Laporan Kasus Ca Cervix
Laporan Kasus Ca Cervix
REKAM MEDIK
I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Ny. Ririn Khairiah
b. Umur : 42 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Luar kota
e. Agama : Islam
f. Status : Menikah
g. Bangsa : Indonesia
h. MRS : 18 Mei 2011
I. ANAMNESIS (autoanamnesis)
Anamnesis Umum
a. Riwayat perkawinan
Kawin 1 kali, menikah pada usia 15 tahun lamanya 24 tahun.
b. Riwayat Obstetri
P8A3
Anak pertama : Laki-laki, Meninggal
Anak kedua : Abortus
Anak ketiga : Perempuan, Meninggal
Anak keempat : Abortus
Anak kelima : Abortus
Anak keenam : Perempuan, Meninggal
Anak ketujuh : Laki-laki, 14 tahun
Anak kedelapan : Perempuan 13 tahun
c. Riwayat haid
Menarche umur 13 tahun. Haid teratur 28 hari, lamanya 7 hari, darah haid
biasa, sakit waktu haid tidak ada.
d. Nafsu makan : menurun
e. Miksi dan defekasi tidak ada keluan
1
f. Riwayat penyakit yang pernah diderita
DM tidak ada
Penyakit jantung tidak ada
Hipertensi tidak ada
Anamnesis Khusus
Keluhan utama: Perdarahan dari kemaluan
RPP : Sejak ± 1 tahun yang lalu os mengeluh sering keluar darah dari kemaluan,
tidak terus menerus, terjadi terutama setelah berhubungan suami istri. Os
juga mengeluh sering keluar cairan putih kekuningan dan berbau dari
kemaluan. Nafsu makan biasa, BAB dan BAK tidak ada keluhan. Os tidak
berobat.
± 3 bulan yang lalu os mengeluh perdarahan semakin sering dari
kemaluan, nafsu makan menurun, BAB dan BAK biasa. Os berobat ke
SPOG di Lubuk Linggau dan dinyatakan os menderita sakit kanker leher
rahim, os kemudian dirujuk ke RSMH. Os lalu dirawat di RSMH selama
11 hari dan ada perbaikan, lalu os pulang. Setelah satu minggu pulang,
perdarahan dari kemaluan terjadi kembali, lalu os kembali berobat ke
RSMH dan dirawat kembali.
2
Payudara hiperpigmentasi -/-.
Jantung : gallop (-), murmur (-).
Paru-paru : bising nafas vesikuler normal, ronkhi -/-, wheezing -/-.
Keadaan gizi sedang.
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 152 cm
Tipe badan : astenikus.
b. Status ginekologis
Pemeriksaan luar : Abdomen; datar, lemas, simetris, fundus uteri
tidak teraba, massa (-), nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-).
Inspekulo : Portio berdungkul-dungkul eksofilik, rapuh, mudah
berdarah, ukuran 6x5 cm, infiltrasi 1/3 distal (+), flour (-), fluksus
(+) darah tak aktif.
Pemeriksaan dalam :
o Serviks : portio berdungkul-dungkul, eksofitik, ukuran
5x6x6 cm, rapuh, mudah berdarah, CUT normal.
o Adnexa parametrium kanan-kiri tegang, cavum douglas tak
menonjol.
o Rectal toucher : tonus sphingter ani baik, mukosa licin,
massa intra lumen (-), CUT normal, ampula recti kosong,
adnexa parametrium kanan-kiri tegang, CFS kanan 0%, dan
CFS kiri 0%.
3
Kimia klinik (Tanggal 14 Mei 2011):
BSS: 108 mg/dl, ureum: 22 mg/dL, kreatinin: 0,6 mg/dL, protein total: 7,1
g/dL, albumin: 3,1 g/dL, globulin: 4,0 mg/dL, bilirubin total: 0,38 mg/dl,
bilirubin direk: 0,11, bilirubin indirek: 0,27, SGOT: 21 U/I, SGPT: 14 U/I,
ALP 50 U/I, LDH 223 U/I, GGT 5 U/I, Natrium: 138 mmol/L, Kalium: 3,6
mmol/ L.
Urinalisis (Tanggal 14 Mei 2011)
Sel epitel (+), Leukosit 10-15 LPB, Eritrosit 8-10 LPB, Silinder: Granula
(+), Bakteri (+), Protein (+) trace, Glukosa (-), Keton (-), darah (+++),
urobilirubin (-), nitrit (-).
B. Patologi jaringan
Kesan : Moderate differentiated squamous sel carcinoma pada serviks,
dengan serbukan PMN dan sel radang limfoplamasitik, dijumpai
angioinvasif.
C. Rontgen Thoraks
Kesan : normal thoraks
D. BNO IVP
Kesan : Kedua ginjal, ureter, dan buli normal
V. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : malam
b. Quo ad functionam : malam
4
VI. PENATALAKSANAAN
Perbaikan keadaan umum
IVFD RL dan NaCl = 2 : 1 gtt XX/m
Rencana transfusi hingga Hb > 10 gr/dl
Ceftriaxone 2x1 g
Asam Traneksamat 3x1 amp
R/ USG abdomen
R/ Kemoterapi
VIII. FOLLOW UP
Tanggal 18-5-2011
Keluhan Perdarahan dari kemaluan
Status present Keadaan umum : sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Temperatur : 36,5oC.
5
Tanggal 19-5-2011 jam 07.00 wib
Keluhan Perdarahan dari kemaluan berkurang
Status present Keadaan umum: sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Temperatur : 36,5oC.
CaDiagnosis
Cervix Stadi Carsinoma serviks stadium IIIB dengan anemia berat.
Penatalaksanaa o Observasi tanda vital
n o Perbaiki keadaan umum
o IVFD RL : NaCl = 2:1 gtt xx/menit
o Transfusi hingga Hb > 10 g/dl
o Ceftriaxone 2 x 1 gram
o Transamin 3 x 1 ampul
o R/ USG abdomen
o R/ kemoterapi
CaDiagnosis
Cervix Stadi Carsinoma serviks stadium IIIB dengan anemia berat
6
R/ kemoterapi
BAB II
PERMASALAHAN
7
BAB III
ANALISIS KASUS
I. Diagnosis
Penegakan diagnosa pada kasus ini didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis diketahui bahwa penderita mempunyai
keluhan perdarahan dari kemaluan. Perdarahan pada umumnya terjadi segera sehabis
senggama (perdarahan kontak), namun pada tingkat klinik yang lebih lanjut perdarahan
spontan dapat terjadi. Pada kasus ini didapatkan pendarahan dari kemaluan yang terjadi
diluar senggama dimana 75-80% pendarahan yang terjadi diluar senggama merupakan
salah satu gejala khas pada karsinoma serviks stadium lanjut.
Dari hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 20 Mei 2011, dari status ginekologis
penderita didapatkan
Hal ini menunjang diagnosa karsinoma serviks dimana pada stadium IIIB tumor
ini telah meluas sampai ke dinding pelvis dan pada rektal toucher tidak didapatkan daerah
bebas tumor (CFS 0%).
Pemeriksaan luar : Abdomen; datar, lemas, simetris, fundus uteri
tidak teraba, massa (-), nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-).
Inspekulo : Portio berdungkul-dungkul eksofilik, rapuh, mudah
berdarah, ukuran 6x5 cm, infiltrasi 1/3 distal (+), flour (-), fluksus
(+) darah tak aktif.
Pemeriksaan dalam :
o Serviks : portio berdungkul-dungkul, eksofitik, ukuran
5x6x6 cm, rapuh, mudah berdarah, CUT normal.
o Adnexa parametrium kanan-kiri tegang, cavum douglas tak
menonjol.
o Rectal toucher : tonus sphingter ani baik, mukosa licin,
massa intra lumen (-), CUT normal, ampula recti kosong,
adnexa parametrium kanan-kiri tegang, CFS kanan 0%, dan
CFS kiri 0%.
8
II. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Laboratorium :
A. Darah
Hematologi (Tanggal 14 Mei 2011):
Hb: 6,9 g/dL, Ht: 17%, leukosit:11800/mm3, trombosit: 237.000/mm3
Eritrosit 2.190.000/mm3, LED 86 mm/jam, Retkulosit 1,2%, Diff Count
0/4/3/71/16,6, CT 1 menit, BT 8 menit.
B. Patologi jaringan
Kesan : Moderate differentiated squamous sel carcinoma pada serviks,
dengan serbukan PMN dan sel radang limfoplamasitik, dijumpai
angioinvasif.
C. Rontgen Thoraks
Kesan : normal thoraks
D. BNO IVP
9
Kesan : Kedua ginjal, ureter, dan buli normal
III. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan bagi penderita karsinoma serviks stadium IIIB
merupakan suatu terapi paliatif, berupa radiasi eksterna (teletherapy) dan radiasi interna
(brachytherapy) ditambah dengan brakytherapy intrakaviter dengan konkruens
kemoterapi.
Radiasi eksterna ditujukan pada kelenjar getah bening dan penjalaran parametrium
dinding panggul. Untuk mengurangi efek samping, digunakan sinar energi megavolt,
misalnya Co 60 dengan dosis fraksinasi 200cGy/ hr. Radiasi eksternal diberikan dengan
target primer berupa tumor dan uterus sedangkan target sekunder berupa KGB pelvis dan
KGB iliaka komunis. Target volume pada terapi ini adalah tumor primer, kelenjar limfe
pelvis dan iliaka komunis.
Radiasi interna merupakan radiasi dosis tinggi yang ditujukan pada tumor primer
serviks. Hal ini dilakukan dengan cara memasang sumber radiasi terhadap intrauterin dan
vagina (intrakaviter) dengan tetap mempertahankan radiasi pada rektum dan vesika
urinaria dipertahankan dalam dosis toleransi. Pemasangan radiasi interna dilaksanakan
dengan 2 metode, berupa metode konvensional (metode paris, sockholm, manchester dan
implantasi interstitiel) serta metode afterloading. Konkruen kemoradiasi yang
dilaksanakan berupa sisplastin dengan dosis 50 mg / m2 selama pemberian radiasi
eksterna.
10
Faktor-faktor predisposisi yang mungkin antara lain adalah :
1) Coitus pertama usia sangat muda yaitu kurang dari 16 tahun;
2) Asap rokok sebagai sumber radikal bebas menyebabkan menurunnya jumlah
anti oksidan yang tersedia dalam tubuh untuk membantu menanggulangi
kelainan-kelainan dalam tubuh;
3) Sosial ekonomi yang rendah (pasien dan keluarga berprofesi sebagai
petani/berkebun) sedikit banyak berpengaruh terhadap pengetahuan
masyarakat tentang penyakit menular sexual; dan
4) Higiene daerah kemaluan kurang.
V. Prognosis
Five years survival rates pada penderita Ca.Cervix stadium IIIB adalah berkisar
antara 30-40% sehingga pada pasien ini prognosis baik untuk quo ad vitam maupun
untuk quo ad functionamnya adalah malam, karena setelah tindakan yang telah
dilakukan, tidak ada kemungkinan kembalinya fungsi organ seperti semula.
11
BAB IV
KESIMPULAN
1. Diagnosis karsinoma serviks stadium IIIB sudah tepat pada kasus ini, karena pada
pemeriksaan klinis didapatkan:
o hasil anamnesis yaitu keluhan os berupa sering keluar darah dari kemaluan
dan pendarahan terjadi diluar senggama.
o pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan ginekologis dengan hasil sebagai
berikut:
Inspekulo : Portio berdungkul-dungkul eksofilik, rapuh, mudah
berdarah, ukuran 6x5 cm, infiltrasi 1/3 distal (+), flour (-), fluksus
(+) darah tak aktif.
Pemeriksaan dalam :
Serviks : portio berdungkul-dungkul, eksofitik, ukuran 5x6x6
cm, rapuh, mudah berdarah, CUT normal.
Adnexa parametrium kanan-kiri tegang, cavum douglas tak
menonjol.
Rectal toucher : tonus sphingter ani baik, mukosa licin, massa
intra lumen (-), CUT normal, ampula recti kosong, adnexa
parametrium kanan-kiri tegang, CFS kanan 0%, dan CFS kiri
0%.
Hasil pemeriksaan ini menunjukkan adanya perluasan tumor ke dinding
samping pelvis.
o Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin pasien ini rendah.
Pemeriksaan penunjang (Patologi Anatomi) dengan kesan Moderate
differentiated squamous sel carcinoma pada serviks, dengan serbukan
PMN dan sel radang limfoplamasitik, dijumpai angioinvasif.
12
2. Penatalaksanaan penderita pada kasus ini sudah tepat, yaitu perbaikan keadaan
umum sebagai persiapan untuk melaksanakan kemoterapi.
3. Faktor predisposisi karsinoma serviks pada kasus ini adalah coitus pertama pada
usia muda yaitu kurang dari 16 tahun, golongan sosial ekonomi rendah dan higiene
daerah kemaluan tidak baik, serta os merupakan perokok pasif.
4. Prognosis pada pasien ini adalah malam baik untuk quo ad vitam maupun untuk quo
ad functionam.
13
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
A. EPIDEMIOLOGI
Kanker serviks uteri merupakan kanker pada wanita nomor dua tersering di
seluruh dunia, yaitu 15% dari semua kanker pada wanita. Di negara berkembang
merupakan kanker yang terbanyak yaitu 20-39% dari semua kanker pada wanita.Di
negara maju frekuensinya hanya berkisar antara 4-6%. Di Indonesia, diantara tumor
ganas ginekologik, kanker serviks masih menduduki tingkat pertama. Prevalensi umur
penderita berkisar antara 30-60 tahun, terbanyak umur 45-50 tahun. Periode laten pada
fase prainvasive menjadi invasive sekitar 10 tahun, hanya 9% dari penderita berumur
35 tahun yang menunjukan keganasan serviks uteri pada saat terdiagnosis, sedangkan
53% dari karsinoma insitu terdapat pada wanita dibawah umur 35 tahun.1
B. ETIOLOGI
14
C. PATOLOGI
D. PENYEBARAN
15
3. parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum
rektovagina dan kandung kemih.
Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar kelenjar limfe regional
melalui ligamentum latum, kelenjar iliaka, obturator, hipogastrika, parasakral,
paraaorta, dan seterusnya ke trunkus limfatik di kanan dan vena subklvia di kiri
mencapai paru, hati, ginjal, tulang serta otak.3
E. DIAGNOSIS
Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut. Yang
menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker
serviks, dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi prakanker
serviks. Kemampuan untuk mendeteksi dini kanker serviks disertai dengan kemampuan
dalam penatalaksanaan yang tepat akan dapat menurunkan angka kematian akibat
kanker serviks.2,3,4
a. Keputihan.
Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbau busuk
akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
b. Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahan
timbul akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin sering
terjadi diluar senggama.
c. Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
d. Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.
16
Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan standar bila ditemukan pap
smear yang abnormal. Pemeriksaan dengan kolposkopi, merupakan
pemeriksaan dengan pembesaran, melihat kelainan epitel serviks, pembuluh
darah setelah pemberian asam asetat. Pemeriksaan kolposkopi tidak hanya
terbatas pada serviks, tetapi pemeriksaan meliputi vulva dan vagina. Tujuan
pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat diagnosa histologik, tetapi
untuk menentukan kapan dan dimana biopsi harus dilakukan.
3. Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal di bagian yang telah dilakukan
kolposkopi. Jika kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara konisasi.
F. PENATALAKSANAAN
17
7. Ca serviks stadium lanjut meliputi stadium IIB, III, IV A
Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap yaitu radiasi eksterna
dilanjutkan intrakaviter radioterapi. Terapi variasi yang sering diberikan
khemoradiasi, khemoterapi yang sering diberikan antara lain cisplatinum,
pachitaxel, docetaxel, fluorourasil, gemcitabine
8. Stadium IV B
Pengobatan yang diberikan bersifat paliatif, radioterapi paliatif yang diberikan
Kemoterapi
Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika
yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker.6
Prinsip kerja obat kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker :
Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja terutama
terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker tersebut
berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif,
sebaliknya semakin lambat proliferasinya maka kepekaannya semakin rendah. Hal ini
disebut Kemoresisten.7,8
Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah :
1) Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik
Anthrasiklin obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti
sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.
2) Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang
berakibat menghambat sintesis DNA.
3) Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja
pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.
18
4) Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat
sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari
sel-sel kanker tersebut.
19
2) Intra tekal (IT)
Diberikan ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan
tumor dalam cairan otak (liquor cerebrospinalis) antara lain Metrotexat,
Ara.C.
3) Radiosensitizer, yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi,
tujuannya untuk memperkuat efek radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini
antara lain Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere, Hydrea.
4) Oral
Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran®, Alkeran®,
Myleran®, Natulan®, Puri-netol®, hydrea®, Tegafur®, Xeloda®,
Gleevec®.
5) Subkutan dan intramuskular
Pemberian subkutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah
L-Asparaginase, hal ini sering dihindari karena resiko syok anafilaksis.
Pemberian per IM juga sudah jarang dilakukan, biasanya pemberian
Bleomycin.
6) Topikal
7) Intra arterial
8) Intracavity
9) Intraperitoneal/Intrapleural
Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang
banyak pada kanker ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian
intrapleural yaitu diberikan kedalam cavum pleuralis untuk memusnahkan
sel-sel kanker dalam cairan pleura atau untuk mengehntikan produksi efusi
pleura hemoragis yang amat banyak , contohnya Bleocin
20
Efek samping kemoterapi8
Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas :
1. Efek samping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul dalam 24
jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah.
2. Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia dan
stomatitis.
3. Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang timbul
dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer,
neuropati.
4. Efek samping yang terjadi kemudian ( Late Side Effects) yang timbul dalam
beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder.
Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap
pemberian, maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada setiap
penderita berbeda walaupun dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi dan
psikologis juga mempunyai pengaruh bermakna.6
Efek samping yang selalu hampir dijumpai adalah gejala gastrointestinal, supresi
sumsum tulang, kerontokan rambut. Gejala gastrointestinal yang paling utama adalah
mual, muntah, diare, konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis, mual dan muntah
biasanya timbul selang beberapa lama setelah pemberian sitostatika dab berlangsung
tidak melebihi 24 jam.6,7
Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan jumlah sel darah
putih (leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah merah (anemia),
supresi sumsum tulang belakang akibat pemberian sitistatika dapat terjadi segera atau
kemudian, pada supresi sumsum tulang yang terjadi segera, penurunan kadar leukosit
mencapai nilai terendah pada hari ke-8 sampai hari ke-14, setelah itu diperlukan waktu
sekitar 2 hari untuk menaikan kadar laukositnya kembali. Pada supresi sumsum tulang
21
yang terjadi kemudian penurunan kadar leukosit terjadi dua kali yaitu pertama-tama
pada minggu kedua dan pada sekitar minggu ke empat dan kelima. Kadar leukosit
kemudian naik lagi dan akan mencapai nilai mendekati normal pada minggu keenam.
Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat mengakibatkan
perdarahan yang terus-menerus/ berlabihan bila terjadi erosi pada traktus
gastrointestinal.7
Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan sampai pada
kebotakan. efek samping yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting adalah
kerusakan otot jantung, sterilitas, fibrosis paru, kerusakan ginjal, kerusakan hati,
sklerosis kulit, reaksi anafilaksis, gangguan syaraf, gangguan hormonal, dan perubahan
genetik yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker baru.8
Kardiomiopati akibat doksorubin dan donorubisin umumnya sulit diatasi, sebagian
besar penderita meninggal karena “pump failure”, fibrosis paru umumnya irreversibel,
kelainan hati terjadi biasanya menyulitkan pemberian sitistatika selanjutnya karena
banyak diantaranya yang dimetabolisir dalam hati, efek samping pada kulit, saraf,
uterus dan saluran kencing relatif kecil dan lebih mudah diatasi.6
Radioterapi
Dalam menentukan teknik dan dosis radiasi pada pengobatan karsinoma serviks
uteri perlu dipertimbangkan faktor daya toleransi dari jaringan-jaringan di dalam
rongga pelvis.6
Teknik radiasi
Kombinasi antara radiasi lokal dan radiasi eksternal merupakan pilihan yang umumnya
diberikan dengan maksud:7
Radiasi lokal (intrakaviter) dapat memberikan dosis tinggi pada serviks dan korpus
uteri tetapi dosis cepat menurun pada jaringan di sekitarnya, sehingga dosis ke
rektum, sigmoid, kandung kencing dan ureter dapat dibatasi sampai batas-batas
toleransi.
Kemungkinan timbulnya metastase limfogen pada karsinoma serviks uteri cukup
tinggi. Oleh karena itu kelenjar-kelenjar dalam panggul kecil harus mendapat
penyinaran juga. Dosis radiasi lokal cepat menurun diluar uterus, sehingga dosis
22
yang sampai pada kelenjar limfe sangat rendah. Untuk mencapai dosis yang dapat
mengamankan metastasis kelenjar limfe ini diperlukan penyinaran luar yang dapat
memberikan distribusi dosis yang merata pada daerah yang lebih luas.
Histrektomi Radikal
Histerektomi radikal primer menguntungkan karena dapat dilakukan surgical
staging.4,7
23
Operasi radikal yang memerlukan waktu yang cukup lama, tidak mungkin tanpa
terjadi komplikasi. Oleh karena itu, persiapan operasi perlu dilakukan dengan cermat
sehingga dapat mengurangi komplikasi seperti lazimnya komplikasi operasi, yaitu :7
1. Trias pokok komplikasi (perdarahan, infeksi dan trauma tindakan operasi).
2. Komplikasi emboli (kardiovaskular dan paru).
3. Komplikasi lainnya
Infeksi pascaoperatif
Infeksi yang berat dapat menimbulkan komplikasi berantai, seperti:6
Sepsis meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Memperpanjang hospitalisasi
Terjadi wound dehicense
Pembentukan abses sekitar pelvis.
G. FOLLOW UP
Tiap 3 bulan selama 2 tahun pertama, kemudian tiap 6 bulan, tergantung keadaan.
Jangan lupa meraba kelenjar inguinal dan supraclavikla, abdomen, abdominal vaginal,
24
dan abdominalrektal, pemeriksan sitologik puncak vagina, dan foto rontgen thoraks
(setiap 6 bulan).1,2
Kolposkopi untuk meneliti puncak vagina, serta bentuk-bentuk praganas.
Rektoskopi, sistoskopi, renogram, Intra Venous Pyelografi (IVP), dan CT scan panggul,
hanya dilakukan menurut indikasi.6
H. PROGNOSIS
25
DAFTAR PUSTAKA
26