Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KESPRO

Nama : Wilda Alvina Paramita


Matkul : kespro dan KB
Dosen pengampu : dr. Adityo
1. Devinisi sek,seksualitas dan gender
Seks adalah perbedaan badani atau biologis perempuan dan laki-laki, yang sering disebut jenis
kelamin atau perbedaan organ reproduksi antara laki laki dan perempuan
seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas, yaitu :
Seksualitas dari dimensi biologis berkaitan dengan organ reproduksi dan alat kelamin, termasuk
bagaimana menjaga kesehatan dan memfungsikan secara optimal organ reproduksi dan dorongan
seksual.
Seksualitas dari dimensi psikologis erat kaitannya dengan bagaimana menjalankan fungsi
sebagai makhluk seksual, identitas peran atau jenis, serta bagaimana dinamika aspek-aspek
psikologis (kognisi, emosi, motivasi, perilaku) terhadap seksualitas itu sendiri
Dimensi sosial, seksualitas dilihat pada bagaimana seksualitas muncul dalam hubungan antar
manusia, bagaimana pengaruh lingkungan dalam membentuk pandangan tentang seksualitas
yang akhirnya membentuk perilaku seksual.
imensi kultural menunjukkan perilaku seks menjadi bagian dari budaya yang ada di masyarakat
Menurut World Health Organization (WHO), gender adalah sifat perempuan dan laki-laki,
seperti norma, peran, dan hubungan antara kelompok pria dan wanita, yang dikonstruksi secara
sosial. Gender dapat berbeda antara satu kelompok masyarakat dengan masyarakat lainnya, serta
dapat berubah sering waktu.
2. Faktor-Faktor Yang Mendorong dan Menghambat Terlaksananya
Kesetararaan Gender
Faktor penghambat
Adanya nilai agama yang dijunjung tinggi dalam masyarakat yang membedakan peran laki-laki
dan perempuan.
Adanya anggapan (nilai-nilai dalam masyarakat) bahwa laki-laki atau perempuan tidak bisa
melakukan kegiatan yang biasa dilakukan (sesuai kodratnya masing-masing).
Kurangnya kesadaran pihak laki-laki dan perempuan tentang kesetaraan peran yang seharusnya
mereka miliki dan berlaku umum. Sebab pada hakikatnya semua kegiatan yang bersifat non
kodrati dapat dilakukan oleh semua jenis kelamin.
Adanya anggapan bahwa laki-laki tidak layak bekerja di dapur karena laki-laki dianggap
tingkatannya lebih tinggi daripada perempuan.
Faktor pendorong
Yaitu adanya tekhnologi informasi yang semakin canggih dan modern sehingga
memudahkan informasi masuk dan menumbuhkan perkembangan pemikiran masyarakat
tentang adanya kesetaraan gender diantara mereka
3. MENGENAL ANALISA GENDER
(Oleh Orinton Purba)
Analisa gender adalah proses penganalisaan data dan informasi secara sistematis tentang
kondisi laki-laki dan perempuan untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan kedudukan, fungsi,
peran dan tanggungjawab dalam proses pembangunan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi
akses, partisipasi, kontrol dan manfaat (APKM). Analisis Gender dapat juga diartikan sebagai
suatu analisa yang dapat digunakan oleh pembuat kebijakan, perencana untuk menilai kelayakan
dan dampak kebijakan yang berbeda bagi perempuan dan laki-laki atas program dan/atau
peraturan yang diusulkan dan dilaksanakan. Analisa gender mengakui bahwa realitas kehidupan
perempuan serta laki-laki adalah berbeda, sedangkan kesempatan yang sama tidak harus berarti
menghasilkan hasil yang sama. Analisa gender timbul dari keperluan untuk menjadikan
pengalaman, perhatian, sebagai perempuan dan sebagai laki-laki ke dalam arusutama. Analisa
gender mengidentifikasi isu-isu gender yang disebabkan karena adanya perbedaan-perbedaan
peran serta hubungan sosial antara perempuan dan laki-laki. Karena perbedaan-perbedaan ini
bukan hanya menyebabkan adanya pembedaan diantara keduanya dalam pengalaman,
kebutuhan, pengetahuan, perhatian, tetapi juga berimplikasi pada perbedaan antara keduanya
dalam memperoleh akses dan manfaat dari pembangunan, berpartisipasi dalam pembangunan
serta memperoleh manfaat yang adil dari hasil pembangunan.

Analisis gender gender berfokus pada memahami perbedaan-perbedaan gender dalam peran,
aktivitas, kebutuhan dan kesempatan pada konteks tertentu. Analisa gender menyoroti perbedaan
peran laki-laki dan perempuan. Hal ini beragam sifatnya menurut waktu, budaya, kelas sosial,
etnik dan faktor-faktor lainnya. Itu sebabnya analisa gender: tidak memperlakukan perempuan
dan laki-laki sebagai kelompok yang homogen, tetapi memperlakukan sifat-sifat atas dasar
gender sebagai sesuatu yang dapat diubah dan memerlukan data terpilah menurut jenis kelamin.

Analisa gender yang diaplikasikan untuk intervensi pembangunan dapat mendorong: (1).
Mengetahui latar belakang terjadinya kesenjangan gender atau faktor penyebab terjadinya
kesenjangan; (2). Mengidentifikasi isu-isu gender, yaitu isu yang muncul karena adanya
perbedaan-perbedaan atas dasar gender yang mungkin terjadi diantara anggota keluarga dan/atau
di dalam masyarakat dalam memperoleh akses, kontrol, partisipasi dan manfaat dalam
pembangunan; (3). Memungkinkan para perencana melakukan perencanaan yang efektif, efisien,
berkeadilan dan memberdayakan melalui rancangan kebijakan dan strategi yang tepat dan
sensitif terhadap isu-isu gender.

Untuk dapat melakukan analisis gender, kita perlu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi
analisis gender, antara lain:
Akses : Faktor ini diperlukan untuk mengukur seberapa besar peluang atau kesempatan bagi
perempuan dan laki-laki untuk memanfaatkan sumber daya (baik sumber daya alam, sosial,
politik maupun waktu).

Partisipasi: Partisipasi adalah pelibatan atau keterwakilan yang sama antara perempuan dan
laki-laki dalam program, kegiatan, dalam pengambilan keputusan dalam pembangunan. Faktor
ini berguna untuk melihat proporsi dari laki-laki atau perempuan yang termarginalisasi baik
secara kelas, suku, ras maupun budaya.

Kontrol: Kontrol adalah kekuasaan untuk memutuskan bagaimana menggunakan sumber daya
dan siapa yang memiliki akses terhadap penggunaan sumber daya tersebut. Faktor ini
diperlukan untuk melihat proporsi perempuan atau laki-laki dalam pengambilan keputusan.

Manfaat: Manfaat adalah hasil-hasil dari suatu proses pembangunan. Faktor ini digunakan
untuk melihat proporsi manfaat pembangunan yang diterima oleh perempuan atu laki-laki.
Apakah manfaat tersebut cenderung menguntungkan salah satu jenis kelamin.

Model Gender Analysis Pathway (GAP)

Gender Analysis Pathway (GAP) adalah metode analisis untuk mengetahui kesenjangan gender
secara lengkap, mulai dengan melakukan analisis dan mengintegrasikan hasil analisis isu gender
ke dalam kebijakan/ program/kegitan hingga dalam proses menyusun rencana aksi. Model GAP
merupakan salah satu alat analisis gender yang dapat membantu para perencana dalam
melakukan pengarusutamaan gender ke dalam proses perencanaan kebijakan/program dan
kegiatan pembangunan.

Model atau metode GAP adalah metode analisis untuk mengetahui kesenjangan gender dengan
melihat aspek akses, peran, manfaat dan kontrol yang diperoleh laki-laki dan perempuan dalam
menerima manfaat pembangunan. Selain itu model GAP kita mengetahui kesenjangan gender
dan permasalahan gender. Dengan mengetahui kesenjangan gender tersebut para perencana atau
pembuat kebijakan dapat menyusun rencana melalui penyusunan kebijakan/ program/kegiatan
yang ditujukan untuk memperkecil atau menghapus kesenjangan gender. Langkah-langkah
analisa Model GAP ini adalah sebagai berikut:

Langkah 1: Tentukan Tujuan Kebijakan

Identifikasi dan menuliskan tujuan dari kebijakan, program dan kegiatan, memilih apa yang
kita analisis, apakah kebijkan, jika kebijakan yang menjadi fokus analisis maka yang menjadi
acuan kita adalah tujuan dari kebijakan tersebut, demikian juga jika kita memilih program atau
kegiatan yang dianalisis.

Langkah 2: Menyajikan Data terpilah

Sajikan data pembuka wawasan, data yang dimaksud adakah data terpilah menurut jenis
kelamin untuk melihat apakah ada kesenjangan gender. Data pembuka wawasan bisa berupa
data statistik yang kuantitatif atau yang kualitatif, misalnya hasil survei, hasil FGD atau
review pustaka, hasil kajian, hasil pengamatan atau hasil intervensi
kebijakan/program/kegiatan yang sedang dilakukan atau sudah dilakukan.

Langkah 3: Mengenali Isu Kesenjangan Gender

Menemukenali isu gender di dalam proses perencanaan kebijakan/ program/kegiatan dengan


menganalisis data pembuka wawasan dengan cara memperhatikan 4 faktor indikator gender
yaitu (1). Akses (2). Kontrol (3). Partisipasi dan (4). Manfaat.

Langkah 4: Menemukenali Isu Gender di Internal Lembaga

Menemukenali isu gender di intenal lembaga atau budaya organisasi yang menyebabkan
terjadinya isu gender, misalnya terkait dengan produk hukum, kebijakan, pemahaman gender
yang masih terbatas/kurang diantara pemgambil keputusan, perencana dan juga political wiil
dari pembuat kebijakan.

Langkah 5: Menemukenali Isu Gender di Eksternal Lembaga

Menemukenali isu gender di eksternal lembaga pada proses perencanaan, misalnya apakah
perencana program sensitif gender terhadap kondisi isu gender di dalam masyarakat yang
menjadi target program, kondisi masyarakat sasaran yang belum kondusif, misalnya, budaya
patriakhi dan stereotipe.

Langkah 6: Merumuskan Kebijakan

Merumuskan kembali tujuan kebijakan/program/kegiatan sesuai dengan hasil identifikasi dan


analisis tujuan.

Langkah 7: Menyusun Rencana Aksi

Menyusun rencana aksi yang responsif gender dengan merujuk pada isu gender yang telah
teridentifikasi (langkah 3-5) dan sesuai dengan tujuan program/kegiatan yang telah
direformulasi sesuai langkah 6.

Langkah 8: Pengukuran Hasil

Menetapkan data dasar untuk mengukur kemajuan pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan.


Data dasar dimaksud dapat diambil dari data pembuka wawasan seperti yang telah
diungkapkan pada langkah 2.

Langkah 9: Indikator Gender

Menetapkan indikator gender sebagai pengukuran hasil melalui ukuran kuantitatif maupun
kualitatif untuk memperhatikan apakah kesenjangan gender sudah tidak ada atau berkurang.

Sumber: BAPPENAS, 2002.


Model Problem Based Approach (PROBA)

PROBA yang dikembangkan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dengan dukungan


UNFPA. Model ini hampir sama dengan Model GAP. Perbedaannya, Model ini hanya dirancang
menjadi 5 (lima) langkah sebab dalam Model ini Langkah 1-3 Model GAP menjadi langkah
pertama. Adapun langkah-langkah analisis gender model PROBA adalah sebagai berikut:

Analisis Masalah Gender

Analisis masalah gender merupakan rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk


menetapkan/merumuskan masalah gender yang terjadi di tiap instansi atau wilayah. Beberapa
tahap analisis masalah gender yaitu:

Identifikasi data terpilah

Identifikasi data di sertai dengan kesenjangan gender yang terjadi di wilayah masing-masing
dalam bentuk data yang kualitatif maupun kuantitatif.

Penetapan masalah kesenjangan gender

Dari data terpilah yang menunjukan kesenjangan gender tersebut tetapkan masalah gender dalam
bentuk kalimat yang jelas.

Identifikasi faktor penyebab

Kesenjangan gender diformulasikan dan menganalisis apa yang menjadi faktor penyebab dari
kesenjangan, misalnya; faktor sosial/lingkungan, faktor agama, faktor adat istiadat/budaya,
faktor ekonomi, faktor peraturan perundang-undangan, faktor kebijakan dan lainnya.

Telaah Kebijakan

Telaah dari kebijakan, program dan kegiatan merupakan kegiatan untuk menelaah kembali
keputusan atau kebijakan/program/kegiatan yang telah di sepakati. Ada beberapa tahapan yang
perlu dilakukan pada telaah kebijakan yaitu;

Analisis kebijakan: Menulis kembali kebijakan/program/ kegiatan yang tertulis dalam


Rencana pembangunan Jangka Panjang untuk Pusat dan Daerah, Rencana Pembangunan
Jangka Menengah dan Rencana Kerja Pemerintah.

Klasifikasi kebijakan: Klasifikasikan kebijakan/program/ kegiatan dalam klasifikasi netral


(bias) atau responsif gender.

Penetapan kebijakan/program/kegiatan yang strategis

Dari berbagai kebijakan/ program/ kegiatan yang ada harus memilih kebijakan/ program/
kegiatan yang strategis yang di harapkan mampu untuk mengatasi masalah pembangunan.
Formulasi Kebijakan Baru

Dari kebijakan/program/kegiatan strategis yang ternyata bias dan netral gender reformulasikan
kebijakan/program/kegiatan baru yang responsif gender. Dari kebijakan baru yang responsif
gender, selanjutnya tuliskan tujuan baru yang responsif gender. Bandingkan dengan tujuan yang
lama.

Penyusunan Rencana Aksi

Setelah program pokok ditetapkan, selanjutnya ditentukan rencana aksi dan kegiatan intervensi
yang perlu dilakukan. Di dalam uraian kegiatan intervensi, tetapkan pula target/sasaran
pelaksanaan dan waktu pelaksanaan.

Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan langkah-langkah analisis dan
mengadakan perbaikan apabila diperlukan. Laporan monitoring evaluasi menjadi bahan masukan
untuk analisis kebijakan yang diperlukan berikutnya.

Problem Based Approach (PROBA)

4. PERAN GENDER

Peran gender adalah dimana peran laki-laki dan perempuan yang dirumuskan oleh masyarakat
berdasarkan tipe seksual maskulin dan feminitasnya. Misal peran laki-laki ditempatkan sebagai
pemimpin dan pencari nafkah karena dikaitkan dengan anggapan bahwa laki-laki adalah
makhluk yang lebih kuat, dan identik dengan sifat-sifatnya yang super dibandingkan dengan
perempuan.

undang-undang perkawinan ditetapkan bahwa peran suami adalah sebagai kepala keluarga dan
istri sebagai ibu rumah tangga. suami wajib melindungi istri, dan memberikan segala sesuatu
sesuai dengan keperluannya, sedangkan kewajiban istri adalah mengatur urusan rumah tangga
dengan sebaik-baiknya. dengan pembagian peran tersebut, berarti peran perempuan yang resmi
diakui yaitu peran mengatur urusan rumah tangga seperti membersihkan rumah, mencuci baju,
memasak, merawat anak.

pembedaan peran antara laki-laki dan perempuan berdasarkan gender dapat dibagi menjadi 4:

1. Pembedaan peran dalam hal pekerjaan, misalnya laki-laki dianggap pekerja yang produktif
yakni jenis pekerjaan yang menghasilkan uang (dibayar), sedangkan perempuan disebut sebagai
pekerja reproduktif yakni kerja yang menjamin pengelolaan seperti mengurusi pekerjaan rumah
tangga dan biasanya tidak menghasilkan uang

2. Pembedaan wilayah kerja, laki-laki berada diwilayah publi atau luar rumah dan perempuan
hanya berada didalam rumah atau ruang pribadi.
3. Pembedaan status, laki-laki disini berperan sebagai aktor utama dan perempuan hanya sebagai
pemain pelengkap.

4. Pembedaan sifat, perempuan dilekati dengan sifat dan atribut feminin seperti halus, sopan,
penakut, "cantik" memakai perhiasan dan cocoknya memakai rok. dan laki-laki dilekati dengan
sifat maskulinnya, keras, kuat, berani, dan memakai pakaian yang praktis.

Namun pada kenyataan saat ini sudah tidak adanya pembedaan peran gender seperti yang
telah disebutkan. saat ini peran antara aki dan perempuan hampirlah sama, tidak ada pembedaan
siapa yang harus memberi nafkah siapa yang harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. karena
pada faktanya banyak perempuan yang dapat menafkahi keluarganya sendiri, dan atau antara
suami dan istri sama-sama mencari nafkah.

5. Budaya yang Mempengaruhi gender


1. Sebagian besar masyarakat banyak dianut kepercayaan yang salah tentang apa arti menjadi
seorang wanita, dengan akibat yang berbahaya bagi kesehatan wanita. Dimana, dapat terjadi
ekstramarital seks yang hal ini menimbulkan perilaku seksual yang pada akhirnya berhubungan
dengan transmisi dari penyakit seksual seperti gonorhoe, syphilis, herpes genitalia, AIDS, kanker
servik, hepatitis B, dan lainnya.
2. Setiap masyarakat mengharapkan wanita dan pria untuk berpikir, berperasaan dan bertindak
dengan pola-pola tertentu dengan alasan hanya karena mereka dilahirkan sebagai wanita/pria.
Contohnya wanita diharapkan untuk menyiapkan masakan, membawa air dan kayu bakar,
merawat anak-anak dan suami. Sedangkan pria bertugas memberikan kesejahteraan bagi
keluarga di masa tua serta melindungi keluarga dari ancaman.
3. Gender dan kegiatan yang dihubungkan dengan jenis kelamin tersebut, semuanya adalah
hasil rekayasa masyarakat. Beberapa kegiatan seperti menyiapkan makanan dan merawat anak
adalah dianggap sebagai “kegiatan wanita”.
4. Kegiatan lain tidak sama dari satu daerah ke daerah lain diseluruh dunia, tergantung pada
kebiasaan, hukum dan agama yang dianut oleh masyarakat tersebut.
5. Peran jenis kelamin bahkan bisa tidak sama didalam suatu masyarakat, tergantung pada
tingkat pendidikan, suku dan umurnya, contohnya : di dalam suatu masyarakat, wanita dari
suku tertentu biasanya bekerja menjadi pembantu rumah tangga, sedang wanita lain
mempunyai pilihan yang lebih luas tentang pekerjaan yang bisa mereka pegang.
6. Peran gender diajarkan secara turun temurun dari orang tua ke anaknya. Sejak anak berusia
muda, orang tua telah memberlakukan anak perempuan dan laki-laki berbeda, meskipun
kadang tanpa mereka sadari
Berikut akan dipaparkan beberapa budaya yang mempengaruhi gender :
1. Budaya di Bali
Salah satu budaya yang mempengaruhi gender yaitu budaya patriaki atau patrilinial. Budaya
patriaki merupakan suatu budaya dimana yang dominan dan memegang kekuasaan dalam
keluarga berada di pihak ayah. Dalam sistem kekerabatan masyarakat khususnya Bali, Bali
termasuk dalam kelompok kekerabatan patrilinial yang dianut oleh masyarakat yang sangat
jelas menempatkan kaum laki-laki pada kedudukan yang lebih tinggi. Laki-laki berkedudukan
sebagai ahli waris, sebagai pelanjut nama keluarga, sebagai penerus keturunan, sebagai
anggota masyarakat adat dan juga mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan
keluarga maupun masyarakat luas. Dalam masyarakat yang menganut sistem kekerabatan
partilinial kaum perempuan justru sebaliknya yaitu mempunyai kedudukan yang sangat rendah,
tidak sebagai ahli waris, tidak sebagai pelanjut keturunan, tidak sebagai penerus nama keluarga
karena dalam perkawinan (pada umumnya) perempuan mengikuti suami dan juga tidak
menjadi anggota masyarakat adat.
2. Budaya di India
Salah satu budaya yang masih dianut di India sampai saat ini adalah budaya Patriaki. Budaya
patriaki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama
yang sentral dalam organisasi sosial. Dimana Ayah memiliki otoritas terhadap perempuan,
anak-anak dan harta benda. Secara tersirat sistem ini melembagakan pemerintahan dan hak
istimewa laki-laki dan menuntut subordinasi perempuan.
Di india terdapat satu kepercayaan yang masih diyakini sampai saat ini terkait dengan gender
yaitu kepercayaan atau keyakinan bahwa anak laki-laki akan memberikan kemakmuran kepada
keluarga, sedangkan jika memiliki anak perempuan akan menambah beban. Hal ini diperkuat
dengan adat yang berlaku di india yaitu adanya system pemberian mas kawin yang berlaku
dalam tradisi india dimana mempelai pria harus dibeli oleh mempelai wanita. Dibeli disini
diartikan setiap keluarga dari pihak anak perempuan wajib menyerahkan sejumlah besar uang
atau barang mewah kepada mempelai laki-laki dan keluarganya.
3. Budaya di Sulawesi Selatan
Selain budaya patriaki, budaya yang dianut di Sulawesi Selatan yang terkait dengan gender
adalah budaya siri. Budaya siri berlaku di masyarakat pesisir Sulawesi Selatan. Sebagian
masyarakat pesisir di Sulawesi Selatan menilai perempuan pekerja masih dianggap siri (tradisi
malu).
Mereka beranggapan keterlibatan perempuan dalam bekerja melecehkan tanggungjawab laki-
laki yang dinilai tidak mampu lagi menghidupi kebutuhan keluarga. Akibatnya, perempuan
pesisir hanya bisa menunggu dan menaruh harapan pada hasil tangkapan laki-laki yang sedang
melaut. Hal ini masih diturunkan turun-temurun sampai saat ini oleh masyarakat pesisir
Sulawesi Selatan
6. MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
1. Pengertian Kesehatan Reproduksi Remaja
Dalam proses tumbuh kembang, masa remaja merupakan peralihan antara masa
kanak-kanak ke masa dewasa. Proses ini ditandai dengan pertumbuhan fisik dan pematangan
fungsi organ hormonal serta pengaruh lingkungan. Factor-faktor ini berhubungan dengan
Kesehatan Reproduksi Remaja yang didefinisikan sebagai seuatu keadaan kesehatan yang
sempurna secara fisik, mental dan social dan bukan semata-mata terbebas dari penyakit atau
kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan system reproduksi.
Reproduksi adalah suatu proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan
demi kelestarian hidup (ICPD, 1994). Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat jasmani,
rohani dan bukan hanya terlepas dari ketidakhadiran penyakit atau kecacatan semata, yang
berhubungan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi.
Kesehatan reproduksi menurut Depkes (2004) adalah keadaan kesejahteraan fisik,
mental, dan sosial yang utuh (tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan) dalam
segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta prosesnya. Iskandar
(1995), menambahkan bahwa kesehatan reproduksi yaitu mencakup kondisi dimana wanita dan
pria dapat melakukan hubungan seks secara aman, dengan atau tanpa tujuan terjadinya
kehamilan, dan bila kehamilan diinginkan, wanita dimungkinkan menjalankan kehamilan
dengan aman, melahirkan anak yang sehat serta didalam kondisi siap merawat anak yang
dilahirkan. Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem,
fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-
mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta
sosial kultur.
2. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja
a) Hamil yang Tidak Dikehendaki (Unwanted Pregnancy)
Kehamilan yang tidak dikehendaki (Unwanted pregnancy) merupakan salah satu akibat
dari kurangnya pengetahuan remajamengenai perilaku seksual remaja. Faktor lain penyebab
semakin banyaknya terjadi kasus kehamilan yang tidak dikehendaki (unwanted pregnancy)
yaitu anggapan-anggapan remaja yang keliru seperti kehamilan tidak akan terjadi apabila
melakukan hubungan seks baru pertama kali, atau pada hubungan seks yang jarang dilakukan,
atau hubungan seks dilakukan oleh perempuan masih muda usianya, atau bila hubungan seks
dilakukan sebelum atau sesudah menstruasi, atau hubungan seks dilakukan dengan
menggunakan teknik coitus interuptus (senggama terputus) (Notoadmodjo, 2007).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Khisbiyah (1995) terdapat responden yang
mengatakan untuk menghindari kehamilan maka hubungan seks dilakukan di antara dua waktu
menstruasi. Informasi itu melakukan hubungan seks diantara dua menstruasi ini tentu saja
bertentangan dengan kenyataan bahwa sebenarnya masa anatara dua siklus menstruasi
merupakan masa subur bagi seorang wanita
Kehamilan yang tidak dikehendaki (unwanted pregnancy) membawa remaja pada dua
pilihan yaitu melanjutkan kehamilan kemudian melahirkan dalam usia remaja (early
childbearing) atau menggugurkan kandungan merupakan pilihan yang harus remaja itu jalani.
Banyak remaja putri yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy)
terus melanjutkan kehamilannya.
b.) Aborsi
Aborsi (pengguguran) berbeda dengan keguguran. Aborsi atau pengguguran kandungan
adalah terminasi (penghentian) kehamilan yang disengaja (abortus provokatus). Abortus
provocatus yaitu kehamilan yang diprovokasi dengan berbagai macam cara sehingga terjadi
pengguguran. Sedangkan keguguran adalah kehamilan berhenti karena faktor-faktor alamiah
(abortus spontaneus) (Hawari, 2006). Data yang tersedia dari 1.000.000 aborsi sekitar 60,0%
dilakukan oleh wanita yang tidak menikah, termasuk para remaja. Sekitar 70,0- 80,0%
merupakan aborsi yang tidak aman (unsafe abortion). Aborsi tidak aman (unsafe abortion)
merupakan salah satu faktor menyebabkan kematian ibu.
Menurut Hawari (2006), aborsi yang disengaja (abortus provocatus) ada dua macam
yaitu pertama, abortus provocatus medicalis yakni penghentian kehamilan (terminasi) yang
disengaja karena alasan medik. Praktek ini dapat dipertimbangkan, dapat
dipertanggungjawabkan dan dibenarkan oleh hukum. Kedua, abortus provocatus criminalis,
yaitu penghentian kehamilan (terminasi) atau pengguguran yang melanggar kode etik
kedokteran, melanggar hukum agama, haram menurut syariat Islam dan melanggar Undang-
Undang (kriminal).
c) Penyakit Menular Seksual (PMS)
Menurut Notoatmodjo (2007), penyakit menular seksual merupakan suatu penyakit yang
mengganggu kesehatan reproduksi yang muncul akibat dari prilaku seksual yang tidak aman.
Penyakit Menular Seksual (PMS) merupakan penyakit anak muda atau remaja, karena remaja
atau anak muda adalah kelompok terbanyak yang menderita penyakit menular seksual (PMS)
dibandingkan kelompok umur yang lain. PMS adalah golongan penyakit yang terbesar
jumlahnya (Duarsa, 2004) cit (Soetjiningsih, 2004) Remaja sering kali melakukan hubungan seks
yang tidak aman, adanya kebiasaan bergani-ganti pasangan dan melakukan anal seks
menyebabkan remaja semakin rentan untuk tertular Penyakit Menular Seksual (PMS), seperti
Sifilis, Gonore, Herpes, Klamidia. Cara melakukan hubungan kelamin pada remaja tidak hanya
sebatas pada genital-genital saja bisa juga orogenital menyebabkan penyakit kelamin tidak saja
terbatas pada daerah genital, tetapi juga pada daerah-daerah ekstra genital
Faktor-faktor yang mempengaruhi meningkatnya resiko penularan penyakit menular seksual
(PMS) pada remaja adalah faktor biologi, faktor psikologis dan perkembangan kognitif, perilaku
seksual, faktor legal dan etika dan pelayanan kesehatan khusus remaja.
d) HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus and Acquired Immunodeficiency Syndrome)
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah suatu sindrom atau kumpulan
gejala penyakit dengan karakteristik defisiensi kekebalan tubuh yang berat dan merupakan
manifestasi stadium akhir infeksi virus “HIV” (Tuti Parwati, 1996) cit (Notoatmodjo, 2007). HIV
(Human Immunodeficiency Virus) adalah retrovirus RNA tunggal yang menyebabkan AIDS
(Limantara, dkk, 2004) cit (Soetjiningsih, 2004). Menurut Limantara (2004) cit Soetjiningsih
(2004) faktor yang beresiko menyebabkan HIV pada remaja adalah perubahan fisiologis,
aktifitas sosial, infeksi menular seksual, prilaku penggunaan obat terlarang dan anak jalanan
dan remaja yang lari dari rumah. Perubahan fisiologis yang dapat menjadi resiko penyebab
infeksi dan perjalanan alamiah HIV meliputi perbedaan perkembangan sistem imun yang
berhubungan dengan jumlah limfosit dan makrofag pada stadium pubertas yang berbeda dan
perubahan pada sistem reproduksi.
Aktifitas seksual tanpa proteksi merupakan resiko perilaku yang paling banyak pada
remaja. Hubungan seksual dengan banyak pasangan juga meningkatkan resiko kontak dengan
virus HIV. Ada tiga tipe hubungan seksual yang berhubungan dengan transmisi HIV yaitu
vaginal, oral, dan anal.
3. Jenis-jenis penyakit yang menyerang Reproduksi Remaja
Jenis-jenis penyakit yang menyerang reproduksi remaja antara lain:
1. Gonorrhea (GO)
Penyakit yang disebabkan bakteri Neisseeria gonnorreheae, masa inkubasi atau masa tunasnya
2-10 hari sesudah kuman masuk ke tuuh melalui hubungan seks.
2. Sifilis (Raja Singa)
Penyakit yang disebabkan kuman treponema Pallidum. Masa inkubasinya atau masa tunasnya
2-6 minggu, kadang-kadang sampai 3 bulan sesudah kuman masuk kedalam tubuh melalui
hubungan seks. Setelah itu beberapa tahun dapat berlalu tanpa gejala.
3. Herpes Genitalis
Penyakit yang disebabkan virus herpes simplex, dengan masa inkubasi atau masa tunasnya 4-7
hari sesudah masuk ke tubuh melalui hubungan seks.
4. Trikomoniasis Vaginalis
Disebabkan oleh sejenis protozoa Trikomonas Vaginalis. Pada umumnya dikeluarkan melalui
hubungan seks.
5. Charcroid
Penyebabnya adalah bakteri Haemophilus ducrey, dan dikeluarkan melalui hubungan seksual.
6. Klamida
Penyakit menular seksual ini disebabkan oleh Klamida trachomatis.
7. Kondiloma akuminata Genital Warts (HPV)
Penyebabnya adalah virus Human Paipilloma.
4. Penyebab timbulnya penyakit PMS/HIV yang menyerang kesehatan reproduksi remaja
a. Hubungan seks dengan pasangan yang mengidap HIV, naik melalui vagina, dubur, maupun
mulut.
b. Jarum suntik dan alat-alat penusuk (tindik, tattoo, cukur kumis jenggot) yang tercemar
HIV.
c. Transfursi darah atau produk darah yang mengandung HIV.
d. Ibu hamil yang mengidap HIV kepada bayi dalam kandungan.
5. Cara menanggulangi penyakit PMS/HIV yang penyerang system reproduksi
a. Hindari perbuatan-perbuatan yang beresiko untuk kehidupanmu kelak.
b. Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menika.
c. Berani menolak ajakan yang beresiko tertular PMS atau HIV/AIDS.
d. Pilih teman yang berakhlak baik.
e. Bagi remaja yang sudah menikah harus saling setia. Artinya tidak melakukan hubungan
seksual dengan orang lain.
f. Gunakannlah masa remajamu untuk hal-hal yang bermanfaat.
6. Pentingnya kebersihan dan kesehatan pribadi bagi remaja
Kebersihan merupakan hal yang penting dalam pencegahan berbagai pengakit infeksi,
menjaga kesegaran dan keindahan tubuh. Menjaga kebersihan tubuh sangat penting bagi
semua orang terlebih pada remaja dengan banyak aktivitas gerak dan olahraga.tubuh cepat
berkeringat dan debu menempel pada tubuh sehingga perlu dibersihkan dengan segera.
Kemungkinan penyakit infeksi yang timbul antara lain
1. Infeksi pencernaan
2. Kulit
3. Tangan
4. Kaki
5. Kuku
6. Alat kelamin
7. Penanganan yang Dilakukan Untuk Mencegah Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja
Penanganan yang dilakukan untuk mencegah masalah kesehatan reproduksi remaja
adalah melalui empat pendekatan yaitu institusi keluarga, kelompok sebaya (peer group),
institusi sekolah dan tempat kerja. Institusi keluarga disini diharapkan orang tua harus mampu
menyampaikan informasi tentang kesehatan reproduksi dan sekaligus memberikan bimbingan
sikap dan prilaku kepada remaja.
Peer group diharapkan mampu tumbuh menjadi peer educator yang diharapkan dapat
membahas dan menangani permasalahan kesehatan reproduksi remaja. Institusi sekolah dan
tempat kerja merupakan jalur yang sangat potensial untuk melatih peer group ini, karena
institusi sekolah dan tempat kerja ini sangat mempengaruhi kehidupan dan pergaulan remaja.

7. PRAKTEK TRADISIONAL YANG BERPENGARUH BURUK TERHADAP


KESEHATAN REPRODUKSI
1. Pengertian
Praktik tradisional merupakan praktik atau kegiata berdasarkan cirri khas kebudayaan local
disuatu dareah tertentu yang masih dihubungkan dengan kepercayaan nenek moyang atau sang
leluhur. Dimana sangat wajib hukumnya menjalankan tradisi nenek moyang dengan alasan agar
warga didesa tersebut seelamat dari malapetaka/bahaya.

Masalah Kesehatan Reproduksi Dalam Praktik Tradisional


Tindak kekerasan seksual atau masalah kesehatan reproduksi dalam praktik tradisional warga
setempat, dimana mereka masih menerapkan peraturan adat yang mengikat dalam mengatur
kesehatan reproduksi dan akhirnya nanti akan berdampak buruk pada kesehatan reproduksi.
Menurut program kerja WHO ke IX (1996-2001), masalah kesehatan reproduksi ditinjau
dari pendekatan siklus kehidupan keluarga, meliputi :
Praktek tradisional yang berakibat buruk semasa anak-anak (seperti mutilasi, genital,
deskriminasi nilai anak, dsb).
Dibahas dalam pertemuan ICPD ( International conference on population and development) di
Kairo bahwa kebiasaan ini meningkatkan kerentanan anak perempuan terhadap hak asasi
manusia karena :
Sunat perempuan dilakukan terhadap anak perempuan yang tidak bisa memberikan informed
consent.
Ada kebiasaan di lingkungan budaya tertentu, di mana sunat perempuan mengarah kepada
genital mutilation, dan bisa berdampak negatif pada kesehatan perempuan
Praktek FGM (female genital mutilation) atau pemotongan alat kelamin perempuan, sampai saat
ini masih berlangsung di mana-mana, terutama di wilayah Sub Sahara Afrika. Ulama Al-Azhar
sendiri telah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan praktek itu, namun ulama di negara lain
seperti Indonesia seringkali bersikap ambigu. Di dunia berpenduduk Muslim seperti Indonesia,
praktek sunat perempuan tetap dilakukan meskipun di Saudi Arabia tidak ada praktek itu.
Memang benar bahwa praktek sunat perempuan di Indonesia tak separah akibatnya sebagaimana
yang dialami perempuan di Afrika. Namun, inti dari praktek itu adalah sama yaitu mengontrol
seksualitas perempuan, dan beranggapan bahwa perempuan pada dasarnya memiliki libido seks
yang perlu di kendalikan maka dari itu utuk mgendilakukan libido seks yang tinggi kelak
dilakukanlah praktik sunat itu. Jika dilihat dari sisi pelayanan kesehatan parktik tersebut sangat
tidak dianjurkan karena dapat berdamapak diantaranya :
1. Trauma psikologis yang dialami saat pemotongan
2. Dapat mengakibatkan infeksi karena ketidaksterila alatnya
3. Shock
4. Perdarahan hebat, perdarahan yang tidak terkontrol ataupun infeksi, dapat mengakibatkan
kematian
5. Rasa sakit kronis setiap kali melakukan hubungan seks
6. Infeksi radang panggul yang berulang ulang
7. Persalinan lama maupun partus macet
Deskriminasi nilai anak
Deskriminasi nilai anak sering sekali terjadi tanpa kita sadari, banyak sekali penjahat
seksual/pedofil yang mengincar anak-anak untuk diperkosa dengan alasan bisa menghilangkan
penyakit seksual yang dialaminya. Mereka tidak menyadari dengan melakukan itu mereka
menyumbang kematian anak-anak terbanyak.
Deskriminasi nilai anak disini bisa saja terjadi karena kepercayaan keluarga dimana
membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan seks didepan anaknya adalah sesuatu yang
tabu. Tetapi sebenarya hal itu bukanlah tabu hanya butuh kesiapan dan ketepatan usia dalam
membicaraan berbau seks. Pendidikan seks dini juga dapat memberikan proteksi kepada si anak,
misalnya jika ada orang lain yang tidak dikenal menyentuh organ vitalnya, maka beritahu dia
untuk berteriak atau lari sejauh mungkin. Dengan begitu anak akan mendapatkan pendidikan dini
soal seks, dan kemungkinan terjadinya deskriminasi nilai anak dapat dihindari, pemerkosaan dan
seks bebas juga bisa dicegah,
Praktek pemulihan keperawanan paska melahirkan dengan pemberian campuh. Campuh adalah
abu gosok dari kayu tertentu yang diramu dengan berbagai bumbu dapur seperti kunyit,
ketumbar bawang dan lada. Campuh itu kemudian dimasukan ke dalam vagina. Diyakini, cara ini
dapat mempercepat pemulihan luka-luka paska melahirkan dan sekaligus mengembalikan vagina
bak perawan lagi. Selain itu mereka percaya jenis sayuran genjer yang tumbuh liar di sawah
dapat membuat rapuh rahim dan karenanya pantang dimakan oleh mereka yang sedang hamil
muda atau pasca melahirkan.
Di Madura para wanita meyakini khasiat tongkat Madura yang beredar luas di pasar tradisional
terutama di penjual jamu. Khasiatnya sama seperti Campuh di Banten, tongkat Madura
berfungsi menyerap cairan vagina dengan maksud agar suami mendapatkan kenikmatan ekstra.
Telur akan menyebabkan darah haid lebih kental dan amis.
Dan darah yang berwarna kehitaman pertanda haid itu mengandung penyakit.
Dalam banyak tradisi, anak perempuan menjalankan diet tertentu seperti pantang makan buah-
buahan dan makanan berprotein seperti telur ayam dan ikan. Hal ini dimaksudkan untuk
mengontrol menstruasi perempuan agar sesuai dengan yang diharapkan masyarakat (lelaki)
kepadanya. Selain itu, remaja perempuan di desa-desa sangat rentan terhadap praktek
perkawinan usia dini. Diaman alasannya untuk membantu perekonomian keluarganya, terhindar
dari bahaya, dan memang merupakan tradisi asli turun-temurun diaman anak usia belia harus
segera dinikahkan.
Keyakinan rakyat Indonesia dimana mereka menganggap “ banyak anak banyak rezeki”,
sehingga pernikhan dini harus dilakukan tanpa berfikir akibat dan dampaknya.
Penyebabnya karena sang isteri “malas” melakukan hubungan seks setelah mereka masuk ke
masa menopause. Beredar kabar burung di kalangan mereka bahwa bagi perempuan yang telah
menopause sebaiknya berpantang melakukan hubungan seks karena seks akan menyebabkan
katarak.

8. DATA ANGKA AKI DAN AKB UPDATE TAHUN 2020


(INDONESIA-JAWA TENGAH-JEPARA)
Kematian Ibu•Setiap hari, 830 ibu di dunia (di Indonesia 38 ibu, berdasarkan AKI 305)
meninggal akibat penyakit/komplikasi terkait kehamilan dan persalinan (Sumber: Key facts.
Maternal mortality. 16 February 2018 https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/maternal-mortality )

Penyebab utama kematianKira-kira75% kematianibudisebabkan:–


Perdarahanparah(sebagianbesarperdarahanpascasalin)–infeksi(biasanyapascasalin)–
Tekanandarahtinggisaatkehamilan(pre-eclampsia/eclampsia)–Partuslama/macet–
Aborsiygtdkaman
Menurut Ketua Komite Ilmiah International Conference on Indonesia Family Planning and
Reproductive Health (ICIFPRH), Meiwita Budhiharsana, hingga tahun 2019 AKI Indonesia
masih tetap tinggi, yaitu 305 per 100.000 kelahiran hidup. Padahal, target 13Vol. XI,
No.24/II/Puslit/Desember/2019
AKI Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup.
. AKI ditargetkan turun dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 102 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Hingga tahun 2015, ternyata target MDGs 5 tersebut
tidak dapat dicapai. Hal ini memang sudah diprediksi sebelumnya. Dengan prediksi linier AKI,
Kementerian Kesehatan telah memperkirakan pada tahun 2015 Indonesia baru akan mencapai
angka 161 per 100.000 kelahiran hidup. Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012
menunjukkan AKI sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan hasil Survei Penduduk
Antar Sensus (SUPAS) 2015 menunjukkan AKI sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup, masih
sangat tinggi dibandingkan perkiraan Kementerian Kesehatan. Data lain ditunjukkan oleh Bank
Dunia yang menyatakan bahwa sejak 2000, AKI di Indonesia menunjukkan tren menurun,
dengan menyebutkan bahwa rasio AKI di Indonesia sebesar 177 per 100.000 kelahiran hidup
pada 2017.
Dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs), target AKI
adalah 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030.
Untuk angka kematian bayi selama lima tahun terakhir masing-masing 191 (2013) ), 147 (2014),
134 (2015), 115 (2016) dan menurun menjadi 108 (2017). Sementara untuk angka kematian ibu,
masing-masing 26 (2013) ), 19 (2014), 11 (2015), 14 (2016) dan menurun menjadi 12 (2017).
husus untuk angka kematian balita, lima tahun terakhir juga mengalami penurunan. Yakni
sebanyak 203 (2013), 162 (2014), 156 (2015), 124 (2016) dan menurun menjadi 117 (2017),
Data menurut Dinkes Provinsi Jawa Tengah
gka Kematian Ibu di Jateng pada tahun 2013 mencapai 613 kasus. Jumlah itu terus ditekan.
Hasilnya hingga 2018 ini hanya terjadi 421 kasus AKI.

---------
Artikel ini sudah Terbit di AyoSemarang.com, dengan Judul Grafik AKI dan AKB Jateng Terus
Menurun, pada URL https://www.ayosemarang.com/read/2019/03/26/38510/grafik-aki-dan-akb-
jateng-terus-menurun .
Angka Kematian Bayi (AKB) juga terus mengalami penurunan. Di tahun 2016, angka kematian
bayi mencapai 5.485 kasus. Jumlah itu terus ditekan hingga 2018. Hasilnya, angka kematian bayi
menurun menjadi 4.481 kasus.
Artikel ini sudah Terbit di AyoSemarang.com, dengan Judul Grafik AKI dan AKB Jateng Terus
Menurun, pada URL https://www.ayosemarang.com/read/2019/03/26/38510/grafik-aki-dan-akb-
jateng-terus-menurun
9. Penyebab tingginya angka kematian ibu dan bayi (analisa sampai tahun 2020)
A. Angka Kematian Ibu (AKI)
Merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan dan menjadi salah
satu komponen indeks pembangunan maupun indeks kualitas hidup (Sumarmi, 2017).
Angka Kematian Ibu di Indonesia turun dari 4.999 pada tahun 2015 menjadi 4912 di tahun
2016, dan di tahun 2017 sebanyak 1712 kasus. Menurut Ketua Komite Ilmiah International
Conference on Indonesia Family Planning and Reproductive Health (ICIFPRH), Meiwita
Budhiharsana, hingga tahun 2019 AKI Indonesia masih tetap tinggi, yaitu 305 per 100.000
kelahiran hidup. Padahal, target AKI Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 per 100.000
kelahiran hidup.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo,
dalam acara Nairobi Summit dalam rangka ICPD 25 (International Conference on Population
and Development ke-25) yang diselenggarakan pada tanggal 12-14 November 2019 menyatakan
bahwa tingginya AKI merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi Indonesia sehingga
menjadi salah satu komitmen prioritas nasional, yaitu mengakhiri kematian ibu saat hamil dan
melahirkan. Tulisan singkat ini akan membahas mengenai faktor penyebab tingginya AKI dan
upaya apa saja yang telah dilakukan untuk menurunkan AKI.

B. Angka Kematian Bayi ( AKB)


Angka kematian bayi adalah jumlah meninggalnya bayi yang berusia di bawah 1 tahun per 1.000
kelahiran yang terjadi dalam kurun satu tahun. Angka ini kerap digunakan sebagai acuan untuk
menilai baik-buruknya kondisi ekonomi, sosial, maupun lingkungan di suatu negara.
Menurut data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, jumlah kasus kematian bayi di
Indonesia turun dari 33.278 di tahun 2015 menjadi 32.007 pada tahun 2016, dan di tahun 2017
sebanyak 10.294 kasus.
Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), angka kematian bayi di Indonesia pada
2019 lalu adalah 21,12. Angka ini menurun dari catatan pada 2018 ketika angka kematian bayi
di Indonesia masih mencapai 21,86 atau pada 2017 yang mencapai 22,62

C. Faktor Penyebab Kematian Ibu


Masalah yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan, termasuk AKI tidak dapat dilepaskan
dari berbagai faktor yang mempengaruhinya, antara lain status kesehatan ibu dan kesiapan untuk
hamil, pemeriksaan antenatal (masa kehamilan), pertolongan persalinan dan perawatan segera
setelah persalinan, serta faktor sosial budaya (E. Kristi Poerwandari dan Yenina Akmal, 2000:
436).
Faktor Penyebab terjadinya Kematian Ibu paling sering terjadi yaitu pendarahan saat
mengandung atau melahirkan, eklampsia dan infeksi, tidak hanya itu saja faktor kesehatan ibu
seperti kekurangan gizi saat mengandung, anemia, hipertensi, dapat memicu terjadinya
kematian. Faktor eksternal juga dapat mempengaruhi seperti ketersediaan infrastruktur
kesehatan memadai atau tidak, serta kesadaran keluarga untuk meminta bantuan tenaga
kesehatan (dokter dan bidan) dalam proses persalinan.

D. Faktor Penyebab Kematian Bayi


Penyebab terjadinya AKB (Angka Kematian Bayi) :
1. Pneumonia, penyakit ini dikenal dengan istilah paru-paru basah yang memicu inflamasi pada
kantong-kantong udara di salah satu atau kedua paru-paru. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri,
jamur, dan virus. Penularan pneumonia ini terjadi ketika seorang penderita mengalami bersin
atau batuk di depan orang yang belum terkena virus tersebut, maka virus itu akan cepat menular
ke orang lain.
2. Diare, penyakit ini ditandai dengan encernya tinja dan seringnya buang air besar dalam
frekuensi yang lebih besar di banding biasanya. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian karna
hilangnya banyak cairan dalam tubuh saat buang air besar, sehingga penderita diare ini dapat
terseang dehidrasi.
3. Cacat bawaan lahir
Cacat bawaan lahir adalah kelainan struktural pada bagian tertentu tubuh bayi yang langsung
ada saat ia dilahirkan. Kondisi bayi yang mengalami kelainan ini akan sangat dipengaruhi oleh
bagian tubuh mana yang terdapat kelainan dan seberapa parah kondisi itu.
Bayi yang lahir dengan kondisi ini butuh penanganan khusus agar dapat hidup lebih lama. Bagi
bayi yang dapat bertahan melewati usia 1 tahun, ia mungkin harus menjalani serangkaian terapi
untuk menunjang tumbuh kembangnya.
4. Bayi lahir prematur dan memiliki berat lahir rendah
Bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum usia kandungan mencapai 37 minggu. Namun,
ada juga bayi yang lahir sangat prematur, yakni sebelum usia kandungan genap 32 minggu.
Bayi inilah yang berisiko tinggi menambah angka kematian bayi di suatu negara. Selain
mengalami berat lahir rendah, bayi sangat prematur kemungkinan mengalami masalah pada
pernapasan, pencernaan, tumbuh kembang, hingga fungsi alat inderanya.
5. Komplikasi kehamilan
Komplikasi ini adalah masalah kesehatan yang terjadi selama kehamilan. Masalah kesehatan
tersebut dapat memengaruhi ibu, bayi, atau keduanya.
6. Sindrom kematian bayi mendadak (SIDS)
SIDS adalah kematian bayi di bawah 1 tahun karena penyebab yang tidak jelas. Untuk
mencegah SIDS, salah satu langkah yang dapat dilakukan orangtua adalah menidurkan bayi
dalam posisi punggung di bawah dan memastikan tidak ada objek di sekitar bayi yang dapat
menutup jalan napasnya, termasuk bantal, guling, selimut, maupun mainan.
7. Kecelakaan lainnya
Kecelakaan lain yang dimaksud di sini bisa sangat beragam, misalnya kecelakaan kendaraan,
tenggelam, keracunan, dan lain-lain.

10. Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi


Cara mencegah Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Ibu :

1. Hindari 4T (Terlalu muda, Terlalu tua, Terlalu dekat, Terlalu banyak). Sebaiknya wanita
hamil dianjurkan usia 20-35 tahun. kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun akan
menyebabkan resiko kematian pada ibu.
2. Pemenuhan gizi ibu hamil. Selama kehamilan ibu di anjurkan untuk konsumsi makanan
sehat dan bergizi yang mengandung vitamin, mineral, protein dan sejenisnya serta pola makan
yang seimbang. Selama kehamilan ibu tidak di anjurkan untuk minum jamu, minuman keras
atau merokok, sebab kebiasaan itu dapat membahayakan kandungan.
3. Perawatan diri sehari-hari :
gosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur
mandi 2x sehari menggunakan sabun
mencuci tangan menggunakan sabun
istirahat yang cukup
memotong kuku
kurangi kegiatan yang berat-berat
4. Persalinan di tolong oleh tenanga kesehatan. Persalinan sebaiknya di tolong oleh tenaga
kesehatan, karena tenaga kesehatan akan lebih melaksanakan standart pelayanan minimal
persalinan sehingga dapat meminimalisir terjadinya risiko kematian pada ibu dan bayi. Hal ini
merupakan upaya agar ibu dan bayi yang dilahirkan selamat dan sehat.
5. Pemberian ASI eksklusif pada bayi. ASI diberikan pada bayi berusia 0-6 bulan, fungsi ASI
sendiri sebagai imunitas bayi menjadi optimal, sehingga mencegah bayi dari berbagai penyakit.

Anda mungkin juga menyukai