Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

PNEUMONIA

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. PENGERTIAN
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan
adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli (Axton &
Fugate, 1993)
Pneumonia adalah Suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (FKUI).
Pneumonia adalah Radang parenkim paru. Menurut anatomi, pneumonia
dibagi menjadi pneumonia laboris, pneumonia lobularis, bronkopneumonia &
pneumonia interstisialis (Makmuri MS).
Pneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang terjadi
pada masa anak-anak dan sering terjadi pada masa bayi.

B. ETIOLOGI
 Virus Influenza  Varisella
 Virus Synsitical  Micoplasma (pada anak yang relatif
respiratorik besar)
 Adenovirus  Pneumococcus
 Rhinovirus  Streptococcus
 Rubeola  Staphilococcus

C. PATOFISIOLOGI
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi
dan terjadi adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan
terjadi pengisian rongga alveoli oleh ekstrudat yang dapat disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur, dan benda-benda asing. Pneumonia dikelompokkan berdasarkan agen
penyebabnya (dapat dilihat pada Tabel 3-3). Pneumonia juga mungkin disebabkan
oleh terapi radiasi, bahan kimia, dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapat menyertai
terapi radiasi untuk kanker payudara atau paru, biasanya terjadi 6 minggu atau
lebih setelah pengobatan selesai. Pneumonia kimiawi adalah pneumonia yang
terjadi setelah menghirup kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi.
Pneumonia bakteri terjadi akibat inhalasi mikroba yang ada di udara. Aspirasi
organisme dari nasofaring (penyebab pneumonia bakterialis yang paling sering)
atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi yang jauh. Bateri yang masuk ke
paru melalui saluran udara pernafasan, masuk ke bronkhiolus dan alveoli lalu
menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya
protein dalam alveoli dan jaringan interstitial,
Bakteri pneumokokus dapat meluas melalui porus Kohn dari alveoli ke alveoli
di seluruh segmen/lobus. Timbulnya hepatisasi merah adalah akibat perembesan
eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler paru. Alveoli dan septa menjadi penuh
dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit eritrosit.
Bakteri pneumokokus difagositosis oleh leukosit dan sewaktu revolusi
berlangsung, magrofag masuk ke dalam alveoli dan menelan leukosit bersama
abu-abu kekuningan. Secara perlahan-lahan sel darah merah yang mati dan
ekstrudat fibrin dibuang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna, paru menjadi
normal kembali tanpa kehilangan kemampuannya dalam melakukan pertukaran
gas.
Tidak terjadinya pneumonia pada orang normal yang sehat adalah akibat
adanya mekanisme pertahanan yang terdiri atas refkles glotis dan batuk, lapisan
mukus dan gerakan silia yang mengeluarkan organisme yang melekat pada lapisan
mukus tersebut, dan sekresi humoral setempat. Sel-sel yang melapisi saluran
trakeobronkhial menghasilkan zat kimia yang mempunyai sifat antimikroba yang
tidak spesifik meliputi :
1. Lizoenzim, suatu enzim yang menghancurkan bakteri terutama jika ada
komplemen
2. Laktoferin, suatu ikatan besi dengan glikoprotein yang mempunyai sifat
bakteriostatik.
3. Interferon, suatu protein dengan berat molekul rendah dengan aktivitas antivirus
D. KLASIFIKASI
Macam pneumonia antara lain:
a. Pneumonia Lobaris
Terjadi pada seluruh atau satu bagian besar dari lobus paru dan bila kedua
lobus terkena bisa dikatakan sebagai pneumonia lobaris.
b. Pneumonia Interstisial
Pneumonia interstisial dapat terjadi di dalam dinding alveolar dan jaringan
peribronkhial serta interlobaris.
c. Bronkhopneumonia
Terjadi pada ujung akhir bronkhiolus yang dapat tersumbat oleh eksudat
mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus.
E. KOMPLIKASI
Bila tidak ditangani secara tepat maka kemungkinan akan terjadi
komplikasi sebagai berikut :
a. Otitis media akut (OMA) à terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang
berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi
masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara,
kemudian gendang telinga akan tertarik ke dalam dan timbul efusi.
b. Efusi pleura.
c. Emfisema.
d. Meningitis.
e.  Abses otak.
f. Endokarditis.
g. Osteomielitis.

F. TANDA DAN GEJALA


 Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik
secara mendadak (38– 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).
 Batuk, mula-mula kering  (non produktif) sampai produktif.
 Nafas : sesak, pernafasan cepat dangkal,
 Penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi interkosta, cuping hidung
kadang-kadang terdapat nasal discharge (ingus).
 Suara nafas : lemah, mendengkur, Rales (ronki), Wheezing.
 Frekuensi napas :
 Umur 1 - 5 tahun 40 x/mnt atau lebih.
 Umur 2 bln-1 tahun 50 x/mnt atau lebih.
 Umur < 2 bulan 60 x/mnt.
      Nadi cepat dan bersambung.
 Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
 Kadang-kadang terasa nyeri kepala dan abdomen.
 Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia dan perut kembung.
 Mulut, hidung dan kuku biasanya sianosis.
 Malaise, gelisah, cepat lelah.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.   Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial);
dapat juga menyatakan abses).
2.   Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi
semua organisme yang ada.
3.   Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus.
4.   Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas
berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
5.    Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis.
6.    Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
7.    Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.

H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi
karena hal itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya :
      Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
      Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus.
     Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia
mikroplasma.
 Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda.
   Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
 Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama : Sudarno Sulaiman
Usia : 65 tahun
Pekerjaan : wiraswasta
Status pernikahan : sudah menikah

2. FOKUS PENGKAJIAN
a. Riwayat penyakit
Demam, batuk berdahak, anoreksia, badan lemah/tidak bergairah, sesak
nafas
b. Tanda fisik
Demam, dyspneu, tachipneu, menggunakan otot pernafasan tambahan,
faring hiperemis, pembesaran tonsil, sakit menelan.
c. Faktor perkembangan : merokok aktif 1,5 bungkus perhari selama 6
tahun
d. Pengetahuan pasien/ keluarga: Pasien dan keluarga sudah mengetahui
efek samping dari merokok, baik merokok aktif maupun pasif.
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status penampilan kesehatan : lemah
b. Tingkat kesadaran kesehatan :
kesadaran apatis.
c. Tanda-tanda vital
1) Frekuensi nadi dan tekanan darah : Takikardi 110 kali/menit, 170/120.
2) Frekuensi pernapasan : takipnea, penggunaan otot bantu pernapasan,
pelebaran nasal.
3) Suhu tubuh
39OC Hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme yang
direspon oleh hipotalamus.
d. Berat badan dan tinggi badan
48 kg (menurun dari 60 kg) dan tinggi badan 155 cm
e. Integumen
Kulit
1) Warna : sianosis
2) Suhu : pada hipertermi kulit terbakar panas akan tetapi setelah
hipertermi teratasi kulit akan teraba dingin.
3) Turgor : menurun ketika dehidrasi
f. Kepala dan mata
Kepala
1) Perhatikan bentuk dan kesimetrisan
2) Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan yang nyata
3) Periksa higine kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan rambut,
perubahan warna.
g. Sistem Pulmonal
1) Inspeksi : Adanya PCH - Adanya sesak napas, dyspnea, sianosis
sirkumoral, distensi abdomen. Batuk : Non produktif Sampai produktif
dan nyeri dada.
2) Palpasi : Fremitus raba meningkat disisi yang sakit, hati kemungkin
membesar.
3) Perkusi :  Suara redup pada paru yang sakit.
4) Auskultasi : Rankhi halus, Rankhi basah, Tachicardia.
h. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit kepala.
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun.
i. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang.
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi.
j. Sistem Genitourinaria
Subyektif : mual, kadang muntah.
Obyektif : konsistensi feses normal/diare.
k. Sistem Digestif
Subyektif : -
Obyektif : produksi urine menurun/normal.
b. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah.
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan.

4.   PEMERIKSAAN PENUNJANG
Studi Laboratorik :
      Hb : menurun/normal
      Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen
darah, kadar karbon darah meningkat/normal
      Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.   Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum.
2.   Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler
alveolus.
3. Nyeri dada berhubungan dengan kerusakan parenkim paru.
4.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
5. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses
infeksi.
6.    Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.

C. RENCANA KEPERAWATAN
 Prioritas Diagnosa
1.  Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan
kapiler alveolus.
3. Nyeri dada berhubungan dengan kerusakan parenkim paru.
4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses
infeksi.
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
 Rencana Keperawatan
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan peradangan,
penumpukan secret.
Tujuan : Setelah diberikan askep selama ..x 24 jam diharapkan bersihan
jalan nafas efektif, ventilasi paru adekuat dan tidak ada penumpukan
secret.
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
1) Monitor frekuensi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak
simetris terjadi karena peningkatan tekanan dalam paru dan
penyempitan bronkus. Semakin sempit dan tinggi tekanan semakin
meningkat frekuensi pernapasan.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan atau tak ada aliran udara
Rasional : suara mengi mengindikasikan terdapatnya penyempitan
bronkus oleh sputum. Penurunan aliran udara terjadi pada area
konsolidasi dengan cairan. Krekels terjadi pada area paru yang
banyak cairan eksudatnya.
3) Bantu pasien latihan nafas dan batuk secara efektif.
Rasional : nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru
atau jalan napas lebih kecil. Batuk secara efektif mempermudah
pengeluaran dahak dan mengurangi tingkat kelelahan akibat batuk.
4) Suction sesuai indikasi.
Rasional : mengeluarkan sputum secara mekanik dan mencegah
obstruksi jalan napas.
5) Lakukan fisioterapi dada.
Rasional : merangsang gerakan mekanik lewat vibrasi dinding dada
supaya sputum mudah bergerak keluar.
6) Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/hari (kecuali kontraindikasi).
Tawarkan air hangat daripada dingin.
Rasional : meningkatkan hidrasi sputum. Air hangat mengurangi
tingkat kekentalan dahak sehingga mudah dikeluarkan.
7) Kolaborasi pemberian obat bronkodilator dan mukolitik melalui
inhalasi (nebulizer).
Rasional : memudahkan pengenceran dan pembuangan sekret dengan
cepat.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan
kapiler alveolus.
Tujuan : setelah diberikan askep selama...x24 jam diharapkan
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
1) Observasi frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernapas.
Rasional : Distres pernapasan yang dibuktikan dengan dispnea dan
takipnea sebagai indikasi penurunan kemampuan menyediakan
oksigen bagi jaringan.
2) Observasi warna kulit, catat adanya sianosis pada kulit, kuku, dan
jaringan sentral.
Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokonstriksi. Sedangkan
sianosis daun telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut
(membran hangat) menunjukkan hipoksemia sistemik.
3) Kaji status mental dan penurunan kesadaran.
Rasional : Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan somnolen
sebagai petunjuk hipoksemia atau penurunan oksigenasi serebral.
4) Awasi frekuensi jantung atau irama
Rasional : Takikardia biasanya ada sebagai akibat demam atau
dehidrasi tetapi dapat sebagai respons terhadap hipoksemia
5) Awasi suhu tubuh.
Rasional : Demam tinggi saat meningkatkan kebutuhan metabolik
dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigensi seluler.
6) Kolaborasi pemberian terapi oksigen dengan benar, misalnya dengan
masker, masker venturi, nasal prong.
Rasional : tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 di
atas 60 mmHg (normal PO2 80-100 mmHg). Oksigen diberikan
dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi
pasien.
3. Nyeri dada berhubungan dengan kerusakan parenkim paru.
Tujuan : setelah diberikan askep...x24 jam diharapkan nyeri dapat
berkurang.
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
1) Tentukan karakteristik nyeri, misalnya tajam, konstan, ditusuk,
selidiki perubahan karakter atau lokasi atau intensitas nyeri.
Rasional : nyeri pneumonia mempunyai karakter nyeri dalam dan
meningkat saat inspirasi dan biasanya menetap. Nyeri dapat
dirasakan pada bagian apeks atau tengah dada, kalau pada dada
bagian bawah nyeri kemungkinan timbul komplikasi perikarditis.
2) Pantau tanda vital.
Rasional : nyeri akan meningkatkan mediator kimia serabut
persarafan yang dapat merangsang vasokonstriksi pembuluh darah
sistemik, meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kebutuhan
oksigen jaringan (meningkatkan RR).
3) Berikan tindakan distraksi, misalnya mendengarkan musik anak,
menonton film tentang anak-anak.
Rasional : mengurangi fokus terhadap nyeri dada sehingga dapat
mengurangi ketegangan karena nyeri.
4) Berikan tindakan nyaman, misalnya pijatan punggung, perubahan
posisi, musik tenang, relaksasi, atau latihan napas.
Rasional : tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut
dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan mempertahankan efek
terapi analgesik.
4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses
infeksi.
Tujuan : Setelah diberikan askep ....x24 jam diharapkan kebutuhan
nutrisi terpenuhi
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
1) Identifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah, misalnya
sputum banyak, pengobatan aerosol, dispnea berat, nyeri.
Rasional : sputum akan merangsang nervus vagus sehingga
berakibat mual, dispnea dapat merangsang pusat pengaturan makan
di medula oblongata.
2) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin.
Berikan atau bantu kebersihan mulut setelah muntah. Setelah
tindakan aerosol dan drainase postural, dan sebelum makan.
Rasional : menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan
pasien dan dapat menurunkan mual.
3) Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
Rasional : menurunkan efek mual yang berhubungan dengan
pengobatan ini.
4) Auskultasi bunyi usus. Observasi atau palpasi distensi abdomen.
Rasional : bunyi usus mungkin menurun/ tak ada bila proses infeksi
berat atau memanjang. Distensi abdomen terjadi sebagai akibat
menelan udara atau menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada
saluran GI.
5) Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering (roti
panggang, krekers) dan atau makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional : tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun
nafsu makan mungkin lambat untuk kembali.
6) Evaluasi status nutrisi umum. Ukur berat badan dasar.
Rasional : adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme)
atau keterbatasan keuangan dapat menimbulkan malnutrisi,
rendahnya tahanan terhadap infeksi dan atau lambatnya respons
terhadap terapi.
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan :
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
1) Kaji suhu tubuh dan nadi setiap 4 jam.
Rasional : untuk mengetahui tingkat perkembangan pasien.
2) Pantau warna kulit dan suhu.
Rasional : sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respons tubuh
terhadap demam.
3) Berikan dorongan untuk minum sesuai pesanan.
Rasional : peningkatan suhu tubuh meningkatkan peningkatan IWL,
sehingga banyak cairan tubuh yang keluar dan harus diimbangi
pemasukan cairan.
4) Lakukan tindakan pendinginan sesuai kebutuhan, misalnya kompres
hangat.
Rasional : demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik
dan kebutuhan oksigen dan menggangu oksigenasi seluler.
5) Kolaborasi pemberian antipiretik yang diresepkan sesuai kebutuhan.
Rasional : mempercepat penurunan suhu tubuh.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan : setelah diberikan askep...x24 jam diharapkan
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
1) Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan atau kelelahan
Rasional : menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
sesuai indikasi. Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih
yang tepat.
Rasional : menurunkan stres dan rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk
penyembuhan. Pembatasan aktivitas dilanjutkan dengan respons
individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan
pernapasan.
4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di
kursi atau menunduk ke depan meja atau bantal.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai dan kenutuhan oksigen.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien.

E. EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Widya Harwina. 2010. Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: TIM
Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1,
EGC, Jakarta.
Doengoes Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4,
EGC, Jakarta.
Riyadi, Sujono dan Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta :
Graha Ilmu
Suparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta
Suriadi, SKp, MSN. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.
Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI.

Anda mungkin juga menyukai