Anda di halaman 1dari 23

Ekonomi don K e u a n g a n I n a o n o s i a Volumo X U .

Nom 199

Pengembangan Pola Bantuan Daerah


dalam Repelita VI
(Pembangunan Jangka Panjang Tahap II)

S u s i y a t i B. Hirawan

ABSTRACT
During the last few year, there has been an increasing demand for i
greater autonomy given to local government. Consequently, it is widely
believed that the current system of grant allocations should also bt
improved, in terms of kind of grant (block versus specific grants) as wel
as the base for grants allocation.
This article reviews the development of the grants allocation system during
the last 25 years. The Author finds that the contribution of block grant,
allocation (known as Inpres Dati I and-Dati II) to regional economic
development is greater than those of specific grants. However, the shan
of this kind ofgrants has been decreasing. The author also encounters tha r
both the purpose and the base for allocating the grants are not clearly
defined.

215
Hirawan

L PENOAHULUAN
Pembangunan Jangka Panjang Tabap II (PJPT II) yang akan dimulai dalam
Repelita VI mendatang dapat dikatakan sebagai babak baru bagi bangsa
Indonesia, kbususnya setelab terjadi beberapa perubaban struktural
perekonomian nasional akbir-akbir ini, yang terdiri dari :
1. Perubaban dalam struktur penerimaan dalam negeri pemerintab,
dari penerimaan migas kepada penerimaan di luar migas,
kbususnya penerimaan pajak;
2. Perubaban dalam penerimaan devisa basil perdagangan luar
negeri, dari penerimaan basil ekspor migas kepada penerimaan
basil ekspor nonmigas;
3. Peranan dari sektor swasta yang makin besar dan sudab lebib
besar dari peranan sektor negara dalam pembiayaan investasi;
4. Peranan dari pemerintab daerab yang semakin besar, bukan saja
karena barus meningkatkan kemandirian dalam pembiayaan
pembangunan di daerab, tetapi juga karena perlu melayani sektor
dunia usaba/swasta yang semakin meningkat kegiatannya di
daerab.
Perubaban struktural tesebut diperkirakan akan berlangsung terus,
bahkan akan semakin meningkat dimasa depan.
Adanya perubaban struktural yang menyangkut pembangunan
daerah tersebut memerlukan penyempurnaan berbagai kebijaksanaan,
khususnya yang mengatur bubungan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerab. Sesuai dengan prinsip otonomi daerab yang nyata,
dinamis dan bertanggung jawab, penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerab secara bertabap akan semakin banyak dilimpabkan
pada daerab. Dengan semakin meningkatnya kewenangan pemerintab
pusat yang diberikan kepada daerab, maka peranan keuangan daerab akan
semakin penting, karena daerab dituntut untuk dapat lebib aktif lagi dalam
memobilisasikan sumber dananya sendiri di samping mengelola dana yang
diterima dari pemerintab pusat secara efisien. Demikian juga daerab
dituntut untuk meningkatkan kesiapan aparatur daerab dalam mengbadapi
masalab-masalab pembangunan yang lebib kompleks lagi. Pemerintab
daerab diharapkan dapat terus meningkatkan peranannya dalam
pembangunan di wilayah masing-masing, sebab sukses tidaknya
pembangunan nasional makin tergantung pada sukses tidaknya
pembangunan di tiap daerab.
Tidak dapat dipungkiri babwa peranan bantuan pusat kepada daerab
dalam penyelenggaraan pembangunan daerah sangat dibutuhkan dan
penting bagi daerab. Hal ini sesuai dengan azas negara kesatuan Indonesia
yang menyatakan babwa daerab merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari pemerintab pusat, dan oleb karena itu, pembangunan daerab adalab
identik dengan pembangunan nasional, bukan saja antar tingkat
296
Pengembangan Pola Bantuan Daerah

pemerintahan, tetapi juga mencakup faktor-faktor strategi pembangunan


dan pengawasan terhadap daerah. Atas dasar ini, maka kemandirian
daerah dalam pembiayaan daerah tidak dapat ditafsirkan bahwa
pemerintah daerah harus dapat membiayai seluruh pengeluarannya dengan
dana dari penerimaan asli daerab. Logi pemerataan yang merupakan logi
pertama dari trilogi pembangunan memungkinkan diberikannya bantuan
atau sumbangan pemerintab pusat kepada daerah. Oleb karena itulab,
untuk menjamin tercapainya pemerataan pembangunan antar daerab, maka
sumber-sumber penerimaan yang penting dikuasai oleb pusat/negara, dan
selanjutnya didistribusikan kepada daerab-daerab dalam bentuk
sumbangan dan bantuan pusat.
Sesuai dengan uraian di atas, makalab ini akan lebib memfokuskan
pada analisa bantuan pusat untuk pembangunan daerab yang diberikan
melalui mekanisme Inpres. Oleb karena itu, dalam makalab ini penulis
mencoba untuk mengidentifikasikan permasalaban-permasalaban yang
timbul, serta membahas prospek bantuan di masa yang akan datang.
Secara garis besar makalab ini terdiri dari S bagian. Bagian 11
menguraikan mengenai gambaran umum perkembangan sumbangan dan
bantuan dari pemerintab pusat kepada daerab, terutama mengenai peranan
bantuan pembangunan daerab. Pada bagian 111 dibabas mengenai
perkembangan Inpres sejak diperkenalkan pertama kalinya, yaitu tabun
1969/70 dalam Repelita 1. Selanjutnya, pembahasan akan difokuskan pada
lingkup regional, kbususnya untuk 2 Repelita terakbir, yaitu Repelita IV
dan V (dalam bal ini periode 1984/85 - 1992/93). Pada bagian IV dianalisa
mengenai dampak bantuan terbadap pembangunan dan perekonomian
daerab, serta justifikasinya terbadap alokasi bantuan tersebut. Pada
bagian V dibabas mengenai masalab dan prospek Inpres, yang kemudian
dilanjutkan dengan pembahasan mengenai pelaksanaan desentralisasi
secara bertabap di masa yang akan datang. Akhirnya makalab im ditutup
dengan suatu kesimpulan pada bagian VI.

n . PERANAN BANTUAN PEMBANGUNAN DAERAH


Bantuan pembangunan daerab adalab. salab satu dari alokasi dana
pemerintab pusat kepada daerab. Sebagaimana diketabui alokasi dana
pemerintab pusat kepada daerab di Indonesia dapat dibedakan atas
sumbangan dan bantuan. Yang termasuk sumbangan adalab alokasi dana
pusat untuk tujuan pengeluaran rutin daerab, termasuk subsidi daerab
otonom. Sedangkan yang termasuk bantuan adalab alokasi dana untuk
pengeluaran pembangunan daerab.
Secara teoritis, alokasi dana dari pemerintab pusat kepada daerab
disebabkan oleb beberapa bal, yang secara garis besarnya dapat dibagi
dalam 4 kategori yaitu:

29
Hirawan

1. Mengatasi masalah externalitiy atau spillover antar daerah.


Pengeluaran oleh pemerintah daerah terutama ditujukan untuk
penduduk daerahnya. Tetapi dalam kenyataan sering terjadi
bahwa manfaatnya/biayanya juga dinikmati oleb penduduk
daerab lain. Untuk mengatasi masalab akan besarnya dana yang
barus dikeluarkan oleb daerab untuk pelayanan ini maka
pemerintab pusat barus memberikan alokasi dana kepada daerab
tersebut.
2. Memungkinkan pemerintab pusat merealisasikan tujuan
pembangunan tertentu, seperti pencapaian target dalam standar
pendidikan, kesehatan dll
3. Mengkoreksi ketidak-seimbangan vertikal. Masalab ini timbul
sebagai akibat adanya mobilitas dasar pajak antar daerab dengan
pusat, sebingga banyak pajak-pajak yang potensial ditarik oleb
pusat.
4. Mencapai tujuan pemerataan (horizontal equity), karena
perbedaan antar daerab seperti dalam sumber-sumber alam, luas
wilayah, populasi, pendapatan per kapita.
Di Indonesia, pentingnya peranan sumbangan dan bantuan dan
sumbangan terbadap pemerintab daerab tercermin dari besarnya
kontribusi sumbangan dan bantuan tersebut terbadap total pengeluaran
daerab. Tabel 1 menggambarkan proporsi sumbangan dan bantuan
terbadap pengeluaran daerab untuk seluruh daerab tingkat I dan II
menurut propinsi selama periode 1988/89 - 1990/91. Rata-rata besarnya
proporsi sumbangan dan bantuan terbadap pengeluaran pembangunan
selama periode tersebut adalab sekitar 70 persen. Sejaub ini banya
propinsi DKI Jakarta saja yang mempunyai proporsi sumbangan dan
bantuan terbadap total pengeluaran daerahnya yang relatif rendab. Hal
ini secara tidak langsung mencerminkan kuatnya ketergantungan
daerab-daerab di Indonesia, kecuali untuk DKI Jakarta, terbadap
pemerintab pusat.
Gambaran akan besarnya peranan pusat kepada daerab ini semakin
diperjelas dengan melibat kontribusi pendapatan asli daerab (PAD)
terbadap total pengeluaran daerab selama 2 Repelita terakbir (Repelita
IV dan V), yang secara rata-rata banya sekitar 30 persen (libat Tabel 2).
Walaupun demikian, seperti yang dinyatakan dalam Instruksi Presiden
Republik Indonesia No. 6 tabun 1984 pasal 16, babwa penyediaan bantuan
kepada pemerintab daerab tidak meniadakan atau mengurangi kewajiban
pemerintab daerab yang bersangkutan untuk senantiasa 9meningkatkan
pendapatan asli daerab sendiri. Hal ini nampaknya telab dibuktikan oleb
daerab, dengan terjadinya peningkatan peranan PAD (termasuk
penerimaan bagi basil pajak dan bukan pajak) terbadap total pengeluaran
daerab selama periode tersebut, yaitu dari sekitar 25,8 persen dalam awal
Pelita IV menjadi 32,6 persen dalam tabun 1990/91.

298
Pengembangan Pola Bantuan Daerah

TabeJ 1
Proporsi Sumbangan dan Bantuan Terhadap Total Pengeluaran Daerah
(Dalam Juta Rp)
Somtiatigan Bantuan Pengelua;an Pembangunan t»)/m X

I.OI Aceh
%wkl» -msAd
102,732 123,146 165,421
i9»w»» tMvw
150,732 191,350
imm
243,177
i»<wti«ftwiw*«»i9«»t
68.2 64.4 68.0
2.Sunutera Utara 271,658 314,878 415,282 388,737 459,024 570,373 69.9 68.6 72.8
].Sumatera Barat 135,848 144,077 187,921 156,818 180,380 233,997 86.6 79.9 80.3
81,521 100,945 143,068 113,462 157,465 235,979 71.8 64.1 60.6
a.Rrau
Sjamfai 66,266 77,421 110,866 81,819 100,524 136,643 81.0 77.0 81.1
143,360 159,077 225,011 199,840 225,324 333,362 71.7 70.6 67.5
e.Sumalera Selatan
7.8englailu 46,671 52,284 72,931 52,056 60,567 86,742 89.7 86.3 84.1
S.Lampung 119,252 133,241 169,445 148,141 176,090 228,966 80.5 75.7 74.0
9.OKI Jakarta 149,571 161,190 192,358 466,915 603,741 783,994 32.0 26.7 24.5
IClawa Barat 564,818 631,668 804,897 767,729 882,298 1,127,029 73.6 71.6 71.4
ll.lawa Tengah 571,591 639,058 798,009 753,446 845,522 1,026,989 75.9 75.6 77.7
12.01 Yogyakarta 91,581 98,819 118,140 117,129 125,595 160,663 78.2 78.7 73.5
600,270 665,040 852,434 852,801 942,177 1,196,686 70.4 70.6 71.2
n.lawa Timur
14.Kalimantan Barat 97,045 112,746 159,385 123,173 145,838 185,228 78.8 77.3 86.0
15.Kalimantan Tengah 60,746 72,712 113,656 83,799 106,543 154,785 72.5 68.2 73.4
16.Kalimantan Selatan 88,659 101,174 142,425 116,579 136,086 186,596 76.1 74.3 76.3
1 T.Kalimantan Timur 67,792 79,171 117,451 121,060 171,595 233,952 56.0 46.1 50.2
IB.Sulawesi Utara 96,159 116,565 148,065 121,680 150,872 182,948 79.0 77.3 80.9
19.Sulawesi Tengah 77,440 81,207 123,037 83,739 97.662 14S,99» 92.5 85.2 84.3
20.Sulawesi Sebtan 186,913 222.405 289,648 230,535 287,045 371,077 81.1 77.5 78.1
2I.Sulawesi Tenggara 58,307 62,788 86,877 65,082 71,969 98,624 89.6 87.2 88.1
22.Bali 95,330 113,303 149,469 135,504 165,497 219,009 70.4 68.5 68.2
23.Nusa Tenggara Barat 81,328 97,255 138,788 93,004 113,006 155,914 87.4 86.1 89.0
24.Nusa Tenggara Timur 105,579 125,594 174,555 118,986 145,726 197,379 88.7 86.2 88.4
25.Maiuku 66,221 72,627 104,382 83,791 99,895 141,832 79.0 72.7 73.6
26.lrian Jaya 111,642 122,924 205,169 132,988 160,355 257,501 83.9 76.7 79.7
27.Timor Timur 41,352 50,799 88,345 43,892 54,521 92,256 94.2 93 2 95.8
4,179,653 4,732,114 6,297,035 5,803,440 6,856,669 8,987,602 72.0 69.0 70.1
TOTAL
Sumber: Depaitemen Keuangan, Biro Analisa Keuangan Daerah.

Peranan bantuan pusat terbadap pembangunan daerab tercermin


dari besarnya kontribusi bantuan dalam membiayai belanja pembangunan
daerab, yaitu secara rata-rata mencapai sekitar 49,5 persen dalam tabun
1988/89 dan meningkat menjadi 66,5 persen dalam tabun 1990/91 (libat
Tabel 3). Dengan demikian sumber dana bantuan ini, sangat dibutuhkan
oleb daerab dalam rangka melaksanakan pembangunan di daerahnya.
Sebagaimana diketabui sumber dana untuk pembiayaan
pembangunan di daerab dari pemerintab pusat, baik yang berasal dari
dalam negeri maupun bantuan luar negeri, disalurkan dalam bentuk: (1)
Dana DIP (dana sektoral); dan (2) Dana Non-DlP atau dana regional
(Inpres)
Dana sektoral adalab dana dari pemerintab pusat yang dialokasikan
secara langsung ke berbagai sektor ekonomi sesuai dengan prioritas
pembangunan nasional seperti yang ditetapkan dalam Repelita, melalui
mekanisme dekonsentrasi. Pemiliban proyek-proyek sektoral yang
dituangkan dalam DIP ini di dasarkan atas azas efisiensi dan efektifitas.
299
Hirawan

Tabel 2
Proporsi Pendapatan Asli Daerab terbadap Total Pengeluaran
Daerab, dalam Repelita IV dan V
Ha. . : :: luoruMKJCl
KtrfirTA « RPRtllTA V
;:; rXL>rBM>|.:: .
|||i|i|;;i96*M ; : i9«ys9 1»9(V91

1 D.l. Aceh 23.80 28.64 33.46 30.21


31.29 30.47 30.07 27.30
2 Sumatera
3 Utara
Sumatera Barat 17.71 20.04 20.63 20.15
4 Riau 33.25 42.28 53.85 43.18
5 jambi 16.23 20.47 24.72 19.87
6 Sumatera Selatan 22.37 30.83 35.70 31.16
7 Bengkulu 8.16 15.96 17.58 15.86
8 Lampung 23.09 22.13 23.85 20.39
9 DKI lakarta 71.38 76.01 79.20 86.39
10 jawa Barat 21.76 26.01 30.05 31.78
11 Jawa Tengah 19.67 22.45 24.13 24.89
12 DI Yogyakarta 17.48 19.64 21.41 23.42
13 lawa Timur 25.18 27.30 30.26 30.99
14 Kalimantan Barat 20.06 22.19 22.43 21.30
15 Kalimantan Tengah 34.82 30.41 32.14 31.61
16 Kalimantan Selatan 23.54 23.84 27.44 24.80
17 Kalimantan Timur 47.35 50.05 59.67 57.11
18 Sulawesi Utara 19.87 24.21 19.47 19.35
19 Sulawesi Tengah 15.83 16.05 18.60 14.99
20 Sulawesi Selatan 15.23 22.06 24.28 23.27
21 Sulawesi Tenggara 6.57 11.02 13.56 16.00
22 Bali 26.61 29.15 32.64 36.54
23 Nusa Tenggara Ba 8.07 13.28 14.91 13.77
24 Nusa Tenggara Timur 8.60 12.65 13.48 12.71
25 Maluku 17.87 24.36 33.99 31.42
26 Irian |aya 7.35 19.72 28.09 21.86
27 Timor Timur 18.77 6.09 8.76 5.44
Total 25.84 29.27 32.80 32.59

Sumber: Departemen Keuangan, Biro Analisa Keuangan Daerah


Catatan: PAD termasuk bagi hasil pajak dan bukan pajak
dengan memperbatikan produktivitas dan dampak proyek tersebut secara
makro, yaitu menjamin tercapainya pemerataan dan penciptaan lapangan
kerja bagi masyarakat, serta pcrtumbuban ekonomi.
Dana non-DIP yang diberikan pusat kepada daerab adalab dalam
bentuk dana Inpres (dana regional). Tujuan dari pemberian dana Inpres
ini adalab untuk mengatasi ketidak seimbangan struktur keuangan pada
tiap-tiap daerab untuk tercapainya pembangunan yang merata antar
wilayab, serta untuk mendorong usaba-usaba pembangunan tertentu.
Sebagaimana telab disebutkan pada bagian terdabulu babwa, secara
rata-rata PAD (termasuk penerimaan dari bagi basil pajak dan bukan
pajak) banya dapat membiayai 30 persen dari total pengeluaran
daerabnya'. Selain itu, adanya ketidak merataan dana pembangunan
1 Berdasarkan data selama periode 1984/85 hingga 1990/91.

300
Pengembangan Pola Bantuan Daerah

Tabel 3
Proporsi Bantuan (Inpres) terhadap Belanja Pemmbangunan Daerah
(dalam Juta Rupiab) |
Pengeluaran Pembangunan
(I) : Bantuan (1) Proporsi (JJ/O) x 100%


1.01 Aceh
tMUyS*

S8.179
)88«»

03,006
1990191

118,617
198««9

37,089 46,093
199tV»1
79,021
IMdflW
44.2
tmiW
54.9
18KWt
66.6
2.Sumatera Utara 118,928 147,778 212,150 61,438 71,977 137,974 41.6 48.7 65.0
3.Sumatera Barat 48,625 51,841 93,406 49,265 42,372 79,543 95.0 81.7 85.2
4. Riau 37,920 60,919 120,073 31,938 42,247 77,694 52.4 69.3 64.7
5.Iambi 33,284 42,181 70,146 26,777 29,994 S6A47 63 5 71.1 83.9
6.Sumatera Selatan 70,10t 82,291 157,312 49,637 50,590 103,731 60.3 61.5 65.9
T.Bertglojiu 19.862 22,634 43,137 20,535 21,443 38,389 90.7 94.7 89.0
a.Lampung 48.477 57,509 92,965 40,205 39,742 66 427 69 9 69 1 71 5
9.DKI lakarta 202.973 272,111 338,695 30,943 31,606 ls
sCjI, aC 14 114 116 ICR
tO.lawa Barat 210,055 244,081 409,026 115,228 129,027 XC7 xnc n/.47
47 C7 0 67 9
11 .lawa Tengah 197,336 216,335 350,610 107,109 119,174 4S/,4Ua
238 527 49.5 55.1
>Z.7 68.0
13.01 Yogyakarta 32.034 32,963 57,389 20,372 23,248 35,972 61.8 70.5 62.7
13.lawa Timur 239.346 270,280 440,437 118,791 135,003 270,337 44.0 49.9 61.4
14.Kalimantan Barat 48,382 53,304 84,217 38,216 41,745 82,130 71.7 78.3 97.5
IS.Kalimanun Tnegah 33,178 45,575 84,524 21,989 27,043 64,873 48.2 59.3 76.8
tS.Kalimanun Selatan 42,891 46,789 87,901 30,247 33,200 70,050 64.6 71.0 79.7
1 Z.Kalimantan Timur 43,356 70,602 117,350 25,591 29,584 65,859 36.2 41.9 56.1
IB.Sulawesi Utara 29,575 42,670 67,215 20,620 27,726 55,274 48.3 65.0 82.2
IB.Sulawesi Tengah 32,948 35,618 77,052 34,403 29,510 67,194 96.6 82.9 87 2
20.Sulawesi Selatan 58,096 80,581 143,353 47,198 51,573 107,497 58.6 64.0 75.0
2I.Sulawesi Tenggara 23,103 24,293 41,331 22,096 22,589 40,224 91.0 93.0 97.3
22.Bali 54,695 68,951 109,013 33,481 37,167 63,700 48.6 53.9 58.4
23.Nusa Tenggara Barat 29,123 37,194 71,926 26,367 32,554 67,181 70.9 87.5 93.4
24. Nusa Tenggara 30,862 40,777 81,621 29,923 36,134 77,167 73.4 88.6 94.5
Timur
25. Maiuku 30,229 36,367 69,564 23,462 23,165 51,760 64.5 63.7 74.4
26.lrian Jaya 26,168 38,442 114,983 24,734 25,823 101,700 64.3 67.2 88.4
27.Timor Timur 15,852 23,200 52,102 16,068 22,298 52,143 69.3 96.1 100.1
TOTAL 1,815,580 2,229,173 3,706,117 1,103,723 1,222,625 2,463,930 49.5 54.8 66.5

Sumber: Departemmen Keuangan, Biro Analisa Keuangan Daerah

daerab, sebagai akibat adanya pembangunan dengan orientasi sektoral,


menyebabkan pemerintab pusat perlu mendistribusikan dana lainnya yang
lebib berorientasi regional, yaitu melalui mekanisme Inpres ini, dalam
jumlah yang cukup.
Sebagai gambaran terbadap timpangnya distribusi DIP antar daerab
ditunjukkan dengan besarnya DIP yang disalurkan oleb pemerintab ke
wilayab Jawa dalam tabun 1992/93 yang mencapai sekitar 62,3 persen
dari total DIP, sementara Kalimantan banya menerima 6,1 persen. Oleb
karena itu, dengan adanya bantuan yang bersifat regional inilab
diharapkan ketidak merataan basil pembangunan antar daerab dapat
dikurangi. Hanya di sini yang menjadi masalab adalab bagaimana agar
bantuan pusat tersebut dapat didistribusikan secara adil (fair) dan merata
kepada tiap-tiap daerab. Karena dirasakan hingga saat ini masib banyak
masalab-masalab utama yang timbul berkaitan dengan distribusinya
kepada daerab, antara lain: 1) mengenai besarnya dana bantuan untuk
tiap-tiap daerab; 2) kepastian terbadap jumlah; dan 3)
301
Hirawan

keluwesan/kebebasan dalam penggunaan. Hal-bal inilab yang pada


akbirnya menyebabkan terjadinya ketidakefisienan dan kurangnya
efektivitas pengeluaran negara.
m . PERKEMBANGAN BANTUAN INPRES
Perkembangan Inpres sejak pertama kali diperkenalkan oleb pemerintab,
yaitu dalam tabun pertama Repelita 1 tabun 1969/70, bingga saat ini,
berlangsung dengan sangat pesat sekali, yaitu dari banya sekitar Rp 5,5
9milyar dalam tabun 1969/70 menjadi Rp 4.173 milyar dalam tabun
1992/93, dengan rata-rata pertumbuhan per tabun sebesar 33,4 persen. Hal
ini sesuai dengan arab dan tujuan pembangunan nasional, yaitu
menciptakan pembangunan daerab yang merata, sebingga konsekwensinya
pemerintab barus meningkatkan dana pembangunan kepada daerab,
kbususnya kepada daerab-daerab yang kondisi keuangan dan ekonominya
terbatas.
Pada saat pertama kali dikeluarkan, yaitu pada Repelita 1, Inpres
banya terdiri dari 4 jenis bantuan, yaitu Inpres Dati I, Dati II, Desa, dan
Kesehatan. Sementara itu, saat ini jenis Inpres sudab bertambab 4 jenis
lagi, yaitu Inpres Sekolah Dasar, Penghijauan dan Reboisasi, Jalan dan
Jembatan Propinsi dan Kabupaten, serta Program Pengembangan Wilayab,
sebingga semuanya mencakup 8 jenis bantuan (libat Tabel 4).
Jika dilihat dari komposisi bantuan tersebut, ternyata selama 5
Repelita telab terjadi perubaban yang cukup berarti, di mana fokus
bantuan yang dalam Repelita I lebib diarahkan dalam bentuk Inpres Dati
1 (48,4 persen dari total bantuan), dalam Repelita II bingga IV ternyata
Tabel 4
Perkembangan INPRES dan Komposisinya, Repelita I- V '
(dalam Miliar Rupiab)
»Bnt«»NF«s ktttiffAi ktmftkn R£rtL«A» ftt«trfAtv mtutAV
mun twNWt Hum Hum mm Kuin^
1.DATI 1 83.1 48.4 325.1 26.5 988.5 22.1 1,458.1 21.7 2,119.5 18.3
2.DATI II 46.4 27.0 304.0 24.8 757.2 16.9 1,101.5 16.4 2,077.7 18.0
3.Desa 24.9 14.5 103.3 8.4 332.2 7.4 992.0 14.7 869.0 7.5

BhrkCianls
154.4 90.0 732.4 59.7 2,077.9 46.5 3,551.6 52.8 5,066.2 43.8

4. Program Pengembangan 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 43.9 0.7 112.5 1.0
WIfilyah
S.Sekolah Dasar 17.2 10.0 323.7 26.4 1,596.8 35.7 1,917.8 28.5 1,664.3 14.4
e.Kesehatan 0.0 0.0 94.5 7.7 326.8 7.3 455.5 6.8 926.0 8.0
7. Penghijauan & Rebel slasi 0.0 0.0 76.5 6.2 268.8 6.0 167.0 2.5 232.9 2.0
S.jalan dan jembatan 0.0 0.0 0.0 0.0 200.7 4.5 590.4 8.8 3,553.2 30.8
^peciYic Grants 17.2 10.0 494.7 40.3 2,393.1 53.5 3,174.6 47.2 6,488.9 56.2
Total Inpres 171.6 100.0 1,227.1 100.0 4,471.0 100.0 6,726.2 100.0 11,555.1 100.0

Sumber: Departemen Keuangan, Ditjeo Anggaran

302
Pengembangan Pola Bantuan Daeral

mengarah pada Inpres Sekolah Dasar, sementara persentase Inpres Dat


1 terus mengalami penurunan ^. Dalam Repelita V, komposisi ini berubal
kembali, dimana Inpres Jalan dan Jembatan, yang baru diberikan olet
pemerintab sejak Repelita 111, jumlahnya meningkat dengan pesa
sebingga kontribusi Inpres ini terbadap total meningkat menjadi 30,;
persen. Pergeseran atas komposisi bantuan ini secara tidak langsuni;
mencerminkan pula prioritas atau arab pembangunan yang 9ditetapkaii
oleb pemerintab. Sebagai contoh, dalam Repelita V, telab teijad
penurunan pada Inpres Sekolah Dasar, sebab pada saat itu yang menjad
prioritas pembangunan pemerintab bukan lagi pada pembangunan
gedung-gedung sekolah, karena oleb pemerintab dirasakan
bangunan-bangunan Sekolah Dasar yang ada telab mencapai targetnya.
Sementara itu, kebutuhan akan infrastruktur jalan dan jembatan telalt
mendesak, sebingga pemerintab memprioritaskan pembangunan jalan dan
jembatan dengan jalan mengalokasikan sebagian besar dananya kepad i
ke dua jenis infrastruktur tersebut.
Berdasarkan sifatnya, maka Inpres secara garis besar dapat
dibedakan atas 2 kelompok, yaitu dana umum (block grants) dan dan i
spesifik (specific grants). Jenis Inpres yang bersifat block grants adala i
Dati I, Dati II, dan Desa; sedangkan yang bersifat spesifik adalab untu c
ke lima jenis Inpres lainnya. Secara konseptual, penggunaan dari dam
block grants tidak ditetapkan oleb pemerintab, atau dengan perkataa i
lain, daerab mempunyai keleluasaan untuk menggunakan dana tersebut.
Di lain pibak, pengertian specific grants adalab jika penggunaan dam
tersebut telab ditetapkan oleb pemerintab ke dalam tujuan-tujuan yan;
menjadi prioritas pemerintab pusat.
Searab dengan arab desentralisasi bubungan keuangan pusat da i
daerab, dan dengan mengacu kepada konsep block dan specific grants
tersebut sebagaimana diuraikan diatas, maka sudah seyogyanya jiki
proporsi block grants harus lebib besar daripada proporsi specific grants.
Namun dari Tabel 4 terlibat babwa ternyata proporsi block grants justr i
mengalami tendensi yang menurun, dimana dalam Repelita I kurang lebi i
sekitar 90 persen dari total bantuan merupakan block grants, namun dalai i
Repelita V proporsinya menurun menjadi 43,8 persen. Dengan demikia i
secara implisit hal ini mencerminkan babwa keleluasaan pemerintai
daerab dalam menggunakan dana pemerintab ini semakin berkurang.
Dengan mengacu kepada Instruksi Presiden RI No. 6 tabun 1981
tentang penyelenggaraan bantuan pembangunan kepada Propinsi daerai
tingkat 1, Kabupaten/Kotamadya daerab tingkat 11, dan Desa, dinyataka i
babwa salab satu tujuan pemberian bantuan ini adalab untuk mencap: i
pembangunan yang lebih merata di seluruh tanah air, dan keserasian lajii
pcrtumbuban antar daerab dan di masing-masing daerab. Dengan
2 WaU jpun demikian dalam Repelita II, pangsa Inpres Dati I terhadap total masih sedikit leb h
tinggi dibandingkan dengan pangsa Inpres Sekolah Dasar.
Hirawan

Tabel 5
Alokasi INPRES Menurut Propinsi, REPELITA IV dan V
(dalam Juta rupiab)
«Ef EtfTA N ftfWllTA V Ratx":;
. tat»
Rtt» . Rata.
reu (Uttbuh
fho- Tetioirv Tm-
poni tuhaft 1«S«9« pors

SUMATERA 358,284.29 27.22 299,597.75 26 50 -437 336,177.57 27.49 1,122,213. 26.89 49.45 15.34
1 D.l. Aceh 40,583.84 3.08 40.500.9 3.58 -0.05 44,381.4 3.63 148,413.80 3.56 49.54 17.60
2 Sum-Ut 83,951.89 6.38 61.620.8 5.45 •7.44 68,344.9 5.59 215,777.70 5.17 46.70 12 52
3.Sum-Bar 47,400.63 3.60 42.968.7 3.80 •2.42 42,381.7 3.47 133,634.40 3.20 46.64 13 83
4R i J u 33,789.12 257 29.9192 2 65 -3.00 34,999.8 286 123,521.10 296 52.25 17.59
5.) a m b 1 28,815.06 2.19 23.322 0 2 06 -5 15 31,831.6 2 60 97,984.30 2.35 45.47 16.53
6 Sum- Sel 52.069.99 3.96 45,0895 3 99 -3 53 49,674.7 4 06 207,229.70 4.97 60.98 18 85
/.Bengkulu 22.072.28 1.68 20,545.5 1.82 • 1 78 24,575.2 2.01 77,633.00 1.86 46.73 17.02
8.Lampung 49,601.48 3.77 35.631 1 3.15 -7.94 39,988.3 3.27 118,019.10 2.83 43.44 11.44
lAWA: 482,248.14 36.64 435.948.53 38.56 -249 446,884.32 36.54 1,341,512. 32.15 44.26 13 64
9. OKI lakarta 29.895.47 2.27 106.3463 9.41 37.33 34,808.6 2.85 84,612.60 2.03 34.46 13.89
10 lawa Barat 147.459.46 11 20 105,348.5 9.32 -8.06 136,220.7 11.14 405,264.00 9.71 43.82 13.47
n .)a- Teng 135,478.34 10.29 101,812.4 9.01 -6.89 1 19,517.2 9.78 370,688.60 8.88 45 79 13 41
12.01. logya 21,833.54 1.66 20.404.4 1.80 -1.68 25,035.8 2.05 69,541.80 1.67 40.57 15.58
13.lawa Tirttur 147.581.33 11.21 102.036.8 903 -8.81 131,202.0 10 73 411,405.60 9.86 46 37 13.67
KALIMANTAN: 143,400.42 10.89 110.440.13 9.77 -6.32 121,774.69 9.96 489,526.30 11.73 59.00 16.59
14 Kal- Barat 45.027.89 3.42 35.399.4 3.13 -5.84 40,350.0 3.30 149,417.10 3.58 54.71 16.18
IS.Kal- Teng 29,179.21 2.22 22,157.3 1 96 -6.65 24,682.9 2.02 116,312.00 2.79 67.65 18 87
16.Kal-Sel 38,019.03 2.69 29,699.5 2.63 -5.99 31,129.5 2.55 109,921.80 2.63 52.28 14 19
17.Kal- Timur 31,174.29 2.37 23,183.9 2.05 -7.14 25,612.2 2.09 113,875.40 2.73 64.43 17.58
SULAWESI: 142,158.00 10.80 123,662.21 10.94 -3.42 136,187.12 11.14 512,583.60 12.28 55.55 17.39
IS.Sul- Utara 28,288.65 2.15 23,248.2 2.06 -4.79 31,025.0 2.54 109,177.40 2.62 52.10 18.39
19.Sul-Tengah 27,688.71 2.10 27,690.7 2.45 0.00 29,217.5 2.39 115,286.10 2 76 58.02 19.52
20.Sul- Selatan 63,965.80 4.86 48,515.2 4.29 -6.68 49,482.9 4.05 200,107.60 480 59.32 15.32
21.Sul- Teng. 22,214.84 1.69 24,206.2 2.14 2.17 26,461.7 2.16 88,012.50 2.11 49.27 18.78
LAINNYA 190,193.58 14.45 160,867.49 14.23 -4.10 181,883.79 14.87 707,247.90 16.95 57.25 17.84
22.B a 1 1 26,664.63 2.03 25,916.5 2.29 -0.71 27,395.3 2.24 72,167.20 1.73 38.11 13.25
23.NTB 35,005.77 2.66 25,686.8 2.27 -7.45 29,351.1 2.40 99,280.80 2.38 50.11 13.92
24.NTT 39,575.25 3.01 33,320.6 2.95 -4.21 40,372.9 3.30 161,084.30 3.86 58.61 19.18
25.Maluku 27,805.93 2.11 27,326.3 2.42 -0.43 27,256.7 2.23 108,123.30 2.59 58.30 18.50
26. Irian laya 38,195.58 2.90 27,908.7 2.47 -7.54 30,410.1 2.49 179,947.10 4.31 80.87 21.38
27.Tlmor Tim. 22,946.42 1.74 20,708.6 1.83 -2.53 27,097.8 2.22 86,645.30 2.08 47.32 18.07
Jumlah 1,316,284.4 100 1,130,516.1 100 -3.73 1,222,907.5 100 4,173,083 100 50.55 15.52

Sumber: Depaitemen Keuangan, Diijen Anggaran

demikian, pemberian bantuan ini kepada daerab-daerab barus dilakukan


semerata mungkin, Merata dalam artian babwa daerab yang benar-benar
membutuhkan bantuan barus diberikan bantuan yang lebib besar
dibandingkan dengan daerab yang kurang memerlukannya, dan demikian
pula sebaliknya.

304
Pengembangan Pola Bantuan Daerah

Tabel 5 menggambarkan alokasi bantuan/Inpres secara regional


selama 2 Repelita terakbir, yaitu Repelita IV dan V. Untuk keperluan
analisa regional ini, maka Indonesia dibagi ke dalam 5 wilayab besar,
yaitu: Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan Lainnya. Jika dilihat
secara global terbadap ke lima wilayab tersebut, terlibat babwa distribusi
bantuan kurang mengalami perubaban yang berarti, dimana Jawa masib
merupakan wilayab yang menerima bantuan terbesar, yaitu lebib dari 30
persen terbadap total bantuan seluruh Indonesia, sedangkan Kalimantan
merupakan wilayab dengan jumlah bantuan terkecil, yaitu kurang dari 12
persen terbadap total bantuan. Namun demikian, nampaknya perbaikan
kriteria alokasi bantuan daerab tingkat I (Dati I) sejak tabun 1990/91,
yaitu dengan mengalokasikan 15 persen dari total bantuan Dati I
berdasarkan luas area masing-masing daerab/propinsi, cukup memberikan
pengarub kepada alokasi total bantuan pada masing-masing daerab.
Sebagai contoh, dalam tabun 1992/93 telab terjadi peningkatan jumlah
bantuan yang cukup berarti terbadap wilayab Kalimantan dan Lainnya,
yang pada dasarnya merupakan wilayab dengan luas area terbesar, yaitu
masing-masing mencakup 28,1 persen dan 30,5 persen dari lipas total
wilayab Indonesia.
Besarnya bantuan yang diterima oleb masing-masing daerab seperti
yang digambarkan dalam Tabel 5 tersebut di atas, memang merupakan
salab satu gambaran yang mencerminkan secara kasar mengenai adil (fair)
tidaknya distribusi bantuan antar wilayab/propinsi. Namun ukuran yang
lebib akurat sebenarnya adalab berdasarkan nilai per kapita, yang dalam
bal ini mencerminkan besarnya bantuan yang diterima oleb
masing-masing individu di suatu daerab. Tabel 6 menggambarkan
distribusi bantuan per kapita menurut propinsi selama 2 Repelita terakbir.
Dari tabel tersebut terlibat babwa distribusi bantuan per kapita antar
wilayab adalab sangat kurang merata, dimana bantuan per kapita wilayah
Jawa dan Sumatera secara relatif sangat rendab dibandingkan dengan ke
tiga wilayab lainnya. Walaupun dalam akbir Repelita V terjadi
peningkatan yang besar terbadap bantuan per kapita untuk Jawa dan
Sumatera, namun perbedaannya dengan ketiga wilayab lainnya masil
cukup besar.
Berdasarkan gambaran ke dua tabel tersebut, terlibat babwa
walaupun secara absolut Jawa dan Sumatera menerima jumlah bantuar
terbesar, tetapi besarnya jumlah penduduk di wilayab tersebu
(masing-masing sekitar 60 persen dan 20 persen dari total penduduli
Indonesia) menyebabkan masing-masing individu di wilayab tersebu
banya menerima bantuan dengan jumlah relatif kecil dibandingkan dengat
wilayab lainnya.

301
Hirawan

Tabel 6
Distribusi Bantuan Per Kapita menurut Propinsi Repelita IV dan V
ntOPINJt RtmfTA tV Mta-rau
198
mads ammm ttofa N-V
r<nM<«iihM
SUMATERA: 11 S27 8,674 -6.86 9 479 29,214 45.53 12 33
1.0.1. Ac«h 13 962 12,513 -2.70 13 348 41,180 45.57 14 48
7 Stvnatera Utara y,/D 1 6,262 • -9.32 O,0U4 20,201 43.72 10.24
3, sunMicra oarai 13,052 11,096 -3.98 10,770 32,365 44.30 12.02
4R i a u 13 220 9,910 -6.95 11 121 34,640 46.04 1 /.OU
5 J 3 rn b i 17 465 12,376 -8.25 16 339 45,521 40.71 1 7 77
Z 4*HnAtM'ji ^fbatjin 9 961 7,636 -6.43 8 160 31,068 56.15 15.28
7 Befwlcutu 7a 7 17
/7,/ 1/
18,987 -5.90 2 I,/so 60,440 40.57 12.11
S.lamfMir^ 9,663 6,253 -10.31 6,836 18,656 39.74 8.57
)AWA: 4,953 4,192 -4.09 4,226 12,066 41 87 11.77
0 DKI LaL^rt;* 4,194 13,564 34.10 4,335 9,812 31.29 11.21
1 rt lauja Rarat 3,133 -10.37 3,949 10,888 40.22 10.63
lU.jowa
11
1 1Lawa Ddrai
.lawaTMiaah
1 en^n e noz
j.uyo 3,655 -798 4,244 .12,698 44.10 12.09
12.DI. togyakarta 7,759 7,086 -2 24 8,645 23,604 39.77 14.92
IJ.jaWa 1 liiHjr 4,846 3,209 -9.79 4,082 12,393 44.80 12.45
KALIMANTAN- 18,919 12,899 -9.13 13,794 50,566 54.19 13.08
1Z Kalimantan Barat iz 11,534 -8.29 17 Anc 43,808 50.68 13.15
1 C Kalimantan T^nuah 26 264 17,128 -10 14 Ifl 7AQ
I0,J07 77,222 61.39 14.43
1Z Kalimantan Selatan 16 808 11,976 -8.12 12 267 40,429 48.82 11 60
17 IT oilman* Txn Timiir 21,574 13,486 -11.08 14,266 55,681 57.45 12.58
1/.Kalimantan
SULAWESI: iimur 12 703 10,261 -5.20 11 091 39,457 52.66 1^77
la.Sulawe&i Utara 12,555 9,684 -6.28 12,720 42,685 49.71 16.53
19.Sulawesi Tengah 19,255 17,201 -2.78 17,644 63,969 53.62 16.19
20.Sulawesi Selatan 9,975 7,149 -7.99 7,190 27,866 57.08 13.70
21.Sulawesi Tenggara 20,430 19,280 -1.44 20,330 60,700 44.00 14.58
LAINNYA: 15,875 12,317 -6.15 13,627 49,623 53.85 15.31
22.B a 1 i 10,301 9,553 -1.87 9,980 25,381 36.50 11.93
23.Nusa Tenggara Barat 11,805 7,956 -9.39 8,900 28,245 46.95 11.52
24.Nusa Tenggara Timur 13,470 10,564 -5.89 12,575 47,575 55.82 17.09
25. Maluku 17,698 15,592 -3.12 15,133 55,304 54.03 15.31
26. Irian Jaya 29,558 18,507 -11.05 19,402 102,250 74.02 16.78
27.Tiinor Timur 36,687 29,388 -5.40 37,342 109,216 43.01 14.61
INDONESIA 8,268 6,565 -5.61 6,962 22,374 47.57 13.25

Sumber: Departemen Keuangan, Diijen. Anggaran


IV. ANALISIS TERHADAP PERKEMBANGjLN BANTUAN INPRES
Analisis terbadap perkembangan bantuan Inpres pada makalab ini,
selanjutnya akan di titik-beratkan pada justifikasi alokasi dan dampak
pemberian alokasi dana tersebut pada perkembangan perekonomian
daerab.
A . Justifikasi Alokasi Bantuan Inpres
Sebagaimana telab diuraikan pada bagian II, tiga bal utama yang perlu
dipertimbangkan dalam mengalokasikan dana bantuan, yaitu: 1) besarnya
306
Pengembangan Pola Bantuan Daerat

bantuan yang sesuai untuk tiap daerab; 2) kepastian jumlabnya sebinggs


akan mempermudab daerab dalam membuat perencanaan; dan 3)
keleluasaan dalam penggunaannya. Ke tiga bal tersebut dapat terealisii
dengan baik jika pemerintab mempunyai suatu acuan/pedoman yang jelas
mengenai kriteria alokasi dana bantuan tersebut. Namun disadari bingga
kini pemerintab masib belum mempunyai suatu kriteria alokasi yang tepat,
sebingga yang terjadi adalab alokasi yang tidak tepat dan tidak/kurang
sesuai dengan kebutuban daerab.
Sebagai contob Inpres Dati I, sejak diperkenalkannya pertama kali,
yaitu tabun 1974/75, telab menggunakan beberapa kriteria alokasi dar
mekanisme yang berbeda. Perubaban yang terakbir terjadi pada tabun
1990/91 di mana terjadi perubaban kriteria alokasi yang tela!
dipergunakan sejak tabun 1981/82, yaitu alokasi yang bersifat flai
(uniform) untuk setiap daerah. Sejak tabun 1990/91 sebagian (15 persen]
dari Inpres Dati I ini dialokasikan berdasarkan kriteria luas area. Dengar
demikian, selain alokasi yang flat untuk setiap daerah, terdapat juga dana
tambaban yang sifatnya proporsional dengan luas area wilayab daerab
Walaupun demikian, masib adanya sejumlab dana (85 persen) yanj
sifatnya uniform bagi selurub daerab menyebabkan timbulnya ketidak
adilan antara daerab satu dengan daerab lainnya. Sebagai contob
Sulawesi Selatan yang penduduknya relatif banyak akan mendapatkai
bantuan yang sama dengan Bengkulu yang penduduknya relatif sedikit.
Kriteria alokasi yang tidak jelas juga berlaku untuk Inpres Desa
di mana untuk setiap desa diberikan sejumlab dana bantuan yang sami
(flat). Hal ini jelas tidak adil, karena masing-masing desa mempunya
endowment dan jumlab penduduk yang berbeda, yang pada gilirannyj
akan mengbasilkan kebutuban yang berbeda pula.
Selanjutnya mengenai Inpres Dati II yang juga merupakan dam
pembangunan yang bersifat umum (block) bagi pemerintab daerab tingka .
II, yang mulai diperkenalkan sejak tabun 1970/71. Alokasi Inpres Dat
II ini lebib didasarkan atas per kapita basis, dengan adanya dana minimun
bagi daerab yang tingkat kepadatan penduduknya rendab, serta tambaban
dana insentif bagi daerab yang berbasil mencapai target pengumpulaii
pajak bumi dan bangunan seperti yang telab ditetapkan oleb pemerintab
pusat. Dengan demikian, alokasi daripada Inpres ini telab mempunya
suatu kriteria yang standard, yaitu berdasarkan jumlab penduduk.
Untuk Inpres yang bersifat spesifik, alokasinya selain berdasarkan
kombinasi antara kebutuban dan populasi daerab, juga berdasarkan
prioritas pembangunan yang telab ditetapkan oleb pusat. Dengan
demikian, keluwesan daerab dalam menggunakan dana ini sangat terbatas,
karena telab ditentukan secara spesifik oleb pusat.
Berikut ini disajikan bipotesa mengenai keterkaitan antara Inpres,
baik yang bersifat block maupun specific, dengan variabel-variabel
lainnya yang dianggap mempunyai pengarub terbadap alokasi Inpres
3^7
Hirawan

Tabel 7
Koefisien Korelasi antara INPRES dengan Variabel S Lainnya
Penduduk
T o U l INPRES BhckCkaits o e d ^ Grants i i
0,69 0,77 0,59
Luas W i l a y a h 0,001 -0,05^ 0,05
PDRB/Kapita' -0,08 •0,08 •0,07
PAD/Kapita* 0,02 0,07 -0,02
DIP 0,23 0,29 0,18
Catalan: 1) Berdasarkantahun anggaran 1984/85-1992/93
2) Sejak tahun anggaran 1990/91 kocelaai antara Inpres Dati I, yang merupakan Block Grants, dengan luas
wilayah cukup tinggi, yaitu sekitar 0,8, dibandingkan dengan koefisien korelasi periode sebelumnya yang
hanya sebesar -0,03.
3) Berdasarkan tahun anggaran 1984/85-1990/91
4) Berdasarkan tahun anggaran 1985/86-1990/91

tersebut, yaitu antara lain variabel penduduk, luas wilayab, PDRB per
kapita, PAD per kapita. dan DIP. Dengan melakukan perbitungan statistik
diperoleb koefisien korelasi untuk semua variabel tersebut, seperti yang
digambarkan dalam Tabel 7.
Berdasarkan Tabel 7 di atas terlibat babwa koefisien korelasi antara
Inpres, baik yang bersifat block maupun specific, dengan penduduk adalab
yang terbesar dibandingkan dengan variabel-variabel lainnya. Hal ini
berarti babwa bubungan antara Inpres dengan jumlab penduduk sangat
erat sekali. Dengan melakukan analisa regresi juga diperoleb basil babwa
pengarub penduduk terbadap Inpres secara statistik adalab signifikan,
dengan t statistik sebesar 2 4 , 3 1 ' .
Dengan demikian pengarub jumlab penduduk dalam menentukan
besarnya alokasi Inpres sangat dominan sekali. Sedangkan sebaliknya
variabel PDRB per kapita, dan PAD per kapita yang pada dasarnya dapat
juga mencerminkan kemampuan dan potensi daerab, tidak mempunyai
korelasi yang significant terbadap alokasi Inpres (ditunjukkan dengan
koefisien korelasi yang rendab, yaitu -0,08 dan 0,02).
Analisa lainnya yang menarik untuk dibabas dalam makalab ini
adalab mengenai keterkaitan antara pembangunaan secara sektoral - yang
dalam bal ini melalui mekanisme DIP, dengan pembangunan secara
regional, yang dalam bal ini melalui mekanisme Inpres. Seperti telab
diuraikan pada bagian pertama, babwa salab satu tujuan diberikannya
bantuan secara regional ini adalah untuk meningkatkan pcrtumbuban
ekonomi daerab secara lebib merata dan mantap. Sedangkan salab satu
faktor yang menyebabkan terjadinya ketidak-merataan pembangunan
antar daerab adalab karena adanya pembangunan yang sifatnya sektoral.
3 Berdasarkan hasil regresi OLS antara Inpres dengan variabel-variabel penduduk , area, dan
PDRB per kapita, denjjan nilai-nilai statistik sebagai berikut: t-statistik: Penduduk: 24,31, Area:
2,49, PDRB/kap: 0,22, : 0,76, F-statistik: 198,7.

308
Pengembangan Pola Bantuan Daerah

sebab dalam pembangunan sektoral prioritas pembangunan ditentukan


berdasarkan prioritas nasional, sebingga sektor-sektor yang sifatnya
strategis dan mempunyai potensi/prospek yang cerab saja yang akan
dikembangkan oleb pemerintab. Pada gilirannya, bal ini akan
mempengaruhi pula pcrtumbuban ekonomi suatu daerab. Karena itu, tentu
saja di daerab yang banyak memiliki sektor strategis, pcrtumbuban
ekonomi daerahnya akan ikut terpacu, dan bal yang sebaliknya bagi
daerab yang kurang memiliki sektor strategis. Berdasarkan kenyataan
seperti inilab maka pemerintab pusat kemudian mengalokasikan sebagian
anggaran pembangunannya dalam bentuk bantuan (Inpres) yang diberikan
langsung kepada daerab, dengan tujuan untuk mencapai pemerataan
pembangunan antar daerab. Dengan demikian sudab seyogyanyalab jika
antara dana regional (Inpres) dengan dana sektoral (DIP) terdapat suatu
korelasi yang sifatnya negatif, dimana satu sama lain akan saling
mensubstitusi. Namun kenyataannya, selama ini korelasi antara Inpres
dan DIP adalab kurang signifikan, dan babkan arabnya positif, seperti
yang diperlihatkan dalam Tabel 8. Hal ini berarti, babwa daerab yang
sudab mendapat alokasi dana DIP besar, mempunyai kemungkinan untuk
mendapat alokasi Inpres yang besar pula. Dengan demikian bal ini tidak
sesuai dengan tujuan pemberian bantuan, yaitu memeratakan basil-basil
pembangunan antar daerab.
Dalam Tabel 8 gejala terbadap kecenderungan adanya bubungan
yang positif antara DIP dengan Inpres dapat jelas terlibat, dimana dalam
tabun 1992/93 Jawa yang menerima alokasi DIP terbesar (62,3 persen)
ternyata juga menerima Inpres terbesar (32,5 persen). Sebaliknya
Kalimantan yang menerima DIP terkecil (6,13 persen) ternyata jugt
menerima Inpres terkecil (11,73 persen).
Namun, berdasarkan per kapita basis nampaknya pola distribusi k(
dua dana pembangunan (DIP dan Inpres) tersebut tidak menunjukkan poh
distribusi yang konsisten. Dimana dalam bal ini, Jawa yang memperolel
dana Inpres per kapita terkecil, sebagai kompensasinya memperoleb dam
DIP per kapita yang besar. Namun, Kalimantan yang memperoleb dam:
Inpres perkapita terbesar, ternyata juga memperoleb dana DIP per kapit; i
terbesar. Dengan demikian, bal ini mencerminkan tidak adany i
keterkaitan yang jelas antara alokasi sektoral dan regional
B. Dampak Bantuan Inpres terhadap Perekonomian Daerah
Dalam konteks pembangunan nasional, peranan bantuan Inpres aka i
mempunyai peranan yang penting dalam pelaksanaan pembanguna i
daerab, termasuk perkembangan perekonomian daerab. Dampak bantua i
Inpres terbadap perekonomian daerab, dapat dianalisis melah i
pengarubnya terbadap beberapa variabel ekonomi daerab seperti produc
domestik regional bruto (PDRB), investasi, dan jumlab tenaga kerja. Ke
tiga variabel tersebut cukup representatif mewakili kondisi ekonon i
daerab, karena pada dasarnya ketiganya dapat mencerminkan economic
3(9
Hirawan

Tabel 8
Perbandingan Alokasi Dana INPRES dan DIP, 1992/1993
(dalam juta Rupiab)

SUMATERA: 1,122,213 1 26 89 29.214 2.686.957 7 17 83 69.948


1 0.1. Aceh 148,413.8 3.56 41.180 419.708.7 2 78 116.457
2 Sumatera Utara 215,777.7 5.17 20.201 592.920.2 3.93 55.506
3 Sunalera Barat 133.634.4 3.20 32.365 519.504.9 3.45 125.818
4 R i a u 123,521.1 2.96 34.640 250.366.2 1.66 70.212
5 1 a m bi 97,984.3 2.35 45.521 155.570.9 1 03 72.275
6 Sumatera Selatan 207.229.7 4.97 31.068 435,185.9 2.89 65.243
7 Bengloilu 77,633.0 1.86 60.440 107,758.6 0.72 83.893
BLampung 118,019 1 2.83 18.656 205,942.2 1.37 32.555
JAWA: 1.341.512.6 32.15 12.066 9.389.737.5 62.30 84.457
9 DICI lalrarta 84.612.6 2.03 9.812 5.746.839.2 38.13 666,419
10 lawa Barat 405,264.0 9.71 10.888 1,131,574.0 7.51 30.402
11 lawa Tengah 370,688.6 8.88 12.698 674.042,5 4.47 23.090
12 D.l. Yogyakarta 69.541.8 1.67 23.604 171.412.0 1.14 58.180
13 lawa TiiTiur 411.405.6 9.86 12.393 1,665.869.7 11.05 50.184
KALIMANTAN: 489.526.3 11.73 50.566 924.041.3 6.13 95.450
14 Kalimanatan Barat 149.417.1 3.58 43.808 209.698.7 1.39 61.482
15 Kalimantan Tengah 116,312.0 2.79 77.222 164.959.9 1.09 109.520
lb Kalimantan selatan 109.921.8 2.63 40.429 265.608.7 1.76 97.691
17 Kalimanatan Timur 113,875.4 2.73 55.681 283.773.9 1.88 138.755
SULAWESI: 512.583.6 12.28 39.457 945.749.1 6.28 72.801
18 Sulawesi Utara 109.177.4 2.62 42.685 171.377.6 1.14 67.004
19 Sulawesi Tengah 115.286.1 2.76 63.969 196.620.1 1.30 109.098
20 Sulawesi Selatan 200,107.6 4.80 27.866 444,185.3 2.95 61.85.6
21 Sulawesi Tenggara 88.012.5 2.11 60.700 133.566.2 0.89 92.118
LAINNYA: 707.247.9 16.95 49.623 1.124.216.4 7.46 78.879
22 B a 1 i 72.167.2 1.73 25.381 191.756.0 1.27 67.441
23 Nusa Tenggara Barat 99.280.8 2.38 28.245 172.815.4 1.15 49.165
24 Nusa Tenggara Timur 161.084.3 3.86 47.575 192.215.1 1.28 56.770
25 M a 1 u k u 108.123.2 2.59 55.304 162,136.4 1.08 82.931
26 Irian laya 179.947.1 4.31 102.250 294.424.8 1.95 167.299
27 Timor Timur 86.645.3 2.08 109,216 110.868.8 0.74 139.749
INDONESIA: 4.173.083.4 100.00 22.374 15.070.702.0 100.00 80.801

Sumber: Depaitemen Keuangan, DitJen. Anggaran


base suatu daerab. Dengan menggunakan analisis regresi yang
menggunakan pooled-data dari gabungan antara data cross-section (atas
27 propinsi), dan time-series (secara keseluruban untuk periode 1984/85 -
1990/91), diperoleb basil-basil sebagai mana terlibat pada Tabel 9.
Dari tabel di atas terlibat babwa secara statistik ternyata Inpres
mempunyai pengarub yang cukup berarti (significant) terbadap
perekonomian daerab, kbususnya terbadap PDRB dan tenaga kerja. Hal
ini ditunjukkan, baik dengan nilai t statistiknya yang significant, maupun
nilai R-squared-nya yang cukup besar.

310
Pengembangan Pola Bantuan Daerai

Tabel 9
Hasil analisa regresi
fNDEPINOENT
K
C •JOlAi. INPRES BlOO!
priDR -749,02 0,083 0,55
r l_/l\D
(-2,149) (15,11)
PDRB -1385,60 0,190 0,65
(-4,319) (18,516)
INVESTASI -180,951 0,0202 0,37
(-1,468) (9,021)
INVESTASI -318,918 0,0437 0,43
(-2,576) (10,099)
T E N A G A KERJA -1366,06
(-3,620)
0,080 \)M
T E N A G A KERJA -2452,67 0,182 0,84
(13,638)
(-9,26) (23,787)

Catalan: Angka dalam tanda kuning adalah nilai t-statistik dihitung dengan mempegunakan software TSF
6.53

Dampak Inpres terbadap perekonomian daerab akan semakin nyata


kbususnya bagi Inpres yang bersifat block grants, di mana dengan
melakukan regresi antara ke tiga variabel terikat tersebut terbadap Inpres
yang bersifat block grants, diperoleb basil yang jaub lebib baik
dibandingkan dengan basil regresi sebelumnya, di mana dalam bal ini
ditunjukkan dengan nilai-nilai statistiknya yang lebib besar. Hal ini
berarti babwa pelaksanaan Inpres yang bersifat block ini tidak
menyimpang daripada arab penggunaan yang telab ditetapkan oleb
pemerintab pusat, yaitu antara lain untuk meningkatkan pendapatan dan
kesejabteraan masyarakat, serta menciptakan dan memperluas kesempatan
kerja dan kesempatan berusaba.
Dengan demikian, berdasarkan basil dari kedua regresi tersebut
diperoleb suatu gambaran babwa sejaub ini program Inpres telab
memberikan basil yang positif terbadap perkembangan ekonomi daerab.

V. MASALAH DAN PROSPEK BANTUAN PEMBANGUNAN DAERAH DI


MASA YANG AKAN DATANG
A. Masalah yang Dlhadapl oleh Daerah
Dari uraian di atas dapat terlibat adanya beberapa masalab-masalab, yang
secara lebib terinci dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Belum adanya rumusan yang secara pasti mengenai tujuan dan
maksud pembangunan daerab itu sendiri. Istilab umum yang
biasanya sebagai salab satu tujuan pembangunan daerab adalab
311
Hirawan

"pembangunan yang seimbang" (balanced growth). Namun


tidak adanya kejelasan mengenai definisi dari "pembangunan
yang seimbang" tersebut menyebabkan timbulnya berbagai
macam tafsiran yang berbeda pula, diantaranya adalah
pertumbuhan dengan tingkat yang sama, atau mencapai tingkat
kesejabteraan tertentu, atau mengurangi ketidak merataan
ekonomi antar daerab, dan sebagainya. Tanpa adanya kejelasan
mengenai tujuan daripada pembangunan daerab, maka berbagai
kebijaksanaan yang mempengaruhi alokasi sumber-sumber
ekonomi antar daerab menjadi tidak terarab dan sinkron, sebagai
contob alokasi DIP dan Inpres yang terjadi dewasa ini.
2. Adanya kenyataan babwa tiap daerab mempunyai endowment
yang berbeda, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat
dan corak perkembangan daerab masing-masing. Dengan
demikian, kebijaksanaan-kebijaksanaan yang bersifat umum
tidak dapat diterapkan begitu saja pada masing-masing daerab
tanpa adanya proses penyesuaian terlebib dabulu. Dalam
kaitannya dengan Inpres, maka seyogyanya pemberian dana yang
sifatnya uniform, misalnya Inpres Desa, dan sebagian (85
persen) Inpres Dati 1, perlu dibindari di masa yang akan datang.
3. Secara teoritis, alokasi bantuan pusat ke daerab seyogyanya
didasarkan atas "kebutuban" (needs) dan "kemampuan"
(ability), dengan faktor netral populasi (jumlab penduduk).
Tetapi yang terjadi di Indonesia saat ini adalab babwa, banya
jumlab penduduk yang merupakan faktor penentu yang dominan.
terbadap alokasi Inpres, dan itupun sebenarnya banya berlaku
untuk Inpres Dati 11 karena berdasarkan per kapita basis, dan
yang terakbir luas wilayab sebagai salab satu kriteria alokasi
Inpres Dati 1. Dengan demikian faktor-faktor lainnya yang
merupakan faktor pembeda antar daerab, yang juga
mencerminkan kebutuban dan kemampuan masing-masing
daerab, tidak tercakup dalam kriteria alokasi tersebut. Tentu saja
bal ini akan mengbasilkan alokasi yang kurang fair bagi
daerab-daerab tertentu, karena bisa saja terjadi daerab yang
mempunyai potensi besar (didukung oleb sumber ekonomi yang
melimpab) menerima bantuan yang besar pula.
4. Berdasarkan Tabel 4 terlibat adanya kecenderungan babwa
alokasi Inpres yang bersifat block grants secara proporsional
justru mengalami penurunan (dari sekitar 52,8 persen dalam
Repelita IV menjadi 43,8 persen dalam Repelita V), dan
sebaliknya alokasi Inpres yang bersifat specific grants justru
mengalami peningkatan (dari sekitar 47,2 persen menjadi 56,2
persen). Babkan untuk tabun anggaran yang akan datang
(1993/94) proporsi block grants (45,7 persen) masib relatif lebib
rendab dibandingkan dengan specific grants (54,3 persen).
Pengembangan Pola Bantuan Daerah

karena adanya prioritas arah pembangunan pemerintab yang


masib ditujukan pada pembangunan jalan dan jembatan, baik
untuk propinsi maupun kabupaten/kotamadya, sebingga
kontribusi Inpres jalan dan jembatan terbadap total Inpres
mencapai sekitar 28,5 persen^.
Gejala adanya peningkatan dana yang sifatnya spesifik
dibandingkan dengan dana blok ini sangat ironis sekali, karena
justru pada saat pemerintab berusaba untuk lebib meningkatkan
otonomi daerab melalui serangkaian kebijkasanaan yang
dikeluarkan akbir-akbir ini, diantaranya adalab dengan
diterbitkannya PP No. 14 tabun 1987, pemerintab justru
mengurangi keluwesan daerab dalam menggunakan dana
bantuan Inpres ini. Seyogyanya sesuai dengan alam deregulasi
dan desentralisasi, pemerintah justru barus lebib meningkatkan
block grants kepada pemerintab daerab, dan mengurangi
bal-bal yang bersifat spesifik yang penggunaannya telab
ditentukan oleb pusat.
5. Tidak adanya kepastian yang jelas mengenai besarnya dana
bantuan yang akan diterima oleb daerab. Hal ini akan
menyulitkan pemerintab daerab dalam membuat rencana
pembangunan daerahnya.
B. Prospek Bantuan
Dengan mengacu kepada konteks pembangunan dalam negara kesatuan,
maka tidak dapat dipungkiri babwa peranan bantuan dalam pelaksanaan
pembangunan daerab akan tetap penting bagi daerab. Hanya dalam bal ini
perlu dilakukan beberapa penyempurnaan dalam sistem transfer dana
bantuan tersebut, sebingga dapat dicapai efisiensi dan efektivitas yang
tinggi daripada penggunaan dana bantuan tersebut. Beberapa bal yang
perlu mendapat perbatian antara lain adalab:
1. Penetapan kriteria alokasi yang jelas yang menyangkut segala
aspek (kemampuan dan kebutuban). Langkab berikutnya adalab
memberikan bobot/timbangan yang tepat bagi variabel-variabel
yang merupakan faktor penentu tersebut.
2. Perlu dilakukan suatu konsolidasi yang terpadu antara
pendekatan pembangunan dengan orientasi sektoral dengan
pendekatan pembangunan dengan orientasi regional, sebingga
keduanya bisa berjalan secara terarab dan konsisten.
3. Sesuai dengan arab desentralisasi pembangunan, maka dana
Inpres yang sifatnya block barus ditingkatkan lagi, sementara
yang sifatnya spesifik barus dikurangi. Selain itu juga dana
4 Angka diperoleh dari Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 1993/94, Departemen
Keuangan.

313
Hirawan

block yang sifatnya diarahkan harus dibilangkan, sebingga dana


block tersebut benar-benar merupakan dana bebas yang
penggunaannya ditentukan oleh daerah itu sendiri, sesuai dengan
prioritas pembangunan daerahnya. Selanjutnya untuk dana
spesifik, walaupun sifatnya sektoral namun bendaknya
pemerintab daerab diberi kebebasan untuk menggunakannya
sesuai dengan kebutuhan daerah pada sektor tersebut.
4. Untuk mengbindari masalab ketidak pastian jumlab bantuan,
maka sebaiknya pemerintab mempunyai suatu patokan yang jelas
mengenai jumlab bantuan yang akan diberikan kepada daerab.
Misalnya saja dengan menetapkan sejumlab persentase tertentu
terbadap pendapatan pemerintab pusat.
5. Jika pemerintab tetap ingin mempertabankan dana yang bersifat
spesifik, maka ada baiknya jika pemerintab mulai merumuskan
suatu bentuk dana bantuan spesifik yang bersifat
matching-grants, kbusus untuk kegiatan-kegiatan tertentu.
Dengan adanya dana spesifik yang bersifat matching-grants ini,
maka pemberian dana bantuan dikaitkan dengan pengeluaran
daerab, dan selanjutnya daerab juga dituntut kontribusinya
dalam pengadaan barang dan jasa publik tersebut, sebingga
efisiensi daerab dalam melakukan pengeluaran pembangunan
daerahnya akan meningkat. Sedangkan untuk pengadaan suatu
barang/jasa yang bersifat merit goods pemerintab bisa
memberikan bantuan spesifik yang bersifat nonmatching-grants
atau lump-sum.
V, PELAKSANAAN DESENTRALISASI SECARA BERTAHAP
Terjadinya perubaban struktur ekonomi Indonesia yang mendasar sejak
berlalunya era migas dalam pertengaban tabun 1986 seperti yang telab
diuraikan pada bagian 1, dimana salah satu diantaranya adalab
meningkatnya peran pemerintab daerab yang semakin besar, menyebabkan
beberapa hal yang berkaitan dengan bubungan keseimbangan pusat dan
daerab yang berlaku selama ini perlu disempurnakan lebib lanjut. Sebab
saat ini daerab dituntut untuk tidak saja dapat lebib meningkatkan
kemandiriannya dalam pembiayaan pembangunan daerab, tetapi juga
melayani sektor dunia usaba/swasta yang semakin meningkat kegiatannya
di daerab. Dengan demikian kebijaksanaan desentralisasi secara bertabap
perlu dilakukan, sebingga dapat mendukung pemerintab daerab dalam
melaksanakan pembangunan daerahnya.
Walupun pada dasarnya desentralisasi tugas-tugas pembangunan
kepada pemerintab daerab sudab sangat mendesak, akan tetapi usaba yang
mendadak dan menyelurub dapat menimbulkan masalab yang cukup
serius. Oleb karena itu pelaksanaan desentralisasi tersebut perlu
dilaksanakan secara bertabap, baik bertabap berdasarkan piograin
314
Pengembangan Pola Bantuan Daera i

pembangunan, maupun bertabap berdasarkan kesiapan wilayab. Dengan


demikian, daerab mempunyai kewenangan yang cukup besar untul:
mengatur urusannya sendiri. Implikasi dari usulan ini antara lain ialali
meningkatkan dana bantuan yang bersifat block dan mengurangi dant
yang bersifat spesifik.
Yang dimaksud dengan bertabap secara program adalab babwa
kepada daerab secara bertabap dikurangi pengaraban dan batasan-batasan
yang ketat. Misalnya untuk pelaksanaan pembangunan sekolab dasa'
(Inpres SD), uangnya bisa langsung diserabkan kepada daerab, asalkait
penggunaannya barus untuk SD. Jadi dalam bal ini daerab dapa
menentukan jenis pengeluaran untuk SD tersebut dari daftar penggunaa
yang ditetapkan oleb pemerintab pusat. Pada tabun-tabun berikutnya
secara bertabap diberi kebebasan kepada daerab untuk menggunakan dans
tersebut, yaitu apakab untuk SD, SMP, atau pendidikan lainnya, asalkai
tetap dalam sektor pendidikan. Dengan demikian kemandirian daerai
dalam menetapkan proyek-proyek pembangunan sesuai dengan kebutubai
daerab akan ditingkatkan secara bertabap, walaupun tetap di bawat
pengawasan Inspektorat Wilayab Propinsi (Itwilprop) dan BPKP, yanj
melakukan post-audit secara berkala.
Selanjutnya yang dimaksud dengan tabapan per daerab, yaitu babwj
desentralisasi tidak barus dilaksanakan secara menyelurub di semut
wilayab, akan tetapi dapat secara bertabap dimulai dengan daerab-daeral
yang dirasakan telab siap. Pengertian siap di sini dapat didasarkan kepadt
kesiapan organisasi dan administrasi di daerab yang bersangkutan
Dengan demikian, misalnya propinsi-propinsi di Jawa dapat dipaka
sebagai awal dari desentralisasi tersebut.
VL KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan babwa walaupun
pada dasarnya pelaksanaan Inpres telab memberikan dampak yang positii
terbadap perekonomian daerab (yang ditunjukkan dengan basil statistik
yang significant untuk variabel PDRB dan Tenaga Kerja), namut
nampaknya masib ada beberapa bal yang perlu disempurnakan, kbususnya
berkaitan dengan distribusi dan alokasi Inpres tersebut kepada
daerah-daerah.
Dalam menentukan kriteria alokasi bantuan seyogyanya pemerintah
perlu pula memasukkan unsur-unsur lainnya, selain jumlab penduduk dan
luas wilayab, yang mudab dipabami oleb pemerintab daerab dan sekaligus
juga mencerminkan kebutuban dan kemampuan daerab, misalnya tingkat
konsumsi/pengeluaran masyarakat, PDRB, tingkat inflasi, dan
sebagainya.
Terjadinya perubaban struktur ekonomi Indonesia dalam
pertengaban tabun 1980-an menyebabkan meningkatnya peranan
pemerintab daerab dalam melaksanakan pembangunan daerah. Oleb
315
Hirawan

karena itu, proses desentralisasi secara bertahap, perlu dilakukan oleb


pemerintab, baik berdasarkan program pembangunan, maupun bertabap
berdasarkan kesiapan wilayab.

316
Pengembangan Pola Bantuan Daerah

Kepustakaan
Dono Iskandar Djojosubroto. "Masalah dan Prospek Pembiayaan
Pembangunan Daerab", Makalah disajikan pada sidang Pleno
ISEI, Banjarmasin, 1992.
Hirawan, Susiyati B. "Tbe Role of Revenue Sharing in
Intergovernmental Financial Relation: Tbe Indonesian Case",
Unpublished PhD Thesis, Birmingbam: University of Birmingbam,
1990.
Hirawan, Susiyati B. "Analisa tentang Keuangan Daerab Indonesia",
Ekonomi dan Keuangan Indonesia, 34, 1(1986).
Kepala BAKNP-NP Depeartemen Keuangan. "Pokok-pokok
Kebijaksanaan Keuangan Negara", Penataran Penyelenggaraan
Pemerintab di Daerab, LAN, 1992
Nota Keuangan Republik Indonesia, beberapa tabun.
Statistik Indonesia, BPS, beberapa tabun.
Lampiran Pidato Presiden di depan DPR, Dep. Penerangan RI, beberapa
tabun.

317

Anda mungkin juga menyukai