ZF merupakan anak autis yang tergolong cerdas.
Daya ingat ZF sangat baik, sebagai contoh ZF dapat mengingat nama-nama
pemain sepak bola dan dapat mengingat skor atau nilai dari pertandingan yang
dilihatnya. Sebelum sekolah di SD N 2 Bendan, ZF pernah sekolah di TK umum
dan melakukan beberapa theraphy secara privat. Orang tua ZF sangat
memperhatikan tumbuh kembang dan perkembangan ZF, segala kebutuhan yang
diperlukan ZF selalu diusahakan dan dipenuhi sehingga ZF menjadi
ketergantungan terhadap orang tuanya. Berikut penjabaran kemampuan awal ZF :
1) Kemampuan Membaca : ZF sudah bisa membaca dengan mengeja, sebagai
contoh :
(a). BOLA dibaca B+O= BO ; L+A=LA ; BO-LA=BOLA
(b). BUKU dibaca B+U=BUcommit to user; BU-KU=BUKU
; K+U=KU
perpustakaan.uns.ac.id 65
digilib.uns.ac.id
b. MRAM
Kondisi Sebelum diberikan PPI
MRAM merupakan autis non-verbal. MRAM tidak bisa diajak komunikasi,
setiap diajak komunikasi MRAM hanya diam dan tidak respon yang diberikan
hanya tatapan mata itupun hanya beberapa detik saja. MRAM ditinggalkan
sosok ayah sejak masih didalam kandungan, sehingga MRAM akan lebih
cepat merespon perintah guru dengan jenis kelamin laki-laki. MRAM diasuh
oleh ibu dan neneknya. Selama MRAM berada disekolah MRAM didampingi
oleh ibunya. MRAM cenderung pendiam dan tidak banyak aktifitas yang
dilakukannya. MRAM sangat suka bermain bola dan mendengarkan musik.
Berikut beberapa aspek yang perlu diperhatikan oleh guru, berikut
kemampuan awal yang bisa dilakukan MRAM :
1) Kemampuan Membaca : MRAM belum bisa membaca, MRAM bisa
mengenali gambar dan menirukan apa yang dikatakan pendampingnya
saja. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 68
digilib.uns.ac.id
9) Makan dan Minum : MRAM belum bisa makan sendiri, masih disuapi
oleh ibunya, ini dikarenakan selama berada dirumah MRAM dibiasakan
disuapi dan tidak diajari makan sendiri, tetapi MRAM sudah bisa
memegang botol minum dan minum sendiri.
10) Melipat Baju : MRAM belum bisa melipat baju sendiri, ketika disuruh
untuk melipat baju MRAM akan diam dan tidak merespon dan hanya
diam.
11) Berhitung : MRAM belum bisa mengenal angka, akan tetapi MRAM bisa
menyebutkan angka mulai dari angka 1 (satu) sampai dengan 10 (sepuluh).
Kondisi Sesudah diberikan PPI
MRAM merupakan anak yang sulit untuk diberikan PPI, selama
diberikan PPI MRAM lebih banyak diam dan pasif. Respon yang diberikan
MRAM tidak begitu banyak dan hanya cenderung diam. Dalam pemberian PPI
terhadap MRAM tidak begitu maksimal, karena selama disekolah MRAM
didampingi oleh ibunya baik selama dikelas maupun di luar kelas, saat ibu
MRAM kelaur kelas MRAM akan mengikutinya dan jika dipisahkan MRAM
akan menangis tanpa henti sampai ibu MRAM kembali.
1) Kemampuan Membaca : dalam pembelajaran membaca, MRAM tidak
banyak interaksi. MRAM hanya diam dan melamun.
2) Kemampuan Menulis : saat diberikan MRAM di instruksikan untuk
menulis, MRAM hanya diam saja. Setela diberikan PPI MRAM mau
unutk memegang pensil, jika memegang pensil MRAM akan mencoret-
coret tanpa arah dan jika dioarahkan MRAM akan berteriak dan
memberontak.
3) Menggosok Gigi : MRAM tidak mau menggosok gigi, menggosok gigi
hanya dilakukan dirumah dan dengan ibunya saja. Saat diberikan PPI
menggosok gigi MRAM menutup mulut dan menggelengkan kepalanya.
4) Bermain : MRAM tidak mau bergabung dan bermain dengan temannya.
MRAM cenderung diam dan lebih suka bermain dengan ibunya. MRAM
lebih suka mendengarkan musik, menonton TV, bermain bola dan naik
bus. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 70
digilib.uns.ac.id
c. MRR
Kondisi Sebelum diberikan PPI
MRR merupakan autis non-verbal. Dalam komunikasi MRR bisa
merespon lawan bicaranya, tetapi respon yang diberikan monoton dan hanya
dengan kata yang sering diucapkannya. MRR tinggal bersama kedua orang
tuanya, sang ayah bekerja di semarang dan pulang setiap satu minggu sekali dan
ibu mengajar di salah satu SMP di boyolali. Selama dirumah MRR diasuh oleh
pembantu dan dibantu paman dari MRR. Selama disekolah MRR tidak
didampingi oleh orang tua atau pendamping khusus lainnya, pada hari-hari
tertentu saja saat ibu dari MRR libur dan tidak mengajar MRR didampingi ibu
sehingga komunikasi GPK dancommit orang totua
user
MRR hanya terbatas pada buku
perpustakaan.uns.ac.id 71
digilib.uns.ac.id
penghubung siswa saja. Selama disekolah MRR cenderung aktif dan tidak bisa
duduk tenang, jika guru memaksanya untuk duduk MRR akan duduk akan tetapi
hanya sebentar dan diiringi dengan tangisan, selain itu jika MRR berdiri dan
berjalan-jalan MRR suka membuang semua barang-barang yang ada diatas meja
sehingga GPK ataupun pendamping harus megawasi MRR secara ekstra. Berikut
kemampuan awal dari MRAM :
1) Kemampuan Membaca : MRR belum bisa membaca, tetapi MRR sudah
bisa mendeskripsikan gambar yang dilihatnya.
2) Kemampuan Menulis : MRR sudah bisa menulis, akan tetapi kemauan
untuk menulis sangat kecil sekali. MRR tidak mau menulis dan memegang
pensil. Jika diberikan pensil MRR akan membuang pensil, teriak dan
marah.
3) Menggosok Gigi : MRR merupakan anak yang tidak bisa diam. MRR
tidak mau menggosok giginya dan jika dipaksa MRR akan menelan pasta
gigi dan air yang dipergunakan untuk berkumur.
4) Bermain : dalam aktifitas bermain MRR merupakan anak yang aktif dan
tidak bisa diam. MRR bisa bermain dengan anak-anak lainnnya dan
mudah berbaur dengan orang-orang sekitarnya. MRR merupakan anak
yang mudah bosan terhadap mainan yang dimilikinya. Dalam aktifitas
bermain MRR sangat suka berjalan dan berlari-lari sehingga guru harus
mengawasi MRR secara ekstra, karena jika tidak diawasi MRR akan
membuang barang-barang yang ada dihadapannya termasuk semua barang
yang ada diatas meja.
5) Menyiapkan Buku : MRR belum bisa menyiapkan buku. Jika buku
disiapkan diatas meja MRR akan membuangnya, sehigga buku pelajaran
akan digunakan untuk belajar disiapakan jika MRR akan menulis saja,
karena jika buku disiapkan sebelum MRR siap menulis MRR akan
membuang atau menyobeknya.
6) Merespon Perintah Guru : respon MRR terhadap perintah guru masih
sangat kurang, MRR merespon dengan menirukan apa yang dikatakan
gurunya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 72
digilib.uns.ac.id
7) Bertanya Pada Guru : MRR tidak pernah bertanya pada guru, MRR
cenderung lebih banyak tertawa dan menggerak-gerakan badannya, ketika
disuruh untuk bertanya MRR akan mengerutkan dahinya sambil melihat
kearah guru dan menirukan perkataan gurunya. Jika diberikan pertanyaan
MRR akan menjawab dengan kata”hah...” Respon MRR terhadap
pertanyaan juga cenderung monoton dan guru harus sering mengulang
pertanyaan yang diberikan pada MRR. Respon yang diberikan masih
monoton dan hanya bahasa sehari-hari yang diucapkan. Misalnya :
Guru : assalamualaikum .....riski
assalamualaikum .....riski
assalamualaikum .....riski
MRR : hah.....
Hah....
kumcalam (wa’alaikumsalam)
Guru : Bapak kemana ?
Bapak kemana ?
Bapak kemana ?
MRR : hah.....
Hah....
Bapak Kesjaaaa (kerja)
Guru : Ibunya namanya siapa?
Ibunya namanya siapa?
Ibunya namanya siapa?
MRR : hah.....
Hah....
Ibu indaaaaaah
Guru : siapa nama adiknya ?
siapa nama adiknya ?
siapa nama adiknya ?
MRR : hah.....
Hah.... commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 73
digilib.uns.ac.id
9) Makan dan Minum : MRR belum bisa makan dan minum sendiri, masih
perlu bantuan dari pendamping. Akan tetapi MRR sudah bisa
mempergunakan sendok sendiri. Guru menyiapkan nasi dan sayur di
dalam sendok dan MRR memasukan kedalam mulutnya sendiri.
10) Melipat Baju : MRR belum bisa melipat baju.
11) Berhitung : MRR belum bisa berhitung, saat guru menyebutkan angka 1-2-
3 MRR akan meneruskan 4-5-6.
d. SNA
Kondisi Sebelum diberikan PPI
SNA merupakan anak autis verbal, SNA dapat berkomunikasi dengan
orang tua, guru dan teman-temannya. Dalam interaksi SNA menunjukan sikap
yang berlebihan. Semisal SNA dipanggil, SNA akan menjawab dengan terikan
dan menunjukan sikap yang berlebihan seperti mencubit dan meludah. Sebelum
SNA sekolah di SD N 2 Bendan, SNA pernah disekolahkan di sebuah sekolah di
daerah Klaten. Selama SNA sekolah diklaten SNA termasuk anak yang suka
mengganggu teman-temannya sehingga SNA dijauhi dan dikuculkan karena
dianggap nakal dan menyakiti teman0temannya. Berdasarkan kondisi tersebut
orang tua SNA mencari sekolah yang bisa menerima kondisi SNA dan dapat
mendidik SNA dengan baik. Orang tua SNA pernah berfikiran unutk
menyekolahkan SNA ke SLB, akan tetapi rang tua SNA menginginkan SNA
sekolah di sekolahan umum sehingga selain SNA mendapatkan pendidikan yang
sepadan SNA juga dapat bersosialisasi. Berikut deskripsi kemampuan awal SNA :
1) Kemampuan Membaca : SNA sudah bisa membaca tetapi masih mengeja,
selain itu SNA juga sudah bisa mendeskripsikan dan menceritakan gambar
yang dilihatnya. kemampuan membaca SNA tidak lepas dari peran ibu
dari SNA yang mendampingi dan membimbing SNA belajar.
2) Kemampuan Menulis : SNA sudah bisa mengenal huruf dan menulis. Saat
di dikte perhuruf SNA sudah bisa mengikuti dan menulis, akan tetapi
tulisan dari SNA belum rapi dan massih keluar dari garis. Selain itu jika
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 76
digilib.uns.ac.id
diberikan pujian SNA akan cepat bangga dan akan menunjukan beberapa
perilaku yang berlebihan seperti berteriak dan menjerit.
3) Menggosok Gigi : SNA sudah bisa menggosok gigi sendiri, akan tetapi
saat menggosok gigi SNA terkadang menelan pasta gigi dan air yang
dipergunakan untuk berkumur sehingga dalam menggosok gigi SNA perlu
pendampingan khusus oleh orang tua atau guru.
4) Bermain : SNA mampu bermain dengan teman-teman lainnya. Saat
bermain dengan teman-temannya SNA masih didampingi oleh ibunya.
5) Menyiapkan Buku : SNA termasuk anak yang rajin, SNA bisa
menyiapkan buku pelajaran sendiri walaupun buku yang disipakan SNA
sering keliru
6) Merespon Perintah Guru : dalam menanggapi respon guru SNA bukan
termasuk anak yang patuh, SNA menganggap bahwa perintah yang
diberikan gurunya sebagai candaan sehingga setiap SNA diperintahkan
melakukan sesuatu SNA akan merespon dengan teriakan dan melakukan
hal sebelaiknya, sebagai contoh jika SNA di perintahkan untuk duduk
maka SNA akan berdiri, jika disuruh menulis SNA akan diam dan tidak
mau menulis.
7) Bertanya Pada Guru : SNA sangat interaktif , rasa ingin tahu SNA sangat
besar. Jika SNA ingin bertanya SNA akan bertanya secara terus menerus
sampai SNA puas untuk bertanya. Pertanyaan dari SNA terkadang bukan
pertanyaan yang penting akan tetapi guru harus tetap menjawab agar SNA
tidak rewel berteriak teriak, karena jika pertanyaan SNA tidak dijawab
SNA akan mengejar guru dan meminta jawabannya.
8) Memakai Baju : SNA sudah bisa memakai kaos dan celana kolor, SNA
belum bisa memakai kemeja dan celana yang menggunakan resleting dan
kancing.
9) Makan dan Minum : SNA sudah bisa makan dan minum sendiri, akan
tetapi SNA tidak mau makan dan minum sendiri, SNA sangat manja
sehingga jika ada ibunya SNA akan meminta ibu untuk menyuapinya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 77
digilib.uns.ac.id
10) Melipat Baju : SNA termasuk anak yang rajin, SNA bisa melipat baju
sendiri akan tetapi hasil lipatan tidak rapi dan terkesan di lipat seadanya.
Hal ini terlihat jika SNA datang, SNA akan melipat jaket yang dia
kenakan dan meanrunya diatas meja yang telah disediakan.
11) Berhitung : SNA sudah bisa berhitung, SNA bisa melakukan penjumlahan
dan pengurangan dibawah 10. SNA akan menggunakan jari-jarinya untuk
berhitung.
Kondisi setelah diberikan PPI
SNA dapat berkomunikasi dengan baik dan interaktif. Saat diberikan PPI
SNA merespon dengan baik, akan tetapi guru harus waspada karena jika SNA
diberikan perhatian yang lebih SNA sering salah tingkah san mengeluarkan
tingkah laku yang kurang baik seperti meludah dan memukul. Berikut keadaan
SNA setelah diberikan PPI :
1) Kemampuan Membaca : SNA sudah bisa membaca dengan baik,
walaupun sesekali masih mengeja. Akan tetapi saat pealajaran dimulai
SNA sudah jarang ditunggu ibunya.
2) Kemampuan Menulis : SNA mampu menulis dengan baik dan rapi, guru
memberikan garis bantudi buku SNA dan SNA diinstruksikan untuk
menulis diantara garis tersebut. Pemberian garis bantu ini sedikit
merepotkan guru akan tetapi sangat efektif untuk SNA.
3) Menggosok Gigi : SNA sudah bisa menggosok gigi sendiri, pasta ggi dan
air yang dipergunakan untuk berkumur juga bisa dimuntahkan kembali.
4) Bermain : dalam aktifitas bermain SNA termasuk anak yang aktif sehingga
mudah berbaur dengan taman-temannya. Saat bermain SNA seringkali
menunjukan sikap yang berlebihan misalnya meludahi, mencubit dan
memukul sehingga SNA sering dijauhi oleh taman-temannya. jika dirasa
menyakiti dan membahayakan baik untuk SNA sendiri maupun teman-
temannya SNA akan ditegur oleh guru, akan tetapi teguran terhada SNA
ini malah membuat SNA semakin menjadi-jadi. SNA sangat suka bermain
puzzle dan bermain bola. Jika SNA sedang bermain dan ada salah satu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 78
digilib.uns.ac.id
10) Melipat Baju : SNA mampu melipat bajunya sendiri, bahkan SNA mampu
memasukan bajunya kedalam lemarinya sendiri.
11) Berhitung : SNA mampu berhitung, SNA mampu melakukan penjumlahan
den pengurangan bersusun mulai 1-20.
e. AKAA
Kondisi Sebelum diberikan PPI
AKAA merupakan autis verbal, AKAA bisa berkomunikasi dengan guru
dan teman-temanya secara normal, akan tetapi kontak mata AKAA sangat sulit.
Dalam hal ketaatan AKAA merupakan anak yang sangat rapi dan taat terhadap
peraturan yang ada. Jika bel sekolah berbunyi AKAA akan segera berlari
kehalaman sekolah untuk melakukan upacara atau apal pagi. Dalam berbicara
AKAA masih tertatih tatih dan seperti mengeja. Ekspresi wajah AKAA juga tidak
begitu terlihat.selama disekolah AKAA didampingi oleh seorang pengasuh yang
mendampingi dan mengasuh AKAA dirumah.
1) Kemampuan Membaca : AKAA sudah bisa membaca tetapi masih
mengeja. Dalam membaca AKAA harus didampingi dan ditunjukan huruf
yang harus dibaca. Selain itu AKAA juga sudah bisa mendeskripsikan dan
menceritakan gambar yang dilihatnya.
2) Kemampuan Menulis : AKAA sudah bisa menulis dengan baik, hanya saja
untuk ukuran hurufnya masih kurang rapi, ada yang besar dan ada yang
kecil. Selain itu AKAA juga sudah bisa menulis apa yang di dikatakan
gurunya..
3) Menggosok Gigi :AKAA sudah bisa mengosok gigi sendiri, akan tetapi
AKAA belum punya kesadaran unutk menggosok gigi sendiri, sehigga
orang tua atau pendamping harus menyuruh AKAA untuk menggosok
gigi.
4) Bermain : dalam aktifitas bermain AKAA lebih suka bermain sendiri, akan
tetapi jika diajak bermain bersama teman-temannya yang lain AKAA bisa
bergabung dan berbaur dengan yang lain. Secara umum bentuk fisik
commit
AKAA tidak mencerminkan to user
bahwa AKAA anak autis, akan tetapi saat
perpustakaan.uns.ac.id 80
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 81
digilib.uns.ac.id
8) Memakai Baju : AKAA bisa memakai baju sendiri, akan tetapi ketika
AKAA disuruh untuk memakai celana AKAA anak meminta bantuan
kepada orang tua atau pendamping untuk memakaikannya.
9) Makan dan Minum : AKAA sudah bisa makan dan minum sendiri. akan
tetapi pada makanan yang dia tidak suka AKAA akan memilih dan
membuangnya. Hal ini berbeda jika AKAA disuapi AKAA akan memakan
semiua makanan yang disuapkan kepadanya.
10) Melipat Baju : AKAA belum bisa melipat baju sendiri, sebagai contoh
ketika AKAA melepas jaket, dia akan memberikan jaket tersebut pada
pendampingnya tanpa melipatnya terlebih dahulu.
11) Berhitung : AKAA suda bisa berhitung, AKAA mampu melakukan
penjumlahan dan pengurangan, akan tetapi daya ingat AKAA masih
kurang sehingga saat diberikan soal AKAA harus diberikan contoh
penyelesaian soal tersebut, selanjtunya AKAA sudah bisa mengerti dan
menyelesaikan soal yang lainnya.
Kondisi Setelah Diberikan PPI
AKAA selama diberikan PPI tidak melakukan penolakan, AKAA
mampu melakukan apa yang di instruksikan kepadanya dengan baik. Kontak mata
AKAA sudah ada akan tetapi hanya beberapa detik saja. Komunikasi AKAA juga
sudah baik, AKAA mampu menanggapi apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya,
selain itu dalam memunculkan ekspresi wajah AKAA sudah bisa walaupun
kelihatan terpaksa. Berikut kemampuan AKAA setelah diberikan PPI :
1) Kemampuan Membaca : AKAA mampu membaca tanpa bantuan
pendamping, walaupun AKAA masih mengeja dan masih pelan-pelan.
AKAA juga mampu menceritakan tentang apa yang dilihatnya, dengan
nada terbata –bata AKAA menceritakan kajadian yang dialamnya dengan
baik dan runtut. Kejadian ini misalnya, setiap hari minggu AKAA pergi
kie gereja, AKAA menceritakan bahwa selama digereja AKAA berdoa,
bernyanyi dan bertemu teman-temannya.
2) Kemampuan Menulis : AKAA mampu menulis dengan rapi. Ukuran huruf
commit todan,
sudah mulai sama besar kecilnya userselain itu AKAA mampu menuis
perpustakaan.uns.ac.id 82
digilib.uns.ac.id
f. PAR
Kondisi Sebelum Diberikan PPI
PAR merupakan anak autis verbal, PAR dapat berkomunikasi dengan
guru, teman dan masyarakat secara umum. PAR merupakan anak adopsi, PAR di
adopsi oleh pamannya sejak usia 1 bulan. saat menikah usia ibu PAR 28 tahun
dan ayah PAR 70 tahun. PAR dilahirkan di Kalimantan, Saat melahirkan PAR ibu
PAR meninggal dan saat usia 6 hari PAR dibawa ke Jawa oleh paman dan
bibinya. PAR dilahirkan dengan bantuan dukun. Sejak kecil PAR merupakan anak
yang aktif, keluarbiasaan PAR terlihat sejak usia 2 tahun, PAR sering berteriak
teriak dan berbicara tanpa arah. Kondisi emosi PAR sangat labil, PAR sering
berteriak-teriak dan memukul meja. Selain itu PAR sering berbicara tidak jelas
dan tanpa arah. Berikut perkembangan PAR selama berada dissekolahan.
1) Kemampuan Membaca : PAR belum bisa membaca, akan tetapi PAR
sudah dapat mengenali huruf. Selain itu PAR juga dapat mendeskripsikan
tentang garmab yang dilihatnya. Sebagai contoh jika PAR diperlihatkan
gambar kapal laut, PAR akan mendeskripsikan kapal tersebut mulai dari
pengemudi kapal, kapal merupakan alat transportasi dilaut.
2) Kemampuan Menulis : PAR belum bisa menulis secara mandiri. PAR
dapat menghubungkan garis putus-putus dan menirukan tulisan yang
diberikan oleh guru. Selain itu PAR sangat gemar menggambar dan
mewarnai, gambar yang disukai PAR adalah gambar pesawat dan mobil.
Daya imajinasi PAR sangat bagus, apa yang di fikirkannnya akan
dituangkan dalam bentuk gambar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 84
digilib.uns.ac.id
3) Menggosok Gigi : PAR sudah bisa menggosok gigi sendiri, akan tetapi
PAR sering menolak jika tidak di instruksikan untuk menggosok gigi
sendiri. penolakan PAR bisa berupa terikanaan dan pukulan.
4) Bermain : dalam aktifitas bermain PAR bisa dan mau bermain dengan
teman-teman lainnya, akan tetapi jika PAR sedang asik bermain dan
diganggu, PAR akan memukul dan berteriak. PAR sangat senang bermain
bola dan berlari-lari.
5) Menyiapkan Buku : PAR belum bisa menyiapkan buku pelajarannya
sendiri, sehingga buku yang dipergunakan disiapkan oleh guru atau
pendampingnya. PAR tidak bisa membedakan antara buku yang satu
dengan buku yang lainnya. PAR sering keliru dan tidak bisa membedakan
anatara buku yang dipergunakan untuk menggambar dan dipergunakan
unutk menulis.
6) Merespon Perintah Guru : dalam menanggapi respon guru PAR
merupakan anka yang patuh, akan tetapi dalam hal tertentu PAR sering
menggoda dan terkesan dan melu-malu padahal dia mampu dan mau
melakukannya
7) Bertanya Pada Guru : PAR merupakan anak yang aktif, PAR sering
bertanya pada guru. Akan tetapi pertanyaan yang dilontarkan PAR sering
tidak sesuai dengan pelajaran dan suka mengalihkan pada hal dia sukai.
8) Memakai Baju : dalam kesehariannya PAR bisa menganakan kaos oblong
dan celana kolor, akan tetapi PAR belum bisa mengenakan kemeja dan
celana yang mengguanakan resleting sendiri, sehingga dalam mengenakan
kemeja dan celana formal perlu bantuan dari orang tua atau pendamping
9) Makan dan Minum : PAR sudah bisa makan dan minm sendiri, akan tetapi
dalam menggunakan garpu PAR masih kesulitan dan memerlukan
pengawasan dari pendamping atau guru. Dalam hal nafsu makan, PAR
merupakan anak yang mempunyai nafsu makan yang besar. Dalam hal
makanan PAR tidak memilih-milih makanan, akan tetapi PAR mempunyai
beberapa makanan yang dibatasi. Misalnya makanan yang mengandung
gula dan tepung. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 85
digilib.uns.ac.id
10) Melipat Baju : PAR belum bisa melipat baju, saat disuruh untuk melipat
baju, PAR akan membuangnya dan berteriak ”tidak mau”.
11) Berhitung : PAR sudah bisa berhitung mulai dari 1-10. PAR bisa
melakukan penjumlahan dengan bantuan gambar. Misalnya dua bola
ditambah 3 bola hasilnya 5 bola.
Kondisi Setelah Diberikan PPI
Saat pertama diberikan PPI PAR masih sering melakukan penolakan.
Penolakan PAR berupa teriakan dan tangisan. Teriakan PAR sering disertai
pukulan dimeja dan hentakan kakinya.intensitas penolakan PAR berrkurang
seiring pemberian PPI. Berikut perkembangan PAR setelah diberikan PPI :
1) Kemampuan Membaca : Selain itu PAR juga dapat mendeskripsikan
tentang garmar yang dilihatnya PAR mampu membaca dengan mengeja
dengan pendampingan. Saat PAR membaca guru membantu PAR mengeja
hurufnya..
2) Kemampuan Menulis : PAR sudah mampu menulis dengan menirukan
contoh yang diberikan guru. PAR akan menulis di dalam kotak yang
disediakan oleh guru.
3) Menggosok Gigi : PAR sudah bisa menggosok gigi sendiri, guru
memberikan jadwal khusus untuk PAR menggosok gigi.
4) Bermain : PAR mampu berinteraksi dengan taman-temannya. PAR
mampu bermain dan berbagi mainan dengan tamannya. Rasa saling
berbagi juga sudah dimiliki PAR, sebagai contoh saat teman PAR
menangis karena berebut mainan, PAR akan memberikan mainan PAR
agar temannya diam. selain itu saat ada temannya ada yang bertengkar,
PAR melerainya.
5) Menyiapkan Buku : PAR mampu menyiapkan buku pelajarannya yang
akan digunakan. Untuk membedakan anatara buku pelajaran dengan buku
lainnya PAR memberikan tanda khusus disampul bukunya. Tanda khusus
ini berupa tempelan kertas berwarna yang dibuat PAR, PAR membuat
tanda ini sendiri dan tanpa bantuan dari guru atau pendamping, ide PAR
didapat saat PAR melihat commit
gurutomemasang
user sampul buku pada buku
perpustakaan.uns.ac.id 86
digilib.uns.ac.id
administrasi kelas, saat melihatnya PAR bertanya pada guru dan muncul
ide PAR unutk membuat tanda di sampul bukunya.
6) Merespon Perintah Guru : PAR mampu merespon perintah guru dengan
baik. Respon yang diberikan PAR masih sama seperti sebelum diberikan
PPI, PAR sering menggoda dan terkesan dan melu-malu padahal dia
mampu dan mau melakukannya
7) Bertanya Pada Guru : intensitas PAR saat bertanya pada guru mulai
berkurang, PAR sudah bisa membedakan pertanyaan yang penting dan
pertanyaan yang kurang penting.
8) Memakai Baju : PAR mampu mengenakan kemeja dan celana yang
menggunakan resleting. PAR mampu mengancingkan kancing bajunya
walaupun belum rapi dan masih lama sehingga PAR masih oerlu
pengawasan.
9) Makan dan Minum : PAR mampu makan dan minm sendiri, PAR mampu
menggunakan garpu dan makan sate dengan benar, PAR juga sudah bisa
membedakan makanan yang boleh dimakan dan makanan yang tidak boleh
dimakan, misalnya PAR tidak boleh makan roti dan mie, maka PAR tidak
akan makan makanan tersebut. Dan jika selama dirumah PAR makan
makanan yang dilarang makan PAR akan menceriktakan pada guru dan
menyebutkan efek dari makanannya. Sebagai contoh, suatu ketika PAR
tertawa sendiri didalam kelas, guru bertanya kenapa PAR tertawa dan
PAR menjawab sambil tertawa ”dek pras gek wingi bar mangan permen
akeh og” (dik pras kemaren habis makan permen banyak). Begitu pula saat
PAR diberikan makanan yang dilarang, PAR akan menceritakan
akibatnya. Salah satu contohnya ketika teman PAR memberikan wafer,
PAR menolak dan membuangnya, ketika ditegur oleh guru PAR
menjawab ”dik pras ora etok mangan wafer, mengko ndak kumat” (dik
pras tidak boleh makan wafer, nanti kambuh) maksudnya kambuh adalah
PAR tertawa sendiri dan berteriak teriak, karena jika PAR terlalu banyak
makan-makanan yang manis PAR akan tertawa sendiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 87
digilib.uns.ac.id
10) Melipat Baju : PAR belum bisa melipat baju, saat diberikan baju untuk
dilipat PAR akan memasukan langsung kedalam lemari dan tidak
melipatnya.
11) Berhitung : selain sudah bisa berhitung 1-10 dan melakukan penjumlahan,
PAR juga mampu melakuakn pengurangan dengan bantuan gambar.
Misalnya 5 bola dikurangi 2 bola hasilnya 3 bola
g. FGS
Kondisi Sebelum Diberikan PPI
FGS merupakan anak autis non verbal, respon yang diberikan FGS saat
berkomunikasi berbeda beda, sering kali FGS merespon dengan pukulan, teriakan,
pengulangan kata-kata dan hanya diam. ayah FGS bekerja sebagau buruh dan
ibunya merupakan ibu rumah tangga. FGS mempunyai satu adik ang masih
balita, sejak FGS mempunyai adik, perhatian orang tua FGS berkurang. Perhatian
orang tua FGS sangat mempengaruhi kondisi psikologis dari FGS sendiri. Selain
itu pola makan dan pola tidur FGS Keadaan FGS selama dirumah sangat
mempengaruhi proses pembelajaran FSGS disekolahi. Sebagai contoh jika FGS
tidur terlalu malam, disekolah FGS ”rewel”, tantrum atau tidur.
Berikut. Berikut kemampuan awal FGS :
1) Kemampuan Membaca : FGS belum bisa membaca, akan tetapi FGS
sudah bisa mengenali huruf. Misalnya saat pelajaran, FGS diperlihatkan
huruf ”S” maka FGS akan menyebut dan mengatakan kalau itu huruf ”S”..
2) Kemampuan Menulis : FGS belum bisa menulis, jika diberikan pensil FGS
akan melemparnya dan ditak mau memegag pensil, setiap diberikan
instruksi untuk menulis dia hanya diam dan tidak memperhatikan. Ketika
disuruh untuk memegang pensil FGS akan membuang dan kembali diam,
ketika FGS dibimbing untuk menulis FGS akan menulis, dan ketika tangan
guru dilepaskan FGS akan kembali diam.
3) Menggosok Gigi : FGS belum bisa menggosok gigi, guru atau
pendamping harus membimbing dan mengarahkan FGS untuk menggosok
commitairto yang
gigi, seringkali FGS menelan user dipergunakan unutk berkumur,
perpustakaan.uns.ac.id 88
digilib.uns.ac.id
sehingga air yang digunakan untuk berkumur harus diganti dengan air
mineral atau air putih.
4) Bermain : FGS tidak terlalu suka bermain dengan orang lain, dia
cenderung diam dan lebih suka bermain sendiri, FGS sangat senang
mendengarkan lagu atau musik, jika FGS berada didepan cermin besar,
FGS kan bernyanyi selayaknya berada di panggung konser .
5) Menyiapkan Buku : FGS termasuk anak yang pasif,FGS belum bisa
memnyiapakan buku sendiri, saat pelajaran dimulai FGS hanya diam dan
seolah melamun. Jika disapa FGS akan menjawab sambil memalingkan
muka atau berjoget.
6) Merespon Perintah Guru : setiap diberikan instruksi oleh guru FGS
merespon dengan lamban. Perintah guru harus di ulangi berkali-kali. Guru
harus sering mengulang perintah yang diberikan pada FGS, respon yang
diberikan FGS hanya dengan gerakan sebagian anggota tubuhnya.
Misalnya guru menyapa ”selamat pagi (FGS)” maka FGS akan menjawab
”selamat pagi pagi pagi” .
7) Bertanya Pada Guru : FGS tidak pernah bertanya pada guru, cenderung
lebih banyak diam dan melamun, ketika FGS ingin mengetahui sesuatu,
FGS akan menunjuk benda tersebut sambil bilang ”itu”.
8) Memakai Baju : FGS belum bisa memakai baju, jika FGS dikenakan baju
yang dia tidak sukai maka FGS akan menolaknya dan tidak mau
menganakannya.
9) Makan dan Minum : dalam hal makan dan minum, FGS belum bisa
makan dan minum sendiri. jika disediakan minuman FGS bisa minum
sendiri, akan tetapi jika makan FGS hanya mau disuapi ibunya, tidak mau
yang lain.
10) Melipat Baju : FGS belum bisa mellipat baju, jika melihat baju FGS akan
membuangnya dan menyingkirkan dari pandangannya.
11) Berhitung : secara lisan FGS bisa berhitung mulai 1-20. Jika guru
menyabutkan angka 1,2,3.... FGS akan meneruskan sampai angka 2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 89
digilib.uns.ac.id
8) Memakai Baju : FGS sudah bisa memakian baju, ketika diberikaan kemeja
FGS akan memakianya akan tetapi FGS belum bisa mengancingkan
bajunya sendiri, FGS akan meminta bantuan pada orang tuanya untuk
mengancingkan bajunya.
9) Makan dan Minum : dalam hal makan dan minum, FGS belum bisa
makan dan minum sendiri. jika disediakan minuman FGS bisa minum
sendiri, akan tetapi jika makan FGS hanya mau disuapi ibunya, tidak mau
yang lain.
10) Melipat Baju : FGS masih belum bisa mellipat baju, jika melihat baju FGS
akan membuangnya dan menyingkirkan dari pandangannya.
11) Berhitung : selain secara lisan FGS bisa berhitung mulai 1-20 FGS sudah
bisa menjawab penjumlahan yang diberikan oleh gurunya. Misalnya : guru
bertanya 1 + 1 berapa ?, FGS akan menjawab 2, FGS mampu melakukan
penjumlahan 1 – 5.
h. MLI
Kondisi Sebelum diberikan PPI
MLI merupakan anak autis verbal, secara umum MLI dapat
berkomunikasi seperti biasa. MLI dapat berkomunikasi dengan guru dan teman-
temanya seperti biasa. Dalam hal ketaatan MLI merupakan anak yang taat
terhadapa perintah guru, MLI mengalami gangguan perhatian, selain itu MLI juga
mampunyai sifat memprofokasi (mempengaruhi) teman-temannya. MLI sering
berkata-kata kotor dan mengajari teman-temannya untuk mengikuti tingkah
lakunya.
1) Kemampuan Membaca : MLI belum bisa membaca dan mengenali huruf.
Untuk mengenali gambar MLI masih sulit membedakan dan sering keliru,
sebagai contoh guru memberikan gambar apel dan jeruk, MLI disuruh
untuk menunjukan mana gambar jeruk, MLI akan menunjuk gambar apel.
Selain itu daya ingat MLI tidak begitu baik.
2) Kemampuan Menulis : MLI dapat menulis dengan baik, MLI dapat
commit oleh
mengikuti tulisan yang diberikan to user
guru. Tulisan MLI tidak rapi, masih
perpustakaan.uns.ac.id 91
digilib.uns.ac.id
keluar dari garis, dan jika menulis pada buku halaman pertama MLI akan
meneruskan sampai pinggiran kertas dan tidak kebawahnya.
3) Menggosok Gigi : MLI sudah bisa menggosok gigi sendiri. tidak
memerlukan pendampingan khusus. Akan tetapi untuk rutinitas
menggosok gigi, MLI perlu diingatkan. Karena MLI sering lupa tidak
gosok gigi.
4) Bermain : MLI dapat berbaur dengan anak-anak yang lainnya. Secara
umum MLI tidak banyak mengganggu dan dapat berinteraksi dengan
teman-temannya.
5) Menyiapkan Buku : MLI mampu menyiapkan buku pelajarannya sendiri
tanpa bantuan orang lain atau pendamping, MLI mampu membedakan
buku pelajaran satu dengan pelajaran yang lainnya berdasarkan gambar
yang ada disampul buku tulis. MLI sering salah dalam mengambil buku
pada sampul yang sama, oleh karena itu orang tua harus memperhatikan
MLI ketika menyiapkan buku.
6) Merespon Perintah Guru : dalam merespon perintah guru, MLI termasuk
anak yang patuh, MLI dapat merespon perintah guru dengan baik, akan
tetapi MLI sering melakukan kesalahan dalam merespon perintah guru,
sehingga guru harus mengulang perintah kepada MLI secara berulang-
ulang.
7) Bertanya Pada Guru : MLI tidak begitu suka bertanya pada guru, MLI
cenderung diam dan memperhatikan apa yang ddikaatkan oleh gururnya.
Jika jika MLI bertanya, MLI akan menggunakan bahasa jawa ”ngoko
alus” kepada guru.
8) Memakai Baju : MLI dapat mengenakan baju sendiri, orang tua /
pendamping menyiapakan baju, MLII akan memakai baju yang
dikenakannya. Akan tetapi jika baju tidak disiapkan MLI akan mengambil
baju seadanya dan memakianya. Pernak suatu ketika MLI kesekolah
mengenakan celana kolor dan kaos, karena seragam sekolah tidak
disiapkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 92
digilib.uns.ac.id
9) Makan dan Minum : MLI bisa makan dan minum sendiri, MLI mampu
menggunakan alat-alat makan dengan baik.
10) Melipat Baju : MLI sudah bisa melipat baju sendiri, akan tetapi hasil
lipatan MLI belum begtitu maksimal dan rapi.
11) Berhitung : MLI belum bisa berhitung dengan baik, MLI belum bisa
menyebutkan angka dengan urut dn masih terbolak balik.
Kondisi Setelah Diberikan PPI
MLI merupakan anak yang interaktif saat diberikan PPI, selama
diberikan PPI MLI memperhatikan dan mengikuti apa yang dikatakan guru. Daya
tangkap dan daya ingat MLI terhadap materi yang diberikan sangat kurang,
sehingga guru harus menjelaskan berulang-ulang samapi MLI mengerti dan
mempu melaksanakan apa yang diberikan guru.
1) Kemampuan Membaca : setelah diberikan PPI MLI mampu mengenali
huruf dan angka. Akan tatapi setiap hari guru harus mengulang-ulang
sampai beberapa pertemuan supaya MLI hafal huruf-huruf tersebut, karena
daya ingat MLI sangat kurang.
2) Kemampuan Menulis : Tulisan MLI sudah mulai rapi, dalam pemberian
PPI menulis, buku yang dipergunakan menulis MLI diberikan garis bantu
dengan warna yang merah supaya MLI dapat menulis didalam garis yang
telah dibuat guru.
3) Menggosok Gigi : MLI dibuatkan jadwal khusus untuk menggosok gigi.
Jadwal ini berupa gambar anak yang menggosok gigi sesuai dengan jam
yang telah ditentukan guur.
4) Bermain : saat bermain MLI mampu bermain bersama teman-teman
lainnya. Akan tetapi jika MLI merasa tidak diperhatikan MLI akan
memanggil salah satu temannya dan mengajari temannya untuk berkata
kotor.
5) Menyiapkan Buku : MLI sudah bisa menyiapkan buku sendiri tanpa
bantuan orang lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 93
digilib.uns.ac.id
PPI untuk anak autis berbeda dengan PPI ABK lainnya, PPI untuk anak
autis lebih spesifik dan menekankan pada bina diri, gerakan motorik halus dan
motorik kasar, dan sosialisasi anak. PPI ini merupakan PPI yang disesuaikan
dengan kemampuan dan jenis autis masing masing anak.
1. ZF
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
a. Faktor keluarga (Perhatian orang tua yang berlebihan)
ZF merupakan anak tunggal. Orang tua dan keluarga ZF sangat
menyayangi ZF, perhatian orang tua dan kelaurga ZF terhadap ZF sangat
besar, perhatian ini ditunjukan dengan adanya pemenuhan kebutuhan dan
semua keinginan ZF. Selama dirumah ZF terbiasa dilayani dan dalam hal
makan, minum, memakai baju dan semua kebutuhan lainnya. Pemenuhan
kebutuhan dan keinginan ZF ini merupakan wujud kasih sayang dan
perhatian orang tua, akan tetapi pemenuhan kebutuhan ZF ini yang
menyebabkan tingkat kemandirian ZF tidak berkembang dan tingkat
ketergantungan ZF terhadap orang tuanya semakin besar.
b. Sosialisasi dengan lingkungan
Sosialisasi dengan lingkungan merupakan hal yang sedikit banyak
berpengaruh terhadap kemandirian ZF. Lingkungan merupakan tempat
yang tepat untuk meningkatkan kemandirian. Sosialisasi ZF dengan
lingkungan kurang baik, jika berada di lingkungan masyarakat ZF
menutup diri dan tidak mau berbaur dengan orang lain, hal ini disebabkan
karena ZF terbiasa dilayani dan lebih sering berada dirumah sehigga
sosialisasi dengan masyarakat sangat kurang. Dalam kehidupan dirumah
ZF terbiasa dilayani dalam hal makan, minum dan memakai baju, semua
kebutuhannya dipenuhi oleh orang tuanya sampai sekarang. ZF bisa
melakukan makan, minum dan memakai baju sendiri akan tetapi jika ZF
berada dirumah ZF lebih sering meminta ibunya untuk melayaninya.
Perlakuan Yang Diberikan GPK
ZF autis dengan gangguan sosialisasi. Dalam menangani ZF GPK
memberikan theraphy khusus seperti mengajak ZF ketempat-tempat yang bisa
melatih kemandirian dan sosialisasinya seperti mengajak ZF ke kantor,
mengajak ZF bersosialisasi dengan teman-temannya dikelas regular agar ZF
mempunyai rasa percaya diri dan mampu bersosialisasi sendiri. Selain itu,
selama disekolah ZF diajari commit to usermelakuakn kegiatan kemandirian
agar terbiasa
perpustakaan.uns.ac.id 96
digilib.uns.ac.id
seperti membereskan buku sendiri setelah pelajaran, saat olah raga ZF ganti
baju sendiri tanpa bantuan orang lain, makan dan minum sendiri dan
sebagainya.
2. MRAM
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
a. Kondisi keluarga
Selama ini MRAM dibesarkan oleh ibu dan neneknya. Selama
dirumah MRAM, segala kebutuhan dan keinginan MRAM dipenuhi oleh
nenek dan ibunya. Ibu MRAM tidak bekerja sedangkan nenek MRAM
penjual daging ayam di pasar. Secara kondisi ekonomi orang tua MRAM
bisa dikatakan cukup, dalam arti tidak kekurangan. Perhatian orang tua
dan keluarga MRAM sangat besar, selama seklah MRAM diantar oleh
ibunya dengan naik kendaraan umum dan selama disekolah MRAM di
tunggu ibunya termasuk saat didalam kelas. Selama pembelajaran didalam
kelas MRAM didampingi ibunya, karena saat pembelajaran didalam kelas
MRAM tidak mau belajar dan hanya diam jika tidak didampingi oleh
ibunya, sehingga kemandirian MRAM kurang maksimal karena MRAM
sangat tergantung terhadap ibunya dan guru mengalami kesulitan dalam
memberikan pembelajaran terhadap MRAM.
b. Sosialisasi
Dalam sosialisasi MRAM sangat terbatas, hal ini karena MRAM
tidak dapat berkomunikasi dengan baik, MRAM mengalami gangguan
komunikasi. Sampai saat ini MRAM hanya bisa menirukan apa yang
dikatakan oleh ibunya, sehingga MRAM tidak dapat berkomunikasi secara
mandiri. Selama disekolah MRAM didampingi ibunya, MRAM tidak bisa
lepas dari sang ibu. Saat pembelajaran ibu MRAM juga harus menemani
dan ikut mendampingi MRAM sampai pelajaran selesai, sehingga
kemandirian MRAM tidak bisa berkembang.
Proses sosialisasi MRAM dengan orang lain juga sangat terbatas,
commit to
karena MRAM sangat tergantung user ibunya, selain itu MRAM juga
terhadap
perpustakaan.uns.ac.id 97
digilib.uns.ac.id
3. MRR
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
a. Keadaan keluarga
MRR merupakan anak pertama dari dua bersaudara. selama
dirumah MRR diasuh oleh seorang pembantu Karena ibu MRR harus
bekerja dan ayah MRR bekerja diluar kota (pulang 1 minggu sekali).
Selama berada dirumah MRR diasuh oleh seorang pembantu. pembantu
MRR mengasuh MRR sejak MRR usia 3 bulan, jadi ibu MRR tidak perlu
menjelaskan kondisi MRR karena pembantu MRR sudah mengetahui dan
seluk beluk MRR. Secara ekonomi, keluarga MRR bisa dikategorikan
mampu dan berkecukupan. Selain pendidikan formal disekolah MRR juga
mendapatkan theraphy dirumahnya. Theraphy MRR dilakukan 3 kali
seminggu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 98
digilib.uns.ac.id
b. Sosialisasi
Proses sosialisasi MRR cukup baik. Saat disekolah MRR mampu
berinteraksi dengan guru dan teman-temannya, selain itu selama dirumah
MRR juga mampu berinteraksi dengan keluarga dan orang-orang
disekitarnya akan tetapi orang tua dan pengasuh MRR sering membatasi
sosialisasi MRR dengan orang lain, karena orang tua MRR takut saat
MRR lepas dari pengawasan MRR bisa menyakiti orang lain.
Perlakuan Yang Diberikan GPK
MRR anak autis yang tergolong aktif, selama diberikan pembelajaran
MRR sering memberikan penolakan, penolakannya berupa tengisan, pukulan
dan teriakan. selama MRR sekolah di SD N 2 Bendan, MRR diajari
berkomunikasi dan merespon keadaan yang ada disekitarnya. Selama
disekolah MRR tidak mau diam, MRR lebih suka berjalan-jalan mengitari
kelas dan membuang barang-barang yang ada diatas meja.
4. SNA
a. Kondisi keluarga
SNA merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara, ayah SNA bekerja
sebuah puskesmas di boyolali dan ibu SNA tidak bekerja dan hanya
merawat SNA. Selama SNA sekolah SNA ditunggu oleh ibunya. Jarak
rumah SNA dengan sekolah cukup jauh, jika ditempuh dengan sepeda
motor memakan waktu 1 jam lebih. Sehingga SNA harus berangkat dari
rumah pukul 5 pagi. Selain pendidikan disekolah SNA tidak mendapatkan
pendidikan lainnya selain dari keluarga, karena kondisi perekonomian
orang tua SNA yang terbatas sehingga orang tua SNA tidak
menyekolahkan atau memberikan theraph diluar jam sekolah.
b. Sosialisasi
Selama disekolah SNA dapat bersosialisasi dengan guru dan murid
dengan baik, akan tetapi jika SNA diberikan respon yang berlebihan SNA
akan memberikan respon yang berlebihan pula. Respon yang diberikan
bisa pukulan dan meludahcommit
kearahtolawan
user bicaranya, jika SNA bertingkah
perpustakaan.uns.ac.id 99
digilib.uns.ac.id
demikian orang tua SNA akan memukul SNA, pukulan yang diberikan
pada SNA tidak menimbulkan efek jera, sering kali SNA menangis akan
tetapi jika SNA diberikan perhatian lagi SNA kan meludahi lagi. Dengan
keadaan yang demikian, guru mensiasati dengan mengalihkan perhatian
SNA agar SNA tidak meludah dan memukul lagi. Sikap SNA ini membuat
SNA seringkali dijauhi oleh taman-teman dan para guru, karena mereka
takut SNA akan menyakiti.
Perlakuan Yang Diberikan GPK
SNA anak autis dengan gangguan perilaku. Selama disekolah SNA
seringkali menunjukan perilaku yang kurang sopan seperti meludahi dan
memukul guru dan orang-orang disekitarnya, berteriak-teriak untuk
mendapatkan perhatian, dan menangis untuk mendapatkan simpati. GPK
sering kali memberikan “hukuman” seperti bentakan dan pukulan kecil
terhadap SNA (pukulan yang diberikan hanya pukulan ringan dan atas izin
dari orang tua SNA) agar SNA jera. Akan tetapi hal tersebut tidak membuat
SNA menjadi jera, cara lain yang dilakukan oleh GPK yaitu pengalihan
perhatian. Pengalihan perhatian ini bisa dengan berbagai cara, seperti saat
SNA berteriak teriak GPK menunjukan sesuatu seperti bola dan makanan
kesukaan SNA.
5. AKAA
a. Kondisi keluarga
AKAA merupakan anak pertama dari dua bersaudara, secara
umumkondisi orang tua AKAA termasuk orang yang berada (mampu).
Kondisi AKAA diawali saat AKAA berusia 2 tahun, AKAA menderita
deman dan mengalami kejang-kejang, Sejak saat itu AKAA diketahui
mempunyai kebutuhan khusus. Semanjak mengatahui AKAA mempunyai
kebutuhan khusus, orang tua AKAA mulai mencari tau dan berusaha agar
AKAA mampu bertumbuh dan berkembang seperti anak-anak lainnya.
AKAA sudah mendapatkan pelayanan khusus semenjak AKAA berusia 3
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 100
digilib.uns.ac.id
tahun, semenjak AKAA lahir sampai sekarang AKAA diasuh oleh seorang
pengasuh karena kedua orang tua AKAA bekerja.
Pengasuh AKAA, mengasuh AKAA dari lahir sampai sekarang
oleh sabab itu orang tua AKAA tidak perlu bersusah payah menjelaskan
kondisi AKAA yang sedikit berbeda dengan anak seusianya. Pengasuh
AKAA menganggap AKAA seperti anaknya sendiri, sehingga pengasuh
AKAA mengerti keadaan AKAA dan bagaimana melayaninya. kedekatan
AKAA dengan pengasuh ini hendaknya sedikit dikurangi, karena dengan
kedekatan orang tua AKAA dan AKAA sedikit demi sedikit akan
berkurang karena AKAA terlalu banyak bersama pengasuhnya daripada
dengan AKAA.
b. Sosialisasi
Sosialisasi AKAA selama disekolah baik, AKAA mampu
merespon yang ada didekatnya. Akan tetapi keadaan disekolah dan
keadaan dirumah sangat berbeda, saat dirumah AKAA hanya
berkomunikasi dengan orang tua, adik , pengasuh dan kakeknya saja. Saat
berada dirumah AKAA tidak melakukan sosialisasi keluar rumah,
sehingga sosialisasi AKAA berjalan sedikit lambat.
Perlakuan Yang Diberikan GPK
Selama AKAA sekolah di SD N 2 Bendan, AKAA tidak menunjukan
perilaku yang buruk. AKAA mampu melakukan tugas yang diberikan oleh
guru dengan baik. AKAA mengalami gangguan pada kepercayaan dirinya.
AKAA mampu mengerjakan tugas yang diberikan GPK dengan baik akan
tetapi pada awal pengerjaan AKAA harus diberikan contoh cara
mengerjakannya.
6. PAR
a. Kondisi psikis
Kondisi psikis adalah kondisi kejiwaan dari individu. Kondisi
kejiwaan yang mempengaruhi kemandirian adalah intelegensi, motivasi,
commit
dan sikap. PAR merupakan autistoverbal,
user secara umum dapat melakukan
perpustakaan.uns.ac.id 101
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 102
digilib.uns.ac.id
7. FGS
a. Keluarga
FGS merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Secara ekonomi
keadaan perekonomian keluarga FGS sangat pas-pasan. Ayah FGS bekerja
sebagai buruh harian sedangkan ibu FGS sebagai ibu rumah tangga.
Perhatian orang tua FGS terhadap FGS sedikit berkurang semenjak FGS
mempunyai adik. Saat pulang sekolah FGS dimasukan didalam kamar dan
sambil melihat televisi, FGS dilayani ketika FGS mandi, makan dan saat
ayahnya pulang sehigga proses perkembangan FGS kurang.
b. Kondisi fisik
Kondisi fisik sangat mempengaruhi tingkat kemandirian anak autis,
anak autis yang. Anak dengan kondisi tubuh yang jasmaniah yang kurang
atau tidak lengkap ia tidak bisa apa-apa, segala kebutuhannya memerlukan
bantuan orang lain. Dalam hali ini dikatakan kurang mandiri, karena
sangat tergantung dengan orang lain. Sebagai contoh FGS, FGS
merupakan autis non-verbal, walaupun kondisi fisiknya sempurna akan
tetapi kemampuan motoriknya tidak bisa bekerja secara maksimal,
sehingga dalam melakukan kegiatan sehari-hari memerlukan bantuan dari
orang lain.
Perlakuan Yang Diberikan GPK
FGS merupakan salah satu autis non verbal, selama disekolah FGS
tidak banyak melakukan aktifitas. Kondisi FGS selama disekolah sangat
dipengaruhi oleh keadaan FGS selama dirumah. Jika dirumah FGS kurang
tidur, makan selama disekolahan FGS akan menangis (rewel) atau tidur
sampai sekolah usai. Selain itu selama disekolah GPK harus mengawasi FGS
secara ekstra, karena jika FGS lepas dari pengawasaan FGS akan berlari
keluar kelas dan masuk kedalam kelas lain bahkan lari menuju pasar depan
sekolahan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 103
digilib.uns.ac.id
8. MLI
a. Kondisi Keluarga
Faktor sosial juga bisa mempengaruhi tingkat kemandirian anaka
autis, sebagai contoh MLI, MLI dulu merupakan keluarga yang cukup
berada didaerahnya, akan tetapi pada suatu ketika keadaan perekonomian
keluarga MLI mengalami kemunduran, karena usaha yang dirintis ayahnya
mengalami masalah dan bangkrut dan kedua orang tuanya mengalami
tekanan yang hebat sehingga perhatian pada MLI berkurang. Kondisi ini
menyebabkan MLI kurang perhatian dan mencari-cari perhatian seperti
dengan tidak mau makan jika tidak disuapi, berbicara kotor supaya ditegur
dan sebagaiya.
b. Sosialisasi
Kurangnya perhatian MLI terhadap MLI mengakibatkan MLI
sering mencari perhatian diluar lingkungan keluarga seperti MLI sering
berkumpul bersama orang-orang dewasa di sekitar rumahnya, berkumpul
di acara-acara hajatan, bersepeda atau berjalan sampai jauh (pernah MLI
berjalan dari boyolali-solo), sehingga sedikit banyak pergaulan MLI
mempengaruhi perkembangan sosialnya. Dampak negatif yang sering
muncul misalnya MLI mengucapkan kata-kata kotor dan tidur didalam
kelas karena semalaman begadang bersama orang-orang dewasa.
Perlakuan Yang Diberikan GPK
MLI anak autis verbal, selama disekolahan MLI mampu bersosialisasi
dengan baik. MLI sering menunjukan perilaku yang kurang baik seperti
berkata-kata kotor dan memprofokasi teman-temannya. Perilaku MLI ini
dikarenakan selama di rumah MLI sering sekali bergaul dengan orang-orang
dewasa disekitarnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 104
digilib.uns.ac.id
C. PEMBAHASAN
1. Implementasi Program Pembelajaran Individual (PPI) Dalam Mengatasi
Tingkat Kemandirian Anak Autis di SD N 2 Bendan
Program Pembelajaran Individual (PPI) sangat penting dalam proses
pembelajaran untuk anak autis. PPI untuk anak autisdibuat berdarsarkan dengan
kemampuan awal anak, dengan PPI guru mempunyai acuan untuk pembelajaran
anak autis dan diharapkan anak autis dapat menerima pembelajaran sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya. Kemampuan anak autis ini lebih ditekankan pada
kemampuan dalam mengurus dirinya sendiri (ADL) dan kemampuan sosialisasi,
misalnya anak menyiapkan buku sendiri, anak memakai baju sendiri, bermain
bersama teman-teman. Program ini bertujuan agar anak mampu mengurangi
ketergantungan tehadap orang lain dan dapat melakukan kegiatan-kegiatan sehari-
hari tanpa bantuan orang lain.
Pembuatan dan penggunaam PPI memang lebih rumit dibandingkan
dengan penggunaan RPP, karena pembuatan PPI harus menyesuaikan dengan
kebutuhan dan kemampuan dari masing-masing individu. Dalam pembuatan PPI
GPK harus mempertimbangkan waktu pelaksanaan PPI, lama pelaksanaan PPI
dan harus melihat kebutuhan layanan yang anak.
Selama anak autis berada disekolah anak dibuatkan program program
khusus yang terangkum dalam sebuah program yaitu Program Pembelajaran
Individual (PPI). Selama anak autis berada disekolah anak harus melaksanakan
program yang ada didalam PPI. Dalam pelaksanaannya, banyak sekali anak yang
menolak untuk melaksakan program didalam PPI, bentuk penolakan bisa berupa
rengekan, tangisan, marah, memukul dan berteriak. Selama anak melakukan
penolakan guru mempunyai strategi khusus dalam menanganinya.
Prakteknya banyak anak yang belum bisa melakukan hal-hal yang
berhubungan dengan kemandrian, misalnya belum bisa makan dan minum sendiri.
GPK harus membuatkan PPI mengenai bina diri tentang makan dan minum. Bina
diri tentang makan dan minum sendiri harus melalui beberapa tahap seperti :
a. GPK mengenalkan alat-alat yang digunakan untuk makan dan minum seperti
sendok, piring, dan gelas, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 105
digilib.uns.ac.id
b. Setelah anak mengenal alat-alat tersebut anak dijelaskan mengenai fungsi dari
masing masing alat makan tersebut, dalam masa pengenalan in GPK
memerlukan waktu yang lumayan banayk karena GPK harus mengulang secara
terus menerus,
c. Jika anak sudah mengenal dan mengetahui fungsi dari alat-alat makan guru
membimbing anak untuk menggunakan alat-alat makan.
2. usaha-usaha untuk meningkatkan kemandirian anak autis
Tugas GPK tidak hanya mendidik anak autis. Membina dan
memaksimalkan kemampuan anak autis. Usaha GPK yang diberikan adalah
dengan memberikan pelayanan bimbingan terhadap kemandirian anak autis itu
sendiri. Beberapa alternatif usaha bimbingan dalam meningkatkan kemandirian
anak yaitu :
a. Bimbingan penyesuaian diri
Bina diri merupakan salah satu program ada didalam PPI yang
digunakan untuk meningkatkan keamndirian anak. Dalam bina diri anak
diajari untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Kebutuhan dalam konteks ini
bukan kebutuhan dalam sebenarnya, kebutuhan dalam hal ini adalah
melakukan hal-hal yang berhubungan dengan ADL seperti makan, minum,
mandi dan memakai baju.
Pelaksanaan program bina diri ini dilakukan seminggu sekali pada
hari jumat. Bina diri pada anak autis bervariasi atau tidak monoton. Salah satu
bina diri ini adalah anak autis diajari cara memakai baju, makan, menyiapkan
buku pelajaran sendiri, merapikan diri dan masih banyak lagi.
Berbagai reaksi akan muncul ketika anak melaksanakan PPI, reaksi
tersebut bisa berasal dari anak, sekolah dan orang tua. Reaksi tersebut dapat
diuraikan sebagai berkut :
1) Reaksi dari anak
Reaksi anak autis berbeda-beda antar satu anak dengan anak yang lain.
Reaksi ini berupa teriakan, tangisan, memukul meja dan masih banyak
lagi. Seperti yang diungkapakn Dewi Susilawati ”saat anak diintruksikan
commit
untuk melakukan tugas yang to userguru, akan ada reaksi penolakan
diberikan
perpustakaan.uns.ac.id 106
digilib.uns.ac.id
seperti teriak dan menangis” hal ini dapat dicontohkan pada MRR, saat
MRR diinstruksikan untuk menulis, MRR menunjukan reaksi penolakan
berupa menangis dan merengek, ketika dipaksa MRR menangis akan
tetapi GPK terus memaksa dan membimbing MRR agar tetap menulis
sampai MRR menyelesaikan tugasnya. Reaksi lain jug ditunjukanoleh
MLI, saat MLI di instruksikan untuk menulis, MLI akan terus menulis
terus sampai semua bukunya habis dan MLI. MLI tidak akan berhenti
menulis jika tidak diinstruksikan untuk berhenti.
2) Reaksi dari sekolah
Reaksi dari sekolah ini merupakan reaksi yang timbul saat anak autis
tidak mau mengerjakan tugas. Selama anak berada disekolah anak
diwajibkan bersosialisasi dengan teman-temannya. Berbagai respon
terhadap keberadaan anak autis berbeda beda. Ada yang mendukung dan
ada yang menolak. Sikap mendukung ditunjukan dengan anak yang
merespon dan mengajak autis bermain bersama sama. Sikap penolakan
ditunjukan dengan anak yang takut untuk mendekat dengan anak autis
karena mereka takut jika anak autis melukainya.
3) Reaksi dari orang tua
Orang tua anak autis merupakan orang tua yang sangat sensitif
mengenai anaknya, mereka menginginkan anaknya mendapatkan yang
terbaik disekolahan. Selama anak disekolah, orang tua menyerahkan
tanggung jawab mendidik anaknya kepada sekolah. Reaksi orang tua
beragam, ada yang mendukung dan ada yang menolak. Reaksi yang
menolak misalnya orang tua merasa tidak terima jika anaknya dibentak,
dalam pembelajaran anak autis guru bukan membentak tetapi hanya
bersikap tegas agar anak mempunyai kepatuhan terhadap guru.
Sebaliknya reaksi positif ditunjukan saat guru memberikan teguran
kepada anak dan orang tua membantu guru untuk mengarahkan anaknya.
b. Bimbingan Penyesuaian Pekerjaan
Bimbingan penyesuaian pekerjaan ini adalah anak dikenalkan tentang
commit
macam-macam pekerjaan dan anak to user
diajarkan tentang pekerjaan yang anak minati.
perpustakaan.uns.ac.id 107
digilib.uns.ac.id
c. Kendala Penilaian
1) GPK harus bekerja sama dengan guru kelas dan guru mata pelajaran dalam
penilaian hasil belajar anak, sehingga penilaian lebih rumit.
2) Penilaian anak kebanyakan berupa deskripsi tentang kemampuan anak,
sedangkan kemampuan akademik menjadi penilaian setelah kemampuan
kemandirian
GPK memiliki keterbatasan dalam menjalankan perannya untuk
mengawasi siswanya secara individual. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh
guru terbatas selama di sekolah atau ketika proses pembelajaran berlangsung.
Dengan kata lain GPK hanya melakukan bimbingan kemandirian terhadap anak
selama anak disekolah sedangkan selama anak dirumah proses pendidikan
diserahkan kepada orang tua.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 109
digilib.uns.ac.id
BAB V
A. Simpulan
commit to user
109
perpustakaan.uns.ac.id 110
digilib.uns.ac.id
B. Implikasi
Berdasarkan pada kesimpulan di atas maka implikasi dari penelitian ini
adalah :
1. Penyusunan PPI yang disesuaikan dengan kemampuan dari masing-masing
individu dapat meningkatkan kemampuan kemandirian anak autis.
2. karena pembuatan dan penyusunan PPI dilakukan berdasarkan kemampuan
individu, maka PPI dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengajar dan
mengembangkan tingkat kemandirian anak autis.
3. karena dalam pelaksanaan kemandirian sebagai implementasi PPI di SD N 2
Bendan masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi oleh GPK, maka
penggunaan PPI di SD N 2 Bendan belum maksimal.
C. Saran
1. Mengingat masih masih kurangnya kemandirian anak auits di SD N 2 Bendan
maka dirasakan perlu adanya peningkatan pembinaan dan penambahan
pendamping untuk anak autis di SD N 2 Bendan agar tingkat keamndirian anak
autis di SD N 2 Bendan lebih maksimal
2. Karena kurangnya kemandirian pada anak masih kurang, Penambahan waktu
untuk melaksanakan bina diri lebih baik ditambah. Misalnya dalam satu
minggu ada 2 atau 3 hari untuk melakukan bina diri. Karena untuk anak autis
bina diri sangat diperlukan.
commit to user