Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) masih terus menjadi masalah
kesehatan yang utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen
penyebab baru ataupun lama sangat pesat, dan kemampuan obat-obat antimikroba
telah banyak ditingkatkan. Selain itu masih banyak terdapat kontroversi berkenaan
dengan pendekatan diagnostic dan pilihan pengobatan.
ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk
pneumonia. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli). Juga bisa didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Dan
menimbulkan angka kesakitan yang tinggi, dengan gejala-gejala batuk, demam, dan
sesak nafas.
Secara klinis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai suatu peradangan
paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-
lain). Secara anatomis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris,
pneumonia segmentalis, dan pneumonia lobularis yang dikenal sebagai
bronkopneumonia dan biasanya mengenai paru bagian bawah. Selain itu pneumonia
dapat juga dibedakan berdasarkan tempat dapatannya, yaitu pneumonia komunitas
dan pneumonia rumah sakit.

1
BAB II
PNEUMONIA

2.1.1 DEFINISI
Pneunomia adalah peradangan alat parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri.virus,jamur,protozoa)

2.1.2 INSIDENSI
Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan
infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas/PK) atau di
dalam rumah sakit (pneumonia nosokomial/PN). Pneumonia yang merupakan bentuk
infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-
20%.
Di AS pneumonia mencapai 13% dari semua penyakit infeksi pada anak
dibawah 2 tahun. Berdasarkan hasil penelitian insiden pada pneumonia didapat 4
kasus dari 100 anak prasekolah, 2 kasus dari 100 anak umur 5-9 tahun,dan 1 kasus
ditemukan dari 100 anak umur 9-15 tahun.
UNICEF memperkirakan bahwa 3 juta anak di dunia meninggal karena
penyakit pneumonia setiap tahun. Meskipun penyakit ini lebih banyak ditemukan
pada daerah berkembang akan tetapi di Negara majupun ditemukan kasus yang
cukup signifikan.
Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja. Meskipun lebih banyak
ditemukan pada anak-anak. Pada berbagai usia penyebabnya cendrung berbeda-beda,
dan dapat menjadi pedoman dalam memberikan terapi.

2.1.3 EPIDEMIOLOGI
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang
terbanyak di dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh
dunia. Di Inggris pneumonia menyebabkan kematian 10 kali lebih banyak dari pada
penyakit infeksi lain, sedangkan di AS merupakan penyebab kematian urutan ke 15.
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka nasional),

2
angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka
kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%.
Pneumonia pada dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun
pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu
atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Frekuensi relative
terhadap mikroorganisme petogen paru bervariasi menurut lingkungan ketika infeksi
tersebut didapat. Misalnya lingkungan masyarakat, panti perawatan, ataupun rumah
sakit. Selain itu factor iklim dan letak geografik mempengaruhi peningkatan
frekuensi infeksi penyakit ini.

2.1.4 ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri,
virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab
tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram, Streptococcus
pneumonia yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri staphylococcus
aureus dan streptococcus aeruginosa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus,
misalnya influenza.
Pneumonia lobaris adalah peradangan jaringan akut yang berat yang disebabkan oleh
pneumococcus. Nama ini menunjukkan bahwa hanya satu lobus paru yang terkena.
Ada bermacam-macam pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain, misalnya
bronkopneumonia yang penyebabnya sering haemophylus influenza dan
pneumococcus.

3
2.1.5 ANATOMI PARU-PARU
Paru-paru merupakan organ yang elastic, berbentuk kerucut, dan letaknya
berada di dalam rongga dada atau thorax. Kedua paru-paru saling terpisah oleh
mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap
paru-paru mempunyai apeks (bagian atas paru-paru) dan basis.
Paru-paru kanan lebih besar dari pada paru-paru kiri. Paru-paru kanan dibagi
menjadi 3 lobus yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Paru-paru
kanan terbagi lagi atas 10 segmen yaitu pada lobus superior terdiri atas 3 segmen
yakni segmen pertama adalah segmen apical, segmen kedua adalah segmen
posterior, dan segmen ketiga adalah segmen anterior.
Pada lobus medius terdiri atas 2 segmen yakni segmen keempat adalah
segmen lateral, dan segmen kelima adalah segmen medial. Pada lobus inferior terdiri
atas 5 segmen yakni segmen keenam adalam segmen apical, segmen ketujuh adalah
segmen mediobasal, segmen kedelapan adalah segmen anteriobasal, segmen
kesembilan adalah segmen laterobasal, dan segmen kesepuluh adalah segmen
posteriobasal.

4
Paru-paru kiri terbagi atas dua lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior.
Paru-paru kiri terdiri dari 8 segmen yaitu pada lobus superior terdiri dari segmen
pertama adalah segmen apikoposterior, segmen kedua adalah segmen anterior,
segmen ketiga adalah segmen superior, segmen keempat adalah segmen inferior.
Pada lobus inferior terdiri dari segmen kelima segmen apical atau segmen
superior, segmen keenam adalah segmen mediobasal atau kardiak, segmen ketujuh
adalah segmen anterobasal dan segmen kedelapan adalah segmen posterobasal.

2.1.6 PATOFISIOLOGI
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan
tubuhnya , adalah yang paling berisiko.
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan
yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia

5
lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak organ paru-paru.
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru
banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu.
Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis
dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara
mikroorganisme mencapai permukaan:
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara Kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria
atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat
mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug
abuse).
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan
reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya
antibodi.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang
paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun
seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru
kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru,
infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri
pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia.
Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia terbagi atas:

6
1. Stadium kongesti (4 – 12 jam pertama
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan
otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya)
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang
terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak.
Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi)

Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada
saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena
berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak
lagi mengalami kongesti.

4. Stadium akhir (resolusi)


Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara
enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru
kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan
normal.
7
2.1.7 KLASIFIKASI
A. Berdasarkan klinis dan epidemiologi
1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP)
2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP)
3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host
4. Pneumonia aspirasi

B. Berdasarkan lokasi infeksi


1. Pneumonia lobaris
Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri
(Staphylococcus), jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi
pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh
obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda asing atau proses keganasan.
Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran gabungan konsolidasi
berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah udara yang
terdapat pada percabangan bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan opak
rongga udara. Ketika terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat diagnostik
untuk pneumonia lobaris/

2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)


 Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus
terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk
bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini
seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam
pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan
tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat muncul
sebagai infeksi primer.

3. Pneumonia interstisial

8
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan
peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan
mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan
interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus
masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata

2.1.8 DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:

 Gambaran Klinis
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala
meliputi:
1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan
2. Batuk yang sering produktif dan purulen
3. Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas
4. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh
kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai
batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu
bernafas , pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang
melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar
pada stadium resolusi.

 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
>10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit
terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur
darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah

9
menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.

2.1.9 Gambaran Radiologis


Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
 Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru
secara anantomis.
 Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
 Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.
Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.
 Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi
dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di
lobus medius kanan.
 Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
 Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling
akhir terkena.
 Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
 Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya
udara pada bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada alveolus).
Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia,
hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab
pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran
bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukan konsolidasi
yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus

1.Pneumonia Lobaris

10
Foto Thorax

Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu


segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan
pada pneumonia jenis ini.

CT Scan

11
Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke
perifer.

2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)


Foto Thorax

Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang dapat
tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi
dalam lobus. Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus
atas kiri dan lobus bawah kiri.
CT Scan

12
Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak
menjalar sampai perifer.

3. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax

Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial


prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat,
diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.

13
CT Scan

 Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19


tahun. (A) Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler
yang irreguler. (B) CT Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan
area konsolidasi yang irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis
atau bronkiolektasis (tanda panah)

2.1.10 Pemeriksaan Bakteriologis


Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, torakosintesis,
bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN yang
kemungkinan penyebab infeksi.

2.1.11 PENATALAKSANAAN
Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila
keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat dirawat dirumah.
Penderita yang tidak dirawat di RS
1) Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi di kompres
2) Minum banyak
3) Obat-obat penurunan panas, mukolitik, ekspektoran
4) Antibiotika

Penderita yang dirawat di Rumah Sakit, penanganannya di bagi 2 :


Penatalaksanaan Umum
 Pemberian Oksigen
 Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit
14
 Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas
 Obat penurunan panas hanya diberikan bila suhu > 400C, takikardi atau kelainan
jantung.
 Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.
Pengobatan Kausal
Dalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan MO
(Mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi beberapa hal perlu
diperhatikan:
 Penyakit yang disertai panas tinggi untuk penyelamatan nyawa dipertimbangkan
pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat diisolasi.
 Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit,
oleh karena itu diputuskan pemberian antibiotika secara empiric. Pewarnaan
gram sebaiknya dilakukan.
 Perlu diketahui riwayat antibiotika sebelumnya pada penderita.
Pengobatan awal biasanya adalah antibiotic, yang cukup manjur mengatasi
pneumonia oleh bakteri., mikroplasma, dan beberapa kasus ricketsia. Kebanyakan
pasien juga bisa diobati di rumah. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat
pengobatan tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk
meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Pada pasien yang berusia pertengahan,
diperlukan istirahat lebih panjang untuk mengembalikan kondisi tubuh. Namun,
mereka yang sudah sembuh dari pneumonia mikroplasma akan letih lesu dalam
waktu yang panjang.

Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II

15
Kategori I - Usia -S.pneumonia - Klaritromisin - Siprofloksasin 2x500
penderita -M.pneumonia 2x250 mg atau Ofloksasin 2x40
< 65 tahun -C.pneumonia - -Azitromisin - Levofloksasin 1x500
-Penyakit Penyerta (-) -H.influenzae 1x500mg atau Moxifloxacin
-Dapat berobat jalan -Legionale sp - Rositromisin 1x400mg
-S.aureus 2x150 mg atau - -Doksisiklin 2x100m
-M,tuberculosis 1x300 mg
-Batang Gram (-)

Kategori -Usia penderita > -S.pneumonia - Sepalospporin -Makrolid


II 65 tahun - Virus generasi 2 -Levofloksasin
- H.influenzae
- Peny. Penyerta -Trimetroprim -Gatifloksasin
- Batang gram
(+) (-) +Kotrimoksazo -Moxyfloksasin
- Aerob
-Dapat berobat l
- S.aures
jalan - M.catarrhalis -Betalaktam
- Legionalle sp

Kategori -Pneumonia berat. -S.pneumoniae - Sefalosporin -Piperasilin + tazobaktam


Generasi 2 atau 3
III - Perlu dirawat di -H.influenzae -Sulferason
- Betalaktam +
RS,tapi tidak -Polimikroba termasuk Penghambat Beta
laktamase+mak
perlu di ICU Aerob
rolid
-Batang Gram (-)
-Legionalla sp
- S.aureus
- Virus
- C.pneumoniae
- M.pneumoniae

Kategori -Pneumonia berat -S.pneumonia - Sefalosporin -Carbapenem/


generasi 3 (anti
IV -Perlu dirawat di -Legionella sp meropenem
pseudomonas)
ICU -Batang Gram (-) aerob + makrolid -Vankomicin
- Sefalosporin
-M.pneumonia -Linesolid
generasi 4
- Virus - Sefalosporin -Teikoplanin
- H.influenzae generasi 3 +
- M.tuberculosis kuinolon
- Jamur endemic

2.1.12 DIAGNOSIS BANDING


Differential Diagnosis dari penyakit pneumonia adalah sebagai berikut:

16
A.TuberculosisParu(TB)
Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang
produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala
sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan
dan penurunan berat badan.

Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA

B.Atelektasis 
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan
menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung
udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air
bronchogram. Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah
yang sakit karena adanya pengurangan volume interkostal space menjadi lebih
sempit dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga
akan tampak thorax asimetris.

17
Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA

C. Efusi Pleura
Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat
penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum
kearah yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada edusi pleura sebagian akan
tampak meniscus sign, tanda khas pada efusi pleura.

Efusi pleura pada foto thorax posisi PA


BAB III
18
KESIMPULAN

Paru-paru adalah salah satu organ yang paling sering terlibat dalam berbagai
komplikasi pada pasien dengan immunocompromised. Di antarakomplikasi paru
yang terjadi pada pasien tersebut, infeksi adalah yang palingumum terjadi dan
berhubungan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yangtinggi.Penyakit
pneumonia pada pasien immunocompromised  melibatkan infeksidan radang pada
saluran pernapasan bagian bawah. Terlepas dari alasan yangmenyebabkan
berubahnya fungsi kekebalan tubuh, pneumonia membawa tingkat kematian tinggi
pada pasien immunocompromised. Keadaan immunocompromise yang menyebabkan
risiko tinggi pneumonia,terkait dengan adanya faktor-faktor berikut: Keganasan,
HIV, immunodefisiensi primer, Transplantasi imunosupresi, Kehamilan,
Alkoholisme, fibrosis kistik, penyakit autoimmune, penyakit neuromuskular,
disfungsi kognitif, cedera sum-sum tulang belakang, luka bakar, leukemia, limfoma,
kemoterapi akibat keganasan pada organ padat, penggunaan steroid lama,
asplenia,dan diabetes.
Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan CT Scan
menjadi pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Terutama apabila dari
pemeriksaan fisik memang menunjukan kelainan di paru dan membutuhkan
pemeriksaan peunjang berupa foto thorax. Koordinasi antara pemeriksaan klinis,
laboratorium dan radiologi akan dapat menunjang penegakan diagnosis yang tepat.
Gambaran khas pada pneumonia adalah adanya perselubungan dengan
adanya gambaran air bronchogram. Namun tidak semua pneumonia memberikan
gambaran khas tersebut. Untuk menentukan etiologi pneumonia tidak dapat hanya
semata-mata menggunakan foto thorax, melainkan harus dilihat dari riwayat
penyakit, dan juga pemeriksaan laboratorium.
Untuk membedakan antara pneumonia, atelektasis, dan efusi pleura dilihat
dari adanya penarikan atau pendorongan jantung, trakea dan mediastinum ke arah
yang sakit atau sehat. Sementara untuk membedakan pneumonia dengan TB adalah
dilihat dari ada atau tidaknya kavitas yang umumnya terdapat pada lobus paru
bagian atas. Jadi dalam menegakkan pneumonia, sangat diperlukan gambaran
radiologis untuk penegakan diagnosis disamping pemeriksaan laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA

19
American thoracic society. Guidelines for management of adults with
community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity,
antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163:
1730-54.
American thoracic society. Guidelines for management of adults with
Guidelines for the Management of Adults with Hospital-acquired, Ventilator-
associated, and Healthcare-associated Pneumonia. Am J Respir Crit.Care Med
2005; 171: 388-416.
Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007.
Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ.
Practice guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults.
Clin infect Dis 2000; 31: 347-82
Mandell LA, IDSA/ATS consensus guidelines on the management of
community-acquired pneumonia in adults, CID 2007;44:S27
Mylotte JM, Nursing home-associated pneumonia, Clin Geriatr Med
2007;23:553
Menendez R, Treatment failure in community-acquired pneumonia,
2007;132:1348
Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia
inpatient and outpatient, Chest 2007;131;1205
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
penatalaksanaan Pneumonia Komuniti.2003
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial.2003

20

Anda mungkin juga menyukai