2 PB PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 15

Buletin Psikologi ISSN 0854-7106 (Print)

2018, Vol. 26, No. 2, 71 – 85 ISSN 2528-5858 (Online)


DOI: 10.22146/buletinpsikologi.30988 https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi

Game-Based Learning: Academic Games sebagai Metode


Penunjang Pembelajaran Kewirausahaan
Rahmat Hidayat1
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Abstract
Entrepreneurship plays an important role for the national economic growth. Therefore, the
chararacter development, the way of thinking, and entrepreneurial skills within community
are things that should be sought. Consequently, the effective entrepreneurship learning
methods are needed, specifically kind of method that based on adult learning approach. This
article seeks to bring the study of digital games technology as an entrepreneurial learning
media. Hence, the description of the characteristics of games and learning aspects that can be
facilitated by digital games technology will be mainly discussed. In addition, this article
describes the learning process through digital media, instructional techniques that can be
integrated in digital media, and assessment feedback method in academic games learning.
Some examples of digital games used for learning in entrepreneurship courses are presented
to provide a concrete picture. In brief, this article supports the use of digital games
technology in entrepreneurial learning.
Keywords: academic games; entrepreneurship; game-based learning

Pengantar ditumbuhkembangkan dan difasilitasi agar


teraktualisasi sebagai langkah-langkah
Tingkat1kewirausahaan berpengaruh positif kewirausahaan. Dengan kata lain, sebagai
terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. upaya mendukung pertumbuhan ekonomi
Lebih lanjut lagi, peningkatan jumlah nasional, sangat diperlukan adanya upaya
wirausaha diharapkan sebanding dengan untuk mengembangkan kapasitas kewira-
laju pertumbuhan ekonomi suatu negara. usahaan masyarakat melalui metode dan
Hal ini berimplikasi pada kuatnya dorong- instrumen pembelajaran yang efektif.
an terhadap masyarakat untuk berwira-
Andragogi merupakan konsep dan
usaha, salah satunya diindikasikan oleh
pendekatan pembelajaran yang efektif
keberadaan mata kuliah kewirausahaan di
untuk subjek pembelajar orang dewasa
hampir seluruh perguruan tinggi di
(Knowles, 1970, 1984; Blondy, 2007;
Indonesia. Sudah umum diketahui bahwa
Henschke, 2016). Dasar dari konsep pembe-
wirausaha sukses memiliki karakter, cara
lajaran andragogi adalah bahwa orang
berpikir, dan keterampilan-keterampilan
dewasa memiliki karakteristik yang berbeda
yang berbeda dari mereka yang tidak
dari anak-anak, di mana karakteristik
berwirausaha. Namun karakter dan
tersebut berpengaruh terhadap proses dan
kemampuan tersebut bukanlah sesuatu
hasil pembelajaran. Karakteristik orang
yang sifatnya bawaan, melainkan harus
dewasa sebagai subjek pembelajar antara
1
lain adalah bahwa orang dewasa memiliki
Korespondensi mengenai artikel ini dapat dilakukan
melalui: r.hidayat@ugm.ac.id
pengalaman dan tujuan spesifik di dalam

Buletin Psikologi 71
HIDAYAT

partisipasinya pada sebuah program energy, with relentless optimism, at something


pembelajaran. Keberadaan karakteristik ini we’re good at (or getting better at) and enjoy”.
berbeda dari konsepsi metode pembelajaran Dengan pertimbangan-pertimbangan di
klasik, atau disebut sebagai paedagogy, yang atas, tulisan ini berupaya untuk mema-
berintikan pada pandangan bahwa subjek parkan dan mengkaji kelayakan metode dan
pembelajar adalah individu yang masih tekonologi digital games sebagai metode
berada pada tahap pembentukan pribadi. pembelajaran kewirausahaan. Uraian
Salah satu metode pembelajaran yang tentang karakteristik games dan aspek
populer dalam pendekatan angragogi dan pembelajaran yang terkait menjadi titik
efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran awal kajian ini. Aspek pembelajaran yang
adalah pembelajaran dengan menggunakan dapat difasilitasi melalui teknologi digital
games, atau proses belajar melalui gaming. games diuraikan pada bagian selanjutnya.
Dapat dikatakan bahwa gaming merupakan Uraian tentang proses belajar dalam melalui
salah satu metode utama dalam proses media digital, teknik instruksional yang
pembelajaran bagi orang dewasa. Keung- dapat diintegrasikan dalam media digital,
gulan pedagogis dari gaming di dalam dan feedback serta asesmen dalam academic
pembelajaran orang dewasa adalah bahwa games menyajikan gambaran konseptual
games menghadirkan situasi yang terstruk- dan operasional tentang proses pembela-
tur sebagaimana sebuah situasi kehidupan jaran melalui media digital games. Pada
yang sebenarnya. Namun pengalaman bagian selanjutnya diuraikan beberapa
belajar di dalam games mengandung unsur- contoh games digital yang dipergunakan
unsur yang menyenangkan, serta risiko untuk pembelajaran dalam kuliah kewira-
kegagalan atau keberhasilan yang dapat usahaan. Secara singkat, artikel ini mendu-
dipelajari secara berulang kali (Romero, kung pemanfaatan teknologi digital games
2012). Selain itu, games memiliki sejumlah dalam pembelajaran kewirausahan.
kemampuan yang kurang dimiliki oleh
metode pembelajaran lain, di antaranya
Pembahasan
aspek interaktivitas, penyediaan feedback
secara langsung, representasi maya atas
realitas atau virtual representation, dan Games dan Pembelajaran
pengulang-ulangan setting dan event dalam
Dalam kajian ilmiah terkait dengan meto-
sebuah pembelajaran (Schrader &
dologi pembelajaran, Ifenthaler, Eseryel dan
McCreery, 2012).
Ge (2012) menekankan perlunya pembeda
Lebih dari sekedar metode pembela- antara konsep game dan play. Dalam
jaran, sejumlah ahli menyatakan pan- pengertian modern, game terutama untuk
dangan-pandangan yang berintikan pada kepentingan kependidikan, sementara play
penempatan games sebagai aspek mendasar berfungsi utama untuk memberikan kese-
dari kehidupan manusia. Sebagai contoh, nangan kepada pemain. Terkait dengan
Ifenthaler, Eseryel dan Ge (2012) menya- aspek kependidikan, McGonigal (2011)
takan bahwa games merupakan bagian dari merumuskan empat fitur utama dari sebuah
kemanusiaan yang bersifat universal. Games game, yaitu adanya tujuan, aturan, feedback
dapat ditemukan di setiap budaya yang ada system, dan voluntary participation. Setiap
di dalam peradaban manusia. Sejalan game mengandung keempat fitur tersebut.
dengan ini, Mc Gonigal (2011) menyatakan Fitur pertama adalah tujuan atau hasil yang
bahwa “a game is an opportunity to focus our akan diperoleh oleh peserta dari aktivi-

72 Buletin Psikologi
GAME-BASED LEARNING: ACADEMIC GAMES, PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN

tasnya di dalam game. Sebuah tujuan yang tisi, refleksi, fantasi, dan narasi (Graesser,
menjadi bagian dari rancangan dari game 2017). Fitur-fitur tersebut terutama banyak
akan membuat peserta memiliki sebuah ditemukan di dalam digital games. Namun
sense of purpose. McGonigal (2011) memandang bahwa fitur-
Fitur yang kedua, yaitu aturan, fitur tersebut sekedar sebagai tambahan
merupakan batasan-batasan mengenai dari empat fitur pokok yang diuraikan di
bagaimana caranya pemain dapat mencapai atas. Fitur tambahan berfungsi untuk men-
tujuannya di dalam game. Adanya aturan dorong dan meneguhkan keempat fitur
mendorong pemain untuk menggali berba- dasar yang yang telah diuraikan di atas.
gai cara yang dimungkinkan untuk mewu- Schrader dan McCreery (2012) mena-
judkan tujuannya. Karena itu aturan di warkan tiga cara pandang terhadap games.
dalam sebuah game pada dasarnya akan Pertama, games as intervention, di mana
memacu kreativitas dan strategic thinking games dipandang sebagai a delivery mecha-
pemain. Fitur berikutnya, feedback system, nism untuk intervensi yang dimaksudkan
menunjukkan kepada peserta seberapa untuk mengubah melalui proses belajar
dekat mereka dengan tujuan yang ingin pemain. Perubahan terjadi sebagai hasil
diraih di dalam permainan. Bentuk-bentuk langsung dari pengalaman di dalam game.
feedback systems misalnya adalah poin, level Hasil dari intervensi dapat bersifat positif,
(tingkatan), score (nilai), atau progress bar. misalnya meningkatkan motivasi, abilitas
Feedback yang diberikan secara real-time spasial, dan perkembangan keterampilan
berfungsi sebagai sebuah janji bagi pemain motorik yang kompleks. Perubahan dapat
bahwa tujuan yang diinginkan pasti bisa pula bersifat negatif, misalnya agresi dan
dicapai. Karena itu feedback system pada adiksi. Kedua, games sebagai interactive tools.
hakikatnya memberi kepada peserta moti- Dalam hal ini games berfungsi sebagai
vasi untuk tetap bermain. simulasi dan model yang menghadirkan
Fitur yang terakhir adalah voluntary pengalaman yang bermakna, yang
participation. Setiap orang terlibat di dalam memungkinkan pemain untuk mencapai
sebuah game atas dasar pemahaman bahwa sebuah tugas. Dengan demikian games
mereka secara suka rela menerima adanya berberan sebagai sebuah pendamping dari
goals, rules, dan feedback system yang sudah proses kognitif yang menghasilkan peru-
ditetapkn. Voluntary participation merupa- bahan pada pemain. Ketiga, games sebagai
kan landasan dasar dari kesediaan sejumlah lingkungan yang mampu memberikan
orang untuk bermain bersama. Kebebasan berbagai aktivitas yang berguna dan
untuk memasuki dan keluar dari sebuah bermakna dari aspek pembelajaran. Dalam
permainan akan menjamin bahwa aktivitas sudut pandang ini belajar dimaknai sebagai
yang stressful dan menantang dilakukan di aktivitas yang terjadi di dalam sebuah
dalam permainan akan dirasakan sebagai sistem. Pemain dapat belajar dari sistem,
sesuatu yang aman dan menyenangkan. atau dari elemen-elemen lain yang terdapat
di dalam games.
Selain keempat fitur ini, games memiliki
sejumlah fitur yang lain. Di antara fitur-fitur Apa pun sudut pandangnya, pembe-
tersebut adalah media yang beragam lajaran melalui games memerlukan proses
(multimedia), sifat yang realistik (realism), immersion, yakni keterlibatan secara lang-
tampilan gambar, tantangan untuk berak- sung dan menyeluruh dari pembelajar
tivitas di dalamnya, adaptivitas, feedback, dalam berinteraksi dengan sistem yang
interaktivitas, modeling, kolaborasi, kompe- terdapat di dalam rancang bangun games

Buletin Psikologi 73
HIDAYAT

(Schrader & McCreery, 2012). Blessinger permainan; rancangan permainan harus


dan Wankel (2012) berpendapat tentang mampu memenuhi kebutuhan belajar setiap
adanya tiga tipe teknologi immersive yang partisipan; (f) adanya mekanisme yang
bisa dimanfaatkan dalam dunia mampu memantau proses dan hasil
kependidikan, yaitu game-based, problem- pembelajarian setiap individu, dan
based, dan inquiry-based active learning tools. memberikan feedback untuk memacu
Ketiga teknologi pembelajaran itu mengan- pencapaian pembelajaran yang lebih tinggi;
dung dimensi-dimensi kunci dalam tekno- (g) adanya stiumulasi untuk menngkatkan
logi immersive, yaitu kemampuan untuk rasa tanggung jawab diri sendiri (self-
menghadirkan lingkungan pembelajaran regulation) dan efikasi diri dalam mecapai
yang beragam, didukung oleh skenario tujuan pribadi, sehingga dapat terwujud
dengan tingkat kerumitan yang memadai, perasaan positif atas capaian pribadi di
namun di sisi lain lingkungan pembelajaran dalam proses pembelajaran.
ini bersifat mistake-tolerant. Dengan dimensi- Bahasan di atas mengarah pada kesim-
dimensi dasar sebuah lingkungan pembe- pulan tentang besarnya potensi pemanfa-
lajaran seperti yang diuraikan, edukator atan games sebagai sebuah media pembe-
bisa bertindak sebagai fasilitator yang lajaran. Selanjutnya, efektivitas games
mendorong pembelajar untuk mengeks- banyak ditentukan oleh kemampuannya
plorasi berbagai sudut pandang terhadap untuk membangkitkan proses immersion
sebuah masalah, dan berbagai cara berpikir dalam pembelajaran melalui games. Sebagai
kritis untuk memecahkan sebuah masalah. ujung dari bahasan pada bagian ini, perlu
Keberhasilan teknologi pembelajaran ditambahkan bahwa digital games merupa-
immersive tergantung pada kemampuan kan sebuah teknologi immersive yang dapat
perancang program pembelajaran untuk membantu pendidikan untuk membawa
membangun lingkungan pembelajaran yang subjek ke dalam proses pembelajaran yang
sebanyak mungkin mengandung unsur- lebih mendalam, interaktif, dan memper-
unsur immersion. Blessinger dan Wankel kuat regulasi diri di dalam sebuah ling-
(2012) menguraikan syarat-syarat yang kungan pembelajaran yang bermakna
perlu dipenuhi agar sebuah game bisa (Blessinger & Wankel, 2012; Schrader &
memicu proses pembelajaran yang immer- McCreery, 2012). Bagian berikutnya akan
sive, yaitu (a) adanya unsur tantatangan membahas digital games sebagai sarana
yang menggairahkan bagi individu untuk untuk pembelajaran akademis.
berpartisipasi di dalam permainan; (b)
adanya tujuan-tujuan individu dan
Pembelajaran dalam Digital-Based Games
kelompok yang selaras satu dengan yang
lain, dan memungkinkan untuk diraih Sebagaimana dikemukakan di atas, tekno-
(feasible & congruent goals); (c) adanya relasi logi digital games telah memungkinkan
antar individu baik di dalam sebuah proses immersion yang besar. Karena itu
kelompok, maupun dan antar kelompok, harapan terhadap pemanfaatan digital games
yang terjadi di lingkungan permainan, baik bagi proses pembelajaran telah mengemuka
yang bersifat kompetitif maupun non- sejak awal pengembangan teknologi ini.
kompetitif; (d) adanya relasi yang bersifat Namun sebagaimana juga telah dikemu-
positif dan menggembirakan; (e) adanya kakan di atas, sebagian ahli memiliki pan-
unsur-unsur yang menggairahkan individu dangan yang berbeda. Bagian ini mencoba
untuk belajar di dalam, dan melalui proses, mengulas pandangan-pandangan yang

74 Buletin Psikologi
GAME-BASED LEARNING: ACADEMIC GAMES, PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN

bersifat pro dan kontra terhadap pembela- saja. Mereka memandang bahwa digital
jaran melalui games yang berbasis teknologi games hanya menekankan proses belajar
digital. yang dangkal. Selain itu, sisi negatif dari
Ifenthaler, Eseryel, dan Ge (2012) immersion subjek pada digital games dipan-
mencoba merangkum pandangan-pandang- dang dapat mengarah pada berbagai tindak
an dari kubu yang pro maupun yang kontra negatif, misalnya tindak kekerasan, agresi,
terhadap digital game-based technologis. Pihak ketidakaktifan (inactivity), dan obesitas.
yang pro berpandangan sebagai berikut. Salah satu dampak utama dari penggunaan
Pertama, digitial-based learning dipandang digital games yang berlebihan adalah
memiliki potensi yang besar untuk menurunnya perilaku prososial pada siswa.
menyiapkan diri siswa menghadapi tan- Blessinger dan Wankel (2012) menya-
tangan dan kebutuhan kompetensi insani jikan rangkuman berbagai pandangan dari
pada abad ke-21. Lebih khusus, teknologi penulis-penulis di bidang ini. Namun
ini dipandang mampu mengembangkan mereka memusatkan diri pada aspek-aspek
kemampuan inovasi, kreativitas, dan positif dari teknologi digital. Lingkungan
kemampuan beradaptasi, sehingga mereka belajar yang immersive dan berpusat pada
akan memiliki kesiapan yang tinggi untuk diri subjek dipandang berpengaruh positif
menghadapi tuntutan belajar di ranah- dalam hal kemampuannya untuk mendo-
ranah yang kompleks dan ill-structured. Hal rong dialog dan kolaborasi di dalam
itu bisa diberikan oleh teknologi digital kelompok (intragroup) dan antar kelompok,
mengingat kapasitas-kapasitas mendasar pada berbagai ranah kehidupan yang
yang dimilikinya, sebagaimana telah kompleks. Lebih jauh, aspek kesegeraan
diuraikan di bagian lain tulisan ini. Salah yang dibangun di dalam games, serta rasa
satu daya tarik utama adalah bahwa proses memiliki dan kohesivitas kelompok yang
belajar menggunakan media digital games terbangun, dapat memperkuat terbentuk-
memungkinkan siswa untuk benar-benar nya kesatuan identitas dan budaya. Selain
belajar dengan cara bermain, tidak seperti itu, proses immersion di dalam games
biasanya ketika belajar berarti subjek harus membantu membuat tugas-tugas pembe-
duduk dan membaca buku. Bahkan lajaran menjadi lebih menarik dan
membaca buku manual pun sering kali menyenangkan. Aspek lain adalah bahwa
tidak diperlukan terlebih dahulu ketika digital games mampu menumbuhkan
subjek bermain, dan belajar, melalui digital berbagai sudut pandang dan berbagai cara
games. Selain itu, digital games dapat benar- pendekatan di dalam memahami masalah.
benar mengubah praktek pendidikan Hal ini tercapai melalui praktik beramain
karena kemampuan untuk mendukung peran dan refleksi personal atas peran-
proses pembelajaran secara menyeluruh, peran tersebut, serta melalui pengembangan
yakni dengan memberi kesempatan siswa keterampilan berpikir etis yang terbangun
melakukan atau mempraktekkan hal-hal seirama dengan permainan peran dan
yang wajarnya hanya bisa dilakukan di luar refleksi diri tersebut. Terakhir, teknologi
setting sekolah, dan melibatkan jumlah digital games memungkinkan proses pembe-
subjek yang besar. lajaran yang terindividualisasi, dalam arti
Di pihak lain, sebagian ahli menurut materi dan proses mengikuti karakteristik
Ifenthaler, Eseryel, dan Ge (2012), meman- pribadi pembelajar. Dengan demikian pro-
dang bahwa antusiasme terhadap digital ses pembelajaran menjadi lebih bermakna
games hanyalah kemeriahan yang sesaat bagi masing-masing individu. Pengalaman

Buletin Psikologi 75
HIDAYAT

belajar menjadi lebih otentik, dan dengan 2012). Sejak itu, pemanfaatan digital gaming
demikian lebih mampu mengantarkan dalam bidang pendidikan telah banyak
siswa pada tantangan penyesuaian diri dikaji secara akademik, dan secara meluas
dalam kehidupan yang sebenarnya. telah diterapkan dalam praktek di dunia
Penulis lain yang mengkaji masalah ini pendidikan (mis., Ifenthaler, Eseryel & Ge,
adalah Mishra dan Foster (2007). Untuk 2012; Mishra & Foster, 2007; Schrader & Mc
menjawab proses pembelajaran seperti apa Ceery, 2012). Di awal pengembangannya,
yang sesungguhnya didapatkan dari digitial harapan besar dan optimisme terhadap alat
games mereka melakukan analisis dengan pembelajaran ini oleh beberapa pihak sering
metodologi grounded theory atas 60 sumber ditanggapi dengan kekhawatiran dan
informasi. Hasil kajian mereka dirangkum pandangan skeptis dari pihak lain.
dalam Tabel 1 oleh Ifenthaler, Eseryel, dan Pertentangan pandangan terhadap academic
Ge (2012). Pembelajaran di dalam dan games ini sampai pada situasi sedemikian
melalui games terjadi pada sekitar 250 aspek sehingga Mishra dan Foster (2007) mampu
yang dapat dikelompokkan ke dalam dua mengalihkan perhatian para ahli kependi-
ranah, yaitu ranah psikologis dan ranah dikan dari isu-isu yang lebih serius. Yang
fisiologis. Ranah psikologis terutama terkait menarik dari perdebatan ini adalah pihak-
dengan aspek kognitif dan sosial (Lihat pihak yang pro maupun kontra terhadap
Tabel 1 kolom 1 s/d. 4), sementara ranah academic games sama-sama berpandangan
fisiologis (kolom 5) lebih terkait dengan bahwa proses pembelajaran yang efektif
perkembangan dan perilaku subjek dapat diwujudkan melalui penggunaan
pembelajar. academic games. Karena itu bagian ini akan
memusatkan diri pada proses-proses belajar
Academic Games melalui academic games, teknologi instruk-
sional, dan asesmen.
Academic games lahir dan berkembang sejak
sekitar tahun 1992 (Blessinger & Wankel,

Tabel 1
Tema-Tema yang Muncul dari Publikasi tentang Hasil Pembelajaran melalui Games (Adaptasi
Ifenthaler, Eseryel, dan Ge [2012] atas Mishra dan Foster [2007])
(1) (2) (3) (4) (5)
Cognitive skills Practical skills Motivation Social Skills Physiological
 Innovative/  Digital/ technolo-  Self-esteem/  Communications  Aggressiveness
critical thinking gical literacy confidence  Interpersonal  Antisocial
 Systemic thinking  Multi-  Immersion skills behavior
 Inquiry skills representational (fantasy/  Competitive  Coordination
 Deductive/ understanding curiosity) behavior  Motor skills
inductive  Expertise  Immedia feedback/  Communities/  Violence
reasoning development scaffolds emergent culture  Obesity
 Metaphoric to  Innovative/ creati-  Control, choice  Civic roles/
model-based ve design skills autonomy/ clear duties/informed
reasoning  Data handling goals citizenry
 Causal/ complex/  Multimodal  Discovery/  Collaboration
iterative relations literacy exploration  Itentity formation
 Memorizing  Time  Valuing
management

76 Buletin Psikologi
GAME-BASED LEARNING: ACADEMIC GAMES, PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN

Sebelum berpindah pada hal-hal kajian meta-analisis yang lebih dahulu,


spesifik tersebut, perlu diperkenalkan Wouters dan Van Oostendorp (2013)
penyebutan lain dari academic games. Istilah menyimpulkan bahwa efektivitas academic
yang paling sering digunakan sebagai games bisa lebih dintingkatkan melalui
alternatif dari academic games adalah serious penerapan fitur tertentu (mis., mereka
games. Istilah alternatif ini terutama dimak- menemukan dampak yang bermakna dari
sudkan untuk menggarisbawahi perbedaan educational feedback) sementara fitur yang
academic games dari entertainment games. lain memiliki pengaruh yang sedikit atau
Pertimbangan lain dari penyebutan academic sama sekali tidak berpengaruh (mis.,
games sebagai serious games adalah bahwa pemberian saran-saran kepada siswa tidak
academic games perlu dibuat selaras dengan berpengaruh terhadap proses pembelajaran
isi pembelajaran dari sebuah kurikulum melalui academic games). Kesimpulan yang
pendidikan, dan bahwa aspek kependi- dapat ditarik sejauh ini adalah bahwa
dikan ini memerlukan adalah proses academic atau serious games bermanfaat
penilaian terkait dengan pengetahuan, positif terhadap pembelajaran.
keterampilan dan sikap-sikap yang diben-
Secara teoritis games berpengaruh
tuk melalui proses pembelajaran di dalam
terhadap proses pembelajaran melalui dua
sebuah academic games (Graesser, 2017).
jalur, yaitu jalur langsung dan tidak
langsung melalui motivasi (Wouters & Van
Proses Belajar melalui Media Digital
Oostendorp, 2017). Gambar 1, dikutip dari
Kajian-kajian empirik terhadap proses Moreno dan Mayer (2007), menyajikan
pembelajaran melalaui academic games dapat model kognitif-afektif pada pembelajaran di
dipilah ke dalam tiga pendekatan (Mayer, mana kedua faktor, kognitif dan afektif,
2016). Pendekatan pertama menekankan diintegrasikan.
kajian terhadap nilai tambah yang ditawar- Media belajar, dalam hal ini academic
kan oleh academic games. Pertanyaan yang games, memiliki sejumlah fitur. Di antaranya
mengemuka adalah bagaimana fitur terten- narasi, musik dan suara lain, informasi
tu dari academic games dapat memperkuat dalam bentuk teks, dan gambar. Fitur-fitur
proses pembelajaran dan pengembangan ini mengaktifkan reaksi fisiologis dalam
motivasi. Pendekatan kedua menekankan bentuk tanggapan sensorik. Fitur suara,
pada aspek konsekuensi-konsekuensi kog- misalnya, mengaktifkan tanggapan audi-
nitif, dengan arah kajian pada apa sajakah toris pada subjek pembelajar. Fitur gambar
yang dapat dipelajari siswa dari academic makanan bisa mengaktifkan tanggapan
games. Terakhir, pendekatan pembandingan visual, bahkan mungkin tanggapan indera
media, mengkaji sejauh mana seseorang penciuman dan pengecapan. Tanggapan
menjadi lebih baik dengan belajar melalui fisiologis ini mengaktifkan proses atensi
academic games atau media pembelajaran dan persepsi pada diri subjek. Selanjutnya
konvensional. Dari beberapa kajian meta- mekanisme kognitif dalam bentuk working
analisis, Wouters dan van Oostendorp memory yang memiliki kapasitas pemrosean
(2017) menyimpulkan bahwa academic games terbatas, dan long-term memory dengan
dalam berbagai penelitian terbukti lebih kapasitas penyimpanan yang jauh lebih
efektif dibandingkan dengan media pembe- besar, memproses interaksi subjek dengan
lajaran konvensional, sekalipun effect size media serious games.
dalam kajian-kajian tersebut hanya pada Menurut Moreno dan Mayer (2007),
tingkatan rendah sampai menengah. Dalam model ini menekankan dua hal penting

Buletin Psikologi 77
HIDAYAT

Gambar 1. Model Kognitif-Afektif Pembelajaran melalui Media (Moreno & Mayer, 2007)

dalam perancangan academic games, yaitu Teknik-Teknik Instruksional dalam Academic


pemilihan informasi yang relevan dari Games
bahan pembelajaran konvensional untuk
dimasukkan ke dalam academic games, dan Wouters dan Van Oostendorp (2017)
pengorganisasian secara aktif atas informasi mengartikan teknik instruksional di dalam
yang disajikan sehingga terintegrasi dengan sebuah game sebagai fitur-fitur di dalam
pengetahuan yang sudah lebih dahulu game yang dapat direkayasa sedemikian
dimiliki (prior knowledge). Namun, Wouters sehingga berpengaruh terhadap yang
dan Van Oostendorp (2017) memberikan dilakukan dan dicapai pembelajar terkait
catatan bahwa sering kali sebuah academic dengan pemilihan informasi, organisasi dan
games berkembang sedemikian rupa sehing- integrasi informasi yang didapatkan,
ga menjadi sedemikian kompleks. Akibat- dan/atau motivasi intrinsik yang dimiliki-
nya, sebagian dari pengguna tidak serta- nya. Pengubahan sekecil apa pun di dalam
merta terpikat dan melakukan aktivitas di sebuah rancangan digital game dapat
dalam games dengan sepenuh hati. Sebagai berperan sebagai teknik instruksional. Dari
contoh, seorang pemain sangat mungkin meta-analisis yang mereka lakukan, Wouter
menjadi terbebani oleh berbagai informasi dan Van Oostendorp (2017) mendapatkan
yang disajikan secara bersamaan, melalui jenis-jenis teknik instruksional seperti
sekian bentuk penyajian. Belum lagi kalau dirangkum pada Tabel 2.
diperhitungkan bahwa pemain harus Wouters dan Van Oostendorp (2013,
mengambil berbagai keputusan pada saat 2017) melaporkan hasil meta-analisis yang
yang sama. Hal-hal tersebut dapat menim- dilakukan untuk mengukur dampak dari
bulkan beban yang berlebihan bagi kapasi- berbagai teknik instruksional dalam
tas kognitif yang dimilikinya. Pemain yang academic games, sebagaimana dirangkum di
belum berpengalaman dapat kehilangan Tabel 2, pada hasil pembelajaran dan
orientasi, tidak paham apa yang harus motivasi siswa. Beberapa hasil yang perlu
dilakukan, sehingga kehilangan gairah digarisbawahi, baik modeling maupun
untuk bermain di dalam games. feedback bisa menejadi teknik yang efektif

78 Buletin Psikologi
GAME-BASED LEARNING: ACADEMIC GAMES, PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN

untuk mendukung kemampuan pemain menimbulkan minat yang kuat pada setiap
memilih informasi yang tepat. Sementara pemain, memiliki pengaruh yang kuat
itu, reflection efektif untuk mendorong terhadap hasil pembelajaran dan motivasi.
subjek pembelajar dalam mengorganisasi Sementara itu elemen-elemen narasi tidak
dan mengintegrasikan informasi baru. memiliki efek langsung pada learning, tetapi
Personalisasi, di mana segenap aspek dari berpengaruh terhadap motivasi pembelajar.
games disajikan sedemikian sehingga Hasil-hasil lain dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.
Overview of Instructional Tecniques, Examples of Technique, The Associated Cognitive Processes, and The
Motivational Characteristic (Wouter & Van Oostendorp, 2017)
Cognitive
Instructional technique Example Motivation
processes
Adaptivivity/Assessment Adaptivity Selection, No
Adapting complexity / difficulty of game tasks to organizaton,
the abilities of the student through real-time integration
assessment
Advice All types of advice Selection No
System generated information to support the whether contextualized,
leaner to continue in the game (e.g., by focusing adaptive, or not
intention)
Collaboration Players played in dyads, Organization, No
Working in groups with discussion, often aiming groups, or engaged in integration
at the explication of implicit knowledge group discussion
Content Integration Intrinsic integration Selection, Yes
Learning content is integrated with game oragnization,
mechanics integration
Context Integration - Selection, No
The combination of a serious game with other organization,
instruction methods (e.g., a class discussion) integration
Feedback Feedback, guidance Selection No
Information is given whether an answer or action
is correct or not. The feedback can be corrective
(correct or not), explanatory (why correct or not)
Interactivity Ineractivity, learner Organization, Yes
Learners make choices in the game in order to control, and choice of integration
solve a problem or to perform a task game features
Level of Realism Modality, sounds, Selection Yes
The use of both the auditory channel (e.g., spoen music, visual design
text, sounds, music) and the visual channel. Also
the tpe of auditory and visual representation

Modeling Different types of Seelction, No


An explication or indication how to solve a scaffolding, modeling, organization,
problem. The explanation can be given by a peer worked examples integration
or expert and can be verbal, animated, or
graphical

Buletin Psikologi 79
HIDAYAT

Cognitive
Instructional technique Example Motivation
processes
Narrative elements Fantasy, rich narrative, Selection, Yes
A narrative context or manipulation or narrative foreshadowng, organization,
elements which proved a cognitive framework surprising events, integration
curiosity

Personalization Personalization, Unknown Yes


Ideas, characters, topics, and messages are personalized messages
presented insuch a way that they have a specific
high interest value for the learner/player
Reflection Reflection, self- Organizaton, No
Learners are stimlated to think about their explanation, elaboration, integration
answers and (sometimes) explain it to themselves collaboration, worked
example

Feedback dan Asesmen dalam Academic Games biskannya untuk melakukan tugas tertentu;
(b) asesmen eksternal terhadap proses
Di bagian depan telah ditekankan bahwa
pembelajaran di dalam game. Pada jenis ini,
feedback merupakan bagian yang mendasar
feedback bukan merupakan bagian yang
dari sebuah game. Ifenthaler, Eseryel dan Ge
terintegrasi dengan game. Nilai yang diper-
(2012) berpendapat bahwa feedback dapat
oleh dari tes-tes pilihan berganda, atau dari
berupa informasi apa pun yang disampai-
essay, merupakan contoh dari bentuk
kan kepada pemain. Feedback terutama
feedback ini; (c) asesmen yang terintegrasi
berperan penting ketika games melibatkan
dengan game. Asesmen merupakan bagian
aspek regulasi diri yang tinggi. Feedback
dari aktivitas permainan, dan tidak dirasa-
berperan dalam mengembangkan model
kan sebagai gangguan atas proses bermain
mental dan skemata kognitif, dan karena-
di dalam game. Model feedback ini
nya berperan dalam peningkatan keteram-
menghasilkan data yang melimpah tentang
pilan seseorang pada aspek tertentu yang
perilaku pemain selama aktivitasnya di
dikembangkan di dalam games.
dalam game. Secara teknis, data ini didapat
Kemajuan di dalam teknologi komputer dari sistem clickstreams atau log-files. Data
memungkinkan kita untuk memberikan yang didapat menghasilkan apa yang
tanggapan secara langsung terhadap disebut sebagai information trail, yakni
interaksi pemain dengan aspek-aspek yang serangkaian penanda yang tersimpan pada
ada di dalam game. Hal ini bisa diman- setiap bagian dari games dalam interval
faatkan untuk pengembangan asesmen ke- waktu tertentu, untuk selama periode
pendidikan yang terintegrasi di dalam tertentu dari permainan.
academic games. Tiga bentuk feedback yang
Dari aspek waktu, feedback di dalam
bisa digunakan adalah (a) Game scoring.
sebuah academic games bisa dipilah ke dalam
Tujuan dari feedback ini adalah untuk meng-
dua jenis, yaitu (a) asesmen setelah per-
informasikan pada pemain pencapaian
mainan. Jenis asesmen ini memusatkan diri
target, dan atas kegagalan-kegagalan yang
pada hasil dari pembelajaran. Kelemahan-
telah dialami. Selain itu, sistem feedback ini
nya adalah asesmen ini bisa mengabaikan
juga bisa memberikan informasi kepada
perubahan-perubahan penting selama
pemain tentang waktu yang telah diha-

80 Buletin Psikologi
GAME-BASED LEARNING: ACADEMIC GAMES, PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN

pemain berproses di dalam game. Hasil pemahaman, ingatan, atau penguasaan


asesmen ini bisa dibandingkan dengan hasil subjek pembelajar terhadap materi-materi
asesmen pada kesempatan belajar sebelum- yang telah disampaikan. Sementara itu,
nya, untuk melihat perubahan yang evaluasi formatif disampaikan ketika subjek
mungkin terjadi. Kelemahan lain adalalah masih berproses di dalam aktivitas pembe-
bahwa cara ini tidak bisa mematikan faktor- lajaran. Asesmen formatif dapat diberikan
faktor penyebab sekiranya terjadi kekeli- sewaktu-waktu selama proses belajar, dan
ruan dalam asesmen. Selain itu sistem sebanyak yang dimungkinkan.
asesmen ini tidak memungkinkan pembe-
rian feedback secara langsung selama siswa Academic Games untuk Mata Kuliah
bermain di dalam game; (b) asesmen selama Kewirausahaan
permainan. Jenis asesmen ini memusatkan
Mata kuliah kewirausahaan ditawarkan
diri pada proses belajar. Manfaat yang bisa
hampir oleh setiap perguruan tinggi.
didapat adalah bahwa subjek mendapat
Penambahan modul perkuliahan kewira-
pemahaman tentang underlying learning
usahaan dalam bentuk digital-based academic
process, mampu mengikuti perkembangan
games tentang kewirausahaan akan mening-
motivasi, emosi, dan karakteristik-karak-
katkan efektivitas perkuliahan ini dalam
teristik meta-kognisi selama subjek bermain
mencetak kader-kader kewirasauhaan. Pada
di dalam game. Karena itu asesmen ini
bagian ini penulis mencoba untuk mema-
membantu ita untuk lebih memahami
parkan tiga contoh academic games di bidang
perilaku secara terinci, dan hasil yang
kewirausahaan yang telah dikembangkan di
didapat. Asesmen secara embedded atau
Universitas Delft (Mayer, et al., 2014) yaitu
secara tersembunyi di dalam proses per-
TeamUp, Slogan, dan Simventure.
mainan dapat menunjukkan pada bagian-
bagian spesifik di mana subjek mengalami TeamUp. Diciptakan oleh Technische
kesulitan belajar. Di sisi lain, dari data Universiteit Delft. Sebuah game digital tiga
clickstreams dapat dilakukan pemeriksaan dimensi (3D-digital), multi-player tentang
terhadap kekuatan dan kelemahan dari kepemimpinan dan komunikasi dalam tim.
rancangan game. Untuk semua itu, jenis Game dibangun oleh laboratorium game TU
asesmen ini memerlukan prosedur pengu- Delft menggunakan The Unreal Development
kuran berganda. Berbagai instrumen Kit (UNK). Tim yang terdiri atas empat
pengukuran perlu dilibatkan sekaligus. pemain (diwakili oleh avatar berbaju warna
Selain itu, diperlukan teknik-teknik analisis merah, hijau, kuning, dan biru) dikisahkan
data longitudinal yang valid dan terandal- terdampar di sebuah pulai yang penuh
kan. Interaksi asesmen ini ke dalam game terisi reruntuhan bangunan maya. Tampilan
akan menghasilkan sebuah lingkungan grafis menggunakan citra game 3D
permainan yang adaptif, dalam arti game berkualitas tinggi. Untuk dapat memindah
akan berubah sejalan dengan aktivitas avatarnya ke sisi pulau yang lain, empat
belajar pemain. pemain harus berkomunikasi dan menbuat
aturan-aturan sendiri (mis., membuat kode
Dari sisi edukasi, asesmen dalam game-
untuk berkomunkasi, membangun bahasa
based learning dapat dipilah ke dalam
tersendiri, memutuskan kepemimpinan,
evaluasi sumatif dan evaluasi formatif.
dan mengkoordinasikan tindakan-
Evaluasi sumatif biasanya dilakukan di
tindakan). Pada waktu yang bersamaan, tim
akhir proses pembelajaran. Evaluasi ini
harus mampu secara bersama-sama
dirancang untuk menguji kemampuan
memecahkan puzzle secepat mungkin,

Buletin Psikologi 81
HIDAYAT

dengan sedikit mungkin membuat kesa- penjualan produk tersebut. Pemain diberi
lahan. Gambar 2 menunjukkan bagaimana kesempatan untuk mengatur cara kerja dan
mahasiswa memainkan game ini. organisasi, sedemikian sehingga produk-
TeamUp screen tivitas dan efisiensi dapat diwujudkan.
Fasilitator berperan sebagai pembeli,
dengan cara menilai slogan berdasarkan
sejumlah krtieria (kualitas dan kuantitats),
namun kriteria ini tidak diberitahukan
kepada peseta. Mereka hanya boleh
bertanya dengan pertanyaan tertutup untuk
menebak faktor apa yang menentukan
harga pasar (nilai yang diberikan oleh
fasilitator) dari produk mereka. Biasanya
game ini lebh efektif sebagai sarana
pembelajaran bila jumlah peserta cukup
banyak, sehingga memungkinkan dua
TeamUp play perusahaan atau lebih berkompetisi.
Gambar 3 menggambarkan bagaimana game
ini dimainkan.

Slogan material

Gambar 2. TeamUp Games

Slogan. Diciptakan oleh R.D. Duke.


Sebuah game non-digital, fokus pada topik
manajemen terkait dengan perubahan, Slogan play
pasar, komunikasi, dan manajemen untuk
pendidikan tinggi dan pendidikan profesi.
Game ini menggunakan formula klasik di
mana pemain membentuk empat departe-
men di dalam sebuah perusahaan, di mana
produk utama adalah desain, produksi,
pemasaran, dan penjualan ‘slogan”. Satu
departemen mengambil potongan-potongan
huruf dari koran atau majalah, departemen
berikutnya membuat kata-kata dan kalimat
/slogan dari huruf-huruf tersebut. Departe- Gambar 3. Slogan Games
men berikutnya merancang strategi pema-
saran dari kata dan kalimat yang dibuat, SimVenture. Diciptakan oleh Venture
dan departemen terakhir melaksanakan Simulations Ltd. Sebuah computer-based

82 Buletin Psikologi
GAME-BASED LEARNING: ACADEMIC GAMES, PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN

game tentang strategi bisnis kewirausahaan pengembangan kewirausahaan belum terla-


yang berbasis pada konsep pemain tunggal. lu banyak, beberapa kajian telah menunjuk-
Satu orang pemain (atau sekelompok kecil kan hasil yang cukup meyakinkan. Mayer et
pemain menggunakan satu komputer) al. (2014) menemukan bahwa dengan
dapat memilih tindakan apa pun yang dimoderatori motivasi dan kepribadian
diperlukan untuk mendirikan dan membuat kewirausahaan, proses belajar melalui
sebuah bisnis menjadi sukses. Game ini academic games mampu meningkatkan
dilengkapi dengan video tutorial, dan dapat kompetensi, intensi, dan efikasi kewirausa-
dimainkan dalam berbagai tingkat kesu- haan, serta meningkatkan dorongan maha-
litan, mulai dari yang mudah sampai yang siswa untuk lebih mendalami kewi-
tingkat kesulitan tinggi. Lisensi berbayar rausahaan. Penelitian Monaco dan Kirpalani
diperlukan untuk bisa meng-install dan (2013) menemukan bahwa partisipasi
memainkan perangkat lunak permainan ini. mahasiswa dalam simulasi kewirausahaan
Sekalipun tersedia versi 2D yang bisa mampu meningkatkan efikasi diri kewira-
berfungsi sepenuhnya, tampilan versi ini usahaan, terutama dalam hal keyakinan diri
terlihat ketinggalan zaman. Gambar 4 untuk mampu menemukan ide-ide tentang
menunjukkan tampilan layar dan bagai- produk atau jasa yang baru. Dari dua
mana mahasiswa memainkannya. penelitian ini dapat disimpulkan secara
umum bahwa academic games merupakan
sebuah instrumen pembelajaran kewira-
Sim Venture Screen
usahaan yang efektif.

Penutup

Dari literatur yang dikaji di atas, dapat


ditarik kesimpulan bahwa games, dan secara
lebih khusus digital-based academic games,
merupakan metodologi yang dipandang
efektif untuk meningkatkan proses pembe-
lajaran. Proses belajar dalam sebuah ling-
kungan digital-based games memungkinkan
Sim Venture Play siswa untuk mencoba berbagai perilaku,
menghadapi berbagai tantangan, dan
menerima risiko langsung dari setiap
tindakan dan inisiatif yang dilakukannya.
Namun kegagalan dan keberhasilan dalam
lingkungan digital games dapat diulang.
Pengulangan dan refleksi atas pengalaman
merupakan dasar dari proses belajar.
Ditambah keunggulan dalam aspek-aspek
teknologi instruksional dan evaluasi serta
asesmen, digital-based academic games di
Gambar 4. SimVenture Games bidang kewirausahaan terlihat memberikan
harapan yang besar untuk dimanfaatkan
Sekalipun kajian ilmiah terhadap manfaat sebagai sebuah sarana pembelajaran
dari penggunaan academic games dalam kewirausahaan.

Buletin Psikologi 83
HIDAYAT

Daftar Pustaka 3(1), 20-26. doi: 10.1177/2372732215621


311
Blessinger, P., & Wankel, C. (2012). Inno-
Mayer, I., Kortmann, R., Wenzler, I.,
vative approaches in higher education:
Wetters, A., & Spaans, J. (2014). Game-
An introduction to using immersive
based entrepreneurship education:
interfaces. In C. Wankel & P. Blessinger
Identifying enterprising personality,
(Eds.), Increasing student engagement and
motivation and intentions amongst
retention sing immersive interfaces: virtual
engineering students. Journal of Entre-
worlds , gaming, and simulation (pp. 3-14).
preneurship Education, 17(2), 217-244.
Bingley, UK: Emerald Group
McGonigal, J. (2011). Reality is broken: Why
Blondy, L. C. (2007). Evaluation and appli-
games make us better and how they can
cation of andragogical assumptions to
change the world. New York, NY: The
the adult online learning environment.
Penguin Press.
Journal of Interactive Online Learning,
6(2), 116-130. Mishra, P., & Foster, A. (2007). The claims of
games: A comprehensive review and
Graesser, A. C. (2017). Reflections on serious
directions for future research. In R.
games. In P. Wouters & H. Van
Carlsen, K. McFerrin, J. Price, R. Weber,
Osstendorp (Eds.). Instructional
& D.bA. Willis (Eds.), Proceedings of the
techniques to facilitate learning and
18th International Conference of the Society
motivation of serious games. Swtizerlad:
for Information Technology & Teacher
Springer. Pp. 199-212.
Education. San Antionio, TX: Association
Henschke, J. A. (2016). A history of
for the Advancement of Computing in
andragogy and its documents as the Education (AACE).
pertain to adult basic and literacy
Monaco, J., & Kirpalani, N. (2013). Building
education. Journal of Lifelong Learning,
confidence in entrepreneurial skills: the
25, 1-28.
use of simulation pedagogy. In F.
Ifenthaler, D., Eseryel, D., & Ge, X. (2012). Eggers & G. E. Hills (Eds.), Research at
Assessment for game-based learning. In
the marketing/entrepreneurship interface.
D. Ifenthaler, D. Eseryel, & X. Ge (eds). Chicago, IL: American Marketing
Assessment in game-based learning. New
Association.
York: Springer. PP. 1-8
Moreno, R., & Mayer, R. E. (2007). Interac-
Knowles, M. S. (1970). The modern practice of
tive multimodal learning environments.
adult education: Andragogy vs. pedagogy. Educational Psychology Review, 19(3), 309-
New York: Association Press.
326. doi: 10.1007/s10648-007-9047-2
Knowles, M. S. (1984). Andragogy in action: Romero, M. (2012). Learner engagement in
Applying modern principles of adult
the use of individual and collaborative
learning. San Francisco: Jossey-Bass serious games. In C. Wankel & P.
Publishers.
Blessinger (Eds.), Increasing student
Mayer, R. E. (2016). What should be the role engagement and retention sing immersive
of computer games in education? Policy interfaces: virtual worlds, gaming, and
Insights from Behavioral and Brain Scences,

84 Buletin Psikologi
GAME-BASED LEARNING: ACADEMIC GAMES, PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN

simulation (pp. 15-34). Bingley, UK: learning. Computer & Education, 60(1),
Emerald Group 412-425. doi: 10.1016/j.compedu.
Schrader, P. G., & McCreery, M. (2012). Are 2012.07. 018
all games the same?. In D. Ifenthaler, D. Wouters, P., & Van Oostendorp, H. (2017).
Eseryel, & X. Ge (eds). Assessment in Overview of Instructional techniques to
game-based learning. New York: Springer. facilitate learning and motivation of
Pp. 11-28. serious games. In P. Wouters & H. van
Wouters, P., & Van Oostendorp, H. (2013). Oostendorp (Eds.)., Instructional techni-
A meta-analytic review of the role of ques to facilitate learning and motivation of
instructional support in game-based serious games. Switzerland: Springer.

Buletin Psikologi 85

Anda mungkin juga menyukai