Analisis gender gender berfokus pada memahami perbedaan-perbedaan gender dalam peran,
aktivitas, kebutuhan dan kesempatan pada konteks tertentu. Analisa gender menyoroti perbedaan
peran laki-laki dan perempuan. Hal ini beragam sifatnya menurut waktu, budaya, kelas sosial,
etnik dan faktor-faktor lainnya. Itu sebabnya analisa gender: tidak memperlakukan perempuan
dan laki-laki sebagai kelompok yang homogen, tetapi memperlakukan sifat-sifat atas dasar
gender sebagai sesuatu yang dapat diubah dan memerlukan data terpilah menurut jenis kelamin.
Analisa gender yang diaplikasikan untuk intervensi pembangunan dapat mendorong: (1).
Mengetahui latar belakang terjadinya kesenjangan gender atau faktor penyebab terjadinya
kesenjangan; (2). Mengidentifikasi isu-isu gender, yaitu isu yang muncul karena adanya
perbedaan-perbedaan atas dasar gender yang mungkin terjadi diantara anggota keluarga dan/atau
di dalam masyarakat dalam memperoleh akses, kontrol, partisipasi dan manfaat dalam
pembangunan; (3). Memungkinkan para perencana melakukan perencanaan yang efektif, efisien,
berkeadilan dan memberdayakan melalui rancangan kebijakan dan strategi yang tepat dan
sensitif terhadap isu-isu gender.
Untuk dapat melakukan analisis gender, kita perlu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi
analisis gender, antara lain:
Akses : Faktor ini diperlukan untuk mengukur seberapa besar peluang atau kesempatan bagi
perempuan dan laki-laki untuk memanfaatkan sumber daya (baik sumber daya alam, sosial,
politik maupun waktu).
Partisipasi: Partisipasi adalah pelibatan atau keterwakilan yang sama antara perempuan dan
laki-laki dalam program, kegiatan, dalam pengambilan keputusan dalam pembangunan. Faktor
ini berguna untuk melihat proporsi dari laki-laki atau perempuan yang termarginalisasi baik
secara kelas, suku, ras maupun budaya.
Kontrol: Kontrol adalah kekuasaan untuk memutuskan bagaimana menggunakan sumber daya
dan siapa yang memiliki akses terhadap penggunaan sumber daya tersebut. Faktor ini
diperlukan untuk melihat proporsi perempuan atau laki-laki dalam pengambilan keputusan.
Manfaat: Manfaat adalah hasil-hasil dari suatu proses pembangunan. Faktor ini digunakan
untuk melihat proporsi manfaat pembangunan yang diterima oleh perempuan atu laki-laki.
Apakah manfaat tersebut cenderung menguntungkan salah satu jenis kelamin.
Gender Analysis Pathway (GAP) adalah metode analisis untuk mengetahui kesenjangan gender
secara lengkap, mulai dengan melakukan analisis dan mengintegrasikan hasil analisis isu gender
ke dalam kebijakan/ program/kegitan hingga dalam proses menyusun rencana aksi. Model GAP
merupakan salah satu alat analisis gender yang dapat membantu para perencana dalam
melakukan pengarusutamaan gender ke dalam proses perencanaan kebijakan/program dan
kegiatan pembangunan.
Model atau metode GAP adalah metode analisis untuk mengetahui kesenjangan gender dengan
melihat aspek akses, peran, manfaat dan kontrol yang diperoleh laki-laki dan perempuan dalam
menerima manfaat pembangunan. Selain itu model GAP kita mengetahui kesenjangan gender
dan permasalahan gender. Dengan mengetahui kesenjangan gender tersebut para perencana atau
pembuat kebijakan dapat menyusun rencana melalui penyusunan kebijakan/ program/kegiatan
yang ditujukan untuk memperkecil atau menghapus kesenjangan gender. Langkah-langkah
analisa Model GAP ini adalah sebagai berikut:
Identifikasi dan menuliskan tujuan dari kebijakan, program dan kegiatan, memilih apa yang
kita analisis, apakah kebijkan, jika kebijakan yang menjadi fokus analisis maka yang menjadi
acuan kita adalah tujuan dari kebijakan tersebut, demikian juga jika kita memilih program atau
kegiatan yang dianalisis.
Sajikan data pembuka wawasan, data yang dimaksud adakah data terpilah menurut jenis
kelamin untuk melihat apakah ada kesenjangan gender. Data pembuka wawasan bisa berupa
data statistik yang kuantitatif atau yang kualitatif, misalnya hasil survei, hasil FGD atau
review pustaka, hasil kajian, hasil pengamatan atau hasil intervensi
kebijakan/program/kegiatan yang sedang dilakukan atau sudah dilakukan.
Menemukenali isu gender di intenal lembaga atau budaya organisasi yang menyebabkan
terjadinya isu gender, misalnya terkait dengan produk hukum, kebijakan, pemahaman gender
yang masih terbatas/kurang diantara pemgambil keputusan, perencana dan juga political wiil
dari pembuat kebijakan.
Menemukenali isu gender di eksternal lembaga pada proses perencanaan, misalnya apakah
perencana program sensitif gender terhadap kondisi isu gender di dalam masyarakat yang
menjadi target program, kondisi masyarakat sasaran yang belum kondusif, misalnya, budaya
patriakhi dan stereotipe.
Menyusun rencana aksi yang responsif gender dengan merujuk pada isu gender yang telah
teridentifikasi (langkah 3-5) dan sesuai dengan tujuan program/kegiatan yang telah
direformulasi sesuai langkah 6.
Menetapkan indikator gender sebagai pengukuran hasil melalui ukuran kuantitatif maupun
kualitatif untuk memperhatikan apakah kesenjangan gender sudah tidak ada atau berkurang.
Identifikasi data di sertai dengan kesenjangan gender yang terjadi di wilayah masing-masing
dalam bentuk data yang kualitatif maupun kuantitatif.
Dari data terpilah yang menunjukan kesenjangan gender tersebut tetapkan masalah gender dalam
bentuk kalimat yang jelas.
Kesenjangan gender diformulasikan dan menganalisis apa yang menjadi faktor penyebab dari
kesenjangan, misalnya; faktor sosial/lingkungan, faktor agama, faktor adat istiadat/budaya,
faktor ekonomi, faktor peraturan perundang-undangan, faktor kebijakan dan lainnya.
Telaah Kebijakan
Telaah dari kebijakan, program dan kegiatan merupakan kegiatan untuk menelaah kembali
keputusan atau kebijakan/program/kegiatan yang telah di sepakati. Ada beberapa tahapan yang
perlu dilakukan pada telaah kebijakan yaitu;
Dari berbagai kebijakan/ program/ kegiatan yang ada harus memilih kebijakan/ program/
kegiatan yang strategis yang di harapkan mampu untuk mengatasi masalah pembangunan.
Formulasi Kebijakan Baru
Dari kebijakan/program/kegiatan strategis yang ternyata bias dan netral gender reformulasikan
kebijakan/program/kegiatan baru yang responsif gender. Dari kebijakan baru yang responsif
gender, selanjutnya tuliskan tujuan baru yang responsif gender. Bandingkan dengan tujuan yang
lama.
Setelah program pokok ditetapkan, selanjutnya ditentukan rencana aksi dan kegiatan intervensi
yang perlu dilakukan. Di dalam uraian kegiatan intervensi, tetapkan pula target/sasaran
pelaksanaan dan waktu pelaksanaan.
Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan langkah-langkah analisis dan
mengadakan perbaikan apabila diperlukan. Laporan monitoring evaluasi menjadi bahan masukan
untuk analisis kebijakan yang diperlukan berikutnya.
4. PERAN GENDER
Peran gender adalah dimana peran laki-laki dan perempuan yang dirumuskan oleh masyarakat
berdasarkan tipe seksual maskulin dan feminitasnya. Misal peran laki-laki ditempatkan sebagai
pemimpin dan pencari nafkah karena dikaitkan dengan anggapan bahwa laki-laki adalah
makhluk yang lebih kuat, dan identik dengan sifat-sifatnya yang super dibandingkan dengan
perempuan.
undang-undang perkawinan ditetapkan bahwa peran suami adalah sebagai kepala keluarga dan
istri sebagai ibu rumah tangga. suami wajib melindungi istri, dan memberikan segala sesuatu
sesuai dengan keperluannya, sedangkan kewajiban istri adalah mengatur urusan rumah tangga
dengan sebaik-baiknya. dengan pembagian peran tersebut, berarti peran perempuan yang resmi
diakui yaitu peran mengatur urusan rumah tangga seperti membersihkan rumah, mencuci baju,
memasak, merawat anak.
pembedaan peran antara laki-laki dan perempuan berdasarkan gender dapat dibagi menjadi 4:
1. Pembedaan peran dalam hal pekerjaan, misalnya laki-laki dianggap pekerja yang produktif
yakni jenis pekerjaan yang menghasilkan uang (dibayar), sedangkan perempuan disebut sebagai
pekerja reproduktif yakni kerja yang menjamin pengelolaan seperti mengurusi pekerjaan rumah
tangga dan biasanya tidak menghasilkan uang
2. Pembedaan wilayah kerja, laki-laki berada diwilayah publi atau luar rumah dan perempuan
hanya berada didalam rumah atau ruang pribadi.
3. Pembedaan status, laki-laki disini berperan sebagai aktor utama dan perempuan hanya sebagai
pemain pelengkap.
4. Pembedaan sifat, perempuan dilekati dengan sifat dan atribut feminin seperti halus, sopan,
penakut, "cantik" memakai perhiasan dan cocoknya memakai rok. dan laki-laki dilekati dengan
sifat maskulinnya, keras, kuat, berani, dan memakai pakaian yang praktis.
Namun pada kenyataan saat ini sudah tidak adanya pembedaan peran gender seperti yang
telah disebutkan. saat ini peran antara aki dan perempuan hampirlah sama, tidak ada pembedaan
siapa yang harus memberi nafkah siapa yang harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. karena
pada faktanya banyak perempuan yang dapat menafkahi keluarganya sendiri, dan atau antara
suami dan istri sama-sama mencari nafkah.
---------
Artikel ini sudah Terbit di AyoSemarang.com, dengan Judul Grafik AKI dan AKB Jateng Terus
Menurun, pada URL https://www.ayosemarang.com/read/2019/03/26/38510/grafik-aki-dan-akb-
jateng-terus-menurun .
Angka Kematian Bayi (AKB) juga terus mengalami penurunan. Di tahun 2016, angka kematian
bayi mencapai 5.485 kasus. Jumlah itu terus ditekan hingga 2018. Hasilnya, angka kematian bayi
menurun menjadi 4.481 kasus.
Artikel ini sudah Terbit di AyoSemarang.com, dengan Judul Grafik AKI dan AKB Jateng Terus
Menurun, pada URL https://www.ayosemarang.com/read/2019/03/26/38510/grafik-aki-dan-akb-
jateng-terus-menurun
9. Penyebab tingginya angka kematian ibu dan bayi (analisa sampai tahun 2020)
A. Angka Kematian Ibu (AKI)
Merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan dan menjadi salah
satu komponen indeks pembangunan maupun indeks kualitas hidup (Sumarmi, 2017).
Angka Kematian Ibu di Indonesia turun dari 4.999 pada tahun 2015 menjadi 4912 di tahun
2016, dan di tahun 2017 sebanyak 1712 kasus. Menurut Ketua Komite Ilmiah International
Conference on Indonesia Family Planning and Reproductive Health (ICIFPRH), Meiwita
Budhiharsana, hingga tahun 2019 AKI Indonesia masih tetap tinggi, yaitu 305 per 100.000
kelahiran hidup. Padahal, target AKI Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 per 100.000
kelahiran hidup.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo,
dalam acara Nairobi Summit dalam rangka ICPD 25 (International Conference on Population
and Development ke-25) yang diselenggarakan pada tanggal 12-14 November 2019 menyatakan
bahwa tingginya AKI merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi Indonesia sehingga
menjadi salah satu komitmen prioritas nasional, yaitu mengakhiri kematian ibu saat hamil dan
melahirkan. Tulisan singkat ini akan membahas mengenai faktor penyebab tingginya AKI dan
upaya apa saja yang telah dilakukan untuk menurunkan AKI.
1. Hindari 4T (Terlalu muda, Terlalu tua, Terlalu dekat, Terlalu banyak). Sebaiknya wanita
hamil dianjurkan usia 20-35 tahun. kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun akan
menyebabkan resiko kematian pada ibu.
2. Pemenuhan gizi ibu hamil. Selama kehamilan ibu di anjurkan untuk konsumsi makanan
sehat dan bergizi yang mengandung vitamin, mineral, protein dan sejenisnya serta pola makan
yang seimbang. Selama kehamilan ibu tidak di anjurkan untuk minum jamu, minuman keras
atau merokok, sebab kebiasaan itu dapat membahayakan kandungan.
3. Perawatan diri sehari-hari :
gosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur
mandi 2x sehari menggunakan sabun
mencuci tangan menggunakan sabun
istirahat yang cukup
memotong kuku
kurangi kegiatan yang berat-berat
4. Persalinan di tolong oleh tenanga kesehatan. Persalinan sebaiknya di tolong oleh tenaga
kesehatan, karena tenaga kesehatan akan lebih melaksanakan standart pelayanan minimal
persalinan sehingga dapat meminimalisir terjadinya risiko kematian pada ibu dan bayi. Hal ini
merupakan upaya agar ibu dan bayi yang dilahirkan selamat dan sehat.
5. Pemberian ASI eksklusif pada bayi. ASI diberikan pada bayi berusia 0-6 bulan, fungsi ASI
sendiri sebagai imunitas bayi menjadi optimal, sehingga mencegah bayi dari berbagai penyakit.