Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apendicitis

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi


Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam
adalah kurang tepat karena usus buntu yang sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak
diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut apendiks
memerlukan tindakan bedah segera untuk menghindari komplikasi yang umumnya berbahaya.

Apendisitis merupakan peradangan dari apendiks vermiformis, yang lebih dikenal dengan
sebutan infeksi usus buntu dan ini merupakan penyakit yang sering dijumpai. Meskipun sebagian
besar pasien dengan apendisitis akut dapat dengan mudah didiagnosis tetapi tanda dan gejalanya
cukup bervariasi, sehingga diagnosis secara klinis dapat menjadi sulit ditegakkan, untuk itu
dokter harus mempunyai pengetahuan yang baik untuk mengenal apendisitis. Pada apendisitis
tidak mungkin dapat ditemukan satu galala klinis yang tidak dapat ditentukan oleh satu test
khusus untuk mendiagnosanya secara tepat. Pada beberapa kasus apendisitis dapat sembuh tanpa
pengobatan, tapi banyak juga yang memerlukan laparotomi. Apendisitis akut dapat menyebabkan
kamatian karena peritonitis dan syok.

Apendisitis merupakan penyebab tersering dari nyeri abdomen yang progresif dan menetap
pada semua golongan umur, kegagalan menegakkan diagnosa dan keterlambatan
penatalaksanaannya akan menyebabkan peningakatan morbiditas dan mortalitas. Pada
masyarakat dengan kebiasaan diet tinggi serat, apendisitis jarang terjadi, dikarenakan serat akan
menurunkan viskositas feses, mempersingkat waktu transit feses dan menghambat pembentukan
fekalit. Fekalit dapat menyababkan obstruksi pada lumen apendiks. Kejadian apendisitis dapat
berkurang karena kebiasaan diet tinggi serat dan kebiasaan menggunakan toilet jongkok bila
dibandingkan dengan toilet duduk.

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm dan berpangkal di


sekum. Lumennya menyempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun
demikian pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah
ujungnya.
Apendiks terletak di ileosekum dan merupakan pertemuan ketiga tinea koli. Untuk
mencarinya cukup dicari pertemuan 2 tinea tersebut. Didekatnya terdapat valvula Bauhini.
Apendiks juga dapat terbentang retrocaecal, retroileal, dan pelvic.

Apendiks menerima aliran darah dari cabang apendikuler dari a.ileocoelica. Arteri ini
berasal dari ileum terminalis superior memasuki mesoapendiks dekat dasar apendiks. Cabang
arteri kecil berjalan melalui a. caecal. Sistem limfe apendiks berjalan menuju nodus limfatik
yang terbentang sepanjang ileocoelica.

Persarafan apendiks berasal dari persarafan simpatis yang berasal dari plexus
mesenterikal superior (T10-L1), dan parasimpatis yang aferennya berasal dari n.vagus. Meskipun
fungsi apendiks sampai saat ini tidak jelas, tetapi mukosa apendiks seperti mukosa lainnya
mampu menghasilkan sekresi cairan, musin, dan enzim proteolitik.

Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue)
yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun karena jumlah kelenjar limfe disini sedikit sekali jika dibandingkan
jumlahnya di saluran cerna atau di seluruh tubuh.

2.1.2 Etiologi dan Patofisiologi Apendisitis


Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Faktor-faktor yang dapat menjadi pencetus
apendisitis akut :
1. Obsruksi lumen apendiks : Obstruksi ini akan menyebabkan distensi pada
apendiks karena terkumpulnya cairan intraluminal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh :
- Masuknya fekalit
- Kerusakan mukosa dan adanya tumor
- Terdapat bekuan darah
- Sumbatan oleh cacing ascaris
- Pengendapan barium di pemeriksaan x-ray sebelumnya.
2. Anatomi apendiks

a. Apendiks merupakan bagian dari sekum secara embriologis. Karena itu ada hubungan
mikroorganisme antar keduanya.
b. Sirkulasi dari cabang ileocoelica saja (satu arah) sehingga bila ada bagian yang buntu
maka begian yang terletak dibawahnya akan mati.
c. Apendiks merupakan tabung yang ujungnya buntu pada satu tempat dan satu tempat lagi
ada valvula atau klep dan lumennya relatif kecil, tapi memproduksi mucus. Kalau ada
obstruksi → mucus tetap diproduksi →tekanan akan meningkat → pecah→ nekrosis.
3. Ras dan makanan
a. Lebih banyak pada orang barat.
b. Makan daging → kemungkinannya lebih besar.
4. Konstipasi dan pemakaian laksatif. Flora usus normal apatogen menjadi patogen.

5. Fokal infeksi dari tempat lain yang manjalar secara hematogen.

Dalam pathogenesis appendisitis akut urutan kejadiannya adalah :

1. Obstruksi lumen menyebabkan sekresi mucus dan cairan yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraluminal
2. Ketika tekanan intrauminal meningkat, tekanan dalam mukosa venula dan limfatik meningkat,
aliran darah dan limfe terhambat karena tekanan meningkat pada dinding apendiceal.
3. Ketika tekanan kapiler meningkat, terjadi iskemia mukosa inflamasi dan ulserasi kemudian
bakteri tumbuh pesat didalam lumen dan bakteri menyerang mukosa dan submukosa sehingga
terjadi inflamasi transmural, edema, vascular stasis, dan nekrosis dari muscular. Perforasi
mungkin dapat terjadi.

Pada perjalanan penyakitnya, penyakit apendisitis akut dapat berubah menjadi :

1. Phlegmon 2-3 hari perforasi, 3-5 hari peritonitis difusasepsis.


Phlegmon ialah proses penahanan dalam jaringan ikat longgar, Pada orang dewasa, terjadi
karena keterlambatan dalam menegakkan diagnosa, sedangkan pada anak kecil disebabkan
apendiks kecil dan kurang komunikatif.

2. Mikroperforasi massa/infiltrate periappendiks.


Mikroperforasi adalah suatu peradangan oeh omentum dan jaringan sekitarnya. Tubuh
melokalisir perforasi oleh karena daya tahan tubuh meningkat (dengan pemberian antibiotik).
Jika peradangan tidak sempurna, dapat terjadi penyebaran pus dari ruangan omentum.
2.1.3 Manifestasi Klinis

Appendisitis akut mempunyai gejala klinis yang banyak sekali dan menyerupai penyakit lain.
Pada beberapa kasus appendiks tidak mempunyai tanda utama, gejala, maupun tes diagnostik
yang akurat

Gejala klinis appendisitis akut adalah nyeri abdomen. Secara klasik nyeri timbul pertama
kali ditengah bagian bawah epigastrium atau daerah umbilicus, menetap, kadang disertai rasa
kram yang intermitten. Setelah periode 12 jam, biasanya antara 4-6 jam lokasi nyeri terlokalisir
di kuadran kanan bawah di titik McBurney. Kadang tidakada nyeri epigastrium, tetapi terdapat
konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap
berbahaya karena memermudah terjadinya perforasi.

Variasi letak appendiks akan menyebabkan letak nyeri yang bervariasi juga. Appendiks
yang terletak retrosekal akan menyebabkan nyeri peda daerah sisi dan nyeri punggung,
sedangkan appendiks yang terletak pelvic akan menyebabkan nyeri pada suprapubis, serta yang
terletak retroileal dapat menyebabkan nyeri pada daerah testis.

Bila terjadi peritonitis, dapat ditemukan nyeri tekan yang difus, defence muskuler, bising
usus yang menurun atau hilang pada distensi abdomen.

Anoreksia hampir selalu menyertai appendicitis. Vomitus terjadi pada kira-kira 75%
pasien tetapi tidak terus menerus, sebagian besar pasien mengalami vomitus hanya 1-2 kali.

Obstipasi sebagian besar terjadi sebelum nyeri abdomen dan merasa bahwa defekasi
dapat mengurangi rasa nyeri perutnya. Diare dapat terjadi pada beberapa pasien.

2.1.4 Pemeriksaan Klinis

Tanda-tanda vital tidak mengalami perubahan yang banyak pada appendicitis yang sederhana.
Kenaikan temperature jarang melebihi 10C.

Palpasi

Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri
lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan dan
nyeri lepas secara klasik di kuadran kanan bawah pada appendiks letak anterior yang mengalami
inflamasi. Nyeri tekan yang maksimal terletak pada atau dekat titik McBurney. Nyeri tekan pada
perut kanan ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan
nyeri pada perut kanan bawah (tanda Rovsing). Pada appendisitis retrosekal atau retroileal
diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. Karena terjadi pergeseran sekum
ke kraniolateral dorsal oleh uterus, keluhan nyeri pada appendiks sewaktu hamil trimester I dan
III akan bergeser ke kanan sampai ke pinggang kanan. Pada kehamilan trimester I tidak berbeda
dengan orang tidak hamil, karena itu harus dibedakan apakah nyeri berasal dari appendiks atau
uterus, bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran uterus,
terbukti proses bukan berasal dari appendiks.

Peristaltik usus sering normal,peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.

Rectal Toucher

Pada rectal toucher menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai dengan jari
telunjuk, misalnya pada appendisitis pelvika, tanda perut sering meragukan maka kunci
diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan rectal toucher.

Pada pemeriksaan rectal toucher, akan didapatkan :

- Nyeri tekan positif pada arah jam 9-11.


- Pada yang mengalami komplikasi, ampula teraba distensi/cenderung kolaps.
Gambar 2.1 Pemeriksaan Rectal Toucher

Pada anak-anak, tidak diperlukan rectal toucher, karena appendiksnya berbentuk konus
atau pendek.

Pemeriksaan tambahan (pemeriksaan khusus)

1. Rovsing’s Sign
Dengan cara penekanan pada kuadran kiri bawah menyebabkan refleks nyeri pada daerah
kuadran kanan bawah.

Gambar 2.2 Pemeriksaan Rovsing’s sign

2. Psoas sign
Mengindikasikan adanya iritasi ke muskulus psoas. Tes ini dilakukan dengan rangsangan otot
psoas dengan hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian
paha ditahan. Tes ini dilakukan dengan cara pasien terlentang. Secara perlahan tungkai kanan
pasien diekstensikan kearah kiri pasien sehingga menyebabkan peregangan m. psoas. Rasa nyeri
pada maneuver ini menandakan tes positif.

Gambar 2.3 Pemeriksaan Psoas sign

3. Obturator sign
Dilakukan untuk melihat apakah appendiks yang meradang kontak dengan m. Obturator
internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul
pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada appendisitis pelvika. Positif dari nyeri
hipogastrik pada peregangan m. Obturator internus yang menandakan iritasi pada daerah
tersebut. Tes dilakukan dengan cara pasien berbaring terlentang, tungkai kanan difleksikan dan
dilakukan rotasi interna secara pasif.

Gambar 2.4 Pemeriksaan Obturator sign

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


Pada appendicitis akut tanpa komplikasi, pemeriksaan laboratorium menemukan
leukositosis (10.000-18.000/mm3) dengan peningkatan PMN. Jika leukosit > 18.000, dengan
adanya shift to the left, harus dipikirkan telah terjadi perforasi atau penyakit infeksi lain.

Foto polos abdomen

Dapat membantu dalam mendiagnosis appendicitis akut, tetapi gambaran radiologis yang
didapatkan kadang tidak spesifik dan harus diinterpretasikan dengan baik.

Beberapa petunjuk dalam menilai foto polos abdomen , menurut Brooks dan Killen
(1965) :

1. Adanya fluid level yang terlokalisir dalam sekum dan ileum terminal, menandakan suatu
inflamasi lokal pada abdomen kanan bawah.
2. Ileus yang terlokalisir dengan gas didalam sekum, kolon ascenden dan ileum terminal.
3. Garis panggul kanan yang tidak jelas (kabur), dimana garis radioluscen timbul akibat adanya
lemak diantara peritoneum dan m. tranversus abdominis.
4. Bertambahnya densitas jaringan lunak pada kuadran kanan bawah.
5. Adanya fekalit pada fossa iliaka kanan.
6. Bayangan psoas yang tidak jelas (kabur) pada sisi kanan.
7. Terisinya appendiks oleh gas
8. Adanya bayangan udara bebas intraperitoneum.
9. Adanya deformitas bayangan gas sekum karena berdekatan dengan massa yang meradang (hal
ini sulit untuk diinterpretasikan, karena mungkin terganggu oleh gas sekal dari cairan
intraluminal atau feses.
Ultrasonografi

Dapat membantu dalam menegakkan diagnosis appendiks akut. Peradangan appendiks


ditujukkan dengan pembesaran diameter terluar lebih dari 6 mm, tidak tertekan, berkurangnya
peristaltik ataupun akumulasi cairan disekitar periappendikal. Appendiks yang meradang dapat
ditunjukkan secara tepat pada 86% kasus, sehingga dapat menurunkan appendektomi yang tidak
perlu sekitar 7% dan penundaan operasi yang lebih dari 6 jam, sebanyak 2%. USG menunjukkan
sensitifitas 75%, spesifisitasnya 100%. Laparoskopi dapat digunakan sebagai alat diagnostik,
sekaligus terapi. Alat ini dapat membedakan kelainan ginekologis dan ileitis dengan appendisitis.
Bila diagnosis appendisitis akut dapat ditegakkan, maka dapat langsung dilakukan appendektomi
per laparoskopi.

CT scan

Dapat digunakan untuk diagnosis appendisitis. Pada CT scan appendiks yang mengalami
inflamasi tampak berdilatasi (lebih besar dari 5 cm) dan dindingnya lebih tipis. Fekalit dapat
mudah dilihat, tetapi kehadirannya tidak patognomonis pada diagnosis appendisitis.

2.1.6 Diagnosis

Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis
akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering pada
perempuan dibanding lelaki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang
masih muda sering timbul gangguan yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari
genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain.

Untuk menegakkan diagnosis appendisitis akut didahului dengan anamnesis yang


lengkap, diikuti dengan pemeriksaan fisik dan diperkuat dengan pemeriksaan penunjang.

2.1.7 Diagnosis Banding

Terdapat banyak penyakit akut abdomen yang mempunyai tanda dan gejala yang mirip
dengan apendisitis akut :

a. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan
tidak berbatas tegas. Hiperperistalsis sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol
dibandingkan apendisitis akut.

b. Demam Dengue
Demam Dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil tes
positif untuk Rumple Leede, trombositopenia, dan hematokrit yang meningkat.

c. Limfadenitis Mesenterika
Limfadenitis mesenterika yang biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai
dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar,
terutama kanan.

d. Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri peurt kana bawah pada
pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu.
Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat
mengganggu selama dua hari.

e. Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering di kacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tingi
daripada apendesitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita
biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul nyeri hebat
dipanggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur bila perlu untuk
diagnosis banding

f. Kehamilan diluar kandungan


Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur
tuba atau abortus kehamilan diluar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak
difus didaerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal
didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosentesis di dapatkan darah.

g. Kista ovarium terpuntir


Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis
pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan
ultrasonografi dapat menetukan diagnosis.

h. Endometriasis eksterna
Endometrium diluar rahim akan memberikan keluhan nyeri ditempat endometriosis berada, dan
darah menstruasi terkumpul ditempat itu karena tidak ada jalan keluar.

i. Urolitiasis pielium/ureter kanan


Batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke
inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria serung ditemukan. Foto perut polos
atau urografi intravena dapat meyakinkan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai dengan
demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral disebelah kanan, dan piuria.

j. Penyakit saluran cerna lainnnya


Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan diperut, seperti divertikulitis Meckel,
perforasi tukak duodenum atau kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid
abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.

2.1.8 Penatalaksanaan

Terapi pilihan satu-satunya : Pembedahan ( Apendektomi)

Pada appendisitis dengan abses atau phlegmon, dianjurkan untuk drainase abses dan
appendektomi dilakukan 6-10 minggu kemudian.

Pada appendisitis dengan perforasi perlu dilakukan laparotomi. Sebelum pembedahan


perlu dilakukan perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram
negatif dan positif serta kuman anaerob , dan pemasangan pipa nasogastrik.

2.1.9 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adlah perforasi. Baik berupa perforasi bebas maupun
perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri
atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.

Komplikasi apendisitis akut diantaranya :

- Apendisitis abses
- Apendisitis perforata
- Apendisitis kronis

Anda mungkin juga menyukai