Anda di halaman 1dari 24

13

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Manajemen


Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan
dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dan fungsi-fungsi
manajeman itu. Jadi manajemenitu merupakan suatu proses untuk mewujudkan
tujuan yang diingini. Yohanes Yahya (2006 ; 1) memberikan pengertian manajemen
sebagai berikut :
“Manajemen adalah proses prencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan usaha-usaha para angota organisasi dan penggunaan sumber
daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan.”
Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia (2002 ; 708) manajemen adalah
penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran.

Menurut Stephen P. Robbins pengertian manajemen adalah proses


pengoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut
terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.

Menurut T. Hani Handoko (2003 ; 3), manajemen adalah proses perencanaan,


pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi
dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan.

Kemudian menurut Melayu S.P Hasibuan (2006 ; 2), manajemen adalah ilmu
dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber
lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah


suatu prooses yang dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan sumber daya
secara efektif dan efisien dengan menggunakan orang-orang melalui perencanaan
(planning), pengaturan (organizing), kepimpinan (leading), dan pengendalian
(controlling) dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.
13
14

2.1.1 Pengertian Operasi


Menurut Subagyo (2000) Operasi adalah kegiatan untuk merubah input (yang
terdiri atas manuasi, material atau bahan baku, dan modal) menjadi suatu output
(yang berupa barang jadi atau jasa) yang memiliki manfaat lebih.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
operasi adalah suatu proses untuk mengubah input menjadi output agar lebih
bermaanfaat.

2.1.2 Pengertian Manajemen Operasi


Menurut Fogarty (1989) dalam buku Manajemen Operasi Edisi Ketiga (Eddy
Harjanto, 2008) mendefinisikan manajemen operasi sebagai suatu proses yang secara
berkesinambungan dan efektif menggunakan fungsi-fungsi manajemen untuk
mengintegrasikan berbagai sumber daya secara efisien dalam rangka mencapai
tujuan.
Sependapat dengan Fogarty, Schroeder (1994) dalam buku Manajemen
Operasi Edisi Ketiga (Eddy Herjanto, 2008) memberikan penekanan terhadap
definisi kegiatan operasi pada tiga hal yaitu pengelolaan fungsi organisasi dalam
menghasilkan barang dan jasa, adanya sistem transformasi yang menghasilkan
barang dan jasa, serta adanya pengambilan keputusan sebagai elemen penting dari
manajemen operasi.
Berdasarkan pengertian menurut para ahli di atas penulis dapat
menyimpulkan bahwa manajemen operasi adalah serangkaian kegiatan yang terjadi
dalam organisasi dimana kegiatan tersebut adalah mengubah sumber daya (modal,
tenaga kerja, material, atau bahan baku) secara efisien menjadi sebuah output (barang
jadi, barang setengah jadi, atau jasa) dalam rangka mencapai tujuan perusahaan.
Dalam sebuah pelaksanaan manajemen operasional, maka ada beberapa
lingkup yang terkait seperti adanya perancangan desain dari sistem operasional dan
industri serta adanya pengoperasian dari sistem produksi dan juga operasional. Untuk
bisa merancang desain dari sistem operasional dan produksi, maka diperlukan
tindakan antara lain adalah seleksi untuk perancangan desain dari produk, seleksi dan
juga perancangan dalam kegiatan proses produksi, pemilihan lokasi dari kegiatan
industri dan juga unit kerja industri yang akan dilibatkan, perancangan sistem kerja
15

dan tata letak, perancangan dari tugas dan pekerjaan, dan perancangan dari strategi
operasional, produksi dan pemilihan dari kapasitas.
Dalam pengoperasian mengenai sistem produksi dan juga operasional,
manajemen operasional juga perlu mempertimbangkan mengenai bagaimana cara
menyusun rencana untuk operasional dan produk, perencanaan serta pengendalian
dari persediaan alat dan bahan serta bagaimana pengadaan barang, pemeliharaan
performa dan fungsi dari mesin dan peralatan yang terkait, pengendalian mutu hasil
produksi dan manajemen untuk tenaga kerja yang dibutuhkan.
Manajemen operasional juga mencakup pengambilan keputusan dalam suatu
organisasi bisnis. Berkaitan dengan sudut pandang mengenai kondisi dari keputusan
yang diperlukan, maka ada beberapa macam jenis dari pengambilan keputusan,
antara lain adalah pengambilan keputusan yang terkait dengan satu hal yang sudah
pasti, pengambilan keputusan yang terkait dengan kejadian yang memiliki potensi
resiko tertentu, pengambilan keputusan yang terkait pada satu hal yang tidak pasti,
serta pengambilan keputusan mengenai adanya kejadian atau pun peristiwa yang
terjadi akibat adanya pertentangan yang berhubungan dengan adanya kondisi lain.
Pengambilan keputusan yang ada pada manajemen operasi ada beberapa
jenis, di antaranya adalah proses, kapasitas, tenaga kerja, persediaan dan juga
kualitas. Selain itu juga terdapat pengambilan keputusan yang terkait dalam kegiatan
manajemen sistem produksi dan keputusan yang berkaitan dengan perencanaan
strategis.

2.2 Pelabuhan
Pelabuhan berasal dari kata port dan harbour, namun pengertiannya tidak
dapat sepenuhnya diadopsi secara harafiah. Harbour adalah sebagian perairan yang
terlindung dari badai, aman dan baik/cocok untuk akomodasi kapal-kapal untuk
berlindung, mengisi bahan bakar, persediaan, perbaikan dan bongkar muat barang.
Port adalah harbour yang terlindung, dengan fasilitas terminal laut yang terdiri dari
tambatan/dermaga untuk bongkar muat barang dari kapal, gudang, transit dan
penumpukan lainnya untuk menyimpan barang dalam jangka pendek ataupun jangka
panjang (Triatmodjo, 1996).

Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, menyatakan :


16

“Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan


dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar,
naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan
tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan
keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai
tempat pemindahan intra dan antarmoda transportasi” dan

“Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksaan


fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, kemanan, dan ketertiban
arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan
keamanan berlayar, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda serta
mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan
tata ruang wilayah”.

Pelabuhan dapat pula diartikan sebagai terminal dan area di mana kapal-kapal
memuat atau membongkar muatan di dermaga, di lokasi labuh, di bui pelampung
atau sejenisnya dan mencakup perairan tempat menunggu giliran mendapatkan
pelayanan. Berdasarkan pada pengertian-pengertian yang telah dikemukakan diatas,
maka pelabuhan dapat diartikan sebagai tempat kapal berlabuh (anchorage),
mengolah gerak (maneuver), dan bertambat (berthing) untuk melakukan kegiatan
menaikkan dan/atau menurunkan penumpang dan barang secara aman (securely) dan
selamat (safe)

2.2.1 Peran Pelabuhan


Dalam kedudukan pelabuhan sebagai sub system terhadap pelayaran dan
mengingat pelayaran sendiri adalah pembawa bendera mengikuti pola perdagangan
(ship follows the trade), maka pelabuhan menjadi salah satu unsur penentu terhadap
aktivitas perdagangan. Perdagangan yang dikelola secara efisien akan mendorong
kemajuan perdagangan, bahkan industri di daerah belakang akan melaju dengan
sendirinya.
Apabila diamati perkembangan historis beberapa kota metropolitan terlebih
di Negara kepulauan seperti Indonesia, maka pelabuhan turut membesarkan kota
17

dimaksud. Pelabuhan menjadi pemicu bertumbuhnya jaringan jalan raya, jaringan rel
kereta api, dan pergudangan tempat distribusi ataupun konsolidasi barang komoditas.
Jaringan sarana dan prasarana moda transportasi darat menjadi pelabuhan sebagai
titik simpul intramoda transportasi darat dan antarmoda darat-laut.
Biaya jasa di pelabuhan yang dikelola secara efisien dan professional akan
menjadi rendah, sehingga bisnis pada sektor lain bertumbuh pesat. Pelabuhan
berperan sebagai focal point bagi perekonomian maupun perdagangan, dan menjadi
kumpulan badan usaha seperti pelayaran dan keagenan, pergudangan, freight
forwarding, dan angkutan barang.

2.2.2 Fungsi Pelabuhan


1. Gateway
Berasal dari kata pelabuhan atau port yang berasal dari kata Latin porta
telah bermakna sebagai pintu gerbang atau Gateway. Pelabuhan berfungsi sebagai
pintu yang dilalui orang dan barang ke dalam maupun ke luar pelabuhan yang
bersangkutan. Disebut sebagai pintu karena pelabuhan adalah jalan atau area resmi
bagi lalu lintas barang perdagangan. Masuk dan keluarnya barang harus memenuhi
prosedur kepabenan dan karantinaan, di luar jalan resmi tersebut tidak dibenarkan.
2. Link
Dari batasan pengertian yang telah dipaparkan terlebih terdahulu,
keberadaan pelabuhan pada hakikatnya memfasilitasi pemindahan barang muata
antara moda transportasi darat dan moda transportasi laut menyalurkan barang masuk
dan keluar daerah pabean secepat dan seefisien mungkin. Pada fungsinya link ini
terdapat setidaknya tiga unsur penting yakni : (a) menyalurkan atau memindahkan
barang muatan dalam kapal ke truk; (b) operasi pemindahan berlangsung cepat
artinya minimum delay dan (c) efisien dalam arti biaya.
3. Interface
Barang muatan yang diangkut via maritime transport setidaknya melintasi
area pelabuhan dua kali, yakni satu kali di pelabuhan muat dan satu kali di pelabuhan
bongkar. Di pelabuhan muat dan demikian juga di pelabuhan bongkar dipindahkan
dari/ke sarana angkut dengan menggunakan berbagai fasilitas dan peralatan mekanis
maupun non mekanis. Peralatan untuk memindahkan muatan menjembatani kapal
dengan truk/kereta api atau truk/kereta api dengan kapal. Pada kegiatan tersebut
fungsi pelabuhan adalah antar muka (interface). Di setiap operasi pemindahan barang
18

yang terdiri dari operasi kapal, operasi transfer dermaga, operasi gudang/lapangan,
dan operasi serah terima barang alat-alat angkut & muat (lifting & transfer
equipment) mutlak perlu. Pada pelayanan barang muatan curah fungsi interface
secara fisik nyata sekali. Peralatan loader/unloader menghubungkan kapal dengan
kereta api/truk di darat. Kehandalan (reliability) alat-alat dan metode kerja yang
sistemik merupakan unsur penentu tingkat kecepatan, kelancaran dan efisiensi
aktivitas kepelabuhanan.
4. Industrial Entity
Pelabuhan yang diselenggarakan secara baik akan bertmbuh dan akan
menyuburkan bidang usaha lain sehingga are pelabuhan menjadi zona industri terkait
dengan kepelabuhanan.

2.2.3 Kinerja Pelabuhan


Kinerja pelabuhan dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pelayanan
pelabuhan kepada pengguna pelabuhan (kapal dan barang), yang tergantung pada
waktu pelayanan kapal selama berada di pelabuhan. Kinerja pelabuhan yang tinggi
menunjukkan bahwa pelabuhan dapat memberikan pelayanan yang baik.
(Triatmodjo, 2010).
Berdasarkan Keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor
UM.002/38/18/DJPL-11 tanggal 15 Desember 2011 tentang Standar Kinerja
Pelayanan Operasional Pelabuhan, kinerja pelayanan operasional adalah hasil kerja
terukur yang dicapai di pelabuhan dalam melaksanakan pelayanan kapal, barang,
utilitas fasilitas dan alat dalam periode waktu dan satuan tertentu. Indikator kinerja
pelayanan yang terkait dengan jasa pelabuhan terdiri dari :
1. Waktu Tunggu Kapal (Dwelling Time) merupakan jumlah waktu sejak
pengajuan permohonan tambat setelah kapal tiba di lokasi labuh sampai
kapal digerakkan menuju tambatan.
2. Waktu Pelayanan Pemanduan (Approach Time/AT) merupakan jumlah
waktu terpakai untuk kapal bergerak dari lokasi labuh sampai ikat tali di
tambatan atau sebaliknya.
3. Waktu Efektif (Effective Time/ET) merupakan jumlah jam bagi suatu
kapal yang benar-benar digunakan untuk bongkar muat selama kapal di
tambatan.
19

4. Berth Time (BT) merupakan jumlah waktu siap operasi tambatan untuk
melayani kapal.
5. Berth Working Time (BWT) adalah waktu untuk bongkar muat selama
kapal berada di dermaga.
6. Receiving/Delivery peti kemas merupakan kecepatan pelayanan
penyerahan/penerimaan
di terminal peti kemas yang dihitung sejak alat angkut masuk hingga
keluar yang dicatat di pintu masuk/keluar.
7. Tingkat Penggunaan Dermaga (Berth Occupancy Ratio/BOR) merupakan
perbandingan antara waktu penggunaan dermaga dengan waktu yang
tersedia (dermaga siap operasi) dalam periode waktu tertentu yang
dinyatakan dalam persentase.
8. Tingkat Penggunaan Gudang (Shed Occupancy ratio/SOR) merupakan
perbandingan antara jumlah pengguna ruang penumpukan dengan ruang
penumpukan yang tersedia yang dihitung dalam satuan ton hari atau
satuan M3 hari.
9. Tingkat Penggunaan Lapangan Penumpukan (Yard Occupancy
Ratio/YOR) merupakan perbandingan antara jumlah penggunaan ruang
penumpukan dengan ruang penumpukan yang tersedia (siap operasi) yang
dihitung dalam satuan ton hari atau M3 hari.
10. Kesiapan operasi peralatan merupakan perbandingan antara jumlah
peralatan yang siap untuk dioperasikan dengan jumlah peralatan yang
tersedia dalam periode waktu tertentu.

2.3 Bongkar Muat


Ukuran-ukuran tonase, kecepatan, dan waktu operasi bongkar-muat (time and
motion measurements) merupakan indikator penting untuk mengukur tingkat
efisiensi kegiatan operasi. Untuk pelabuhan-pelabuhan internasional digunakan
empat macam indikator operasi bongkar-muat muatan umum, yakni :
1. Arus Barang (Output)
2. Waktu pelayanan kapal (Service Time)
3. Rasio pemakaian fasilitas dermaga (Berth Occupancy)
4. Biaya bongkar-muat barang (Cost per Ton Handled)
20

Empat indikator tersebut berhubungan erat satu sama lain, saling


memengaruhi, dan membentuk satu system di dalam mana salah satu indikator tidak
berdiri sendiri sebagaimana gambar berikut ini.

Kinerja Pelabuhan

Waktu Rasio Biaya Bongkar


Arus Barang Pelayanan Pemakaian Fas. Muat Barang
(Output) Kapal (Service Dermaga (Cost per Ton
Time) (Berth Handled)
Occupancy)
Gambar 2.1 Indikator Pelayanan Pelabuhan
Sumber : (Penulis, 2015)

2.3.1 Pengertian Bongkar


Menurut Badudu (1994 ; 200) Bongkar diterjemahkan sebagai: “Bongkar
berarti mengangkat, membawa keluar semua isi sesuatu, mengeluarkan
semua.”Sedangkan menurut Forum Komunikasi Operator Terminal Asosiasi PBM
Jakarta (2002 ; 10): “Bongkar adalah kegiatan membongkar barang muatan dari
kapal,”
Adapun menurut F.D.C. Sudjatmiko (1997 ; 348): Pembongkaran merupakan
suatu pemindahan barang dari suatu tempat ke tempat lain dan bisa juga dikatakan
suatu pembongkaran barang dari kapal ke dermaga, dari dermaga ke gudang atau
sebaliknya dari gudang ke gudang atau dari gudang ke dermaga baru diangkut ke
kapal.

2.3.2 Pengertian Muat


Pengertian Muat menurut Badudu (1994 ; 941) : “Berisi, pas, cocok, masuk
ada didalamnya, dapat berisi, memuat, mengisi, kedalam, menempatkan.’Sedangkan
menurut Forum Komunikasi Operator Terminal (2002 ; 10) adalah: “Muat adalah
kegiatan memuat barang muatan ke kapal.”
21

2.3.3 Pengertian Bongkar Muat


Menurut Dirk Koleangan, pengertian kegiatan Bongkar Muat adalah sebagai
berikut : Kegiatan Bongkar Muat adalah kegiatan memindahkan barang-barang dari
alat angkut darat, dan untuk melaksanakan kegiatan pemindahan muatan tersebut
dibutuhkan tersedianya fasilitas atau peralatan yang memadai dalam suatu cara atau
prosedur pelayanan.
Menurut F.D.C. Sudjatmiko (1993 ; 348) : Bongkar Muat adalah pemindahan
muatan dari dan keatas kapal untuk ditimbun ke dalam atau langsung diangkut ke
tempat pemilik barang dengan melalui dermaga pelabuhan dengan mempergunakan
alat pelengkap bongkar muat, baik yang berada di dermaga maupun yang berada di
kapal itu sendiri. Sedangkan menurut Subandi (1989 ; 27) yaitu: “Bongkar muat
adalah sebuah rangkaian kegiatan perusahaan terminal untuk melaksanakan
pemuatan atau pembongkaran dari dan ke atas kapal” pengertian Bongkar- Muat
menurut Amir M.S (1999 ; 105) : Pekerjaan membongkar barang dari atas dek atau
palka dan menempatkannya ke atas dermaga (kade) atau ke dalam tongkang atau
kebalikannya, memuat dari atas dermaga atau dalam tongkang dan menempatkannya
ke atas dek atau ke dalam palka dengan menggunakan derek kapal.
Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 33 (2001 ; 5) : Kegiatan
Bongkar Muat adalah kegiatan bongkar muat barang dari dan atas ke kapal meliputi
kegiatan pembongkaran barang dari palka kapal ke atas dermaga di lambung kapal
atau sebaliknya (stevedoring), kegiatan pemindahan barang dari dermaga di lambung
kapal ke gudang/lapangan penumpukan atau sebaliknya (cargodoring) dan kegiatan
pengambilan barang dari gudang/lapangan dibawa keatas truk atau
sebaliknya (receiving/delivery).
Bongkar-Muat menurut PP. No. 17/1988 didefinisikan sebagai: “Suatu
kegiatan jasa yang bergerak yang membongkar ataupun memuat benda atau barang
baik dari kapal atau ke kapal yang meliputi dari kegiatan stevedoring,
cargodoringdan receiving-delivery”.
Keputusan Menteri Perhubungan berdasarkan Undang-undang No.21
Tahun1992, KM No.14 Tahun 2002, Bab I Pasal 1, Bongkar muat adalah: Kegiatan
bongkar muat barang dari dan atau ke kapal meliputi kegiatan pembongkaran barang
dari palka kapal ke atas dermaga di lambung kapal ke gudang lapangan penumpukan
atau sebaliknya (stevedoring), kegiatan pemindahan barang-barang dari dermaga di
lambung kapal ke gudang lapangan penumpukan atau sebaliknya (cargodoring) dan
22

kegiatan pengambilan barang dari gudang atau lapangan di bawa ke atas truk atau
sebaliknya (receiving/delivery).
Menurut KM No.25 Tahun 2002 Pasal 1 Tentang Pedoman dasar Perhitungan
Tarif Pelayaran Jasa Bongkar Muat dari dan ke kapal di pelabuhan:
a. Stevedoring : Pekerjaan membongkar barang dari kapal ke
dermaga/tongkang/truk atau memuat barang dari dermaga/tongkang/truk ke
dalam kapal sampai dengan tersusun dalam palka kapal dengan menggunakan
derek kapal atau derek darat.
b. Cargodoring : Pekerjaan melepaskan barang dari tali/jala-jala (eks tackle)
di dermaga dan mengangkut dari dermaga ke gudang/lapangan penumpukan
selanjutnya menyusun di gudang lapangan atau sebaliknya.
c. Receiving/delivery : Pekerjaan memindahkan barang dari timbunan/tempat
penumpukan di gudang/lapangan penumpukan dan menyerahkan sampai
tersusun di atas kendaraan di pintu gudang/lapangan penumpukan atau
sebaliknya.
Di dalam KM. No.25 Tahun 2002 ini juga menyebutkan bahwa kegiatan
bongkar muat dibedakan menjadi :
a. Bongkar muat direede adalah : Pekerjaan membongkar dari kapal yang
tidak bersandar di dermaga ke tongkang di lambung kapal selanjutnya
megeluarkan dari tali/jala-jala (eks tackle) dan menyusun di tongkang serta
membongkar dari tongkang ke dermaga atau sebaliknya.
b. Bongkar muat langsung ke atau dari dermaga (kade losing/loading) adalah
pekerjaan membongkar muatan atau barang dari kapal langsung ke dermaga
dan selanjutnya mengeluarkan dari tali/jala-jala (eks tackle) serta menyusun di
truck/ tongkang atau sebaliknya.
Mengacu pada beberapa pengertian diatas mengenai Bongkar Muat, maka
penulis mencoba membuat suatu kesimpulan yaitu bongkar muat adalah suatu proses
kegiatan pemindahan barang dari dan ke atas kapal dengan menggunakan alat
bongkar muat yang tersedia di pelabuhan tempat kegiatan bongkar muat itu
dilaksanakan.
Adapun kegiatan bongkar barang muatan kapal berlangsung sesuai dengan urutan :
a. Ship operation : Operasi menurunkan muatan langsung ke truk atau ke
gerbong kereta api dan/atau ke tongkang, dan melalui gudang/lapangan
penumpukan.
23

b. Quay transfer operation : Operasi pemindahan barang dari dermaga


khususnya ke gudang atau lapangan.
c. Storage atau sheld & yard operation : Operasi penyusunan barang secara
teratur di gudang/lapangan.
d. Receiving & delivery operation : Operasi serah terima barang yang dapat
berlangsung di lokasi dermaga (ke truk atau ke tongkang), dan di sisi darat
gudang atau lapangan penumpukan.

2.4 Peralatan Bongkar Muat


Kegiatan handling muatan dari moda transportasi laut ke darat dan sebaliknya
dari moda tranportasi darat ke laut, amat berpengaruh kepada waktu kapal berada di
tambatan (ships’s time at berth) atau bahkan terhadap waktu kapal di pelabuhan
(ship’s time in port) dan juga waktu untuk bongkar muat selama kapal berada di
dermaga (berth working time). Manajemen operasi dermaga senantiasa berupaya
mencapai kinerja yang baik yang ditandai dengan tiadanya waktu terbuang (idle
time) kapal selama di dermaga. Bahkan pihak manajemen tidak terbatas hanya pada
upaya mencegah idle time akan tetapi tingkat output yang optimal juga merupakan
target. Makin tinggi output per jam atau shift pada keadaan idle time sekecil
mungkin, semakin cepat kapal menyelesaikan bongkar muat. Sehingga dengan
demikian keberadaan kapal di pelabuhan semakin singkat namun efisien.
Sumber daya yang dimanfaatkan untuk menunjang tercapainya kinerja
bongkar muat yang baik adalah tenaga kerja bongkar muat yang terampil
berpasangan dengan peralatan (handling equipment). Adapun contoh dari alat yang
digunakan untuk menunjang proses bongkar muat adalah sebagai berikut.

1. Quayside Gantry Crane


Container crane dibangun pertama kali tahun 1959 oleh Paceco dengan
kontruksi aslinya “A” frame dan dinamakan “Portainer”. Quayside container crane
(QCC) berdiri dan berjalan diatas rel di pinggir dermaga dengan sumber tenaga
listrik dari pembangkit tenaga listrik di darat atau mesin diesel pembangkit tenaga
listrik sendiri (on board power supply), QCC melayani operasi kapal, prinsip
kerjanya sebagaimana terlihat dalam gambar 2.2 berikut ini.

Peti kemas dari palka kapal diangkat ke atas, kemudian dengan gerakan
horizontal dibawa dengan trolley kearah dermaga dan berhenti di antara kedua kaki
24

crane (legs) untuk meurunkan peti kemas sampai berada tepat di atas bak chassis
yang sudah siap menerimanya. Gerakan berikutnya adalah mengembalikan spreader
kosong dari posisi di dermaga dibawa oleh trolley ke palka kapal, dan mendaratkan
spreader di atas peti kemas yang dibongkar berikutnya

Gambar 2.2 Quayside Railmounted Container Crane


Sumber : (Lasse, 2014). Manajemen Muatan.

2. Rubber Tyred Yard Gantry Crane


Crane lapangan terberat yang melayani kegiatan transfer peti kemas baik
untuk quay transfer operation maupun untuk receipt/delivery operation adalah alat
yang dibuat pertama kali oleh Paceco dan dinamakan “Transtainer”. Kini alat
transtainer dikenal dalam dua tipe yaitu tipe yang berjalan di atas roda, disebut juga
Rubber Tyred Gantry (RTG) Crane dan tipe yang berjalan di atas rel dengan roda-
roda baja, disebut rail-mounted yard gantry crane.
Jenis RTG lebih banyak digunakan karena alasan operasional, lebih luwes
dalam olah gerak (manoeuver), dan mudah bergerak menjelajahi seluruh terminal.
RTG mampu melayani lima sampai enam row dalam setiap blok dengan ketinggian
sampai lima stack atau one-over four. Pada setiap blok tersedia satu jalur roadway
untuk head truck-chassis pengangkut peti kemas yang dimuat (lift on) atau
diturunkan (lift off) dengan menggunakan RTG.
Mobilitas RTG mencapai 5,5 – 9 km/jam; kecepatan angkat (hoist speed)
antara 9 – 23 meter/menit dengan beban, dan 18 – 49 meter/menit tanpa beban. Total
25

angkatan sebanyak 18 – 23 box/jam. Sebuah Rubber Tyred Gantry Crane


ditunjukkan dalam gambar berikut ini.

Gambar 2.3 Rubber Tyred Gantry Crane


Sumber : (Lasse, 2014). Manajemen Muatan.

3. Straddle Carrier
Alat straddle carrier (SC) berfungsi sebagai yard crane untuk melakukan
sesuatu melakukan kegiatan lift on dan lift off. Disebut juga sebagai travel lift karena
berjalan di atas roda-roda seperti halnya RTG dan difungsikan sebagai alat angkat
dan alat angkut. Generasi permulaan mampu melakukan stack 1-3 atau one over two
berjalan dengan 6 roda. Mobilitas straddle carrier lebih leluasa mengangkut peti
kemas dari satu blok ke blok lain, bahkan dapat melayani kegiatan quay transfer
maupun CFS operation. Kecepatan jalan 20-30 km/jam tanpa beban dan 17-25
km/jam denga muatan peti kemas dengan perfomansi 12-20 unit peti kemas per jam
(tergantung jarak travel).
26

Gambar 2.4 Straddle Carrier


Sumber : (Lasse, 2014). Manajemen Muatan.
4. Top Loader
Alat angkat ini untuk pelayanan lift on dan lift off. Semua bagian-bagiannya
tidak berbeda dengan fork lift truk (FLT), akan tetapi pada top loader dipasang
spreader sebagai attachment utama, dengan daya angkat antara 35 sampai 40 ton dan
menggunakan motor diesel sebagai sumber tenaga gerak dilengkapi dengan system
hidrolik. Tiang (mast) pengangkat dirancang secara telescopic yang mampu
mengangkat beban sampai pada ketinggian 3-5 stack peti kemas isi atau 8 – 10 stack
peti kemas kosong.

Gambar 2.5 Top Loader


Sumber : (Lasse, 2014). Manajemen Muatan.
27

5. Reach Stacker
Alat angkat ini disebut reach stacker. Dirancang sebagai yard crane yang
mobilitasnya melebihi top loader. Boom telescopic dilengkapi spreader dapat
menjangkau sampai dengan 3 row dan ketinggian 5 stack. Kelebihan alat ini lagi
adalah spreader dapat berputar 900 sehingga dapat mengangkat peti kemas dalam
posisi melintang maupun membujur. Pada perlintasan relatif sempit yang hanya
selebar ukuran peti kemas dan badan reach stacker sekitar 4,5 meter, dapat dilewati.
Melayani lift on atau lift off ke dan dari atas trailer dapat dilakukan dari arah sisi kiri
atau kanan dan dari arah belakang jika diperlukan.

Gambar 2.6 Reach Stacker


Sumber : (Lasse, 2014). Manajemen Muatan.

6. Head Truck dan Chassis


Kegiatan-kegiatan ship operation, quay transfer operation, yard operation,
dan receipt/delivery operation sangat tergantung pada lini penghubung satu sama
lain yakni kegiatan haulage dengan menggunakan pasangan head truck – chassis.
Alat ini menjembatani berbagai lokasi kegiatan (spots) di terminal, dari dan ke
dermaga, CFS, lapangan, depot, bahkan ikut bersama kapal ro-ro.
28

Gambar 2.7 Head Truck dan Chassis


Sumber : (Lasse, 2014). Manajemen Muatan.

7. Fork Lift Truck


Di antara semua jenis lift truck seperti front-end loader atau top loader, side
loader, wheel loader, dan reach stacker, fork lift truck (FLT) adalah yang paling
popular karena dapat digunakan serba guna di terminal umum atau khusus, cukup
dengan menyesuaikan alat bantu (attachments).
Di terminal peti kemas, FLT berkapasitas angkat antara 12-50 ton banyak
disediakan sebagai back up system yang selalu siap mengisi kekurangan jumlah alat
jenis lift truck. FLT yang dioperasiokan pada kegiatan lift on dan lift off, atau di CFS
sambil maju memasukkan garpu angkatnya ke dalam packets yang disediakan di sisi
dasar petikemas, lalu mengangkat, meletakkan, kemudian mundur untuk
melepaskannya.

Gambar 2.8 FLT untuk kegiatan Stuffing/Un-stuffing


29

Sumber : (Lasse, 2014). Manajemen Muatan

8. Rail Mounted Yard Gantry Crane


Fungsi alat ini adalah sama dengan RTG crane yang sudah dijelaskan lebih
dulu. Alat jenis ini berjalan dengan roda-roda baja di atas rel, di luar itu tidak bisa
digunakan.
Penempatan yard crane jenis rail mounted biasanya di lokasi lapangan CY
dan pada operasi receipt & delivery. Di lokas receipt & delivery cocok untuk
melayani system lift off dan lift on dari dan ke atas gerbong karena api yang
terpasang sekitar dua atau tiga row plus satu jalur roadway.
Kemajuan teknologi pembangunan crane jenis ini tercatat sangat signifikan.
Dirancang serba otomastis dengan program computerized yang mampu membawa
crane ke blok dan row tertentu secara akurat sehingga operator cukup difungsikan
sebagai tenaga back up.

Gambar 2.9 Rail-Mounted Yard Gantry Crane


Sumber : (Lasse, 2014). Manajemen Muatan

9. Harbour Mobile Crane


Operasi bongkar-muat kapal tipe semi-kontainer di terminal multipurpose
dilayani dengan memakai harbour mobile crane. Kelebihan dari HMC ialah handling
capacity dan outreach yang lebih besar dan lebih jauh. Dari segi kontruksi HMC
dirancang dengan lattice boom yang dipasang di atas tower yang ditopang outriggers
hidrolik yang kokoh.
30

Gambar 2.10 Harbour Mobile Crane


Sumber : (Lasse, 2014). Manajemen Muatan

2.5 Parameter Berth Working Time


Kunjungan kapal ke suatu pelabuhan bertujuan melakukan aktivitas bongkar-
muat secepat dan seaman mungkin. Kalau tidak perlu kapal tidak akan berlama-lama
di pelabuhan, termasuk waktu-waktu menunggu ketersediaan fasilitas, muatan,
penyelesaian dokumen, dan jadwal kerja pelabuhan setempat.
Waktu kapal di pelabuhan (Ship Turnround Time atau Ship’s Time in Port)
dihitung sejak kapal memanfaatkan fasilitas perairan labuh jangkar di mana kapal
tercatat sudah tiba di pelabuhan setempat atau ketika pand sudah berada diatas kapal
sampai dengan berangkat meninggalkan pelabuhan di saat pandu melepaskan
keberangkatan kapal yang bersangkutan. Ship Turnround Time atau disingkat TRT
terurai menjadi Waktu kapal di dermaga (Ship Berthing Time atau Ship’s Time at
Berth) disingkat BT setelah dikurangi waktu menunggu kesempatan bersandar di
dermaga (Waiting Time) disingkat WT. Ship Berthing Time terurai menjadi Waktu
kerja kapal di dermaga (Berth Working Time) disingkat BWT setelah dikurangi
waktu terjadwal tanpa kegiatan (Non Operational Time) disingkat NOT. Berth
Working Time terurai menjadi Waktu kerja efektif kapal (Effective Time) disingkat
ET setelah dikurangi waktu stop operasi (Idle Time) disingkat IT.

2.5.1 Pengukuran Kinerja Pelayanan Terminal Petikemas


Dalam perhitungan kinerja operasional terminal, terdapat beberapa indikator
terutama yang berkaitan dengan pelayanan kapal di dermaga, yaitu waktu pelayanan.
Waktu pelayanan ini terdiri dari :
31

1) Berthing time, yaitu total waktu yang digunakanoleh kapalselama berada di


tambatan. Berthing time terdiri dari berth working time dan not operation
time.
Berthing time (BT) :
BT = BWT + NOT .................................
dimana:
BT = jumlah jam satu kapal selama berada di tambahan
2) Berth working time yaitu waktu yang direncanakan untuk melakukan kegiatan
bongkar muat, yang terdiri dari effective time dan idle time.
Berth Working Time (BWT):
BWT = ET + IT .......................................
BWT = BT - NOT ...................................

Dimana :
1. Berth Working Time, yaitu jumlah jam satu kapal yang direncanakan untuk
melakukan kegiatan bongkar / muat petikemas selama berada di tambatan.
2. Not operation time, yaitu waktu yang direncanakan untuk tidak bekerja (tidak
melakukan kegiatan bongkar muat), seperti waktu istirahat yaitu 30 menit tiap
Shift.
3. Effective time, yaitu waktu yang digunakan untuk melakukan kegiatan
bongkar muat secara efektif.
4. Idle time, yaitu waktu yang tidak digunakan untuk melakukan kegiatan
bongkar muat atau waktu menganggur, seperti waktu yang terbuang saat
peralatan bongkar muat rusak.
Pelayanan di pelabuhan atau terminal general cargo dikatakan berkualitas
apabila para manajer pelabuhan atau yang setara, menjalankan fungsi pengendalian
dengan mengupayakan waiting time, non operational time, idle time, dan berth
working time serendah mungkin mendekati nol. Pada kesempatan yang sama fungsi
kendali diarahkan pada kecepatan bongkar-muat yang didukung pilihan yang tepat
atas alat mekanis dan non mekanis serta sumber daya yang lain.
Disini penulis akan lebih fokus dan banyak membahas dari sisi berth working
time nya saja dari sekian banyak penilaian dalam waktu tunggu kapal. Karena berth
working time menurut penulis sangat memiliki pengaruh yang besar di dalam
pelabuhan. Waktu kerja kapal di dermaga terutama saat proses bongkar muat harus
32

berlangsung secara efektif maupun efisien agar meningkatkan kinerja dari pelabuhan
itu sendiri.

2.6 Pendapatan Pelabuhan

2.6.1 Pengertian Pendapatan Menurut Para Ahli


Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari
suatu aktivitas yang dilakukannya, dan kebanyakan aktivitas tersebut adalah aktivitas
penjualan produk dan atau penjualan jasa kepada konsumen. Kata pendapatan dalam
dunia bisnis bukanlah hal yang asing. Bagi investor, pendapatan tidak terlalu penting
jika dibandingkan dengan keuntungan, yang merupakan jumlah uang yang akan
diterima setelah dikurangi dengan pengeluaran.
Kieso, Warfield dan Weygantd (2011 ; 955) Pendapatan adalah arus masuk
bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal entitas selama suatu
periode, jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal
dari kontribusi penanaman modal.
Skousen, Stice dan Stice (2010 ; 161) Pendapatan adalah arus masuk atau
penyelesaian (atau kombinasi keduanya) dari pengiriman atau produksi barang,
memberikan jasa atau melakukan aktivitas lain yang merupakan aktivitas utama atau
aktivitas centra yang sedang berlangsung.

2.6.2 Konsep pendapatan menurut Ilmu Ekonomi


Pendapatan merupakan nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh
seseorang dalam seminggu dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir
periode seperti keadaan semula. Pengertian tersebut menitikberatkan pada pola
kuantitaif pengeluaran terhadap konsumsi selama satu periode. Secara garis besar,
pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode ditambah keseluruhan hasil
yang diperoleh selama satu periode, bukan hanya yang dikonsumsi. Defenisi
pendapatan menurut ilmu ekonomi menutup kemungkinan perubahan lebih dari total
harta kekayaan, badan usaha awal periode dan menekankan pada jumlah nilai yang
statis pada akhir periode.
Konsep pendapatan menurut ilmu ekonomi dikemukakan oleh Wild (2003 ;
311), “economic income is typically measured as cash flow plus the change in the
fair value of net assets. Under this definition, income includes both realized (cash
flow) and unrealized (holding gain or loss) components”. Menurut Wild, pendapatan
33

secara khusus diukur sebagai aliran kas ditambah perubahan dalam nilai bersih
aktiva. Wild memasukkan pendapatan yang dapat direalisasi sebagai komponen
pendapatan.
Dari definisi yang dikemukakan diatas, pendapatan menurut ekonomi
mengindikasikan adanya suatu aliran dana (kas) yang terjadi dari satu pihak kepada
pihak lainnya. Menurut Rosyidi (1999 ; 100) “Pendapatan harus didapatkan dari
aktivitas produktif”.
Pendapatan bagi masyarakat (upah, bunga, sewa dan laba) muncul sebagai
akibat jasa produktif (productive service) yang diberikan kepada pihak business.
Pendapatan bagi pihak business diperoleh dari pembelian yang dilakukan oleh
masyarakat untuk memperoleh barang dan jasa yang dihasilkan atau diproduksi oleh
pihak business, maka konsep pendapatan (income) menurut ekonomi pada dasarnya
sangat berbeda dengan konsep pendapatan (revenue) menurut akuntansi.

2.6.3 Sumber-Sumber Pendapatan Pelabuhan


Pelayanan jasa fasilitas terbagi dua yakni fasilitas pokok dan fasilitas
penunjang (ancillary services). Fasilitas pokok ditujukan terutama untuk pelayanan
kapal, barang, dan penumpang; Fasilitas penunjang meliputi pelayanan umum
meliputi persewaan tanah dan bangunan/perkantoran, air untuk kapal, tenaga listrik,
perparkiran, dan pas pelabuhan.
Produksi fasilitas pokok untuk kapal, meliputi :
1. jasa keselamatan navigasi
2. jasa labuh
3. jasa pemanduan
4. jasa tunda
5. jasa mooring/unmooring
6. jasa tambat
Produksi fasilitas pokok untuk kargo, meliputi :
1. jasa dermaga
2. jasa stevedoring
3. jasa transfer ke gudang
4. jasa pergerakan ekstra
5. jasa receiving-delivery
6. jasa gudang
34

7. jasa persewaan alat

A. Produksi Kapal
1) Jasa keselamatan navigasi (Port Dues) dipungut atas pemakaian fasilitas berlayar
berupa alur, vessel traffic control, break waters, pasukan pemadam kebakaran,
pengawan pencemaran laut, dan sekuriti maritim.
2) Jasa labuh (Anchorage) dikenakan atas pemanfaatan area labuh jangkar ketika
tiba, menunggu, atau berangkat.
3) Jasa pemanduan (Pilotage) dikenakan atas pemakaian jasa personel pandu laut
dan/atau pandu bandar.
4) Jasa penundaan (Towage) dikenakan atas pemakaian kapal tunda ketika kapal
mooring, shifting, dan unmooring.
5) Jasa pengepilan (Mooring/unmooring) dikenakan atas pemakaian tenaga gang
pengikat/pelepas tali kapal (mooring gang)
6) Jasa tambat (Berthage) dikenakan atas pemakaian fasilitas sandar, tambatan,
jetty.

B. Produksi Kargo
1) Jasa dermaga (Wharfage) dikenakan atas barang melintasi dermaga.
2) Jasa bongkar muat (Cargo Handling) dikenakan atas kegiatan ongkar, menggeser
muatan di atas kapal, dan memuat.
3) Jasa transfer ke gudang (Quay Transfer) dikenakan atas pemindahan barang
dari/ke tempat penumpukan gudang atau lapangan.
4) Jasa pergerakan ekstra (Extra Movement) dikenakan atas gerakan ekstra barang
di tempat penumpukan.
5) Jasa serah-terima (Receiving and Delivery) dikenakan atas gerakan
menurunkan/menaikkan barang dari/ ke atas truk di sisi gudang.
6) Jasa gudang/lapangan (Storage) dikenakan atas pemakaian ruang penumpukan.
7) Jasa persewaan alat (Handling equipment fee) sewa pemakaian alat mekanis
dari/atau non mekanis.
35

2.7 Kerangka Pemikiran


Pengaruh kinerja alat menjadi sebuah indikator penting dalam proses bongkar
muat, apabila kinerja alat tersebut tidak memenuhi standar dari sebuah pelabuhan
maka akan terjadinya delay di pelabuhan itu sendiri dan hal ini juga dapat
memengaruhi daripada waktu kerja kapal di dermaga (Berth Working Time). Apabila
hal tersebut tidak dapat dicegah maupun di minimalisir, hal yang akan berpengaruh
adalah pendapatan dari perusahaan. PT. Pelabuhan Tanjung Priok selaku perusahaan
jasa yang menangani proses bongkar muat dituntut untuk memberikan kinerja yang
baik agar tidak terjadi hal-hal yang sudah di jelaskan diatas, sehingga pelabuhan
Tanjung Priok dapat bekerja secara lebih produktif.
Berdasarkan uraian diatas, maka terdapat hubungan antara kinerja alat
terhadap proses bongkar muat dan parameter berth working time dalam
meningkatkan pendapatan dapat dilihar dalam bentuk skema dibawah ini :

KINERJA ALAT (X1)

PROSES BONGKAR PENDAPATAN


MUAT (X2) PELABUHAN (Y)

PARAMETER BERTH
WORKING TIME (X3)

(X4)

Gambar 2.11 Gambar Kerangka Pemikiran


Sumber : (Penulis, 2015)
36

Anda mungkin juga menyukai