Anda di halaman 1dari 14

PEMBAHASAN

Auditor melakukan pemilihan sampel dengan maksud untuk memperoleh

sampel yang representatif. Sampel yang representatif adalah sampel yang

mempunyai karakteristik yang sama dengan karakteristik populasi. Sebagai

contoh, auditor menemukan 2% kesalahan atas faktur penjualan, seandainya ia

melakukan inspeksi atas seluruh faktur penjualan, dan misalkan, auditor

mempunyai 100 buah jumlah faktur penjualan sebagai sampel dari suatu populasi.

Sampel tersebut dapat dikatakan sebagai sampel yang representatif apabila auditor

menemukan dua buah faktur yang mengandung kesalahan. Disamping itu, sampel

harus mengandung stabilitas yang dimaksudkan disini yaitu apabila jumlah

sampel ditambah, maka hasil harus sama dan tidak berubah. Pada kenyataannya,

auditor tidak akan dapat mengetahui apakah sampel yang diambilnya merupakan

sampel yang representatif, meskipun ia telah selesai melaksanakan seluruh

pengujian. Auditor maksimal hanya dapat meningkatkan kualitas pengambilan

sampel menjadi mendekati kualitas sampel yang representatif. Hal tersebut dapat

dilaksanakan auditor dengan cara merancang dan melakukan seleksi sampel dan

mengevaluasi hasil sampel secara cermat dan teliti sebagai sampel.

1.1. Definisi dan Tujuan Sampling Audit

Ikatan Akuntansi Indonesia melalui Standar Profesional

Akuntan Publik Seksi 350 mendefinisikan sampling audit sebagai

“Penerapan prosedur audit terhadap unsur-unsur suatu saldo

akun atau kelompok transaksi yang kurang dari seratus persen

dengan tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun

atau kelompok transaksi tersebut”. Sampling audit dapat


diterapkan baik untuk melakukan pengujian pengendalian maupun

pengujian substantif. Meskipun demikian, auditor biasanya tidak

menerapkan sampling audit dalam prosedur pengujian yang berupa

pengajuan pertanyaan atau tanya jawab, observasi dan prosedur

analitis. Sampling audit banyak diterapkan auditor dalam prosedur

pengujian yang berupa vouching, tracing dan konfirmasi. Sampling

audit jika diterapkan dengan semestinya akan dapat menghasilkan

bukti audit yang cukup, sesuai dengan yang diinginkan standar

pekerjaan lapangan yang ketiga.

1.2. Pendekatan Sampling Audit

Standar Profesional Akuntan Publik pada Standar pekerjaan

lapangan ketiga menyatakan bahwa “Bukti audit kompeten yang

cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan

pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk

menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan”. Ada dua

pendekatan umum dalam sampling audit yang dapat dipilih auditor

untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup. Kedua

pendekatan tersebut adalah :

 Sampling Statistik, yaitu dalam sampling ini lebih banyak

memerlukan biaya daripada sampling non statistik. Biaya

tersebut dikeluarkan berkaitan dengan Biaya pelaksanaan

training bagi staf auditor untuk menggunakan statistic dan

Biaya pelaksanaan implementasi rencana sampling

statistik. Tingginya biaya sampling statistik dikompensasi


dengan tingginya manfaat yang dapat diperoleh melalui

pelaksanaan sampling statistik. Sampling statistik lebih

memberikan manfaat daripada sampling non statistik.

Dimana dalam sampling statistik menguntungkan

manajemen dalam tiga hal berikut :

 Perancangan sampel yang efisien.

 Pengukuran kecukupan bukti yang dihimpun.

 Pengevaluasian hasil sampel.

Disamping itu, sampling statistik mendukung auditor

untuk mengkuantifikasi dan mengendalikan risiko

sampling. Ada dua macam teknik sampling yaitu:

 Attibute sampling, yaitu teknik yang digunakan

dalam pengujian pengendalian. Kegunaannya

adalah untuk memperkirakan tingkat deviasi atau

penyimpangan dari pengendalian yang ditentukan

dalam populasi.

 Variables sampling, yaitu teknik ini digunakan

dalam pengujian substantif. Kegunaannya adalah

untuk memperkirakan jumlah rupiah total dari

populasi atau jumlah rupiah kesalahan dalam

populasi.

 Sampling Non Statistik, merupakan pengambilan sampel

yang dilakukan berdasar kriteria subyektif. Auditor dapat

menetukan besarnya sampel yang diambil dalam


sampling non statistik dengan melakukan pertimbangan

subyektif berdasar pengalamannya. Pelaksanaan evaluasi

atas sampel juga dilakukan berdasar kriteria subyektif dan

pengalaman auditor yang bersangkutan. Dalam sampling

non statistik, auditor menghadapi beberapa kemungkinan,

yaitu :

 Terlalu banyak sampel yang digunakan melebihi

yang diperlukan. Hal ini mengakibatkan terjadi

pemborosan waktu dan biaya.

 Terlalu sedikit sampel yang digunakan sehingga

mengakibatkan ketidakefektifan pengambilan

sampel.

 Terlalu ekstensif kecukupan bukti audit yang

berdasarkan sampel. Dengan demikian auditor

menghimpun terlalu banyak bukti dari yang

diperlukan untuk memperoleh dasar yang memadai

untuk memberikan pendapat auditor.

 Kurangnya kecukupan bukti audit yang

berdasarkan sampel. Auditor menghimpun terlalu

sedikit bukti dari yang diperlukan untuk

memperoleh dasar yang memadai untuk

memberikan pendapat auditor. Hal ini

mengakibatkan semakin besarnya kemungkinan


kesalahan auditor dalam mengambil kesimpulan

atas kewajaran laporan keuangan.

Terlepas dari kemungkinan terjadinya berbagai

ketidakefisienan dan ketidakefektifan pengambilan

sampel di atas, sampling non statistik yang direncanakan

secara tepat akan dapat seefektif sampling statistik.

Kedua pendekatan tersebut apabila diterapkan sebagaimana

mestinya akan menghasilkan bukti audit yang cukup. Kedua

pendekatan tersebut juga mengharuskan auditor untuk

menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam melakukan

perencanaan dan pelaksanaan rencana sampling, selain itu dalam

melakukan pengevaluasian hasil sampling. Sampling statistk dan

sampling non statistik mengharuskan auditor untuk menggunakan

pertimbangan profesionalnya dalam menghubungkan bukti audit

yang dihasilkan melalui pengambilan sampel dengan bukti audit

lain dan dalam mengambil kesimpulan atas saldo akun atau

kelompok transaksi yang berkaitan.

Cukup tidaknya bahan bukti antara lain berkaitan dengan

rancangan dan ukuran sampel audit. Penilaian kompetensi bukti

tidak ditentukan oleh rancangan dan penilaian atas sampel audit.

Penilaian kompetensi bukti audit hanya semata-mata sebagai

pertimbangan audit. Selain itu, penilaian sampel hanya berkaitan

dengan kemungkinan bahwa keberadaan salah saji atau

penyimpangan moneter dari kebijakan dan prosedur struktur


pengendalian intern yang ditetapkan adalah dimasukkan dalam

sampel secara proporsional. Oleh karena itu, pemilihan metode

sampling statistik atau non statistik tidak secara langsung

mempengaruhi keputusan auditor mengenai :

 Prosedur audit yang akan diterapkan atas sampel yang

dipilih.

 Kompetensi bukti audit yang diperoleh berkaitan dengan

item sampel individual.

 Tanggapan auditor atas kesalahan yang ditemukan dalam

item sampel.

Pemilihan antara kedua pendekatan tersebut didasarkan pada

pertimbangan manfaat dan biaya. Sampling non statistik mungkin

lebih murah biayanya, tetapi manfaat sampling statististik mungkin

lebih besar. Dalam sampling non statistik penentuan dan

pengevaluasian sampel dilakukan secara subyektif atas dasar

pengalaman auditor, sehingga mugkin tejadi sampel yang terlalu

besar atau kecil. Namun demikian, sampling non statistik dapat

menghasilkan efektivitas yang sama dengan sampling non statistik.

Kedua pendekatan sampling tersebut merupakan subyek risiko

sampling dan risiko non sampling. Auditor dapat menggunakan

sampling non statistik atau kedua-duanya dalam melaksanakan

pengujian audit.

1.3. Risiko Sampling dan NonSampling


Risiko sampling berkaitan dengan kemungkinan bahwa sampel

yang diambil bukanlah sampel yang representatif. Risiko sampling

timbul dari kemungkinan bahwa kesimpulan auditor bila

menggunakan sampling mungkin menjadi lain daripada

kesimpulan yang akan dicapai bila cara pengujian yang sama

diterapkan tanpa sampling. Tingkat risiko sampling mempunyai

hubungan yang terbalik dengan ukuran sampel. Semakin kecil

ukuran sampel, semakin tinggi risiko samplingnya, dan sebaliknya

semakin besar ukuran sampel, semakin rendah risiko samplingnya.

Auditor harus menerapkan pertimbangan profesional dalam

menentukan besarnya risiko sampling. Risiko sampling dapat

dibedakan atas risiko sampling dalam pengujian substantif atas

detail atau rincian dan risiko sampling dalam melaksanakan

pengujian pengendalian. Dalam menyelenggarakan pengujian

substantif, auditor memperhatikan dua aspek penting dari risiko

sampling yang meliputi, risiko keliru menerima (risk of incorrect

acceptance) yang berarti risiko bahwa auditor menerima

kesimpulan berdasarkan hasil sampel, bahwa suatu saldo akun dari

laporan tersebut disajikan secara wajar, padahal pada kenyataannya

saldo akun tersebut mengandung salah saji secara material. Risiko

ini berkaitan dengan efektivitas audit dalam pendeteksian terhadap

ada tidaknya salah saji yang material, dan risiko keliru menolak

(risk of incorrect rejection) merupakan risiko bahwa auditor

mengambil kesimpulan berdasarkan hasil sampel bahwa saldo


akun berisi salah saji secara material, padahal pada kenyataannya

saldo akun tidak berisi salah saji secara material. Risiko ini

berkaitan dengan efisiensi audit, meskipun audit dilaksanakan

kurang efisien dalam kondisi tersebut, tetapi audit tetap

dilaksanakan secara efektif. Dalam menyelenggarakan pengujian

pengendalian, auditor memperhatikan dua aspek penting dalam

risiko sampling, yaitu Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian

yang terlalu rendah (risk of assessing control risk too low) dan juga

Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu tinggi

(risk of assessing control risk too high).

Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu tinggi

adalah risiko yang terjadi karena menentukan tingkat risiko

pengendalian berdasar hasil sampel terlalu tinggi dibandingkan

dengan efektivitas operasi prosedur atau kebijakan yang

sesungguhnya. Risiko ini berkaitan dengan efisiensi audit,

misalnya jika penilaian auditor atas sampel menuntunnya pada

penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu tinggi, maka

biasanya auditor akan memperluas lingkup pengujian substantif

untuk mengkompensasi anggapannya atas ketidakefektifan

prosedur atau kebijakan struktur pengendalian intern. Risiko

penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu rendah adalah

risiko yang terjadi karena menentukan tingkat risiko pengendalian

berdasar hasil sampel terlalu rendah dibandingkan dengan

efektivitas operasi prosedur atau kebijakan yang sesungguhnya,


risiko ini berkaitan dengan efektivitas audit. Seluruh risiko baik

yang berkaitan maupun yang tidak berkaitan dengan sampling

memungkinkan kesalahan pemberian pendapat. Auditor

kemungkinan dapat memberikan pernyataan wajar atas nilai buku

yang mengandung salah saji yang material. Kesalahan pemberian

pendapat auditor dapat dapat disebabkan oleh kombinasi

kemungkinan kesalahan berikut :

 Kesalahan material yang terjadi dalam laporan

keuangan.

 Struktur pengendalian intern gagal mendeteksi dan

melakukan koreksi kesalahan.

 Prosedur audit yang dilaksanakan auditor gagal

mendeteksi kesalahan.

Risiko non sampling meliputi semua aspek risiko audit yang tidak

berkaitan dengan sampling. Risiko ini tidak akan pernah dapat

diukur secara matematis. Risiko non sampling timbul karena :

 Kesalahan manusia seperti gagal mengakui kesalahan

dalam dokumen.

 Kesalahan pemilihan maupun penerapan prosedur audit

yang tidak sesuai dengan tujuan audit.

 Salah intepretasi hasil sampel.

Walaupun tidak dapat diukur secara matematis risiko non sampling

ini dapat ditekan auditor dengan cara sebagai berikut :

 Melakukan perencanaan yang tepat.


 Melakukan pengawasan atau supervisi yang tepat.

 Menerapkan standar pengendalian kualitas yang ketat

atas pelaksanaan audit.

1.4. Sampling Audit dalam Pengujian Substantif

Pembahasan tentang sampling audit sangatlah luas. Salah

satunya, Perencanaan sampel yang meliputi pengembangan strategi

pelaksanaan audit. Standar Profesional Akuntan Publik 350 par 16

menyebutkan berbagai faktor yang harus dipertimbangkan auditor

dalam perencanaan sampel atas pengujian substantif, meliputi :

 Hubungan antara sampel dengan tujuan audit yang

relevan yang harus dicapai.

 Pertimbangan pendahuluan atas tingkat materialitas.

 Tingkat risiko keliru menerima yang dapat diterima

auditor.

 Karakteristik populasi.

Disamping faktor-faktor tersebut di atas, auditor harus cermat

dalam mempertimbangkan hal-hal berikut ini, yaitu :

 Pemilihan sampel, yaitu Unsur-unsur sampel haruslah

dipilih sedemikian rupa sehingga sampel dapat mewakili

populasinya. Setiap unsur dalam populasi harus memiliki

peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel.

 Pelaksanaan evaluasi atas hasil sampel, dalam Prosedur

audit yang memadai untuk suatu tujuan audit tertentu

harus diterapkan terhadap setiap unsur sampel. Apabila


ada unsur sampel terpilih yang tidak diperiksa karena

dokumen pendukungnya hilang misalnya, maka

perlakuan terhadap unsur itu tergantung pada dampak

unsur itu terhadap penilaian hasil sampel. Auditor dengan

menggunakan judgement professionalnya wajib

memproyeksikan salah saji hasil sampel terhadap unsur-

unsur dalam populasi yang menjadi asal sampel terpilih.

Auditor wajib mempertimbangkan aspek kualitatif suatu

salah saji yang meliputi Sifat dan penyebab salah saji dan

Kemungkinan terjadi hubungan antara salah saji dengan

tahapan audit sebelumnya. Jika auditor menemukan hasil

sampel menunjukkan bahwa asumsi perencanaan auditor

tidak benar, ia harus mengambil tindakan yang dipandang

perlu, seperti :

 Mengubah tingkat risiko yang ditentukan

sebelumnya.

 Memodifikasi pengujian audit yang lain yang

telah dirancang berdasar tingkat risiko bawaan

dan risiko pengendalian sebelumnya.

Auditor harus mengaitkan penilaian atas sampel dengan

bukti audit lain yang relevan dalam penarikan kesimpulan

atas saldo-saldo akun atau kelompok transaksi terkait dan

mempertimbangkan secara total hasil proyeksi salah saji

untuk penerapan sampling audit dan non sampling audit


bersama-sama dengan bukti audit lain yang relevan dalam

rangka penilaian auditor terhadap apakah laporan

keuangan secara keseluruhan telah salah saji secara

material. Rencana sampling untuk pengujian substantif

harus dirancang untuk Memperoleh bukti bahwa saldo

akan tidak mengandung salah saji yang material dan

Membuat estimasi independen atas jumlah tertentu seperti

menilai sejumlah persediaan yang tidak mempunyai nilai

buku.

Seperti telah dikemukakan terdahulu bahwa dalam

menyelenggarakan pengujian substantif, auditor memperhatikan

dua aspek penting dari risiko sampling yang meliputi risiko keliru

menerima (risk of incorrect acceptance) dan risiko keliru menolak

(risk of incorrect rejection). Risiko keliru menerima disebut juga

dengan risiko Beta (Beta risk) adalah risiko mengambil kesimpulan

berdasar hasil sampel bahwa saldo akun bebas dari salah saji

material, padahal pada kenyataannya saldo akun telah salah saji

secara material. Risiko keliru menerima ini berkaitan dengan

efektivitas audit dalam pendeteksian terhadap ada tidaknya salah

saji yang material. Jadi, risiko keliru menerima atau Beta risk

merupakan kesempatan bukti statistik untuk mendukung

pernyataan wajar atas nilai buku yang mengandung salah saji yang

material. Dengan demikian, auditor yang tidak selayaknya

memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian akan memberikan


pendapat wajar tanpa pengecualian. Risiko keliru menerima atau

Beta risk dikendalikan auditor dengan cara melakukan penyesuaian

presisi rasio, risiko Aplha, dan materialitas. Risiko keliru menolak

sering disebut juga dengan risko alpha (alpha risk) merupakan

risiko bahwa auditor mengambil kesimpulan, berdasarkan hasil

sampel bahwa saldo akun berisi salah saji secara material, padahal

pada kenyataannya saldo akun tidak berisi salah saji material.

Risiko keliru menolak berkaitan dengan efisiensi audit. Meskipun

audit dilaksanakan kurang efisien dalam kondisi tersebut, tetapi

audit tetap dilaksanakan secara efektif. Jadi risiko keliru menolak

atau Alpha Risk merupakan kesempatan bukti statistik mungkin

gagal untuk mendukung pernyataan wajar atas nilai buku yang

tepat. Dengan demikian, auditor yang selayaknya memberikan

pendapat wajar tanpa pengecualian, akan memberikan pendapat

tidak wajar, pendapat wajar dengan pengecualian atau menolak

memberikan pendapat. Tipe kesalahan ini biasanya dihasilkan

dalam pengujian item sampel tambahan. Risiko alpha merupakan

komplemen dari reliabilitas yang dispesifikasikan auditor saat

penghitungan ukuran sampel. Risiko Alpha dikendalikan auditor

dengan menaikkan atau menurunkan tingkat reliabilitas.


DAFTAR PUSTAKA

Halim,Abdul. 2015. Auditing Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan. Yogyakarta:

UPP STIM YKPN

Anda mungkin juga menyukai