Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANJUT USIA

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi Keperawatan-II

Dosen : Yuyun Sarinengsih, S.Kep., Ners M.Kep

Disusun oleh :

Silvia Gisty Almarona (191FK03076)

Meisya Restiana (191FK03077)

Fauziyyah Surya Pratiwi (191FK03078)

Tiara Cucu Putri (191FK03079)

Kelas : 1F

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

BANDUNG

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat, hidayah dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan Tugas Mata
Kuliah Komunikasi Keperawatan-II yang berjudul “Komunikasi Terapeutik pada
Lanjut Usia” dalam bentuk makalah.

Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar


kita, yaitu Nabi Muhammad SAW. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan
bimbingan berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan
Tugas Mata Kuliah Komunikasi Keperawatan-II berjudul “Komunikasi
Terapeutik pada Lanjut Usia” ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada dosen Mata Kuliah Komunikasi Keperawatan-II serta bantuan
teman-teman mahasiswa dalam pembuatan makalah ini.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-


kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih


yang tak terhingga kepada rekan-rekan yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini. penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal
kepada mereka yang telah memberikan bantuan dan dapat menjadikan semua
bantuan ini sebagai ibadah, Aamiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Bandung, 19 April 2020

Penulis,

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................2
1.4 Metode Penulisan................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................4

2.1 Komunikasi Terapeutik.......................................................................4


2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik...................................4
2.1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik.........................................4
2.1.3 Tahapan Komunikasi Terapeutik......................................4
2.2 Konsep Lanjut Usia.............................................................................6
2.2.1 Pengertian Lanjut Usia......................................................6
2.2.2 Batasan Lanjut Usia...........................................................6
2.2.3 Tipe Lanjut Usia................................................................8
2.2.4 Teori Penuaan....................................................................8
2.2.5 Perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia.........................9
2.3 Komunikasi Terapeutik pada Lansia...................................................11
2.3.1 Prinsip Komunikasi Terapeutik Pada Lanjut Usia............11
2.3.2 Keterampilan Komunikasi Terapeutik..............................12
2.3.3 Prinsip Gerontologi untuk Komunikasi.............................13
2.3.4 Karakteristik Komunikasi Terapeutik Pada Lansia...........15
2.3.5 Pendekatan Perawatan Lansia dalam Komunikasi............15
2.3.6 Teknik Komunikasi Terapeutik Pada Lansia....................16

3
2.3.7 Teknik Komunikasi Lansia Pada Reaksi Penolakan.........18
2.3.8 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Saat Berintekrasi...........20
2.3.9 Hambatan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia...............19
2.4 Kasus Komunikasi Terapeutik Pada Lansia........................................21

BAB III PENUTUP.............................................................................................26

3.1 Kesimpulan..........................................................................................26
3.2 Saran....................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................27

4
5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan
oran lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali
salah berpikir bawa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya
adalah proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta
memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan
sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis
yang maknanya dipacu dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi
pasien terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi
kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk
menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada
kesulitan dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang
berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering
sangat membantu (Bruner & Suddart,2001 dalam [ CITATION Faj16 \l 1033 ]).
Mengingat usia individu tidak dapat dielakkan terus bertambah dan
berlangsung konstan dari lahir sampai mati, sedangkan penuaan dalam masyarakat
tidak seperti itu, proporsi populasi lansia relatif meningat di banding populasi usia
muda. Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat
sebagai paling pesat di dunia. Jumlah lansia yang kini sekitar 16 juta orang, akan
menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar 11,37 persen dari jumlah
penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada di peringkat empat
dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat. Terdapat banyak bukti bahwa
kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya bergantung pada
kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian terhadap keadaan
sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut. Walaupun pelayanan
kesehatan secara medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka
tetap memerlukan komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting

1
2

dalam penanganan persoalan kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini


akan sangat membantu dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial, ekonomi,
perilaku emosi yang labil pada pasien lanjut usia [ CITATION Wil07 \l 1033 ].
Seseorang yang mengalami kepikunan, mungkin mengalami kesulitan untuk
mengerti apa yang dikatakan orang lain atau untuk mengatakan apa yang pasien
pikirkaninginkan.Hal ini sangat mengecewakan dan membingungkan pasien dan
pemberi asuhan. oleh karena itu, perawat perlu menciptakan komunikasi yang
mudah [ CITATION Nug08 \l 1033 ].
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan
masalah makalah ini adalah :
1. bagaimana konsep komunikasi terapeutik?;
2. bagaimana konsep lansia?;
3. bagaimana konsep komunikasi terapeutik pada lansia?;
4. bagaimana contoh kasus dari komunikasi terapeutik pada lansia?.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah agar kita sebagai
mahasiswa keperawatan dapat menerapkan Komunikasi Terapeutik
Pada Lansia. Sehingga kita dapat mengaplikasikannya dalam praktik
klinik ataupun di dunia kerja nanti.
1.3.2 Tujuan Khusus
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan
penulisan makalah ini adalah:
1. untuk mengetahui konsep komunikasi terapeutik;
2. untuk mengetahui konsep lansia;
3. untuk mengetahui konsep komunikasi terapeutik pada lansia;
4. untuk mengetahui contoh kasus dari komunikasi terapeutik pada
lansia.

1.4 Metode Penulisan


3

Metode yang dilakukan dalam pengerjaan makalah ini adalah dengan cara
mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat,
berupa buku, maupun informasi di internet.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Komunikasi Terapeutik


2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik
Terapeutik berhubungan dengan terapi, yang merupakan suatu usaha
untuk memulihkan kesehatan seseorang yang sedang sakit, perawatan
penyakit dan pengobatan penyakit. Komunikasi terapeutik adalahan
pengiriman pesan antara pengirim dan penerima dengan interaksi diantara
keduanya yang bertujuan memulihkan kesehatan seseorang yang sedang sakit.
Komunikasi terapeutik merupakan teknik verbal dan nonverbal yang
digunakan petugas kesehatan untuk memfokuskan pada kebutuhan
pasien/klien. Pasien adalah seseorang yang sedang menderita dan Klien
adalah seseorang yang membutuhkan jasa (Prabayandri,2006 dalam
[ CITATION Mau09 \l 1033 ]).
2.1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik
Tujuan komunikasi terapeutik adalah menegakkan hubungan
terapeutik antara petugas kesehatan dan pasien/klien, mengidentifikasi
kebutuhan pasien/klien yang penting (client-centered goal), dan menilai
persepsi pasien/klien terhadap masalahnya (Prabayandri,2006 dalam
[ CITATION Mau09 \l 1033 ]).
2.1.3 Teknik Komunikasi Terapeutik
1. Tahap Pra-Interaksi
Pada tahap ini disebut juga tahap apersepsi dimana perawat
menggali dulu kemampuan yang dimiliki sebelum
kontak/berhubungan dengan klien, termasuk kondisi kecemasan
yang menyelimuti pada diri perawat. Sehingga pada tahap
prainteraksi ada dua unsur yang perlu dipersiapkan dan dipelajarai
yaitu unsur diri sendiri dan unsur dari klien [ CITATION Muh18 \l 1033
].

4
5

2. Tahap Perkenalan
Pada tahap perkenalan ini perawat memulai kegiatan yang
pertama kali dimana perawat bertemu pertama kali dengan klien.
Pentingnya memperkenalkan diri adalah menghindari kecurigaan
klien dan keluarga terhadap petugas yang merawat, serta
membangun hubungan saling percaya. Tugas perawat pada tahap
perkenalan adalah membina hubungan saling percaya dengan
menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka, serta
memodifikasi lingkungan yang kondusif dengan peka terhadap
respons klien dan menunjukkan penerimaan, serta membantu klien
mengekspresikan perasaan dan pikiran.
3. Tahap orientasi
Pada tahap orientasi ini perawat menggali keluhan-keluhan yang
dirasakan oleh klien dan divalidasi dengan tanda dan gejala yang
lain untuk memperkuat perumusan diagnosa keperawatan. Tugas
perawat pada tahap orientasi
ini meliputi hal-hal berikut ini :
a. Membuat kontrak dengan klien;
b. Eksplorasi pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah
keperawatan
c. Menciptakan tujuan yang akan dicapai
4. Tahap kerja
Pada tahap ini, merupakan tahap untuk mengimplementasikan
rencana keperawatan yang telah dibuat pada tahap orientasi.
Perawat bertugas meningkatkan kemandirian tanggung jawab
terhadap proses penyembuhan penyakit klien dengan mencarikan
alternatif koping yang positif sehingga didapatkan suatu perubahan
perilaku. Kegagalan pada tahap kerja akan berdampak pada
kegagalan tujuan yang dicapai. Tahap kerja ini merupakan tahap
yang terpenting dalam mencapai tujuan.
6

5. Tahap terminasi
Tahap ini merupakan tahap di mana perawat mengakhiri
pertemuan dalam menjalankan tindakan keperawatan serta
mengakhiri interaksi dengan klien. Dalam hubungan perawat-klien
terdapat dua terminasi yaitu terminasi sementara dan terminasi
akhir. Terminasi sementara dilakukan bila perawat mengakhiri
tindakan keperawatan, sedangkan terminasi akhir dilakukan bila
klien akan meninggalkan rumah sakit karena sudah sembuh atau
pindah ke rumah sakit lain. Kegiatan yang dilakukan pada tahap
terminasi adalah sebagai berikut :
a. Evaluasi subjektif
Merupakan kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi
suasana hati setelah terjadi interaksi dengan klien.
b. Evaluasi objektif
Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengevaluasi
respon objektif terhadap hasil yang diharapkan dari keluhan
yang dirasakan, apakah ada kemajuan atau sebaliknya.
c. Tindak lanjut
Merupakan kegiatan yang dilakukan dengan menyampaikan
pesan kepada klien mengenai lanjutan dari kegiatan yang telah
dilakukan. [ CITATION Yud12 \l 1033 ].
2.2 Konsep Lanjut Usia
2.2.1 Pengertian Lanjut Usia
Lanjut usia (geriatric age) adalah orang yang berusia lebih dari 65
tahun. Selanjutnya terbagi dalam tiga usia 70-75 tahun (young old), 75-80
tahun (old), dan lebih dari 80 tahun (very old) (Setyonegoro,1984 dalam
[ CITATION Tam09 \l 1033 ]).
2.2.2 Batasan Lanjut Usia
Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan
umur.
7

a. Menurut UU No.13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang


berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60
tahun ke atas.” [CITATION Rep98 \l 1033 ].
b. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
Lanjut Usia meliputi [ CITATION Nug08 \l 1033 ]:
1) Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia kelompok
usia 45-59 tahun.
2) Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60-74 tahun.
3) Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75-90 tahun.
4) Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90
tahun
c. Departemen kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai
berikut [ CITATION Nur02 \l 1033 ].
1) Pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa persiapan
usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan
kematangan jiwa antara 45-54 tahun.
2) Usia lanjut dini (prasenium) yaitu kelompok yang mulai
memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun.
3) Kelompok usia lanjut (senium) yaitu usia 65 tahun ke atas.
4) Usia lanjut dengan resiko tinggi, yaitu kelompok yang berusia
lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup
sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat,
atau cacat.
d. Menurut Prof. Dr. Koesoemanto Setyonegoro masa lanjut usia
(geriatric age): >65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia
(geriatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu [
CITATION Eff09 \l 1033 ].
1) Young old (70-75 tahun)
2) Old (75-80 tahun)
3) Very old (>80 tahun)
8

2.2.3 Tipe Lanjut Usia


Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman
hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya [ CITATION
Nug08 \l 1033 ].
Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut:
a. Tipe arif bijaksana Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi
undangan.
c. Tipe tidak puas Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga
menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani,
pengkritik dan banyak menuntut.
d. Tipe pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan
agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen
(ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militant dan serius, tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta
tipe putus asa (benci pada diri sendiri). Sedangkan bila dilihat dari tingkat
kemandiriannya yang dinilai berdasarkan kemampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari (indeks kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan
menjadi beberapa tipe yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri
dengan bantuan langsung keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan secara
tidak langsung, lansia dengan bantuan badan sosial, lansia di panti werda,
lansia yang dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.
2.2.4 Teori Penuaan
Teori penuaan digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
teori biologis dan kelompok teori psikososial [ CITATION Nug08 \l 1033 ].
9

Teori Biologis Tingkat Perubahan


Genetika Gen yang diwariskan & dampak
lingkungan
Dipakai dan rusak (wear and tear) Kerusakan oleh radikal bebas
Lingkungan Meningkatnya pajanan terhadap hal-
hal yang berbahaya
Imunitas Integritas sistem tubuh untuk
melawan kembali
Neuroendokrin Kelebihan atau kurangnya produksi
hormon
Teori Psikologis Tingkat Proses
Kepribadian Introvert lawan ekstrovert
Tugas Perkembangan Maturasi sepanjang rentang
kehidupan
Disengagment Antisipasi menarik diri
Aktivitas Membantu mengembangkan usaha
Kontinuitas Pengembangan individualitas

2.2.5 Perubahan Terjadi pada Lanjut Usia


1. Perubahan Biologis
a. Perubahan Sistem Persyarafan
Struktur dan fungsi system saraf berubah dengan
bertambahnya usia. Berkurangnya massa otak progresif akibat
berkurangnya sel syaraf yang tidak bisa diganti. Terjadi
penurunan sintesis dan neuro transmitter utama. Impuls saraf
dihantarkan lebih lambat, sehingga lansia memerlukan waktu
yang lebih lama untukmerespons dan bereaksi. Respon
menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun,
berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra
sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan
pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih
10

sensitif terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin


rendah, kurang sensitif terhadap sentuhan. Waktu reaksi yang
lama menyebabkan lansia beresiko mengalami kecelakaan dan
cedera. Kehilangan kesadaran atau pingsan dapat terjadi bila
orang tersebut berdiri terlalu cepat dari posisi berbaring atau
duduk. Perawat harus menasehati orang tersebut untuk
menunggu waktu merespons terhadap rangsang dan bergerak
lebih pelan. Kebingungan yang terjadi tiba-tiba mungkin
merupakan gejala awal infeksi atau perubahan kondisi fisik
(pneumonia, infeksi saluran kencing, interaksi obat, dehidrasi
dan lainnya).
b. Perubahan Penglihatan
Karena sel-sel baru terbentuk di permukaan luar lensa mata,
maka sel tengah yang tus akan menumpuk dan menjadi
kuning, kaku, padat dan berkabut. Jadi, bagian luar lensa yang
masih elastic untuk berubah bentuk (akomodasi) dan berfokus
pada jarak jauh dan dekat. Lansia memerlukan waktu yang
lebih lama untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan gelap
dan terang dan memerlukan sinar yang lebih terang untuk
melihat benda yang sangat dekat. Meskipun kondisi visual
patologis bukan merupakan bagian penuaan normal, namun
terjadi peninekatan penyakit mata pada lansia. Menurun lapang
pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram
(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul
sklerosis, daya membedakan warna menurun.
c. Perubahan Pendengaran
Kehilangan kemampuan untuk mendengar nada
berfrekuensi tinggi terjadi pada usia pertengahan. Ini
disebabkan karena perubahan telinga dalam yang irreversible.
Lansia sering tidak mampu mengikuti percakapan karena nada
konsonan frekuensi tinggi (huruf f, s, th, ch, sh, b, t, p)
semuanya terdengar sama. Ketidakmampuan berkomunikasi,
11

membuat mereka terasa terisolasi dari menarik diri dari


pergaulan social. Bila dicurigai ada gangguan pendengaran,
maka harus dilakukan kajian telinga dan pendengaran.
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada
bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit
mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65
tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan
otosklerosis. Kehilangan pendengaran menyebabkan lansia
berespons tidak sesuai dengan yang diharapkan, tidak
memahamin percakapan, dan menghindari interaksi social.
Perilaku ini sering disalahkaprahkan sebagai kebingungan atau
“senile”.
2.3 Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
2.3.1 Prinsip Komunikasi Terapeutik pada Lansia
Menurut [ CITATION Nug08 \l 1033 ] Komunikasi dengan lansia adalah
proses penyampaian pesan atau gagasan dari petugas atau perawat kepada
lanjut usia dan diperoleh tanggapan dari lanjut usia sehingga diperoleh
kesepakatan tentang isi pesan komunikasi. Komunikasi yang baik pesannya
singkat, jelas, lengkap dan sederhana. Sarana komunikasi meliputi panca
indra manusia (mata, mulut, tangandan jari) dan buatan manusia (TV, Radio,
surat kabar). Sikap penyampaian pesan harus dalam jarak dekat, suara jelas,
tidak terlalu cepat, menggunakan kalimat pendek, wajah berseri-seri, sambil
menatap lansia, sabar, telaten, tidak terburu-buru, dada sedikit membungkuk
dan jempol tangan bersikap mempersilahkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan
agar komunikasi berjalan lancar adalah menguasai bahan atau pesan yang
akan disampaikan, menguasai bahasa setempat, tidak terburu-buru, memiliki
keyakinan, bersuara lembut, percaya diri, ramah, dan sopan. Lingkungan
yang mendukung komunikasi adalah suasana terbuka, akrab, santai, menjaga
tetap ramah, posisi menghormati, dan memahai keadaan lanjut usia.
2.3.2 Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
Keterampilan komunikasi terapeutik pada lanjut usia dapat meliputi
12

1. Perawat membuka wawancara dengan memerkenalkan diri dan


menjelaskan tujuan dan lama wawancara.
2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab berkaitan
dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal.
3. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar
belakang sosikulturalnya.
4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan
dalam berfikir abstrak.
5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan
memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung,
duduk dan menyentuh pasien.
6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian
pasien dan distres yang ada.
7. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari
komunikasi dan tindakan.
8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan
dengan cermat dan tetap mengobservasi.
9. Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing
bagi pasien.
10. Lingkungan harus dibuat nyaman, kursi harus dibuat senyaman mungkin
11. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang
sensitive, suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan
penglihatan.
12. Perawat harus mengkonsultasi hasil wawancara kepada keluarga pasien.
13. Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara. Respon
perilaku juga harus diperhatikan, karena perilaku merupakan dasar yang
paling penting dalam perencanaan keperawatan pada lansia.
Perubahan perilaku merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan
fisik dan mental. Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi
lingkungan rumah, ini menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat
mengurangi kecemasan pada lansia. Pengkajian tingkah laku termasuk
13

mendefinisikan tingkah laku, frekuensinya, durasi dan factor presipitasi.


Ketika terjadi perubahan perilaku ini sangat penting untuk dianalisis.
2.3.3 Prinsip Gerontologis Untuk Komunikasi
Menurut Wahjudi Nugroho (2008) Lanjut usia yang mengalami
penurunan daya ingat mengalami kesulitan untuk mengerti apa yang
dikatakan orang lain. Hal ini sangat mengecewakan dan membingungkan
lansia dan perawat oleh karen itu, perlu diciptakan komunikasi yang mudah
antara lain :
1. Buat percakapan yang akrab.
a. Sebutkan nama orang tersebut untuk menarik perhatiannya
b. Bicara langsung pada orang tersebut dan bertatap muka
langsung.
c. Sentuh lengannya agar ia terfokus pepada pembicaraan
2. Pakailah kalimat yang pendek dan sederhana
a. Gunakan kalimat yang singkat dan mudah dimengerti
b. Bicara dengan singkat dan jelas
3. Ulangi kalimat secara tepat.
a. Apabila orang tersebut tidak mengerti suatu kata, ganti dengan
kata lain yang mempunyai arti sama.
b. Ulangi apa yang telah dikatakan dan gunakan kata-kata yang
sama, gerak, nada yang sama pula.
4. Berkata yang tepat
a. Katakan, “ini buburmu”, bukan “sekarang waktu untuk
sarapan”
b. Katakan, “kakek, ini kacamatamu?”, bukan “kakek butuh ini?”
c. Hilangkan kata-kata “kamu masih ingat?”
5. Beri pilihan yang sederhana.
a. Ajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban “iya” atau
“tidak”.
b. Batasi pilihan dalam pertanyaan seperti “ apakah kakek mau
minum teh?”, bukan “apakah kakek mau minum sesuatu?”
14

6. Pakailah etiket, Tempelkan etiket pada barang-barang yang sering


dipakai, misalnya :
a. Gambar toilet pad pintu WC
b. Gambar kepala diguyur air gayung yang ditempel dipintu
kamar mandi
c. Gambar mangkuk sayur yang ditempel pada pintu lemari
makan.
7. Pakai isyarat, bukan kata-kata
a. Lambaikan tangan atau sentuh lengannya dengan lemah
lembut untuk memberi salam.
b. Senyum dan menganggukan kepala untuk menyatakan bahwa
anda mengerti maksudnya
c. Memberi isyarat dengan lengan untuk mengajak ikut serta
dalam suatau kegiatan
d. Gunakan sentuhan apabila ia bingung.
e. Lihat dan dengarkan apakah ada “gelagat” dalam ingkah
lakunya karena ia sering mondar-mandir, berarti ia perlu
ketoilet.
f. Sadari bahasa tubuh atau ekspresi wajah, nada suara, dan sikap
badan anda karena klien mungkin tidak mengerti apa yang
anda katakan, tetapi ia akan mengerti tanda nonverbal.
8. Buat keputusan yang tepat
a. Berhenti berbicara dan dengarkan apa yang dikatakan klien
tersebut.
b. Ulangi apa yang anda dengar, misalnya “kamu sekarang lapar,
bukan ?”
c. Pikirkan apa yang sebenarnya dimaksud oleh orang tersebut
“saya ingin pulang kerumah” mungkin hal tersebut berarti ia
cemas dan butuh ketentraman hati.
d. Kenali nada dan kata-katanya.
e. Beri waktu pada untuk berfikir
f. Tawarkan bantuan walaupun anda tidak mengerti maksudnya.
15

9. Kurangi gangguan
a. Bercakap-cakap dalam suasana yang sepi, tenang, tanpa
gangguan kegiatan yang lain.
b. Dorong lansia untuk memakai kacamata dan alat pendengar
c. Berbincang-bincang sambil bertatap muka.
d. Dekati klien dari depan, jangan membuatnya kaget.
2.3.4 Karakteeistik Komunikasi Pada Lansia
Ada 3 hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu
sebagai berikut:
1. Ikhlas (genuiness) Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh
pasien harus bisa diterima dan pendekatan individu dengan verbal
maupun non verbal akan memberikan bantuan kepada pasien
untuk mengkonsumsikan kondisi secara tepat .
2. Empati (Emphaty) Merupakan sikap jujur dalam menerima
kondisi klien. Objektif dalam memberikan penilaian terhadap
kondisi pasien dan tidak berlebihan .
3. Hangat (warmth) Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan
diharapkan pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya
tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan
persaannya lebih mendalam.
2.3.5 Pendekatan Perawatan Lansia Konteks Komunikasi
Menurut [ CITATION Azi11 \l 1033 ] pendekatan perawatan lanjut usia
antara lain:
a. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan,
kejadian, yang dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat
kesehatan yang masih bisa di capai dan dikembangkan serta
penyakit yang dapat dicegah progresifitasnya. Pendekatan ini
relative lebih mudah di laksanakan dan di carikan solusinya
karena riil dan mudah di observasi.
b. Pendekatan psikologis
16

Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada


perubahan prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang
lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini perawat
berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter
terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung masalah-
masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
c. Pendekatan sosial
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan
keterampilan berinteraksi dalam lingkungan. Mengadakan
diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan
kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari
pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama klien
maupun dengan petugas kesehatan.
d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam
hubunganya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama
ketika klien dalam keadaan sakit.
2.3.6 Teknik Komunikasi Pada Lansia
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia,
selain pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas
kesehatan atau perawat juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar
komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai
dengan tujuan yang diinginkan.
a. Teknik Asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami
pasangan bicara dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk
mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar
maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif
merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan
sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan
yang terapeutik dengan klien lansia.
b. Responsif
17

Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi


pada klien merupakana bentuk perhatian petugas kepada klien.
Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau
kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau
klarifikasi tentang perubahan tersebut misalnya dengan
mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat
ini, ‘apa yang bisa bantu…? berespon berarti bersikap aktif tidak
menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas
kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien.
c. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten
terhadap materi komunikasi yang di inginkan. Ketika klien
mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di
inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud
pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena umumnya klien
lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan
untuk kepentingan petugas kesehatan.
d. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik
maupun psikis secara bertahap menyebabkan emosi klien relative
menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga
kesetabilan emosi klien lansia, misalnya dengan mengiyakan,
senyum dan mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan
perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia
berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien
lansia sehingga lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya.
Dengan demikaian di harapkan klien termotivasi untuk menjadi
dan berkarya sesuai dengan kemampuannya. Selama memberi
dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas kesehatan
jangan terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat
merendahan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas
kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi
18

motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan


menggurui atau mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih
berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu dapat
melaksanakanya dan bila diperlukan kami dapat membantu’.
e. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering
proses komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi
dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi
penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar
maksud pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama
oleh klien ‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan
tadi? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa
yang saya sampaikan tadi?.
f. Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya
mengalami perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan
kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak di sikapi dengan sabar
dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat
sehingga komunikasi yang di lakukan tidak terapeutik, namun
dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan
menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas
kesehatan.
2.3.7 Teknik Komunikasi Lansia Pada Reaksi Lansia
Menurut [ CITATION Nug08 \l 1033 ], Penolakan adalah ungkapan
ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar terhadap
pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadiaan-kejadian
nyata atau sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan
reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi pada
dirinya. Perawat dalam menjamin komunikasi perlu memahami
kondisi ini sehingga dapat menjalin komunikasi yang efektif, tidak
menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.
19

Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi


klien lansia dengan reaksi penolakan, antara lain :
1) Kenali segera reaksi penolakan klien
2) Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu
tertentu. Hal ini merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh
tidak membahayakan klien, orang lain serta lingkunganya.
3) Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
4) Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses
penerimaan klien terhadap perawatan yang akan di lakukan serta
upaya untuk memandirikan klien.
5) Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat.
6) Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas
kesehatan memperoleh sumber informasi atau data klien dan
mengefektifkan rencana / tindakan dapat terealisasi dengan baik
dan tepat.
2.3.8 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Berintekrasi Pada Lansia
a. Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak” “ibu” kecuali apabila
sebelumnya pasien telah meminta anda untuk memanggil
panggilan kesukaannya.
b. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien.
c. Pertahankan kontak mata dengan pasien.
d. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan
adalah kunci komunikasi efektif.
e. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya.
f. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak,
menggunakan bahasa dan kalimat yang sederhana.
g. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien.
h. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien.
i. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi.
j. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien k.
Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan
beri penerangan yang cukup saat berinteraksi.
20

k. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan.


Lengan, atau bahu. m. Jangan mengabaikan pasien saat
berinteraksi.
2.3.9 Hambatan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
1. Pasien dengan Defisit Sensorik
Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang
terkait dengan usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi.
Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik
meningkat menjadi lebih dari 60% (Chia et al., 2006). Aging/penuaan
mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran yang dikenal sebagai
presbyacussis, yang terutama berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi.
Suara berfrekuensi tinggi adalah suara konsonan yang berdampak pada
pemahaman pasien diawal dan akhir kata.
2. Pasien dengan Demensia
Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2
juta penduduk berusia lanjut yang diantaranya menderita beberapa bentuk
demensia, dan jumlahnya diprediksi akan meningkat dua kali lipat pada 30
tahun yang akan datang (Hingle & Sherry, 2009). Ada banyak tingkatan
demensia, yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi. Pasien pada
stadium awal sering mengalami masalah untuk menemukan kata yang
ingin disampaikan. Pada demensia parah, pasien dapat menggunakan
jargon yang tidak dapat dipahami atau bisa hanya berdiam diri (Orange &
Ryan, 2000). Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan
dan ekspresi komunikasi pasien. Sebagian besar pasien mengalami
kehilangan memori dan mengalami kesulitan mengingat kejadian yang
baru terjadi.
3. Pasien yang ditemani oleh Caregiver
Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut usia.
Mereka tidak hanya membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-
hari, tugas rumah tangga, pemberian obat, transportasi, dan perawatan lain
untuk pasien lanjut usia, caregiver membantu memudahkan komunikasi
21

antara dokter dan pasien serta mempertinggi keterlibatan pasien dalam


perawatan mereka sendiri.

Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan


terganggu apabila ada sikap agresif dan sikap nonasertif.
1. Agresif Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan
perilaku dibawah ini:
1) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
2) Meremehkan orang lain
3) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
4) Menonjolkan diri sendiri
5) Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan
maupun tindakan.
2. Non asertif Tanda-tanda dari non asertif ini antara lain :
1) Menarik diri bila di ajak berbicara
2) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
3) Merasa tidak berdaya
4) Tidak berani mengungkap keyakinaan
5) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
6) Tampil diam (pasif)
7) Mengikuti kehendak orang
8) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik
dengan orang lain.

2.4 Kasus Komunikasi Terapeutik


Ny.Y berumur 79 tahun sudah 3 hari dirawat di Rumah Sakit Jiwa
Bhakti Kencana didiagnosa mengalami depresi. Saat dikaji pada tanggal 13
Maret 2020, keluarga klien mengatakan sebelum dibawa ke rumah sakit
Tn.Z menyendiri dikamar, gelisah, dan susah tidur setelah kehilangan
suaminya beberapa hari yang lalu. Karena keluarga klien mulai khawatir
dengan keadaan ibunya yang mulai lemah sehingga anaknya memaksa
ibunya untuk di bawah ke Rumah Sakit.
22

a. Tahap prainsteraksi
Pada tahap ini perawat melakukan persiapan sebelum berinteraksi
dengan pasien, missalnya dengan mengumpulkan data tentang keadaan
pasien, melihat buku rekam medis, mencari pengetahuan tentang masalah
yang berkaitan dengan pasien, memeriksa alat-alat yang diperlukan,
menulis rencana kegiatan saat interaksi, dan perawat juga menganalisa diri
sebelum melakukan interaksi.
b.  Tahap perkenalan.
Perawat : “Assalamu’alaikum de, bu” (mengulurkan tangan
dengan Anak klien dan klien)
Anak klien : “Wa’alaikumussalam sus”
Perawat : “selamat pagi kek”
Klien : (Nenek terlihat diam saja tanpa menjawab sepatah
kata pun)
Perawat : “Perkenalkan saya Perawat Ainiya Faida Azmi, saya
senang dipanggil Niya saya yang dinas pada pagi hari ini dari pukul 7
hingga pukul 2 siang”
Anak klien : “Oh iya sus”
Perawat : “Boleh saya tahu nama ibu dan nenek siapa? dan apa
panggilan kesenangannya?”
Anak klien : “Saya Afra Naila Arkarna, panggil saja Naila, ”
Perawat : “baik bu Naila, kalo nenek ?”
Klien : (nenek terlihat diam saja tanpa menjawab sepatah
kata apapun)
Anak klien : “bu.. itu lihat perawatnya ramah loh, ibu tidak mau
berkenalan dengan perawatnya?”
Klien : (masih terdiam)
Perawat : “tidak apa-apa bu, Ibu Naila boleh sebutkan saja
nama nenek siapa?”
Anak klien : “namanya Euis Istiqomah, panggil saja nenek Euis”
Perawat : “oh, baiklah kalau begitu, Nenek senang dipanggil
Nek Euis ya”
23

Anak klien : “iya sus betul tidak bu?”


Klien : (terdiam)
Perawat : “baik nek, bagaimana apakah nenek masih merasa
lemas?
Klien : (mengagguk)
Perawat : “Bu, Nek saya disini ingin mengajak Nenek Euis dan
beserta Ibu Naila untuk berbincang-bincang mengenai persoalan Nenek
Euis. Tujuannya untuk membantu Nenek Euis mengurangi beban perasaan
dan pikirannya, untuk waktunya 10-15 menit dan tempatnya disini saja
sekalian Nenek Euis istirahat ? Bagaimana Nenek, Ibu apakah bersedia?
Anak Klien : “boleh sus boleh sekali, bagaimana ibu, ibu mau ?”
Klien : “boleh saja”
Perawat : “Alhamdulillah kalau begitu, tanpa berlama-lama kita
mulai saja ya bu”
c. Tahap Kerja
Perawat : “ sebelumnya, boleh Nenek ceritakan, bagaimana
awal nenek merasa seperti ini ?”
Nenek : (terdiam)
Anak Klien : “Saya saja yang menjawab ya sus. Begini sus, 4 hari
yang lalu ayah kami meninggal, ayah adalah sesosok yang romantis,
penyayang dan tanggung jawab. Semenjak saya sudah menikah dan
memiliki rumah masing-masing ibu dan ayah hanya tinggal berdua di
rumah. Mungkin ibu belum siap ditinggal ayah sehingga setelah
pemahaman ibu hanya terdiam, menyendiri di kamar, gelisah, dan sulit
tidur, Ibu juga dari kemarin makannya dikit-dikit”
Perawat : “Oh jadi seperti itu ceritanya. Nenek, nenek harus
banyak makan ya, kalo ga makan nanti nenek lemas, dan sakit. Kasihan
tuh anak-anak nenek khawatir ke nenek”
Klien : “iya neng, nanti nenek makan”
Perawat : “Alhamdulillah nenek mau makan, tadi nenek makan
sama apa nek?”
Klien : “sama bubur aja dikit”
24

Perawat : “nanti ditambah ya nek porsi makannya, nanti Ibu


Naila coba bantu nenek supaya porsi makannya agak ditambah ya bu, biar
nenek segera pulih”
Anak Klien : “baik sus”
Perawat : “tadi waktu Bu Naila cerita, katanya nenek susah
tidru ya? Sudah berapa hari susah tidur nek?”
Klien : “sudah 3 malam neng, nenek teringat terus suami
nenek kasian dia meninggal karena sakit”
Perawat : “oh begitu nek. Nenek yang sabar ya nek, kan kita
juga semua tau, bahwa yang bernyawa pasti akan mengalami kematian,
dan Alloh sayang sama suami nenek jadi Alloh angkat penyakit suami
nenek jadi sekarang suami nenek udah ga kesakitan lagi”
Klien : “terus nenek harus gimana neng? Nenek kesepian”
Perawat : “yang harus lakuin sekarang adalah do’ain kakek
semoga kakek tenang di sisi Alloh, dan kalo kesepian Nenek jangan
khwatir kana da anak-anak nenek, nenek bisa ikut ke anak-anak nenek”
Anak Klien : “iya bu, ibu kan bisa ikut sama Naila, jadi ibu ga
kesepian di rumah”
Klien : “emang nenek boleh ikut ?”
Anak Klien : “ Ya Alloh bu, ibu kan ibunya Naila udh tanggung
jawab Naila buat ngurus ibu”
Perawat : “iya nek betul, sebelumnya apa ada lagi keluhan yang
nenek rasakan?”
Klien : “sepertinya sudah neng”
Perawat : “Alhamdulillah kalau begitu, saya disini akan
memberi saran kepada nenek ya bu, jika nenek masih lemas seperti yang
tadi saya jelaskan nenek harus porsinya ditambahin atau nenek boleh
makan makanan kesukaan nenek, karena itu akan menambah nafsu
makannya, dan jika kesulitan tidur nenek bisa mematikan lampu dan coba
tidur dengan posisi yang nyaman dan jangan lupa berdo’a”
Anak dan Klien : baik sus
d. Tahap Terminasi
25

Perawat : “baik nek,bu, sebelumnya ada yang mau


ditanyakan?”
Anak dan Klien : “tidak sus”
Perawat : “bagaimana sekarang perasaan nenek setelah kita
berbincang-bincang”
Klien : “sudah agak tenang sus”
Perawat : “Alhamdulillah, lalu apakah nenek masih ingat jika
nenek lemas harus apa?
Klien : “ makan banyak ya neng”
Perawat : “iya nek betul, kalo sulit tidur?”
Klien : “matikan lampu dan berdo’a”
Perawat : “wihh pintar nenek, baik nek saya pamit dulu ya kalo
ada apa-apa nenek bisa pencet bell atau meminta Bu Naila untuk
memanggil saya ke ruang perawat”
Klien : “baik neng terima kasih”
Perawat : “sama-sama nek, ibu tolong ingatkan kembali ya
apabila yang saya anjurkan tadi ada yang nenek lupa dan kalo ada apa-apa
nenek bisa pencet bell atau meminta Bu Naila untuk memanggil saya ke
ruang perawat”
Anak Klien : “baik sus terima kasih ya sus”
Perawat : “sama-sama, assalamu’alaikum”
Klien : “wa’alaikumussalam”
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan
Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus
waspada terhadap perubahan fisik psikologi, emosi, dan social yang
mempengaruhi pola komunikasi. Perubahan pada telinga bagian dalam dan
telinga menghalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran
terhadap suara. Komunikasi yang biasa dilakukan lansia bukan hanya sebatas
tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman, tetapi juga
hubungan intim yang terapeutik. Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk
mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui
hubungan perawat dan pasien serta mengidentifikasi. mengungkap perasaan
dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.
Teknik komunikasi yang baik akan memperbaiki outcome pasien lanjut usia
dan caregiver-nya. Bukti mengindikasikan bahwa outcome perawatan
kesehatan untuk orang tua tidak hanya tergantung pada perawatan kebutuhan
biomedis tetapi juga tergantung pada hubungan perawatan yang diciptakan
melalui komunikasi yang efektif. Dengan komunikasi yang efektif antara
perawat – pasien lanjut usia :
1) Pasien dan keluarganya dapat menceritakan gejala dan masalahnya, yang
akan memungkinkan perawat memberikan pelayanan sesuai dengan
masalah dan kebutuhan pasien lansia.
2) Instruksi dan saran perawat akan lebih mungkin untuk ditaati.
b. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan agar dapat mempermudah pembaca
untuk memahami tentang Komunikasi Terapeutik Pada Lansia.

26
DAFTAR PUSTAKA

Anas. (2014). Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Effendi, F. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teorr dan Praktik dalam


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Fajriati, D. D., Muzdalifah, D., Pangestuti, R., Cahyani, R., & Nurhidayat, R.
(2016). Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Lansia. Jakarta.

Maulana, H. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.

Muhith, A., & Sandu, S. (2018). Aplikasi Komunikasi Terapeutik Nursing &
Health. Yogyakarta: ANDI.

Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.

Nursari, A., & Fitriyani. (2002). Koping lansia terhadap penurunan fungsi gerak
di Kelurahan Cipinang Muara Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur.
Universitas Indonesia.

Presiden, R. I. (1998). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun


1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. bphn.go.id.

Suryani. (2006). Komunikasi Terapeutik Teori dan Praktik. Jakarta: EGC.

Tamher, & Noorkasani. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan


Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

William, Haskard, & Dimatteo. (2007). The Thrapeutic Effects Of The Physician-
Older Patient Relationship. Clin Interv Aging.

Yudanto, H. A. (2012). Hubungan Persepsi Pasien Tentang Komunikasi Perawat


dengan Kepuasan Pasien di RSUD Pandan Arang Boyolali.
eprints.ums.ac.id.

27
28

Anda mungkin juga menyukai