Anda di halaman 1dari 43

BUPATI KEPULAUAN TALAUD

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

NOMOR 1 TAHUN 2014

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH


KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD TAHUN 2014-2034

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


BUPATI KEPULAUAN TALAUD,

Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten


Kepulauan Talaud dengan memanfaatkan ruang wilayah secara
berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan
berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang berkeadilan dan memelihara ketahanan
nasional, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan
antar sektor, daerah dan masyarakat, maka Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan arahan lokasi
dan fungsi ruang untuk investasi pembangunan yang akan
dilaksanakan pemerintah, masyarakat dan dunia usaha;
c. bahwa dengan ditetapkannya Undang–Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, maka perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud;
d. bahwa berdasarkan evaluasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun
2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan
Talaud, sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan dan
pengendalian rencana tata ruang sehingga perlu diperbaharui
kembali;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana pada huruf a, b,
c, dan huruf d, perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2014–2034 dengan peraturan
daerah.

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945 perubahan kedua);
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169 );
1
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pembentukan
Kabupaten Kepulauan Talaud di Provinsi Sulawesi Utara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4183);
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4421) ;
5. Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
6. Undang–Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49);
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234 );
9. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4833);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5103);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan
Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Pejabat Pengawas Pemerintah di Lingkungan Departemen Dalam
Negeri dan Pemerintah Daerah;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta
Rencana Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5393);
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang
Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana
Tata Ruang Daerah;
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah.
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah.

2
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
dan
BUPATI KEPULAUAN TALAUD

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD


TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN
KEPULAUAN TALAUD TAHUN 2014-2034.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :


1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Talaud.
2. Kepala daerah adalah Bupati Kepulauan Talaud.
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Talaud.
4. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk hidup lain, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
kehidupannya.
6. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
7. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan Tata Ruang.
8. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
9. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk
fungsi Budidaya.
10. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan Tata Ruang,
Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang.
11. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.
12. Pelaksanaan Penataan Ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang
melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
13. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya.

3
14. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
15. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional.
16. Kawasan adalah wilayah yang mempunyai fungsi utama lindung atau
budidaya.
17. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup Sumber Daya Alam
dan Sumber Daya Buatan.
18. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi Sumber Daya Alam, Sumber
Daya Manusia, dan Sumber Daya Buatan.
19. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
20. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial dan kegiatan ekonomi.
21. Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional
terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan
sebagai warisan dunia.
22. Kawasan Pertahanan Negara adalah Kawasan yang diperuntukkan dengan
fungsi utama untuk kegiatan pertahanan dan keamanan negara yang terdiri
dari kawasan militer dan kawasan kepolisian.
23. Kawasan Strategis Kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
24. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau
beberapa kabupaten/kota.
25. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah Kawasan Perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa
Distrik.
26. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLP adalah kawasan
perkotaan yang dipromosikan untuk menjadi PKL.
27. Pusat Kegiatan Strategi Nasional yang selanjutnya disebut PKSN adalah
kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan
perbatasan negara.
28. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Distrik atau beberapa
desa.
29. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.
30. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
4
31. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat
hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain
dalam penyelenggaraan Penataan Ruang.
32. Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan Tata
Ruang, Pemanfaatan Ruang, dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang.
33. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD
adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten
Kepulauan Talaud dan mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam
koordinasi Penataan Ruang di daerah.

BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang

Pasal 2

Penataan Ruang di Kabupaten Kepulauan Talaud bertujuan untuk mewujudkan


Kabupaten Kepulauan Talaud yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan
sebagai Beranda Depan Indonesia Timur Bagian Utara yang berbasis pada Sektor
Kelautan, Perikanan dan Pertanian, Pariwisata, dan Pertahanan Keamanan.

Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 3

Kebijakan Penataan Ruang wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud, terdiri atas:


a. pembangunan, peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana;
b. peningkatan potensi sumber daya alam, aksesibilitas pemasaran produksi dan
kualitas sumber daya manusia di bidang kelautan, perikanan, pertanian,
pariwisata;
c. peningkatan dan pelestarian lingkungan hidup;
d. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara;
e. pengamanan kawasan rawan bencana;
f. peningkatan kerjasama perdagangan lintas batas;
g. Peningkatan dan Pengembangan Kawasan Industri;
h. Pengembangan kawasan pemerintahan, pendidikan dan kesehatan.

5
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 4

(1) Strategi untuk mewujudkan kebijakan pembangunan, peningkatan dan


pengembangan sarana dan prasarana, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf a terdiri atas:
a. membangun, meningkatkan, dan mengembangkan sistem jaringan lokal
penghubung antar wilayah laut, darat, dan udara pada ppk dan ppl;
b. membangun, meningkatkan, dan mengembangkan sistem jaringan nasional
dan regional penghubung antar pusat–pusat kelautan, perikanan, pertanian,
perkebunan, dan pariwisata;
c. mengembangkan sarana prasarana teknologi kelautan, pertanian, perikanan,
dan perkebunan;
d. membangun dan mengembangkan sarana dan prasarana pariwisata;
e. membangun dan mengembangkan jangkauan pelayanan jaringan prasarana
transportasi, informasi, telekomunikasi, energi listrik dan sumber daya air
sanitasi yang terpadu dan merata di seluruh wilayah kabupaten; dan
f. membangun dan mengembangkan sistem jaringan pelayanan transportasi
darat pada pusat-pusat pertambangan dan energi.
(2) Strategi untuk mewujudkan peningkatan potensi, sumber daya alam,
aksesibilitas pemasaran produksi dan kualitas sumber daya manusia dibidang
kelautan, perikanan, pertanian, dan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf b terdiri atas:
a. mengendalikan pemanfaatan fungsi kawasan kelautan, perikanan darat dan
laut serta perubahan–perubahan yang terjadi;
b. membangun dan mengembangkan infrastruktur pada sentra-sentra produksi
dan sumber daya alam;
c. mendukung kawasan strategi nasional pada pulau-pulau terluar;
d. mengembangkan pengelolaan pulau-pulau yang tidak berpenghuni;
e. mengembalikan dan melestarikan kawasan hutan mangrove;
f. mengembalikan dan melestarikan terumbu karang;
g. mengembangkan promosi pariwisata;
h. membangun lembaga pendidikan formal dan nonformal guna mendukung
pengelolaan sumber daya alam dibidang kelautan, perikanan, pertanian, dan
pariwisata;
i. mengembangkan wilayah-wilayah potensi pertanian berdasarkan kesesuaian
lahan; dan
j. mengembangkan sarana prasarana transportasi laut.
(3) Strategi untuk mewujudkan kebijakan peningkatan dan pelestarian lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c terdiri atas:
a. mengelola kawasan wisata alam yang memadukan kepentingan pelestarian
dan pariwisata/rekreasi;
b. mengelola kawasan cagar budaya yang memiliki nilai sejarah;
c. melakukan pencegahan dan pelarangan kegiatan budidaya di kawasan
lindung;
d. mencegah kegiatan ilegal loging;
e. mengamankan daerah aliran sungai;
6
f. mencegah kegiatan budidaya sekurang-kurangnya 200 meter disekitar
sumber mata air;
g. mengamankan konservasi daerah tangkapan air;
h. melakukan pencegahan kegiatan budidaya yang merusak kondisi fisik sungai
maupun aliran sungai;
i. mengamankan daerah terbuka hijau;
j. mengamankan daerah sempadan pantai;
k. mengembangkan pengelolaan pulau-pulau yang tidak berpenghuni; dan
l. mengembangkan sistem drainase kota dan ibukota kecamatan.
(4) Strategi untuk mewujudkan kebijakan peningkatan fungsi kawasan untuk
pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf
d terdiri atas :
a. mendukung penetapan Kawasan Strategis Nasional dengan fungsi khusus
pertahanan dan keamanan;
b. meningkatkan pengamanan wilayah pulau–pulau terluar dan perbatasan;
c. membangun sarana prasarana pulau-pulau terluar dan perbatasan;
d. meningkatkan penanganan terorisme dan perompakan;
e. membangun dan mengembangkan sarana dan prasarana pertahanan dan
keamanan;
f. meningkatkan wawasan kebangsaan masyarakat pulau–pulau terluar dan
perbatasan;
g. membentuk lembaga sosial kemasyarakatan sebagai penjaga tapal batas
NKRI;
h. mengembangkan Kawasan Lindung dan/atau Kawasan Budidaya yang tidak
terbangun di sekitar kawasan dengan fungsi khusus pertahanan dan
keamanan negara;
i. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif didalam dan di sekitar
Kawasan Pertahanan dan Keamanan untuk menjaga fungsi pertahanan dan
keamanan negara; dan
j. menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan.
(5) Strategi untuk mewujudkan kebijakan pengamanan kawasan rawan bencana
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf e terdiri atas :
a. meningkatkan kapasitas masyarakat terhadap bencana alam;
b. membangun sistem peringatan dini bencana alam;
c. menetapkan kawasan rawan bencana alam;
d. menetapkan peraturan konstruksi bangunan gedung tahan gempa;
e. mengendalikan perijinan dan pembangunan dikawasan rawan bencana; dan
f. membangun fasilitas–fasilitas jalur evakuasi bencana alam.
(6) Strategi untuk mewujudkan kebijakan peningkatan kerjasama perdagangan
lintas batas sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf f terdiri atas :
a. membangun sarana–prasarana penunjang perdagangan lintas batas;
b. mengembangkan sistem perdagangan lintas batas dari Border Cross
Agreement (BCA) menjadi Border Trade Area (BTA);
c. meningkatkan penanganan masalah–masalah penyeludupan, perdagangan
manusia dan illegal fishing; dan
d. Mengembangkan jaringan perhubungan laut dan udara dengan negara
tetangga.
(7) Strategi untuk mewujudkan kebijakan peningkatan dan pengembangan
kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf g terdiri atas :
7
1. Integrasi Hulu Hilir
a. mengembangkan sentral produksi olahan di wilayah yang potensial
kecamatan/desa di Kabupaten Kepulauan Talaud yaitu : ikan asin, ikan
asap, abon ikan, nugget ikan, bakso ikan, kerupuk ikan, ekado ikan;
b. mengembangkan UPI ( Unit Pengolahan Ikan ) di sentral produksi dalam
satu kesatuan pengembangan kawasan Kecamatan Melonguane,
Kecamatan Beo, Kecamatan Essang, Kecamatan Nanusa, Kecamatan
Gemeh, Kecamatan Rainis, Kecamatan Kabaruan, Kecamatan Salibabu,
Kecamatan Beo Utara.
2. Pengembangan Sistem Produksi
a. meningkatkan produksi komoditas pilihan utama untuk bahan baku
industri dan kebutuhan pangan dalam negeri
b. meningkatkan mutu dan kualitas produk serta menjaga kontinuitas
produksi
3. Peningkatan sarana dan prasarana
a. meningkatkan sarana dan prasarana pendukung produksi perikanan
termasuk pengembangan pelabuhan perikanan, kapal penangkap ikan,
angkutan dan jalur distribusi;
b. meningkatkan dukungan sarana dan prasarana pengolahan skala eksport
dan pemasaran serta promosi.
(8) Strategi untuk mewujudkan kebijakan pengembangan kawasan pemerintahan,
pendidikan dan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam huruf h terdiri atas :
1. membangun dan mengembangkan Sarana dan prasarana pemerintahan yang
tersebar di 19 (Sembilan belas) kecamatan;
2. membangun dan mengembangkan sarana dan prasarana pada pusat
pemerintahan ibukota Kabupaten di Melonguane;
3. mengembangkan dan meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan yang
tersebar di 19 (Sembilan belas) kecamatan;
4. mengembangkan dan meningkatkan sarana dan prasarana kawasan
pendidikan di Beo dan Melonguane;
5. mengembangkan dan meningkatkan sarana dan prasarana Kesehatan yang
tersebar di 19 (Sembilan belas) kecamatan;
6. mengembangkan dan meningkatkan sarana dan prasarana Kesehatan
Rumah Sakit Bergerak di Gemeh dan Rumah Sakit Umum Daerah di Mala.

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5

(1) Rencana Struktur Ruang wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud meliputi:


a. pusat-pusat kegiatan;
b. sistem jaringan prasarana utama; dan
c. sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana Struktur Ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta dengan skala ketelitian minimal 1:50.000 yang
8
tercantum dalam Lampiran I pada album peta dan merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Pusat-pusat Kegiatan

Pasal 6

(1) Pusat-pusat kegiatan yang ada di Kabupaten Kepulauan Talaud sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN);
b. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWP);
c. Pusat Kegiatan Lokal (PKL);
d. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan
e. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
(2) PKSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu Melonguane.
(3) PKWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu Beo.
(4) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yaitu Lirung, Essang, dan
Rainis.
(5) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu Moronge dan Pulutan.
(6) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e yaitu Beo Utara.

Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama

Pasal 7

Sistem jaringan prasarana utama yang ada di Kabupaten Kepulauan Talaud


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. Sistem Jaringan Transportasi Darat;
b. Sistem Jaringan Transportasi Laut; dan
c. Sistem Jaringan Transportasi Udara.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat

Pasal 8

(1) Sistem Jaringan Transportasi Darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7


huruf a, terdiri atas:
a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan yang meliputi jaringan jalan dan
jaringan prasarana lalu lintas;
b. jaringan penyeberangan; dan
c. jaringan Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP) dan Jaringan Angkutan Kota
Antar Provinsi (AKAP).
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a, terdiri atas :
a. jaringan eksisting jalan kolektor primer K1, meliputi :
1. Melonguane - Beo;
2. Beo - Essang;

9
3. Rainis - Melonguane; dan
4. Beo - Rainis.
b.jaringan eksisting jalan lokal sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat 1
huruf a adalah jalan yang ada di Kabupaten Kepulauan Talaud terdiri atas:
1. Lirung-Balang (LU)
2.. Lirung-Balang (LS)
3. Lirung-Balang (memotong)
4. Salibabu-Balang (memotong)
5. Mangaran-Damau (LU)
6. Mangaran-Damau (LS)
7. Tarohan-Pulutan (memotong)
c. jaringan jalan sekunder meliputi jalan disetiap ibukota kecamatan.
d.rencana peningkatan jaringan jalan lokal sekunder menjadi lokal primer,
meliputi :
1. Lirung – Balang (LU);
2. Lirung – Balang (LS);
3. Lirung – Balang (memotong); dan
4. Salibabu – Balang (memotong);
e. Rencana pembangunan jaringan jalan lokal primer yang ada di Kabupaten
Kepulauan Talaud, meliputi : Ensem–Dapalan (memotong) dan
Pangeran-Birang (memotong).
(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a,
yaitu rencana pembangunan terminal penumpang angkutan umum Berkat
tipe B di kota Melonguane dan tipe C disetiap ibu kota kecamatan.
(4) Jaringan penyeberangan yang berada di wilayah kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. Pelabuhan penyeberangan antarnegara, yaitu Pulau Miangas;
b. Pelabuhan penyeberangan kabupaten, terdiri atas:
1. Pelabuhan Melonguane di Kecamatan Melonguane;
2. Pelabuhan Mangaran di Kecamatan Kabaruan;
3. Pelabuhan Lirung di Kecamatan Lirung.
c. Rencana pengembangan pelabuhan penyeberangan kabupaten , yaitu :
1. Pelabuhan Marampit di Kecamatan Nanusa; dan
2. Pelabuhan Gemeh di Kecamatan Gemeh.
(5) Jaringan Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP) terdiri dari Pulau Karakelang,
Pulau Salibabu, Pulau Kabaruan, Pulau Karatung, Pulau Miangas dan Jaringan
Angkutan Kota Antar Provinsi (AKAP) meliputi melonguane sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 huruf c
(6) Rencana pembangunan jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
diusulkan ke Gubernur selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah peraturan
daerah ini ditetapkan.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Laut

Pasal 9

(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada pasal 7 huruf b,
meliputi :
10
a. tatanan kepelabuhanan; dan
b. alur pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhanan di Kabupaten Kepulauan Talaud sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. Rencana pengembangan pelabuhan internasional di Beo, Kecamatan Beo;
b. Pelabuhan Pengumpul, terdiri atas:
1. Pelabuhan Lirung di Kecamatan Lirung;
2. Pelabuhan Melonguane di Kecamatan Melonguane;
3. Pelabuhan Beo di Kecamatan Beo;
4. Pelabuhan Miangas di Kecamatan Miangas.
c. Pelabuhan Pengumpan, terdiri atas:
1. Pelabuhan Kakorotan di Kecamatan Nanusa;
2. Pelabuhan Essang di Kecamatan Essang;
3. Pelabuhan Mangaran di Kecamatan Kabaruan; dan
4. Pelabuhan Karatung di Kecamatan Nanusa.
d. Rencana pembangunan Pelabuhan Pengumpul di Marampit Kecamatan
Nanusa;
e. Rencana pembangunan Pelabuhan Pengumpan, terdiri atas :
1. Pelabuhan Ganalo di Kecamatan Tampan’Amma;
2. Pelabuhan Gemeh di Kecamatan Gemeh;
3. Pelabuhan Rainis di Kecamatan Rainis; dan
4. Pelabuhan Damau di Kecamatan Damau.
f. Rencana pembangunan pelabuhan khusus PLTU di Tarun.
(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. Alur pelayaran nasional, yaitu Lirung – Nanusa - Miangas;
b. Rencana alur pelayaran nasional, yaitu Lirung – Melonguane – Nanusa –
Miangas;
c. Alur pelayaran regional, yaitu Mangaran – Lirung – Melonguane – Beo –
Essang – Karatung - Miangas;
d. Alur pelayaran lokal, yaitu Lirung – Melonguane – Kakorotan - Karatung;
e. Rencana pengembangan alur pelayaran regional, yaitu Mangaran – Lirung –
Melonguane – Beo – Essang – Gemeh - Karatung – Miangas; dan
f. Rencana pengembangan alur pelayaran Lokal, yaitu Damau - Mangaran –
Lirung – Melonguane – Rainis – Ganalo –Kakorotan – Marampit – Karatung –
Miangas.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Udara

Pasal 10

(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf
c, terdiri atas:
a. Tatanan kebandarudaraan; dan
b. Ruang udara untuk penerbangan.
(2) Tatanan kebandarudaraan di kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas :
a. Bandar udara pengumpul, yaitu Bandar Udara Melonguane di Kecamatan
Melonguane;
11
b. Rencana bandar udara pengumpan, yaitu Bandar Udara Marampit di
Kecamatan Nanusa;
c. Rencana bandar udara khusus, yaitu Bandar Udara Miangas di Kecamatan
Miangas; dan
d. Rencana peningkatan bandar udara pengumpul menjadi bandar udara
internasional, yaitu Bandar Udara Melonguane di Kecamatan Melonguane.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 11

Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf c, terdiri atas :
a. Sistem jaringan energi;
b. Sistem jaringan telekomunikasi;
c. Sistem pengelolaan Sumber Daya Air;
d. Sistem prasarana pengelolaan lingkungan; dan
e. Sistem jaringan prasarana lainnya.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi

Pasal 12

(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a,


meliputi:
a. Pembangkit tenaga listrik;
b. Jaringan prasarana energi; dan
c. Rencana jalur jaringan listrik.
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu
a. Pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), terdapat di :
1. Ranting Lirung dengan daya 1967 KW, yaitu Khusus Lirung dengan daya
1145 KW, SR. Mangaran dengan daya 560 KW, SR. Miangas dengan
daya 70 KW, SR. Karatung dengan daya 119 KW, SR. Marampit dengan
daya 73 KW;
2. Ranting Beo dengan daya 1258 KW, yaitu Khusus Beo dengan daya 860
KW, SR. Essang dengan daya 398 KW; dan
3. Ranting Melonguane dengan daya 1075 KW, yaitu Khusus Melonguane
dengan daya 790 KW, SR. Dapalan dengan daya 285 KW.
b. Rencana Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), terdapat di Desa Tarun
Selatan Kecamatan Melonguane dengan daya 2 x 3000 KW.
c. Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), terdapat di :
1. Marampit 125 KWpik;
2. Miangas 80 KWpik;
3. Karatung 310 KWpik;
4. Dapalan 600 KWpik; dan
5. Kakorotan 100 KWpik.
12
d. Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), terdapat di
Desa Rusoh Kecamatan Beo Selatan.
e. Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Samudera, di Kecamatan
Gemeh.
(3) Rencana pembangunan jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, yaitu rencana jaringan pipa minyak dan gas bumi, terdiri atas
:
a. Rencana depo Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kecamatan Melonguane;
b. Rencana tangki eksisting penampungan Bahan Bakar Minyak (BBM) di
Kecamatan Nanusa, Miangas, Kabaruan, Gemeh dan Dapalan;
c. Rencana pembangunan pusat penyediaan BBM dan gas (SPBU) di ibukota
kecamatan;
d. Jaringan prasarana energi untuk penampungan BBM yaitu :
1. pusat APMS (Agen Premium, Minyak Tanah, Solar) di Lirung Kecamatan
Lirung;
2. pusat APMS di Beo Kecamatan Beo;
3. pusat APMS di Melonguane Kecamatan Melonguane; dan
4. pusat penampungan BBM di Kecamatan Miangas dan Kecamatan Nanusa.
(4) Rencana Jalur Jaringan Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c
adalah jalur hijau dengan radius 20 m dari jaringan listrik.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 13

(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b,


terdiri atas :
a. Sistem Jaringan Kabel; dan
b. Sistem Jaringan Nirkabel.
(2) Rencana pembangunan sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, tersebar di seluruh wilayah ibukota kabupaten dan ibukota
kecamatan.
(3) Sistem Jaringan Nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi
jaringan satelit yaitu Stasiun Bumi Beo di Kecamatan Beo.
(4) Rencana pembangunan Sistem Jaringan Nirkabel yaitu Stasiun Bumi
Melonguane di Melonguane.
(5) Rencana pembangunan mercusuar meliputi : Pulau Marampit, Pulau Intata,
Pulau Kakorotan dan Pulau Miangas.

Paragraf 3
Sistem Pengelolaan Sumber Daya Air

Pasal 14

(1) Sistem Pengelolaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam pasal 11
huruf c, terdiri atas :
a. Wilayah Sungai;
b. Daerah Irigasi;
13
c. Prasarana Air Baku untuk air minum;
d. Sistem Pengaman Pantai;
e. Sistem Pengendalian Banjir dan Sedimen;
f. Sempadan Sumber Daya Air; dan
g. Drainase Perkotaan.
(2) Rencana Pengembangan Wilayah Sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Embung yang terdiri dari :
a. DAS Bulude, DAS Lalue, DAS Arangka’a, DAS Banada, DAS Ammat, DAS
Dapihe, DAS Batumbalango, DAS Taturan, DAS Daran, DAS Niampak, DAS
Bowombaru, DAS Mala, DAS Pampalu, DAS Sawang, DAS Kalongan, DAS
Balang, DAS Bitunuris, DAS Salibabu, DAS Kabaruan, DAS Essang, DAS
Bantane;
b. Embung Lalue, Embung Taderot.
(3) Daerah irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan daerah
irigasi kewenangan kabupaten yang terdiri atas:
a. Alo, Nunu dengan luas 110 ha;
b. Bantane dengan luas 186 ha;
c. Beo dengan luas 425 ha;
d. Bowombaru dengan luas 150 ha;
e. Lalue dengan luas 138 ha;
f. Pulutan dengan luas 226 ha;
g. Tarohan dengan luas 115 ha; dan
h. Tarun dengan luas 265 ha.
(4) Prasarana Air Baku untuk air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, terdiri atas :
a. Rencana pengembangan sumber air baku, meliputi :
1. Mata Air (MA), yaitu MA Masali Alo Kecamatan Rainis, MA Laloro dan MA
Aluramu di Kecamatan Beo, MA Awunge, Tabulo dan Pancura di
Moronge Kecamatan Moronge;
2. Sungai, yaitu Sungai Buwun, Sungai Liang Kecamatan Mangaran dan
Sungai Bada Mala Kecamatan Melonguane, Sungai Ampapitu di Rusoh
Kecamatan Beo Selatan.
(5) Sistem Pengaman Pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
meliputi :
a. Bangunan pengaman pantai, meliputi : talud, pemecah ombak; dan
b. Hutan pelindung pantai yaitu, hutan mangrove.
(6) Sistem pengendalian banjir dan sedimen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e, yaitu : bangunan drainase.
(7) Sempadan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, yaitu
kawasan tertentu disekeliling, disepanjang kiri kanan batas dan di bawah
sumber air yang dibatasi oleh garis sempadan.
(8) Drainase Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, yaitu jaringan
pembuangan air yang berfungsi mengeringkan bagian-bagian wilayah
administrasi kota dan daerah urban dari genangan air, baik dari hujan lokal
maupun luapan sungai yang melintas di dalam kota.

14
Paragraf 4
Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan

Pasal 15

Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 11 huruf d, terdiri atas :
a. Sistem Jaringan Pengolahan Air Limbah;
b. Sistem Jaringan Persampahan;
c. Sistem Jaringan Drainase;
d. Sistem Jaringan Air Minum; dan
e. Jalur dan ruang evakuasi bencana.

Pasal 16

(1) Sistem Jaringan Pengolahan Air Limbah sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 15 huruf a, meliputi:
a. air limbah sebagai buangan kegiatan rumah tangga; dan
b. air limbah sebagai buangan kegiatan bukan rumah tangga.
Air limbah untuk air buangan kegiatan rumah tangga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. sistem air limbah off site untuk pengelolaan air buangan di Kawasan
Perkotaan yaitu dengan menggunakan instalasi pengolahan sebelum dibuang
ke badan air penerima/sungai; dan
b. sistem air limbah on site untuk pengelolaan air buangan di Kawasan
Perdesaan.

Pasal 17

(1) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b


dimaksudkan untuk mengelola timbunan sampah padat yang berasal dari
kegiatan rumah tangga dan bukan rumah tangga dengan prinsip mengurangi,
menggunakan kembali dan mendaur ulang.
(2) Rencana pengelolaan persampahan melalui kegiatan pewadahan, pengumpulan
pengangkutan dan pembuangan dan pengolahan akhir.
(3) Tempat pembuangan sementara diadakan di setiap kecamatan yang memenuhi
persyaratan dan kriteria teknis.
(4) Tempat Pengelolaan Akhir dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) direncanakan
berada di Melonguane Kecamatan Melonguane dengan menggunakan sistem
sanitary landfill.
(5) Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Persampahan di kabupaten dilakukan
dengan kerja sama antara Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi.

Pasal 18

Rencana Sistem Jaringan Drainase sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 huruf c


berupa saluran drainase sepanjang kanan dan kiri jaringan jalan di wilayah
kabupaten.

15
Pasal 19

Pengembangan sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 15 huruf d, terdiri Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) dan jaringan
distribusi air minum meliputi :
a. Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM), yaitu : IPAM Rusoh, IPAM Lirung, IPAM
Beo, IPAM Mangaran, IPAM Melonguane, dan IPAM Essang.
b. Jaringan distribusi air minum meliputi :
1. IPAM Lirung meliputi jaringan distribusi ibukota kecamatan Lirung;
2. IPAM Beo meliputi jaringan distribusi ibukota kecamatan Beo;
3. IPAM Mangaran meliputi jaringan distribusi ibukota kecamatan Mangaran;
4. IPAM Melonguane meliputi jaringan distribusi ibukota kecamatan Melonguane;
dan
5. IPAM Essang meliputi jaringan distribusi ibukota kecamatan Essang.

Pasal 20

(1) Jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada pasal 15
huruf e diadakan pada jalan dan lokasi yang aman dari bencana alam.
(2) Jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
selanjutnya ditetapkan dengan peraturan bupati.

Paragraf 5
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 21

Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf


terdiri atas :
a. Prasarana Perdagangan;
b. Prasarana Pendidikan;
c. Prasarana Kesehatan;
d. Prasarana Peribadatan; dan
e. Prasarana Pemakaman Umum.

Pasal 22

(1) Prasarana Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, yaitu


berupa Pasar Regional dan Pasar Lokal.
(2) Pasar Regional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat di ibukota
kabupaten dengan cakupan pelayanan meliputi wilayah kabupaten.
(3) Pasar Lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat di ibukota kecamatan
dengan cakupan pelayanan meliputi wilayah masing-masing kecamatan.
(4) Pasar dikembangkan secara terpadu dan bersifat penunjang terminal angkutan
umum penumpang untuk memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat.
(5) Penyediaan Prasarana Perdagangan dan Jasa dilaksanakan oleh pemerintah
daerah dan/atau oleh masyarakat.

16
Pasal 23

(1) Prasarana Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b dibangun


berdasarkan kebutuhan dan mencakup seluruh jenjang yaitu Sekolah Dasar
(SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(SLTA), dan Perguruan Tinggi.
(2) Pengembangan Sekolah Unggulan di Kabupaten diarahkan ke Kawasan
Perkotaan di Kecamatan Beo dan Kecamatan Melonguane.
(3) Penyediaan Prasarana Pendidikan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan
masyarakat.
(4) Pengembangan Pendidikan Tinggi/Sekolah Tinggi diarahkan di Kecamatan Beo
dan Kecamatan Melonguane.

Pasal 24

(1) Prasarana Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c terdiri


atas beberapa jenjang yaitu Rumah Sakit Umum Daerah, Puskesmas,
Puskesmas Pembantu, Poliklinik Desa, dan Pos Kesehatan Desa.
(2) Rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat di Desa Mala
Kecamatan Melonguane dan Desa Gemeh Kecamatan Gemeh.
(3) Puskesmas Pembantu, Poliklinik Desa, dan Pos Kesehatan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tersebar di seluruh wilayah kecamatan.
(4) Penyediaan sarana kesehatan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan/atau
masyarakat.

Pasal 25

(1) Prasarana Peribadatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d


disesuaikan dengan banyaknya penganut masing-masing agama.
(2) Prasarana Peribadatan tersebar di seluruh wilayah kabupaten dan lokasinya
disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
(3) Penyediaan Prasarana Peribadatan dilaksanakan oleh masyarakat.

Pasal 26

(1) Prasarana Penyediaan Sarana Tempat Pemakaman Umum sebagaimana


dimaksud pada pasal 21 huruf e berada di desa-desa dan di kawasan padat
pemukiman di setiap kecamatan.
(2) Lokasi dapat dipertimbangkan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
yang berlaku.

BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu
Umum

17
Pasal 27

(1) Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten meliputi Rencana Kawasan Lindung
dan Kawasan Budidaya.
(2) Rencana Pola Ruang Wilayah digambarkan dalam peta dengan skala ketelitian
minimal 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Kawasan Lindung

Pasal 28

Kawasan Lindung di wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud sebagaimana dimaksud


pasal 27 ayat (1) terdiri atas:
a. Kawasan Hutan Lindung;
b. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan di bawahnya;
c. Kawasan Perlindungan Setempat;
d. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya;
e. Kawasan Rawan Bencana alam; dan
f. Kawasan Lindung lainnya.

Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung

Pasal 29

Kawasan Hutan Lindung sebagaimana dimaksud pada pasal 28 huruf a, seluas ±


10.516,015 Ha, meliputi :
a. Hutan Lindung Karakelang Selatan I seluas ± 2.903,9566 Ha yang tersebar di
Kecamatan Beo Selatan, Kecamatan Rainis, Kecamatan Pulutan;
b. Hutan Lindung Karakelang Selatan II seluas ± 1.801.3747 Ha yang tersebar di
Kecamatan Pulutan dan Kecamatan Melonguane Timur;
c. Hutan Lindung Karakelang Utara seluas ± 5.810,6837 Ha yang terletak di
Kecamatan Beo, Kecamatan Rainis, Kecamatan Tampan’Amma.

Paragraf 2
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya

Pasal 30

(1) Kawasan yang memberikan fungsi perlindungan terhadap kawasan


dibawahnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 huruf b, yaitu Kawasan
Resapan Air.
(2) Kawasan Resapan Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seluas ± 12.603
Ha yang meliputi kecamatan Beo, kecamatan Beo Selatan, kecamatan Beo
Utara, kecamatan Damau, kecamatan Essang, kecamatan Essang Selatan,
kecamatan Gemeh, kecamatan Kabaruan, kecamatan Kalongan, kecamatan
Lirung, kecamatan Melonguane, kecamatan Melonguane Timur, kecamatan

18
Moronge, kecamatan Nanusa, kecamatan Pulutan, kecamatan Rainis,
kecamatan Salibabu, kecamatan Tampan’Amma.

Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 31

(1) Kawasan Perlindungan Setempat sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 28


huruf c, terdiri atas:
a. Kawasan Sempadan Pantai;
b. Kawasan Sempadan Sungai;
c. Kawasan Sekitar Mata Air; dan
d. Ruang Terbuka Hijau (RTH).
(2) Kawasan Sempadan Pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdapat di sepanjang pantai di kabupaten dengan luas 7.797 Ha, dengan
ketentuan:
a. Dataran sepanjang tepian laut yang lebarnya proporsional dengan bentuk
dan kondisi fisik pantai;
b. Minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi kearah darat.
(3) Kawasan Sempadan Sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdapat di sungai Tarun, Anggun, Sawang, Allelo, Mala, Barowo, Lale, Tule,
Bawirung, Beng, Melam, Asu, Goat, Tuabatu, Binalang, Burre, Riung, Dapihe,
Dapalan, Ammat, Ganalo, Bannada, Arangkaa, Gemeh, Lalue, Essang, Kuma,
Ambia, Tatao, Ensem, Teling, Awit, Rae, Lobbo, Loba, Awula, Pampang, Tarohan,
Niampak, Pampalu, Lirung, Damau, Akas dan Birang dengan luas 3.718 Ha
dengan ketentuan sepanjang tepian sungai selebar 50 meter di kanan-kiri
sungai besar dan kawasan selebar 25 meter di kanan-kiri sungai kecil.
(4) Kawasan Sekitar Mata Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
tersebar di seluruh wilayah kabupaten dengan radius sekurang-kurangnya 200
meter di lokasi hulu sungai dan sumber mata air.
(5) Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
terdiri atas:
a. RTH Pekarangan, meliputi:
1. RTH Pekarangan rumah tinggal;
2. RTH Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha.
b. RTH Taman dan Hutan Kota, meliputi;
1. RTH Taman RT;
2. RTH Taman RW;
3. RTH Taman kelurahan;
4. RTH Taman kecamatan;
5. RTH Taman kota;
6. RTH hutan kota; dan
7. RTH sabuk hijau (green belt).
c. RTH Jalur Hijau Jalan, meliputi:
1. RTH pulau jalan dan median jalan;
2. RTH jalur pejalan kaki.

19
(6) RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diupayakan 30% dari kawasan
perkotaan.

Paragraf 4
Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya

Pasal 32

(1) Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf d, terdiri atas:
a. Kawasan Suaka Marga Satwa; dan
b. kawasan Pantai Berhutan Bakau.
(2) Kawasan Suaka Marga Satwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdapat di Karakelang Utara dan Karakelang Selatan dengan luas ± 24.669 Ha.
(3) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdiri atas:
a. Hutan Bakau Beo seluas ± 167.5865 Ha yang meliputi : Kecamatan Beo Beo
Utara, Kecamatan Beo dan Kecamatan Beo Selatan;
b. Hutan bakau Essang seluas ± 166,2449 Ha yang meliputi : Kecamatan
Essang, Kecamatan Essang Selatan dan Kecamatan Beo Utara;
c. Hutan Bakau Karakelang Selatan seluas ± 149,4505 Ha yang meliputi :
Kecamatan Melonguane dan Kecamatan Melonguane Timur;
d. Hutan Bakau Karakelang Utara seluas ± 39,93645 Ha;
e. Hutan Bakau Karakelang Rainis seluas ± 133,971 Ha yang meliputi :
Kecamatan Rainis dan Kecamatan Pulutan.

Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana Alam

Pasal 33

(1) Kawasan Rawan Bencana sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam pasal 28


huruf e, terdiri atas:
a. Kawasan Rawan Gerakan Tanah/Longsor;
b. Kawasan Rawan Gelombang Pasang/Tsunami;
c. Kawasan Rawan Banjir;
d. Kawasan Rawan Angin Puting Beliung;
e. Kawasan Rawan Gempa.
(2) Kawasan Rawan Gerakan Tanah/Longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, tersebar di Kecamatan Beo, Beo Selatan, Beo Utara, Damau, Essang,
Essang Selatan, Gemeh, Kabaruan, Kalongan, Lirung, Melonguane, Melonguane
Timur, Pulutan, Rainis, Salibabu dan Tampan’Amma dengan luas keseluruhan
± 23.147 Ha.
(3) Kawasan Rawan Gelombang Pasang/Tsunami sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, tersebar di Kecamatan Beo, Kecamatan Beo Selatan,
Kecamatan Beo Utara, Kecamatan Damau, Kecamatan Essang, Kecamatan
Essang Selatan, Kecamatan Gemeh, Kecamatan Kabaruan, Kecamatan
Kalongan, Kecamatan Lirung, Kecamatan Melonguane, Kecamatan Melonguane
Timur, Kecamatan Miangas, Kecamatan Moronge, Kecamatan Nanusa,
20
Kecamatan Pulutan, Kecamatan Rainis, Kecamatan Salibabu dan Kecamatan
Tampan’Amma dengan luas keseluruhan ± 17.649,72 Ha.
(4) Kawasan Rawan Banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdapat
di Kecamatan Beo, Kecamatan Beo Selatan, Kecamatan Beo Utara, Kecamatan
Damau, Kecamatan Essang, Kecamatan Essang Selatan, Kecamatan Gemeh,
Kecamatan Kabaruan, Kecamatan Lirung, Kecamatan Melonguane, Kecamatan
Melonguane Timur, Kecamatan Rainis, Kecamatan Salibabu, Kecamatan
Tampan’Amma dengan luas keseluruhan ± 24.404 Ha.
(5) Kawasan Rawan Angin puting beliung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud.
(6) Kawasan Rawan Gempa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,
mencakup seluruh wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud.

Paragraf 6
Kawasan Lindung Lainnya

Pasal 34

(1) Kawasan Lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf f di


wilayah Kabupaten berupa kawasan lindung laut, meliputi : Pulau Miangas,
Pulau Intata, Pulau Kakorotan, Pulau Mangupung, Pulau Malo, Pulau Marampit,
Pulau Karatung, Pulau Sara Kecil, Pulau Sara Besar, Pulau Nusa Dolong, Pulau
Nusa Topor, Pulau Napombalu.
(2) Penetapan Kawasan Lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selanjutnya
ditetapkan dengan peraturan daerah.

Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya

Pasal 35

Kawasan Budidaya sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat 1 terdiri atas:


a. Kawasan Peruntukan Hutan Produksi Terbatas;
b. Kawasan Peruntukan Pertanian;
c. Kawasan Peruntukan Perikanan;
d. Kawasan Peruntukan Pertambangan;
e. Kawasan Peruntukan Permukiman;
f. Kawasan Peruntukan Industri;
g. Kawasan Peruntukan Pariwisata;
h. Kawasan Peruntukan Pendidikan; dan
i. Kawasan Peruntukan lainnya.

Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Pasal 36

21
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 huruf a di wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud seluas 2.203,91 Ha,
terdiri atas :
a. Hutan Produksi Terbatas Pulau Kabaruan I seluas ± 1.239,17 Ha yang
tersebar di Kecamatan Damau;
b. Hutan Produksi Terbatas Pulau Kabaruan II seluas ± 108,32 Ha yang
tersebar di Kecamatan Kabaruan dan Kecamatan Damau;
c. Hutan Produksi Terbatas Pulau Salibabu I seluas ± 358,80 Ha yang tersebar
di Kecamatan kalongan;
d. Hutan Produksi Terbatas Pulau Salibabu II seluas ± 497,60 Ha yang tersebar
di Kecamatan Lirung.

Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Pertanian

Pasal 37

(1) Kawasan Peruntukan Pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf


b, terdiri atas :
a. Kawasan Pertanian Tanaman Pangan;
b. Kawasan Pertanian Hortikultura;
c. Kawasan Perkebunan; dan
d. Kawasan Peternakan.
(2) Kawasan Pertanian Tanaman Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, dengan komoditi unggulan : Padi, Jagung dan Kedelai, tersebar di
seluruh wilayah kecamatan dengan luas total ± 22.093 hektar, meliputi :
Kecamatan Melonguane, Kecamatan Melonguane Timur, Kecamatan Beo,
Kecamatan Beo Selatan, Kecamatan Beo Utara, Kecamatan Rainis, Kecamatan
Pulutan, Kecamatan Tampan’Amma, Kecamatan Essang, Kecamatan Essang
Selatan, Kecamatan Gemeh, Kecamatan Gemeh, Kecamatan Lirung, Kecamatan
Moronge, Kecamatan Salibabu, Kecamatan Kalongan, Kecamatan Nanusa,
Kecamatan Miangas.
(3) Kawasan Pertanian Hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
dengan komoditi unggulan : Cabe dan Tomat tersebar di seluruh wilayah
kecamatan dengan luas ± 11.255,5 hektar, meliputi : Kecamatan Melonguane,
Kecamatan Melonguane Timur, Kecamatan Beo, Kecamatan Beo Selatan,
Kecamatan Beo Utara, Kecamatan Rainis, Kecamatan Pulutan, Kecamatan
Tampan’Amma, Kecamatan Essang, Kecamatan Essang Selatan, Kecamatan
Gemeh, Kecamatan Lirung, Kecamatan Moronge, Kecamatan Salibabu,
Kecamatan Kalongan, Kecamatan Kabaruan, Kecamatan Damau, Kecamatan
Nanusa, Kecamatan Miangas.
(4) Kawasan Perkebunan/Tanaman Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dengan komoditi unggulan : kelapa, pala, cengkih dan abaka tersebar di
seluruh kecamatan dengan luas total ± 34.234,93 hektar meliputi : Kecamatan
Melonguane, Kecamatan Melonguane Timur, Kecamatan Beo, Kecamatan Beo
Selatan, Kecamatan Beo Utara, Kecamatan Rainis, Kecamatan Pulutan,
Kecamatan Tampan’Amma, Kecamatan Essang, Kecamatan Essang Selatan,
Kecamatan Gemeh, Kecamatan Lirung, Kecamatan Moronge, Kecamatan

22
Salibabu, Kecamatan Kalongan, Kecamatan Kabaruan, Kecamatan Damau,
Kecamatan Nanusa, Kecamatan Miangas.
(5) Kawasan Peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dengan
komoditi unggulan : babi dan ayam tersebar di seluruh kecamatan dengan luas
total ± 13.986 hektar, meliputi : Kecamatan Melonguane, Kecamatan
Melonguane Timur, Kecamatan Beo, Kecamatan Beo Selatan, Kecamatan Beo
Utara, Kecamatan Rainis, Kecamatan Pulutan, Kecamatan Tampan’Amma,
Kecamatan Essang, Kecamatan Essang Selatan, Kecamatan Gemeh, Kecamatan
Lirung, Kecamatan Moronge, Kecamatan Salibabu, Kecamatan Kalongan,
Kecamatan Kabaruan, Kecamatan Damau, Kecamatan Nanusa dan Kecamatan
Miangas.
(6) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, selanjutnya ditetapkan sebagai lahan cadangan pertanian pangan
berkelanjutan.

Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Perikanan

Pasal 38

(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud Pasal 35 huruf c,


terdiri atas :
a. Kawasan Peruntukan Perikanan Tangkap;
b. Kawasan Peruntukan Perikanan Budidaya;
c. Kawasan Pengolahan Hasil Perikanan;
d. Kawasan Konservasi Perairan dan Laut Daerah.
(2) Kawasan Peruntukan Perikanan Tangkap sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf
a, meliputi Kecamatan Salibabu, Kecamatan Melonguane Timur, Kecamatan
Pulutan, Kecamatan Beo, Kecamatan Beo Utara, Kecamatan Beo Selatan,
Kecamatan Tampan’Amma, Kecamatan Rainis,Kecamatan Nanusa, Kecamatan
Kalongan, dan Kecamatan Miangas.
(3) Kawasan Peruntukan Perikanan Budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, meliputi Kecamatan Salibabu, Kecamatan Melonguane, Kecamatan
Melonguane Timur, Kecamatan Beo, Kecamatan Beo Utara, Kecamatan Beo
Selatan, Kecamatan Essang, Kecamatan Essang Selatan, Kecamatan
Tampan’Amma, Kecamatan Rainis, Kecamatan Kabaruan, Kecamatan Damau,
Kecamatan Gemeh, Kecamatan Kalongan, Kecamatan Nanusa dan Kecamatan
Miangas.
(4) Kawasan Pengolahan Hasil Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c berupa pelabuhan perikanan meliputi Kecamatan Salibabu, Kecamatan
Rainis, Kecamatan Nanusa, Kecamatan Beo Utara, Kecamatan Miangas,
Kecamatan Melonguane, Kecamatan Melonguane Timur, Kecamatan Essang,
Kecamatan Essang Selatan, Kecamatan Tampan’Amma, Kecamatan Lirung,
Kecamatan Kalongan dan Kecamatan Moronge.
(5) Kawasan Konservasi Perairan dan Laut Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d meliputi Kecamatan Nanusa, Kecamatan Beo Utara, Kecamatan
Beo, Kecamatan Melonguane, Kecamatan Lirung, Kecamatan Salibabu,
Kecamatan Damau, Kecamatan Kabaruan.

23
Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Pertambangan

Pasal 39
(1) Kawasan Peruntukan Pertambangan sebagaimana dimaksud pada pasal 35
huruf d, yaitu Kawasan Peruntukan Pertambangan Mineral berupa mineral
logam.
(2) Kawasan Peruntukan Pertambangan Mineral sebagaimana pada ayat (1) huruf a
terdiri atas:
a. Nikel terdapat di Kecamatan Kabaruan, Kecamatan Damau, Kecamatan
Rainis, Kecamatan Pulutan, Kecamatan Melonguane;
b. Pasir Besi di Kecamatan Beo, Kecamatan Essang, Kecamatan Tampan’Amma,
Kecamatan Pulutan, Kecamatan Melonguane, Kecamatan Gemeh
c. Mangan di Kecamatan Gemeh, Kecamatan Tampan’Amma, Kecamatan Beo
Selatan, Kecamatan Beo Utara, Kecamatan Pulutan, Kecamatan Kabaruan,
Kecamatan Salibabu, Kecamatan Kalongan; dan
d. Batuan terdapat di Kecamatan Beo Selatan, Kecamatan Pulutan, Kecamatan
Melonguane Timur.

Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Permukiman

Pasal 40

(1) Kawasan Peruntukan Permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35


huruf e terdiri atas:
a. Kawasan Peruntukan Permukiman Perkotaan; dan
b. Kawasan Peruntukan Permukiman Perdesaan.
(2) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai luas keseluruhan ± 25.315 ha.
(3) Kawasan peruntukan perumahan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b yaitu kawasan selain dimaksud pada ayat (2) .

Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 41

Kawasan Peruntukan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf f,


yaitu kawasan industri sedang, meliputi:
a. Kawasan Industri Perikanan di Kecamatan Melonguane, Kecamatan
Melonguane Timur, Kecamatan Salibabu dan Kecamatan Nanusa, Kecamatan
Beo Utara, Kecamatan Essang, Kecamatan Gemeh, Kecamatan Rainis,
Kecamatan Kabaruan;
b. Kawasan Peruntukan Pemurnian Hasil Pertambangan di Kecamatan Beo
Utara dan Kecamatan Essang.

Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Pariwisata

24
Pasal 42

(1) Kawasan Peruntukan Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf


g, yaitu Kawasan Peruntukan Pariwisata Alam.
(2) Kawasan Peruntukan Pariwisata Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
terdiri atas:
a. Air Terjun Ampapitu di Desa Rusoh Kecamatan Beo Selatan;
b. Air Terjun Rane di Desa Bantane Kecamatan Rainis;
c. Pulau Intata di Kecamatan Nanusa;
d. Goa Wettadi Desa Perangan Kecamatan Rainis;
e. Goa Masare di Desa Taruan Kecamatan Gemeh;
f. Goa Mane’e di Desa Arangka’a Kecamatan Gemeh;
g. Goa Lengane di Desa Bulude Kecamatan Essang;
h. Goa Totombatu di Desa Tarohan Kecamatan Beo Selatan;
i. Goa Arandangan di Desa Damau Kecamatan Damau;
j. Goa Wuidduanne di Desa Musi Kecamatan Lirung;
k. Pantai Tabang di Desa Tabang Kecamatan Rainis;
l. Pantai Tiwudda di Desa Bitunuris Kecamatan Salibabu;
m. Pantai Maririk di Desa Maririk Kecamatan Essang;
n. Pantai Binalang di Desa Binalang Kecamatan Tampan’Amma;
o. Pantai Riung di Desa Riung Kecamatan Tampan’Amma;
p. Pantai Melonguane di Kecamatan Melonguane; dan
q. Batung Katoan (batu ular) di Desa Pulutan Kecamatan Pulutan.
(3) Rencana Pengembangan Kawasan Peruntukan Pariwisata Alam berupa
pengembangan kawasan wisata kelautan pesisir, pulau-pulau kecil dan pulau-
pulau kecil terluar meliputi Pulau Karang Napombaru, Pulau Sara Kecil, Pulau
Sara Besar, Pulau Nusa Dolong, Pulau Nusa Topor, Pulau Intata/Kakorotan,
Pulau Karatung, dan Pulau Garat, Pulau Miangas.

Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Pendidikan

Pasal 43

Kawasan Peruntukan Pendidikan sebagaimana dimaksud Pasal 35 huruf h di


wilayah kabupaten adalah kawasan sebagai pusat pengembangan kegiatan
pendidikan dan pelatihan yang terdapat di Kecamatan Melonguane dan Kecamatan
Beo.

Paragraf 9
Kawasan Peruntukan Lainnya

Pasal 44

(1) Kawasan Peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf i,


berupa : Kawasan Peruntukan Transmigrasi yaitu Kecamatan Essang, Kawasan
Peruntukan Pertahanan dan Keamanan meliputi : Pulau Miangas, Kecamatan
Nanusa, Kecamatan Melonguane, serta Kawasan Peruntukan Fasilitas
Pelayanan Pemerintah Lainnya.
25
(2) Kawasan peruntukan Pertahanan dan Keamanan Negara meliputi :
a. Komando Distrik Militer (KODIM) di Melonguane;
b. Komando Rayon Militer (KORAMIL) di ibukota Kecamatan;
c. Pangkalan TNI Angkatan Laut (LANAL) di Melonguane;
d. Pos Angkatan Laut (POSAL) Talaud di Melonguane;
e. Pos Angkatan Laut (POSAL) Miangas di Miangas;
f. Polres Melonguane di Melonguane;
g. Polsek di setiap Ibu Kota Kecamatan; dan
h. Detasemen Angkatan Udara di Melonguane dan Miangas;
(3) Kawasan Peruntukan Fasilitas Pelayanan Pemerintah lainnya sebagaimana
dimaksud ayat (1) meliputi :
1. Kantor Imigrasi;
2. Karantina;
3. Bea dan Cukai;
4. Pengadilan di Melonguane;
5. Pos Pengamanan Perbatasan di Pulau terdepan.

BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

Pasal 45

(1) Kawasan Strategis yang ada di Kabupaten Kepulauan Talaud, terdiri atas :
a. Kawasan Strategis Nasional; dan
b. Kawasan Strategis Kabupaten.
(2) Rencana Kawasan Strategis digambarkan dalam peta dengan skala ketelitian
minimal 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 46

Kawasan Strategis Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf a
di wilayah kabupaten yaitu Kawasan Perbatasan Laut dengan Negara Filipina yaitu
Pulau Miangas, Pulau Marampit, Pulau Intata, dan Pulau Kakorotan dari sudut
kepentingan pertahanan dan keamanan.

Pasal 47

(1) Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1)
huruf b, terdiri atas:
a. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi:
1. Kawasan minapolitan, diperuntukkan untuk pembangunan sektor
perikanan tangkap di kecamatan Salibabu;
2. Kawasan agropolitan, diperuntukan untuk pengembangan budidaya
pisang abaka berlokasi di Kecamatan Essang dan diperuntukan untuk
pengembangan emping melinjo di Kecamatan Rainis;
3. Kawasan strategis perdagangan, Beo, Melonguane, Lirung dan Mangaran.

26
b. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan sosial dan
budaya, meliputi acara Manee di Pulau Intata/Kakorotan dan upacara
Manammi di Pulau Miangas.
c. Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan pemerintahan
meliputi Kota Melonguane
(2) Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten akan ditindaklanjuti dengan
penyusunan rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten yang
penetapannya melalui peraturan daerah.

BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Pasal 48

Arahan Pemanfaatan Ruang wilayah kabupaten, berisi indikasi program untuk


jangka waktu perencanaan 5 (lima) tahunan serta dalam kurung waktu Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten.

Pasal 49

Arahan Pemanfaatan Ruang wilayah kabupaten berpedoman pada :


a. Rencana Struktur Ruang, Rencana Pola Ruang, dan Penetapan Kawasan
Strategis Kabupaten;
b. Ketersediaan sumber daya dan sumber dana pembangunan;
c. Kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan;
d. Prioritas pengembangan wilayah; dan
e. Ketentuan peraturan perundang–undangan yang terkait.

Pasal 50

Indikasi program utama jangka waktu perencanaan menengah 5 (lima) tahunan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 disusun secara bertahap, meliputi :
a. Program utama;
b. Lokasi;
c. Besaran;
d. Waktu dan tahapan pelaksanaan;
e. Sumber pendanaan;
f. Instansi pelaksana.

Pasal 51

Arahan Pemanfaatan Ruang yang merupakan indikasi program utama jangka


menengah 5 (Lima) tahunan sebagaimana dimaksud pada Pasal 48 yang tercantum
pada lampiran sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan dari peraturan daerah
ini.

27
BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 52

(1) Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang wilayah Kabupaten digunakan


sebagai acuan dalam pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang wilayah
Kabupaten.
(2) Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan insentif dan disinsentif;
d. arahan sanksi.

Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Pasal 53

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem Kabupaten sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 52 ayat (2) huruf a digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah
daerah dalam menyusun peraturan zonasi.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Budidaya; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem prasarana
nasional dan wilayah, terdiri atas :
1. kawasan sekitar prasarana transportasi;
2. kawasan sekitar prasarana energi;
3. kawasan sekitar prasarana telekomunikasi; dan
4. kawasan sekitar prasarana sumber daya air.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan

Pasal 54

(1) Ketentuan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam
pemberian izin Pemanfaatan Ruang berdasarkan rencana struktur dan pola
ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Izin Pemanfaatan Ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
kewenangannya.
(3) Pemberian izin Pemanfaatan Ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
28
Pasal 55

(1) Jenis perizinan terkait Pemanfaatan Ruang yang ada di Kabupaten Kepulauan
Talaud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. Izin prinsip;
b. Izin lokasi;
c. Izin penggunaan pemanfaatan tanah; dan
d. Izin mendirikan bangunan.
(2) Mekanisme perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a–d diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif

Pasal 56

(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat
(2) huruf c merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pemberian insentif
dan pengenaan disinsentif.
(2) Insentif diberikan apabila Pemanfaatan Ruang sesuai dengan rencana Struktur
Ruang, Rencana Pola Ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang
diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(3) Disinsentif dikenakan terhadap Pemanfaatan Ruang yang perlu dicegah,
dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam
Peraturan Daerah ini.

Pasal 57

(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam Pemanfaatan Ruang


wilayah kabupaten dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat.
(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi
berwenang sesuai dengan kewenangannya.

Bagian Kelima
Arahan Sanksi

Pasal 58

(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf d
merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pengenaan sanksi
administratif kepada pelanggar pemanfaatan ruang.
(2) Pengenaan sanksi dilakukan terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana Struktur Ruang dan
pola ruang;
b. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRW kabupaten;

29
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRW kabupaten;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin Pemanfaatan
Ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW kabupaten;
f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak
benar.

Pasal 59

(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2) huruf a,
huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g dikenakan sanksi administratif
berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
(2) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2) huruf c
dikenakan sanksi administratif berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pembongkaran bangunan;
f. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
g. denda administratif.

Bagian Keenam
Ketentuan Pidana

Pasal 60

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana Pasal 63, dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah ).
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

30
BAB VIII
KELEMBAGAAN

Pasal 61

(1) Dalam rangka koordinasi Penataan Ruang dan kerjasama antar wilayah,
dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja badan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur oleh Bupati.

Bagian Kesatu
Hak Masyarakat

Pasal 62

Dalam kegiatan mewujudkan Pemanfaatan Ruang wilayah, masyarakat berhak:


a. berperan dalam Perencanaan Tata Ruang, Pemanfaatan Ruang, dan
Pengendalian Pemanfaatan Ruang;
b. mengetahui secara terbuka Rencana Tata Ruang Wilayah;
c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat
dari Penataan Ruang;
d. memperoleh pergantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang;
e. mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan; dan
f. mengawasi pihak-pihak yang melakukan Penyelenggaraan Tata Ruang.

Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat

Pasal 63

Kewajiban masyarakat dalam Penataan Ruang wilayah meliputi :


a. mentaati Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin Pemanfaatan Ruang diberikan; dan
c. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 64

(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam Penataan Ruang sebagaimana


dimaksud pada Pasal 63 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan
kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan Penataan Ruang yang
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Kaidah dan aturan Pemanfaatan Ruang yang dilakukan masyarakat secara
turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya
dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur Pemanfaatan
Ruang serta dapat menjamin Pemanfaatan Ruang yang serasi, selaras, dan
seimbang.

31
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat

Pasal 65

Peran masyarakat dalam Penataan Ruang di Daerah dilakukan antara lain melalui :
a. partisipasi dalam penyusunan Rencana Tata Ruang;
b. partisipasi dalam Pemanfaatan Ruang; dan
c. partisipasi dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang.

Pasal 66

Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 pada tahap


perencanaan Tata Ruang dapat berupa :
a. memberikan masukan mengenai :
1. penentuan arah Pengembangan Wilayah;
2. potensi dan masalah pembangunan;
3. perumusan Rencana Tata Ruang; dan
4. penyusunan Rencana Struktur dan Pola Ruang.
b. menyampaikan keberatan terhadap Rancangan Rencana Tata Ruang; dan
c. melakukan kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau
sesama unsur masyarakat.

Pasal 67

Bentuk peran masyarakat dalam Pemanfaatan Ruang dapat berupa:


a. melakukan kegiatan Pemanfaatan Ruang yang sesuai dengan kearifan lokal
dan Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan;
b. menyampaikan masukan mengenai Kebijakan Pemanfaatan Ruang;
c. memberikan dukungan bantuan teknik, keahlian, dan/atau dana dalam
pengelolaan pemanfaatan ruang;
d. meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang
darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan
memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e. melakukan kerjasama pengelolaan ruang dengan Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau dan pihak lainnya secara bertanggung jawab untuk
pencapaian tujuan Penataan Ruang;
f. Kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara
dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya
alam;
g. melakukan usaha investasi dan/atau jasa keahlian; dan
h. mengajukan gugatan ganti rugi kepada pemerintah atau pihak lain apabila
kegiatan pembangunan yang dilaksanakan merugikan.

32
Pasal 68

Bentuk peran masyarakat dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang dapat berupa:


a. memberikan masukan mengenai arahan zonasi, perizinan, pemberian insentif
dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. turut serta memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pemanfaatan
ruang, rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan, dan pemenuhan standar
pelayanan minimal di bidang Penataan Ruang;
c. melaporkan kepada instansi/pejabat yang berwenang dalam hal menemukan
kegiatan Pemanfaatan Ruang yang melanggar rencana Tata Ruang yang telah
ditetapkan dan adanya indikasi kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan,
tidak memenuhi standar pelayanan minimal dan/atau masalah yang terjadi di
masyarakat dalam penyelenggaraan Penataan Ruang;
d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat publik yang dipandang
tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang; dan
e. mengajukan gugatan pembatalan izin dan/atau penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana Tata Ruang kepada instansi/pejabat yang
berwenang.
Pasal 69

(1) Peran masyarakat di bidang Penataan Ruang dapat disampaikan secara


langsung dan/atau tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan
kepada Bupati.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat disampaikan
melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.

Pasal 70

Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah membangun


sistem informasi dan dokumentasi Penataan Ruang yang dapat diakses dengan
mudah oleh masyarakat.

Pasal 71

Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam Penataan Ruang dilaksanakan


sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 72

(1) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud dilengkapi


dengan lampiran berupa buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Kepulauan Talaud Tahun 2014– 2034 dan album peta skala 1: 50.000.

33
(2) Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud dan album
peta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 73

(1) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten menjadi pedoman untuk :


a. penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah;
b. penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
kabupaten;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar sektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
f. Penataan Ruang Kawasan Strategis Kabupaten.
(2) Untuk operasionalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan
Talaud disusun rencana rinci tata ruang berupa rencana detail tata ruang dan
rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten.
(3) Rencana rinci tata ruang kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dengan peraturan daerah.

Pasal 74

(1) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud
adalah 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam
5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana
alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah yang ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan, Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Kepulauan Talaud dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali
dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan
apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang mempengaruhi
Pemanfaatan Ruang kabupaten dan/atau dinamika internal wilayah.
(4) Dalam hal terdapat penetapan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan terhadap
bagian wilayah kabupaten yang kawasan hutannya belum disepakati pada saat
Perda ini ditetapkan, rencana dan album peta sebagaimana dimaksud pada
Pasal 72 disesuaikan dengan peruntukan kawasan hutan berdasarkan hasil
kesepakatan Menteri Kehutanan.
(5) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang
mengenai teknis pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah, diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.

34
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 75

(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan pelaksanaan
yang berkaitan dengan Penataan Ruang Daerah yang telah ada dinyatakan
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan
Peraturan Daerah ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:
a. izin Pemanfaatan Ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa
berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, Pemanfaatan Ruang
dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan
penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini;
dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat
dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan
izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak.
c. Pemanfaatan Ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan
Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan Peraturan Daerah
ini;
d. Pemanfaatan Ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan
sebagai berikut:
1. yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, Pemanfaatan
Ruang yang bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan
Daerah ini; dan
2. yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat untuk
mendapatkan izin yang diperlukan.

35
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 76

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai
teknis pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah, diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.

Pasal 77

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kepulauan
Talaud.

Ditetapkan di Melonguane
Pada Tanggal 2 Mei 2014

Plt. BUPATI KEPULAUAN TALAUD

ttd

COSTANTINE GANGGALI

Diundangkan di Melonguane
Pada Tanggal 2 Mei 2014
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

ttd

DENY R. TATUWO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD


TAHUN 2014 NOMOR

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD


PROVINSI SULAWESI UTARA : (1/2014)

36
PENJELASAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
NOMOR 1 TAHUN 2014

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH ( RTRW) KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD


TAHUN 2014-2034

I. PENJELASAN UMUM
Berdasarkan pasal 26 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud
merupakan pedoman untuk Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah, Penyusunan Rencana Jangka menengah Daerah,
Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Wilayah
Kabupaten, mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan antar
sektor, penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi dan penataan
ruang kawasan strategis kabupaten.
Secara geografis, letak Kabupaten Kepulauan Talaud sebagai daerah
kepulauan berada pada bagian utara Indonesia Timur yang berbatasan
langsung dengan Negara Filipina. Disamping letaknya sebagai daerah
perbatasan, Kabupaten Kepulauan Talaud juga berada pada kawasan rawan
bencana. Dengan keberadaan tersebut, penyelenggaraan penataan ruang
dilakukan secara komprehensif, holistik, terpadu, efektif dan efisien dengan
memperhatikan faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan
keamanan, serta kelestarian lingkungan hidup.
Ruang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara termasuk
ruang di dalam bumi sebagai tempat manusia dan mahluk lain hidup,
melakukan kegiatan dan kelangsungan hidupnya. Untuk itu, dalam rangka
mewujudkan tata ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan
dilakukan penataan ruang ini yang dapat mengharmoniskan lingkungan
alam dan lingkungan buatan, serta memberikan perlindungan fungsi ruang
dan pencegahan negatif terhadap lingkungan hidup. Berkaitan dengan
perwujudan tata ruang tersebut diterjemahkan dalam kebijakan dan strategis
melalui pengembangan struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten.
Struktur ruang meliputi pembangunan pusat-pusat kegiatan, sistem jaringan
prasarana utama dan sistem jaringan prasarana lainnya. Pola ruang wilayah
kabupaten meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya termasuk
kawasan strategis.
Penataan struktur dan pola ruang didasarkan pada karakteristik, daya
dukung dan daya tampung lingkungan serta didukung oleh teknologi yang
akan meningkatkan keserasian, keselarasan dan kesinambungan sub sistem.
Perencanaan tata ruang wilayah kabupaten dilakukan untuk
menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.
Rencana rinci tata ruang didasarkan atas pendekatan strategis kawasan.
Penyusunan rencana rinci tata ruang sebagai dasar penetapan peraturan
zonasi. Peraturan zonasi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan
ruang yang terdiri atas arahan insentif, disinsentif serta arahan sanksi.

37
Atas dasar hal-hal tersebut dengan kepastian hukum perlu
menetapkan peraturan daerah Kabupaten Kepulauan Talaud tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Yang dimaksud dengan Beranda Depan Indonesia Timur Bagian Utara
adalah posisi strategis kabupaten kepulauan talaud sebagai daerah
perbatasan yang terletak di Indonesia Bagian Timur pada bagian utara
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat 1
Rencana struktur ruang wilayah kabupaten merupakan sistem
perkotaan dalam wilayah kabupaten dan jaringan prasarana yang
melayani kegiatan skala nasional, provinsi dan kabupaten yang
meliputi pusat-pusat kegiatan, sistem jaringan transportasi utama dan
sistem jaringan prasarana lainnya.
Ayat 2
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat 1
Cukup jelas
Ayat 2
Huruf b
Butir 1
Yang dimaksud dengan (LU) adalah lingkar utara
Butir 2
Yang dimaksud dengan (LS) adalah lingkar selatan
Butir 3
Cukup jelas
Butir 4
Cukup jelas
Butir 5
Yang dimaksud dengan (LU) adalah Lingkar utara
Butir 6
Yang dimaksud dengan (LS) adalah Lingkar selatan
Butir 7
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
38
Huruf d
Butir 1
Yang dimaksud dengan (LU) adalah Lingkar utara
Butir 2
Yang dimaksud dengan (LS) adalah Lingkar selatan
Butir 3
Cukup jelas
Butir 4
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat 1
39
Rencana pola ruang wilayah kabupaten terdiri dari kawasan lindung
dan kawasan budidaya yang memuat rencana tata ruang nasional dan
provinsi.
Kawasan lindung wilayah kabupaten adalah kawasan lindung secara
ekologis merupakan satu ekosistem yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya untuk mengatur tata air, mencegah
banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara
kesuburan tanah.
Kawasan budidaya wilayah kabupaten adalah kawasan yang menjadi
tempat kegiatan perekonomian yang memberikan kontribusi besar
terhadap perekonomian kabupaten serta menjadi tempat kegiatan
pengolahan sumber daya strategis.

Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat 1
Huruf a
Kawasan sempadan pantai adalah kawasan sepanjang pantai yang
memiliki manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
hutan
Huruf b
Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan
sungai termasuk sungai buatan atau sungai kanal atau saluran irigasi
primer yang mempunyai manfaat untuk kelestarian fungsi sungai
Huruf c
Kawasan sekitar mata air adalah garis batas kawasan pengamanan
bagi sumber mata air
Huruf d
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah kawasan memanjang/jalur dan
atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
secara ditanam.
Ayat 2
Cukup jelas
Ayat 3
Cukup jelas
Ayat 4
Cukup jelas
Ayat 5
Cukup jelas
Ayat 6
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
40
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas

Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
41
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD


TAHUN 2014 NOMOR 1 TAHUN 2014 SERI E

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD


PROVINSI SULAWESI UTARA : (1/2014)
42
LAMPIRAN-LAMPIRAN :

Lampiran I : Peta Rencana Struktur Ruang


Lampiran II : Peta Rencana Pola Ruang
Lampiran III : Peta Penetapan Kawasan Strategis
Lampiran IV : Indikasi Program
Lampiran V : Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Lampiran VI : Dokumen RTRW Kab. Kepl. Talaud 2014-2034
Lampiran VII : Album Peta skala 1:50.000

43

Anda mungkin juga menyukai