PENDAHULUAN
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh
dunia. Penyakit ini dapat timbul pada semua usia meskipun paling banyak
pada anak. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan
tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan
harian.1
Asma merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, dan total asma di
dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak). 2 Berbagai
faktor mempengaruhi tinggi rendahnya prevalensi asma di suatu tempat,
antara lain umur, gender, ras, sosio-ekonomi dan faktor lingkungan. Faktor-
faktor tersebut mempengaruhi prevalensi asma, terjadinya serangan asma,
berat ringannya serangan, derajat asma dan kematian karena penyakit asma.
Kortikosteroid merupakan obat yang paling efektif untuk penatalaksanaan
asma. Bagi pasien asma akut yang perlu dipindahkan dari rumah ke rumah
sakit, kortikosteroid oral atau intravena harus diberikan sebelum pemindahan
(Depkes, 2006). Kortikosteroid oral atau intravena yang digunakan yaitu metil
prednisolone, dexamethasone dan prednisone (Depkes, 2007). Kortikosteroid
inhalasi yang digunakan meliputi beklometason dipropionat, budesonid,
flunisonid, flutikason propionat, mometason furoat dan triamsinolon asetat
(Ikawati, 2006).
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mencegah terjadinya serangan
asma seminimal mungkin. Serangan asma biasanya mencerminkan kegagalan
pencegahan asma, kegagalan tatalaksana asma jangka panjang dan kegagalan
penghindaran faktor pencetus. Dengan adanya referat ini, diharapkan dokter
umum dapat mengenali gejala asma dan memberikan terapi awal dengan tepat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi asma?
2. Bagaimana epidemiologi asma?
3. Apa saja faktor risiko asma?
4. Bagaimana patogenesis asma?
5. Bagaimana diagnosis dan klasifikasi asma?
6. Bagaimana penatalaksanaan asma?
7. Bagaimana prognosis asma?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi asma
2. Untuk mengetahui epidemiologi asma
3. Untuk mengetahui faktor risiko asma
4. Untuk mengetahui patogenesis asma
5. Untuk mengetahui diagnosis dan klasifikasi asma
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan asma
7. Untuk mengetahui prognosis asma
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
+
T-helper (Th), limfosit subtipe CD4 telah dikenal profilnya dalam produksi
sitokin. Meskipun kedua jenis limfosit T mensekresi IL – 3 dan granulocyte –
macrophage colony – stimulating factor (GM – CSF), Thl terutama memproduksi
IL – 2, IF gamma dan TNF beta sedangkan Th2 terutama memproduksi sitokin
yang terlibat dalam asma, yaitu IL – 4, IL – 5, IL – 9, IL – 13, dan IL – 16. Sitokin
yang dihasilkan oleh Th2 bertanggungjawab atas terjadinya reaksi hipersensitivitas
tipe lambat . Masing –masing sel radang berkemampuan mengeluarkan mediator
inflamasi. Eosinofil memproduksi LTC4, Eosinophil Peroxidase (EPX), Eosinophil
Cathion Protein (ECP) dan Major Basic Protein (MBP). Mediator-mediator tersebut
merupakan mediator inflamasi yang menimbulkan kerusakan jaringan. Sel basofil
mensekresi histamin, LTC4, PGD2. Mediator tersebut dapat menimbulkan
bronkospasme. Sel makrofag mensekresi IL8, platelet activating factor (PAF),
regulated upon activation novel T cell expression and presumably secreted
(RANTES) . Semua mediator diatas merupakan mediator inflamasi yang
meningkatkan proses keradangan, mempertahankan proses inflamasi. Mediator
inlamasi tersebut akan membuat kepekaan bronkus berlebihan, sehingga bronkus
mudah konstriksi, kerusakan epitel, penebalan membrana basalis dan terjadi
peningkatan permeabilitas bila ada rangsangan spesifik maupun non spesifik.Secara
klinis, gejala asma menjadi menetap, penderita akan lebih peka terhadap rangsangan.
Kerusakan jaringan akanmenjadi irreversibel bila paparan berlangsung terus dan
penatalaksanaan kurang adekuat.1,2,5,6,7
Gambar 2 Patogenesis Asma
2.5 Diagnosis dan Klasifikasi Asma
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa
batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan
cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan
pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal
paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.
PEMERIKSAAN FISIK
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat
normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi
pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun
pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada
keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi dapat
menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume
paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu
meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas,
mengi dan hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu
ekspirasi paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada
serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis,
gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas.\
1. Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital
paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang
standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita
sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk
mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang
reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio
VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit
atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut mempunyai nilai kecil untuk
mendiagnos asma, tetapi membantu mengidentifikasi faktor risiko/ pencetus
sehingga dapat dilaksanakan kontrol lingkungan dalam penatalaksanaan. Uji kulit
adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi, umumnya dilakukan
dengan prick test. Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam
diagnosis alergi/ atopi.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding asma antara lain sbb :
Dewasa
• Penyakit Paru Obstruksi Kronik
• Bronkitis kronik
• Gagal Jantung Kongestif
• Batuk kronik akibat lain-lain
• Disfungsi larings
• Obstruksi mekanis (misal tumor)
• Emboli Paru
Anak
• Benda asing di saluran napas
• Laringotrakeomalasia
• Pembesaran kelenjar limfe
• Tumor
• Stenosis trakea
• Bronkiolitis
KLASIFIKASI
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi
pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma
semakin tinggi tingkat pengobatan. Berat penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan
gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai.
A. Medikasimentosa
Medikamentosa pada asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala
obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.