Anda di halaman 1dari 5

Compliance adalah berapa banyak usaha yang diperlukan untuk meregangkan paru-paru dan

dinding dada, dihitung dengan rumus: Compliance = delta V / delta P, dimana delta V adalah
perubahan volume dan delta P adalah perubahan tekanan. Semakin besar compliance semakin
mudah untuk meregang dan bertambah volumenya. Pada compliance paru dipengaruhi 2 faktor
utama yaitu elastisitas dan tegangan permukaan

Type L : LOW (MOST EARLY COVID19 PATIENTS) – 70-80% pasien bs improving/worsing

- LOW ELASTANCE: timbal balik dari compliance  low elastance = high compliance

>>Compliance adalah berapa banyak usaha yang diperlukan untuk meregangkan


paru-paru dan dinding dada, dihitung dengan rumus: Compliance = delta V / delta P,
dimana delta V adalah perubahan volume dan delta P adalah perubahan tekanan. Semakin
besar compliance semakin mudah untuk meregang dan bertambah volumenya. Pada
compliance paru dipengaruhi 2 faktor utama yaitu elastisitas dan tegangan
permukaan.

- Low V/Q ratio = low ventilation to perfusion ratio  miss match perfusion 
Hypoxemia ((perfusion disregulation))  vasokonstriksi  pulmo capillary micro
thrombi
maka rasio ideal v / q akan berada di sekitar 1,0

>> Dalam fisiologi pernapasan , rasio ventilasi / perfusi ( rasio V̇ / Q̇ atau rasio V /


Q ) adalah rasio yang digunakan untuk menilai efisiensi dan kecukupan pencocokan dua
variabel:
V - ventilasi - udara yang mencapai alveoli
Q̇ - perfusi - darah yang mencapai alveoli melalui kapiler
Oleh karena itu, rasio V/Q dapat didefinisikan sebagai rasio jumlah udara yang
mencapai alveoli per menit dengan jumlah darah yang mencapai alveoli per menit —
rasio laju aliran volumetrik. Dua variabel ini, V & Q, merupakan penentu utama
konsentrasi oksigen darah (O 2 ) dan karbon dioksida (CO 2 ).
Rasio V / Q dapat diukur dengan pemindaian ventilasi / perfusi . Ketidakcocokan AV / Q
dapat menyebabkan kegagalan pernapasan tipe 1: Kegagalan pernafasan tipe 1
didefinisikan sebagai tingkat oksigen yang rendah dalam darah (hipoksemia) dengan
tingkat karbon dioksida yang normal (normocapnia) atau rendah (hypocapnia)
(P  a  CO  2 ) tetapi bukan tingkat yang meningkat (hiperkapnia). Ini biasanya disebabkan
oleh ketidakcocokan ventilasi / perfusi ( V / Q ); volume udara yang mengalir masuk
dan keluar dari paru-paru tidak cocok dengan aliran darah ke paru-paru
Kegagalan pernapasan tipe 2 disebabkan oleh ventilasi alveolar yang tidak
memadai; oksigen dan karbon dioksida juga terpengaruh. Didefinisikan sebagai
penumpukan kadar karbon dioksida (P a CO 2 ) yang telah dihasilkan oleh tubuh tetapi
tidak dapat dihilangkan.
- Low Lung Weight (dry lung) = diffuse infiltrate (-), edema (-), ggo di subpleura tissue
w/o typical fluid like in ards
- Low lung recruit ability  no recruit pressure  memiliki jumlah jaringan non-aerasi
yang rendah = alveoli dan regio paru terbuka
(manuver rekrutmen paru-paru , adalah upaya untuk membuka area paru-paru yang
runtuh dan membuatnya tetap terbuka. [1] Mereka terutama digunakan dalam sindrom
gangguan pernapasan akut (ARDS)
L TYPE: Dyspneu  L does not really work hard to get air, scr respon fisiological
hipoksemia adalah u/ menaikkan minute ventilation  pasien tipe L akan dpt mendapatkan
udara hipokapnia dikira gak bakal dispneu

Faktornya karena adanya kenaikan permeabilitas BV akibat infl  edema  negative


intrathoracal pressure  P-SILLI (Patient self inflicted lung injury) /ciderai diri sendiri 
atelectasis  gas volume  dyspnea

Type H: HIGH 20%, LIKE CLASSIC ARDS


-High Elastance = menurunkan compliance  menaikan pressure to deliver volume
-High right to left shunt= Cardiac output is going to go to perfussing across poorly aerated
Sebuah shuntkanan-ke-kiri adalah jantung shunt yang
memungkinkan darah untuk mengalir dari jantung kanan ke jantung kiri . Terminologi ini
digunakan untuk keadaan abnormal pada manusia.
SHUNT: hubungan aliran darah (shunting)
Sianosis tersebut terjadi akibat dari aliran darah atau hemoglobin yang miskin akan oksigen
mengalir dari bagian kanan jantung ke bagian kiri jantung (right to left shunt) dan mengalir ke
seluruh tubuh (akibat dari defek atau kerusakan sekat jantung). Darah yang miskin akan
oksigen tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen jaringan sehingga menimbulkan gejala
klinis kulit dan membrane yang berwarna kebiruan

Shunt adalah komunikasi abnormal antara sisi kanan dan kiri jantung atau antara pembuluh
darah sistemik dan paru, yang memungkinkan darah mengalir langsung dari satu sistem
sirkulasi ke sistem sirkulasi lainnya. Pirau kanan-ke-kiri memungkinkan darah vena sistemik
terdeoksigenasi u/ lintasin paru-paru dan kembali ke tubuh.

Faktor-faktor yang mempengaruhi arah dan tingkat shunting meliputi (1) ukuran lubang
shunt, (2) gradien tekanan antara ruang atau kapal yang terlibat dalam shunt, dan (3)
resistensi "hilir" untuk mengalir yang ditentukan oleh rasio resistensi vaskular paru (PVR) ke
resistensi vaskular sistemik (SVR), kepatuhan relatif ventrikel kanan dan kiri, dan viskositas
darah (hematokrit). Shunt sederhana tidak memiliki obstruksi tetap, sedangkan shunt
kompleks memiliki obstruksi tetap untuk keluar dari ruang atau kapal yang terlibat dalam
shunt.

Apa implikasi fisiologis dari shunt kanan-ke-kiri


Shunting kanan-ke-kiri menghasilkan penurunan kadar oksigen darah arteri sistemik,
dengan penurunan proporsi pada volume darah vena sistemik yang terdeoksigenasi
dengan darah vena paru yang teroksigenasi. Bahkan dengan curah jantung normal,
penurunan pengiriman oksigen jaringan membatasi toleransi latihan.

Hipoksemia kronis menyebabkan polisitemia kompensasi


dengan konsekuensi reologi, hemostatik, neurologis, ginjal, dan metabolisme. Ketika
viskositas darah meningkat, SVR (termasuk koroner) dan PVR meningkat secara nyata.
Menyedot sel darah meningkatkan risiko tromboemboli dan stroke, terutama ketika
hemoglobin mendekati atau melebihi 20 g / dL, dan bersamaan dengan dehidrasi.
Hipoksemia dan polisitemia yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan aliran
darah otot jantung persisten, yang menyebabkan disfungsi miokard. Abnormalitas
hemostatik meliputi trombositopenia, disfungsi trombosit, penurunan produksi faktor
koagulasi, koagulasi intravaskular diseminasi tingkat rendah, dan fibrinolisis primer.
Hipoksemia kronis selama masa bayi dan anak usia dini adalah faktor risiko yang signifikan
untuk mengurangi kinerja kognitif.Disfungsi ginjal dan hati dapat terjadi dengan penurunan
lama dalam pengiriman oksigen jaringan, polisitemia, dan tekanan vena yang tinggi.

Contoh pirau kanan-ke-kiri


Tetralogy of Fallot, Atresia paru, Atresia tricuspid, Hipertensi paru pada bayi baru lahir
(sindrom aspirasi mekonium), Sindrom Eisenmenger

-High Lung Weight (WET)= Menaiknya fluid inflammatory (on the order severe ARDS)
-High Lung recruitability Using PEEP  able to recruit collapsed fuild filled segments of
lungs

Kami mengusulkan dua fenotipe (tipe 1 dan 2, yang kemudian kami sebut L dan H) sebagai
dua "ekstrem" dari spektrum kegagalan pernapasan pada pneumonia COVID-19. Yang lebih
mengejutkan bagi kami adalah disosiasi yang luar biasa antara compliance dan hipoksemia pada
pasien L, ketika beberapa dari mereka, karena salah satu dari perkembangan alami penyakit
atau kurangnya pencegahan kemungkinan cedera paru-paru yang diakibatkan oleh pasien
sendiri (PPSLI), bergeser. ke Tipe H, yang memenuhi syarat sebagai ARDS khas. Apa yang
Zaho et al. ditambahkan ke kerangka kerja ini adalah kemungkinan perkembangan lebih
lanjut dari penyakit ke kadaan fibrotik, yang kami juga amati pada pasien tipe 2(H) COVID-
19 pada stadium lanjut (lebih dari 1 minggu), jika tidak dapat sembuh dari penyakit.
Pergeseran dari prevalent edema ke prevalent fibrosis ditandai dengan pengurangan respons
progresif terhadap PEEP (POSITIVE END EXPIRATION PRESSURE: tekanan positif
yang dipertahankan saat akhir ekspirasi (satuan: cmH2O). Sayangnya, prevalent fibrosis dari tahap
selanjutnya, bukannya prevalent edema, tidak dapat dengan mudah dideteksi oleh pencitraan,
tetapi hal ini terkait dengan kerusakan progresif mekanika paru dan kenaikan PaCO2,
terkait dengan kerusakan struktural parah paru-paru. Namun, yang penting untuk disadari
pada penyakit ini adalah bahwa mekanisme hipoksemia dan perawatan pernapasan pada fase
awal tipe L berbeda dari ARDS pada umumnya. Tipe H, jika tidak terpecahkan, dengan
pergeseran waktu, ke status fibrotik, tipikal ARDS akhir.

Compliance Paru

Proses ventilasi pada sistem respirasi dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu resistensi
saluran napas dan compliance paru. Compliance paru adalah Compliance adalah berapa banyak
usaha yang diperlukan untuk meregangkan paru-paru dan dinding dada, dihitung dengan rumus:
Compliance  = delta V / delta P, dimana delta V adalah perubahan volume dan delta P adalah
perubahan tekanan. Semakin besar compliance semakin mudah untuk meregang dan bertambah
volumenya. Pada compliance paru dipengaruhi 2 faktor utama yaitu elastisitas dan tegangan
permukaan. Paru secara normal mudah diregangkan karena jaringan elastic dan surfaktan yang
menurunkan tegangan permukaan.
Kelainan pada compliance paru akan mengganggu kemampuan seseorang untuk
mempertahankan pertukaran gas, terutama oksigen dan karbondioksida. Low compliance akan
menyebabkan kesulitan pengembangan paru, sedangkan high compliance  akan menyebabkan
ekspirasi sudah selesai saat belum semua karbondioksida habis dikeluarkan.
Pada keadaan low compliance paru seolah menjadi 'kaku', sehingga kerja napas menjadi
meningkat. Keadaan ini biasanya berhubungan dengan penurunan fungsional residual
capacity (FRC) atau kapasitas residu fungsional (KRF).
Compliance akan berkurang pada kondisi lainnya seperti :
1) terbentuknya jaringan ikat (scar) misalnya setelah infeksi tuberkulosa
2) jaringan paru terisi cairan (edem paru)
3) kondisi defisiensi surfaktan
4) ganguan pengembangan paru oleh sebab apapun (misalnya paralisis interkostal)
5) Emfisema juga dapat menurunkan compliance karena rusaknya serabut elastic dinding
alveoli.

Pada keadaan high compliance yang ekstrim, ekspirasi sering tidak komplet akibat


hilangnya rekoil elastik paru. Contoh high compliance adalah emfisema, Pada penyakit ini proses
pertukaran gas terganggu karena terjadi air trapping (udara terperangkap dalam alveoli),
kerusakan jaringan paru dan terjadi pembesaran bronkus terminalis dan bronkus
respiratorius. High compliance biasanya berhubungan dengan meningkatnya kapasitas residu
fungsiona (KRF).  Penggunaan ventilasi mekanik (dengan ventilasi tekanan positif) pada pasien
dengan high compliance dapat menimbulkan efek buruk pada jantung. Penyebabnya adalah,
karena paru mudah mengembang maka tekanan positif ventilasi mekanik akan menekan jantung
dan secara langsung menurunkan preload dan curah jantung. 
Kelainan compliance paru akan menyebabkan gangguan pada mekanisme pertukaran gas.
Jika tidak dikoreksi maka otot pernapasan akan menjadi lelah (fatique) dan selanjutnya terjadi
gagal nafas ventilasi maupun oksigenasi. Gagal napas ventilasi terjadi bila ventilasi semenit
pasien tidak mampu mengeluarkan produksi karbondioksida. Sedang gagal napas oksigenasi
terjadi akibat sistem respirasi tidak mampu lagi menyediakan oksigen yang diperlukan untuk
metabolisme tubuh. 

Translate gaje

Panel Surviving Sepsis Campaign baru-baru ini merekomendasikan bahwa "pasien dengan ventilasi
mekanik COVID-19 harus dikelola sama dengan pasien lain dengan gagal napas akut di ICU"

Namun, pneumonia COVID-19 , meskipun jatuh sebagian besar dari keadaan di bawah definisi ARDS
adalah penyakit tertentu, yang memiliki ciri khas hipoksemia berat sering dikaitkan dengan pernapasan
normal kepatuhan sistem (lebih dari 50% dari 150 pasien diukur oleh penulis dan dikonfirmasi lebih
lanjut oleh beberapa rekan di Italia Utara). Ini luar biasa kombinasi hampir tidak pernah terlihat pada
ARDS parah. Ini pasien hipoksemik berat meskipun berbagi etiologi tunggal (SARS-CoV-2) mungkin hadir
dengan sangat berbeda satu sama lain: biasanya bernafas ("silent" hipoksemia) atau sangat dyspneic;
cukup responsif terhadap oksida nitrat atau tidak; sangat hypocapnic atau normo / hypercapnic; dan
baik responsif terhadap posisi tengkurap atau tidak. Karena itu, penyakit yang sama sebenarnya muncul
dengan mengesankan tidak seragam.

Berdasarkan pengamatan rinci dari beberapa kasus dan diskusi dengan rekan yang merawat pasien ini,
kami berhipotesis bahwa pola COVID-19 yang berbeda ditemukan pada presentasi di departemen
darurat tergantung pada interaksi antara tiga faktor: (1) tingkat keparahan infeksi, respons inang,
cadangan fisiologis dan komorbiditas; (2) responsif ventilasi dari penderita hipoksemia; (3) waktu yang
telah berlalu antara timbulnya penyakit dan pengamatan di rumah sakit.

Pola Tipe H, 20-30% dari pasien , sedangkan tipe L terjadi pada 70-80% pasien. Menurut
penelitian Luciano Gattinoni et al pada tahun 2020 pasien dengan fenotipe H sepenuhnya sesuai
dengan kriteria severe ARDS: hipoksemia, bilateral infiltrat, penurunan compliance sistem
pernapasan, peningkatan berat paru-paru dan potensi rekrutmen.

Anda mungkin juga menyukai