Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Pneumonia


2.1.1. Definsi Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit yang menyerang paru-paru dan ditandai dengan
batuk dan kesulitan bernapas, pada umumnya pneumonia pada anak digambarkan
sebagai bronko-pneumonia yang mana merupakan suatu kombinasi dari
penyebaran pneumonia lobular (adanya infiltrate pada sebagian area pada kedua
lapangan/bidang paru dan sekitar bronki) (Maryunani, 2010). Pneumonia adalah
suatu infeksi atau peradangan pada organ paru-paru yang disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur, ataupun parasite, dimana pulmonary alveolus (alveoli), organ yang
bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer mengalami peradangan dan
terisi oleh cairan (Shaleh, 2013).
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah aku
(ISNBA) dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas disebabkan agen infeksius
seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa
radang paru-paru yang disertasi eksudasi dan konsolidasi (Nurarif, Amin Huda &
Kusuma, 2013). Pneumonia atau dikenal juga dengan sebutan radang paru-paru,
merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
banyak menyerang anak usia balita dan menjadi factor penyebab kematian pada
balita (Ardi Nalari, 2016). Pneumonia lebih rentan terjadi pada bayi dan balita
karena respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik (Purnama,
2016).
Menurut penulis pneumonia merupakan infeksi yang menimbulkan
peradangan pada kantung udara disalah satu atau kedua paru-paru yang berisi
cairan. Kantung udara bisa berisi cairan ataupun nanah. Penyebab tersering
pneumonia adalah bakteri streptococcus pneumoniae dan virus respiratory
syncytial virus (RSV). Kasus pneumonia bisa terjadi pada usia berapapun dan
mengancam nyawa terutama pada bayi dan anak-anak.
2.1.2. Anatomi Fisiologi Pneumonia

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan


Sumber : (Campbell et al. 1999)

Struktur tubuh yang berperan dalam sistem pernapasan yaitu :


1) Nares Anterior adalah saluran-saluran didalam lubang hidung. Saluran-
saluran itu bermuara didalam lubang hidung. Saluran-saluran itu bermuara
ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga) hidung.
Vestibulum ini dilapisi epitelium bergaris yang bersambung dengan
kulit.Lapisan nares anterior memuat sejumlah kelenjar sebaseus yang
ditutupi bulu kasar. Kelenjar-kelenjar itu bermuara kedalam rongga hidung
(Sarifuddin, 2011).
2) Rongga Hidung dilapisi selaput lender yang sangat kaya akan pembuluh
darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir semua sinus
yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Daerah
pernafasan dilapisi epitelium silinder dan sel spitel berambut yang
mengandung sel cangkir atau sel lendir. Sekresi sel itu membuat
permukaan nares basah dan berlendir. Di atas septum nasalis dan konka,
selaput lendir ini paling tebal, yang diuraikan dibawah. Tiga tulang
kerrang (konka) yang diselaputi epitelium pernafasan, yag menjorok dari
dinding lateral hidung ke dalam rongga, sangat memperbesar permukaan
selaput lendir tersebut. Sewaktu udara melalui hidung, udara disaring oleh
bulu-bulu yang terdapat didalam vestibulum. Karena kontak dengan
permukaan lendir yang dilaluinya, udara menjadi hangat, karena
penguapan air dari permukaan selaput lendir, udara menjadi lembap
(Sarifuddin, 2011).
3) Faring (Tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak
sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Maka letaknya dibelakang hidung (nasofaring), dibelakang mulut
(orofaring), dan dibelakang laring (faring-laringeal) (Sarifuddin, 2011).
4) Laring (Tenggorok) Terletak didepan bagian terendah faring yang
memisahkannya dari kolumna vertebra, berjalan dari faring sampai
ketinggian vertebra servikalis dan masuk kedalam trakea dibawahnya.
Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat Bersama oleh
ligament dan membrane. Yang terbesar diantaranya ialah tulang rawan
tiroid, dan disebelah depannya terdapat benjolan subkutaneus yang dikenal
sebagai jakun, yaitu sebelah depan leher. Laring terdiri atas dua lempeng
atau lamina yang bersambung di garis tengah. Ditepi atas terdapat lekukan
berupa V. tulang rawan krikoid terletak dibawah tiroid, bentukmya seperti
cincin mohor disebelah belakang (ini adalah tulang rawan satu-satunya
yang berbentuk lingkaran lengkap). Tulang rawan lainnya adalah kedua
tulang rawan arytenoid yang menjulang disebelah belakang krikoid, kanan
dan kiri tulang rawan kuneiform komikulata yang sangat kecil (Sarifuddin,
2011).
5) Trakea (Batang Tenggorok) Trakea atau batang tenggorok kira-kira
Sembilan sentimeter panjangnya.Trakea berjalan dari laring sampai kira-
kira ketinggian vertebratorakalis kelima dan ditempat ini bercabang
menjadi dua bronkus (bronki). Trakea tersusun atas enam belas sampai
dua puluh lingkaran tak lengkap, berupa cincin tulang rawan yang diikat
bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah
belakang trakea, selain itu juga memuat beberapa jaringan otot. Trakea
dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia dan sel cangkir.
Sillia ini bergerak menuju ke atas kearah laring, maka dengan gerakan ini
debu dan butir-butir halus lainnya yang larut masuk bersama dengan
pernafasan dapat dikeluarkan.
6) Bronkus (Cabang Tenggorok) merupakan lanjutan dari trakea ada dua
buah yang terdapat pada ketinggian vertbratorakalis IV dan V mempunyai
struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama.
Bronkus-bronkus itu berjalan kebawah dan kesamping kearah tampak
paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus
kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih
Panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin dan
mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang yang paling kecil
disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli terdapat gelembung paru
atau gelembung hawa atau aveoli (Sarifuddin, 2011).
7) Alveoli merupakan tempat dimana akan dilakukan pertukaran O2 dan
CO2. terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar
akan seluas 70 m2.
8) Paru-paru ada dua, dan merupakan alat pernapasan utama.Paru-paru
mengisi rongga dada.Terletak disebelah kanan dan kiri, ditengah
dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur
lainnya yang terletak didalam mediastinum. Paru-paru adalah organ yang
berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) diatas dan muncul sedikit lebih
tinggi daripada klavikula didalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk
diatas landai rongga toraks, diatas diafragma. Paru-paru mempunyai
permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memuat
tampuk paru-paru, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang, dan sisi
depan yang menutupi sebagian sisi depan jantung.
Fisiologi sistem pernapasan:
Menurut Nurarif, Amin Huda & Kusuma (2013)fungsi paru-paru
ialah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Pada pernafasan melalui
paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan
mulut pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah didalam
arteri pulmonaris.
Hanya satu lapisan membrane, yaitu membrane alveoli-kapiler, yang
memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membrane dan
dipungut oleh haemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari
sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan
paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini
haemoglobin 95% jenuh oksigen.
Didalam paru-paru CO2 salah satu hasil buangan metabolism,
menembus membrane alveoli-kapiler dari kapiler-kapiler darah ke alveoli,
dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui
hidung dan mulut. Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan
pulmoner atau pernafasan eksterna yaitu :
1) Ventilasi Pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar.
2) Arus darah melalui paru-paru
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah
tepat dapat mencapai semua bagian tubuh
4) Difusi gas yang menembus membrane pemisah alveoli dan kapiler. CO2
lebih mudah berdifusi daripada O2.
Semua proses ini telah diatur sedemikian rupa sehingga darah yang
meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu
gerak badan, lebih banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu
banyak CO2 dan terlampau sedikit O2, jumlah CO2 itu tidak dapat
dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah.Hal ini
merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan
dan dalamnya pernafasan.Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan
memungut lebih banyak O2.
2.1.3. Etiologi Pneumonia
Menurut (Kemenkes RI, 2010)pneumonia dapat disebabkan karena infeksi
berbagai bakteria, virus dan jamur. Namun, penyakit pneumonia yang disebabkan
karena jamur sangatlah jarang. Menurut WHO diberbagai negara berkembang
Streptococcus pneumoniae dan Hemophylus influenzae merupakan bakteri yang
selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan
69,1% hasil isolasi dari specimen darah. Berbagai penyebab pneumonia tersebut
dikelompokkan berdasarkan golongan umur, berat ringannya penyakit dan
penyulit yang menyertainya (komplikasi).
Menurut Nurarif, Amin Huda & Kusuma (2013), selain diatas penyebab
pneumonia sesuai penggolongannya yaitu :
1) Bakteria : Diplococcus Pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus
Hemolyticus, Streptococcus Aureus, Hemophilus Influenza, Mycobacterium
Tuberkolusis, Bacillus Friedlander.
2) Virus : Respiratory Syncytial Virus, Adeno Virus, Virus Sitomegalitik, Virus
Influenza.
3) Mycoplasma Pneumonia
4) Jamur : Hitoplasma Capsulatum, Cryptococcus Neuroformans, Blastomyces
Dermatitides, Coccidoies Immitis, Aspergillus Species, Candida Albican.
5) Aspirasi : Makanan, Kerosene (bensin dan minyak tanah), cairan amnion,
benda asing.
6) Pneumonia Hipostatik
7) Sindrom Loeffler
2.1.4. Patofisiologi Pneumonia
Pneumonia adalah hasil dari proliferasi pathogen microbial di alveolar dan
respon tubuh terhadap pathogen tersebut. Banyak cara mikroorganisme memasuki
saluran pernafasan bawah, salah satunya adalah melalui aspirasi orofaring.
Aspirasi dapat terjadi pada kaum geriatri saat tidur atau pada pasien dengan
penurunan kesadaran. Melalui droplet yang teraspirasi banyak pathogen masuk.
Pneumonia sangat jarang tersebar secara hematogen. Faktor mekanis host seperti
rambut nares, turbinasi dan arsitektur trakeobronkial yang bercabang-cabang
mencegah mikroorganisme dengan mudah memasuki saluran pernafasan. Factor
lain yang berperan adalah reflex batuk dan reflek tersedak yang mencegah
aspirasi. Flora normaljuga mencegah adesi mikroorganisme di orofaring. Saat
mikroorganisme akhirnya berhasil masuk ke alveolus, tubuh masih memiliki
makrofag alveolar.
Pneumonia akan muncul saat kemampuan makrofag membunuh
mikroorganisme lebih rendah dari kemampuan mikroorganisme bertahan hidup.
Makrofag lalu akan menginisiasi respon inflamasi host. Pada saat inilah
manifestasi klinis pneumonia akan muncul. Respon inflamasi tubuh akan memicu
pelepasan mediator inflamasi seperti IL (interleukin) 1 dan TNF (Tumor Necrosis
Factor) yang akan menghasilkan demam. Neutrophil akan bermigrasi ke paru-
paru dan menyebabkan leukositosis perifer sehingga meningkatkan sekresi
purulent. Mediator inflamasi dan neutrophil akan menyebabkan kebocoran kapiler
alveolar lokal. Bahkan eritrosit dapat keluar akibat kebocoran ini dan
menyebabkan hemoptisis. Kebocoran kapiler ini menyebabkan penampakan
infiltrate pada hasil radiografi dan rales pada auskultasi serta hipoksemia akibat
terisinya alveolar. Pada keadaan tertentu bakteri pathogen dapat mengganggu
vasokontriksi hipoksik yang biasanya muncul pada alveoli yang terisi cairan hal
ini akan menyebabkan hipoksemia berat. Jika proses ini memperberat dan
menyebabkan perubahan mekanisme paru dan volume paru dan shunting aliran
darah sehingga berujung pada kematian.
2.1.5. Penyimpangan Kebutuhan Dasar Manusia
Bakteri, virus, jamur, aspirasi

Masuk kedalam saluran pernapasan

Peradangan pada saluran pernapasan

Pneumonia Defisit Pengetahuan

Masuk ke dalam brochiolus dan alveoli

Kongestif 4-12 jam eksudat dan seruos masuk ke alveoli

Hepatisasi merah 48 jam paru-paru terlihat merah dan bergranula karena SDM

danleukosit DMN mengisi alveoli

Hepatisasi kelabu 3-8 hari paru-paru terlihat kelabu karena leukosit dan fibrin

mengalami konsolidasi didalam alveoli

Konsolidasi jaringan paru

Compliance paru menurun

Ketidakefektifan Pola Napas

Mual muntah Peningkatan sputum pada jalan napas

Menurunnya selera makan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas

Resiko Defisit Nutrisi

(2.1 Bagan Penyimpangan KDM pada pneumonia)


2.1.6. Klasifikasi Pneumonia
Langke N.P (2016), membuat klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan
epidemiologi serta letak anatomi.
1. Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi
1) Pneumonia Komunitas (PK)
Pneumonia infeksius pada seseorang yang tidak menjalani rawat inap di
rumah sakit.
2) Pneumonia Nosokomial (PN)
Pneumonia yang diperoleh selama perawatan dirumah sakit atau sesudahnya
karena penyakit lain atau prosedur.
3) Pneumonia Aspirasi
Disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari lambung, baik ketika makan
atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada paru bukan merupakan infeksi
tetapi dapat menjadi infeksi karena bahan teraspirasi mungkin mengandung
bakteri aerobic atau penyebab lain dari pneumonia.
4) Pneumonia pada penderita Immunocompromised
Pneumonia yang terjadi pada penderita yang mempunyai dahan tubuh yang
lemah.
2. Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak anatomi
1) Pneumonia Lobaris
Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau
lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia
bilateral atau “ganda”.
2) Pneumonia Lobularis (bronko-pneumonia)
Bronko-pneumonia terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh
eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus
yang berada didekatmya.
3) Pneumonia Interstisial
Proses inflamasi yang terjadi didalam dinding alveolar (interstitium) dan
jaringan peri-bronkial serta interlobular.
Pneumonia berdasarkan dari lokasi infeksi dapat dibagi menjadi 2 menurut
Shaleh (2013), yaitu :
1. Infeksi Ambulant Pneumonia
Adalah infeksi yang terjadi diluar rumah sakit. Penyebab antara lain karena
bakteri Streptococcus pneumoniae (30-60%).
2. Infeksi Nosocomial Pneumonia
Pasien memperoleh penyakit ini saat dirawat dirumah sakit. Penyebab sebagian
besar karena 60% gram negatif seperti Pseudomonas dan sisanya gram positif
seperti Staphylococcus.
2.1.7. Manifestasi Klinik Pneumonia
Menurut Bala Putra (2016), manifestasi klinis yang sering terlihat pada anak
yang menderita pneumonia yaitu :
1) Demam
2) Batuk
3) Kesulitan bernapas
4) Retraksi interkosta
5) Nyeri dada
6) Nyeri abdomen
7) Krakles
8) Penurunan bunyi nafas
9) Pernafasan cuping hidung
10) Sianosis
11) Batuk kering kemudian berlanjut ke batuk produktif
12) Adanya ronkhi basah, halus dan nyaring
13) Adanya takipnea (frekuensi pernafasan >50x/menit)
2.1.8. Pencegahan
Upaya pencegahan pneumonia pada balita terdiri atas pencegahan melalui
imunisasi dan non imunisasi.
1) Pencegahan Imunisasi
Diberikan imunisasi dasar lengkap pada anak terutama DPT dan Campak.
Pencegahan pneumonia dengan pemberian imunisasi campak yang efektif
sekitar 11%, kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi
pertussis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat dicegah (Maryunani, 2010).
2) Pencegahan Non Imunisasi
Pencegahan non imunisasi antara lain :
1. Mencegah berat badan lahir rendah
2. Menerapkan ASI eksklusif
3. Mencegah polusi udara dalam ruang yang berasal dari bahan bakar
rumah tangga dan perokok pasif di lingkungan rumah.
4. Perbaikan gizi seperti pemberian ASI eksklusif dan pemberian mikro-
nutrien bisa membantu pencegahan penyakit pada anak. Asupan
mikronutrien yang dapat mencegah penyakit pneumonia adalah dengan
diberikannya vitamin A dan suplemen Zinc, karena vitamin A dan Zinc
bermanfaat untuk meningkatkan imunitas dan melindungi saluran
pernafasan dari infeksi kuman (Kemenkes RI, 2010).
2.1.9. Penatalaksanaan
Menurut Nurarif, Amin Huda & Kusuma (2013), penatalaksanaan
umum yang dapat diberikan antara lain :
1) Oksigen 1-2L/menit
2) IVFD dekstrose 10% : Nacl 0.9% = 3:1, + KCL 10 mEq/500ml cairan.
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.
3) Jika sesak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui
selang nasogastric dengan feeding drip.
4) Jika sekresi lendir dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk memperbaiki transport mukosiller seperti terapi nebulizer
dengan Ventolin.
5) Pemberian antibiotic sesuai dengan hasil kultur.
6) Pemberian analgesic untuk mengurangi nyeri pleura.
2.1.10. Komplikasi
Menurut Nurarif, Amin Huda & Kusuma (2013), apabila kondisi anak
memburuk dan tidak membaik selama 2 hari, maka perlu dilihat komplikasi atau
diagnosis lain dengan melakukan foto dada. Beberapa komplikasi antara lain :
1) Pneumonia staphylococcus, ditandai dengan pneumatokel atau pneumothorax
dengan efusi pleura pada foto dada dan ditemukan gram positif pada sputum,
adanya infeksi kulit disertai pus/pustula. Pneumonia staphylococcus
memperburuk gejala klinis secara cepat walaupun telah diberikan terapi.
2) Empyema, apabila ditemukan demam persisten, tanda klinis dan gambaran
foto dada maka curiga empyema. Apabila masih terdapat tanda perdorongan
organ intratorakal, pekak pada perkusi, gambaran foto dada menunjukkan
adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada, demam menetap meskipun
sedang diberi antibiotic dan cairan pleura menjadi keruh atau purulent.
2.1.11.Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif, Amin Huda & Kusuma (2013)pemeriksaan penunjang
pneumonia yaitu :
1) Sinar X, untuk mengidentifikasikan distribusi structural.
2) Biopsy paru untuk menetapkan diagnosis,
3) Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah untuk dapat mengidentifikasi
semua organisme yang ada,
4) Pemeriksaan serologi untuk membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus.
5) Pemeriksaan fungsi paru untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat
penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
6) Spironetric static untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
7) Bronkoskopi untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
2.1.12.Tumbuh kembang
Menurut Susila Nigrum, Nursalam (2013), tahap tumbuh kembang sebagai
berikut :
1) Menurut Sigmund Freud tahap perkembangan psikoseksual anak usia 1-3
tahun atau 15 bulan yaitu pusat kepuasan pada fase ini terletak pada daerah
anus atau dubur. Anak mendapatkan kepuasan dengan cara menahan ataupun
membuang kotoran menurut kemauannya sendiri. Melalui kegiatan ini, anak
dapat belajar tentang adanya kebebasan untuk menentukan sendiri
kemauannya. Karena itu, tahap ini merupakan saat yang tepat untuk
menganjurkan disiplin kepada anak.
2) Menurut Erikson tahap perkembangan psikososial anak usia 1-3 tahun atau 15
bulan yaitu anak memperoleh kepuasan bukan hanya dari keberhasilan
mengontrol alat-alat anus saja, tetapi juga dari keberhasilan mengontrol
fungsi tubuh yang lain seperti urinasi, berjalan, melempar, memegang, dan
sebagainya. Pada tahun kedua, penyesuaian psikososial terpusat pada otot
anal-uretral (Anal-Uretrhal Muscular); anak belajar mengontrol tubuhny,
khususnya yang berhubungan dengan kebersihan. Pada tahap ini anak belajar
untuk melakukan pembatasan-pembatasan dan kontrol diri dan menerima
kontrol dari orang lain. Hasil mengatasi kriris otonomi versus malu-ragu
adalah kekuatan dasar kemauan. Pada tahap ini pola komunikasi
mengembangkan penilaian benar atau salah dari tingkah laku diri dan orang
lain, disebut bijaksana (judicious), supaya dengan sikap seperti itu anak pun
akan merasa dihargai dengan sendirinya dan secara otomatis akan tumbuh
kepercayaan dirinya ketika berinteraksi dengan yang lainnya.
3) Menurut Jean Piget, tahap perkembangan psikomoral anak usia 1-3 tahun atau
15 bulan yaitu perkembangan pasca indra sangat berpengaruh dalam diri
anak. Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh atau
memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari
perbuatannya. Menyampaikan cerita atau berita pada anak usia ini tidak dapat
hanya sekedar dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan
harus dengan sesuatu yang bergerak (panggung boneka akan sangat
membantu). Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan
kemampuan dan pemahaman dalam enam subtahapan yaitu :
(1) Sub-tahapan skema reflex, muncul saat lahir sampai usia enam minggu
dan berhubungan terutama dengan reflex.
(2) Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai
empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-
kebiasaan.
(3) Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat
sampai Sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi
antara penglihatan dan pemaknaan.
(4) Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia
Sembilan sampai dua belas bulan, saat berkembangnya kemampuan
untuk melihat objek sampai sebagai sesuatu yang permanen walau
kelihatannya berbeda kalua dilihat dari sudut berbeda.
(5) Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas
sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan
cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
(6) Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan
tahapan awal kreativitas.
2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Pasien Pneumonia
Asuhan keperawatan merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan
pada praktik klinik keperawatan yang diberikan kepada klien berupa pelayanan
keperawatan dan bantuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Proses
keperawatan adalah teknik pemecahan masalah yang meliputi pengkajian,
diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan proses keperawatan yang dilakukan
secara komprehensif dengan melakukan anamnesa subjketif (data yang didapatkan
dari pasien ataupun keluarga) dan data objektif (data hasil dari observasi).
Kegiatan ini merupakan tahap awal untuk melakukan pengumpulan data,
pengelompokkan data, analisa data, serta untuk mendapatkan diagnosa
keperawatan (Nurarif, Amin Huda & Kusuma , 2013).
2.2.1.1. Pengumpulan Data
Menurut Susila Nigrum, Nursalam (2013), pengkajian pada pneumonia
meliputi :
1) Keluhan utama adalah sesak napas, batuk berdahak
2) Riwayat penyakit
1. Pneumonia Virus
Didahului oleh gejala-gejala infeksi saluran napas termasuk rhinitis dan
batuk. Suhu badan lebih rendah daripada pneumonia bakteri.Pneumonia
virus tidak bisa dibedakan dengan pneumonia bakteri dan mukuplasma.
2. Pneumonia staphylococcus
Didahului oleh infeksi saluran pernafasan bagian atas atau bawah dalam
waktu beberapa hari hingga satu minggu.Kondisi suhu tinggi, batuk, dan
adanya kesulitan bernafas.
3. Riwayat penyakit dahulu
(1) Anak sering menderita penyakit saluran pernafasan bagian atas.
(2) Riwayat penyakit campak/fertusis (pada bronkopneumonia)
3) Pemeriksaan fisik
(1) Inspeksi perlu diperhatikan adanya takipnea, takikardi, sianosis,
pernafasan cuping hidung, disertai distensi abdomen, batuk semula non-
produktif menjadi produktif, dan nyeri dada pada waktu menarik nafas.
Batasan takipnea pada anak 2-12bulan adala 40kali/menit atau lebih, usia
12 bulan – 5 tahun adalah 30kali/menit atau lebih. Perlu kita perhatikan
adanya tarikan dinding dada kedalam saat fase inspirasi.Pada pneumonia
berat, tarikan dinding dada kedalam tampak jelas.
(2) Palpasi adanya pembesaran hati, fremitus raba mungkin meningkat pada
sisi yang sakit. Nadi kemungkinan mengalami peningkatan (takikardi)
(3) Perkusi yakni suara redup pada sisi yang sakit.
(4) Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke
hidung/mulut bayi. Apabila dengan stetoskop, akanterdengar suara napas
berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, ronkhi basah pada masa
resolusi.
4) Penegak diagnosis
(1) Pemeriksaan laboratorium : Leukosit 18.000 – 40.000/mm3, LED
meningkat
(2) Sinar X dada, terdapat bercak-bercak infiltrate tersebar atau meliputi
satu/sebagian besar lobus.
2.2.1.2. Pengelompokkan Data
Setelah data terkumpul kemudian akan dikelompokkan ke dalam data
subjektif dan data objektif. Data objektif didasarkan pada observasi secara factual.
Dengan kata lain, data ini didapatkan melalui pengamatan perawat melalui panca
indera. Sedangkan data subjektif menunjukkan data yang didapatkan melalui
interview perawat kepada klien, ataupun keluarga untuk mengungkapkan terkait
masalah kesehatan klien. Setelah itu data dikelompokkan lalu melakukan suatu
validasi data yaitu dengan cara membandingkan data subjektif dan data objektif
melalui standar atau nilai normal yang baku, data yang telah dikumpulkan setelah
divalidasi harus dianalisis untuk menentukan masalah klien (Ardi Nalari, 2016).
2.2.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu cara untuk melakukan penilaian
klinis tentang bagaimana respon dari individu yang mengalami gangguan dalam
kesehatannya. Respon ini bisa didapatkan melalui individu/klien, keluarga,
kelompok maupun komunitas. Kemudian diagnosa keperawatan berisi tentang
gambaran masalah atau status kesehatan klien, baik aktual maupun potensial
(Shaleh, 2013).
Tipe diagnosa keperawatan meliputi :
1) Aktual. Diagnosa keperawatan aktual menurut NANDA merupakan suatu
keadaan untuk mengambarkan penilaian klinis yang harus divalidasikan
perawat karena adanya batasan karateristik mayor yang diidentifikasi dan
telah terjadi.
2) Resiko. Menurut NANDA, diagnosa keperawatan resiko merupakan penilaian
klinis tentang suatu individu maupun keluarga, atau komunitas yang akan
rentan untuk mengalami masalah yang sama dibanding individu atau
kelompok lain pada situasi yang hampir sama.
3) Kemungkinan. Menurut NANDA, diagnosa keperawatan kemungkinan
merupakan pernyataan tentang masalah yang masih memerlukan data
tambahan bertujuan agar dapat mencegah adanya diagnosa yang muncul yang
bersifat sementara.
4) Kesejahtera. Diagnosa keperawatan sejahtera merupakan penilaian klinis
mengenai suatu individu, kelompok, ataupun masyarakat dalam transisi dari
tingkat kesehatan yang khusus menuju tingkat kesehatan yang lebih baik.
5) Sindrom. Diagnosa keperawatan sindrom merupakan suatu gejala diagnosa
keperawatan yang terdiri dari beberapa diagnosakeperawatan aktual maupun
resiko yang dinyatakan akan muncul sebab suatu kejadian atau situasi
tertentu.
Menurut Nurarif, Amin Huda & Kusuma (2013), diagnosa keperawatan
yang sering muncul pada anak dengan masalah pneumonia yaitu :
(1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi dan
obstruksi jalan napas
(2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hambatan jalan napas dan
pernafasan cuping hidung
(3) Defisit nutrisi berhubungan dengan intake oral yang tidak adekuat
(4) Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
2.2.3. Perencanaan
Menurut Nurarif, Amin Huda & Kusuma (2013), intervensi keperawatan pada
anak dengan kasus pneumonia yaitu:
1). Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi dan
obstruksi jalan napas
Tujuan dari kriteria hasil:
(1) Menunjukkan pernapasan yang adekuat dibuktikan dengan batuk berdahak
berkurang
(2) Tanda tanda vital dalam batas normal
(3) Tidak ada suara napas tambahan
(4) Klien mampu mengeluarkan secret dengan cara melakukan batuk efektif
Intervensi :
(1) Monitor status pernapasan
Rasional : untuk mengetahui adanya perubahan SaO2 dan status
hemodinamik
(2) Kaji frekuensi dan irama pernapasan
Rasional : untuk mengetahui bunyi napas, kecepatan, irama dan kedalaman
pernapasan
(3) Posisikan klien semi fowler
Rasional : untuk meningkatkan ekspansi paru dan memudahkan
pernapasan
(4) Auskultasi suara nafas
Rasional : untuk mengetahui apakah ada suara napas tambahan
(5) Lakukan fisioterapi dada
Rasional : untuk mengencerkan dan mengeluarkan secret di jalan napas
(6) Anjurkan batuk efektif
Rasional : untuk mengencerkan dan mengeluarkan secret di jalan napas
(7) Kolaborasi pemberian nebulizer
Rasional : untuk mengencerkan dan mengeluarkan secret di jalan napas
(8) Lakukan suction sesuai indikasi
Rasional : untuk mengurangi secret yang berlebih
2). Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hambatan jalan napas dan
pernafasan cuping hidung
Tujuan dari kriteria hasil:
(1) Tanda-tanda vital dalam batas normal
(2) Menunjukkan kepatenan jalan napas
Intervensi :
(1) Monitor tanda-tanda vital
Rasional : untuk mengetahui adanya perubahan SaO2 dan status
hemodinamik, irama napas, suhu tubuh serta frekuensi napas
(2) Lakukan pemberian oksigen sesuai indikasi
Rasional : untuk meningkatkan kadar oksigen sesuai dengan kebutuhan
tubuh
(3) Berikan posisi semi fowler pada klien
Rasional : untuk meningkatkan ekspansi paru dan memudahkan
pernapasan
(4) Kolaborasi pemberian obat bronkodilator
Rasional : untuk memaksimalkan jalan napas
3) . Defisit nutrisi berhubungan dengan intake oral yang tidak adekuat
Tujuan dan kriteria hasil :
(1) Tanda-tanda vital dalam rentang normal
(2) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Intervensi :
(1) Monitar tanda-tanda vital
Rasional : untuk mengetahui adanya perubahan SaO2 dan status
hemodinamik, irama napas, suhu tubuh serta frekuensi napas
(2) Monitor cairan intake dan output
Rasional : untuk mengetahui status cairan tubuh
(3) Monitor adanya status dehidrasi
Rasional : untuk mengetahui adanya tanda-tanda dehidrasi
(4) Kaji penyebab selera makan klien menurun.
Rasional : untuk mengetahui status gizi klien
(5) Anjurkan ibu klien untuk memberi makan sedikit tapi sering
Rasional : untuk meningkatkan asupan makanan
(6) Timbang BB setiap hari
Rasional : untuk mengetahui perkembangan BB
(7) Kolaborasi pemberian obat suplemen sesuai indikasi
Rasional : untuk memaksimalkan advice
4). Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Tujuan dan kriteria hasil :
(1) Ibu klien mengerti tentang informasi yang diberikan terkait penyebab,
tanda dan gejala serta pencegahan pneumonia
(2) Pengetahuan keluarga klien meningkat
Intervensi :
(1) Kaji tingkat pengetahuan ibu klien
Rasional : untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga klien
(2) Berikan penyuluhan tentang penyebab, tanda dan gejala serta pencegahan
Rasional : untuk meningkatkan pengetahuan keluarga
(3) Beri kesempatan ibu klien untuk bertanya
Rasional : untuk meningkatkan pengetahuan keluarga
(4) Anjurkan ibu klien untuk mengulang kembali informasi yang diberikan
Rasional : untuk mengevaluasi informasi yang didapatkan keluarga
2.2.4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana perawat. Tindakan keperawatan mencangkup tindakan mandiri
(independen) dan tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri (independen) adalah
aktifitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan
bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan
kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan dari hasil keputusan bersama, seperti
dokter dan petugas kesehatan lain (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2013).
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari suatu
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Maryunani,
2010).
Tahapannya yaitu :
1) Mengkaji kembali klien
2) Memodifikasi rencana perawataan yang sudah ada
3) Melakukan tindakan keperawatan
Prinsip implementasi :
1) Berdasarkan respon klien
2) Berdasarkan hasil penelitian keperawatan
3) Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia
4) Mengerti dengan jelas apa yang ada dala rencana intervensi keperawatan
5) Harus dapat menciptakan adaptasi langsung dengan pasien untuk
meningkatkan peran dalam merawat diri sendiri (Self Care)
6) Menjaga rasa aman dan melindungi pasien
Kerjasama dengan profesi lain serta melakukan dokumentasi
2.2.5. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu langkah untuk membandingkan hasil tindakan yang
telah diberikan dengan tujuan pengambilan keputusan. Bertujuan untuk
menentukan status perkembangan kesehatan klien serta bertujuan untuk
menentukan apakah tujuan dari rencana keperawatan telah tercapai atau tidak
(Susila Nigrum, Nursalam, 2013).
1) Tipe evaluasi
Tipe pernyataan tahapan evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan
sumatif. Evaluai formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan
keperawatan. Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera
pada saat/setelah dilakukan tindakan keperawatan dan tulis pada catatan perawat.
Contoh: membantu pasien duduk semi fowler, pasien dapat duduk selama 30
menit tanpa pusing. Sedangkan evaluasi sumatif adalah Rekapitulasi dan
kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan
dan ditulis pada catatan perkembangan
2) Bentuk evaluasi
Evaluasi telah diklasifikasikan berdasarkan apa yang dinilai dan kapan,
terdapat 3 tipe evaluasi perlu dievaluasi yaitu struktur difokuskan pada
kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan
diberikan. Proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat
dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan
sesuai wewenang. Hasil berfokus pada respon dan fungsi klien. Respon perilaku
klien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada
pencapian tujuan dan kriteria hasil.
3) Format evaluasi
Catatan perkembangan berisi diagnosa keperawatan keperawatan spesifik
mencakup implementasi tindakan, reaksi klien dan adanya data tambahan yang
terkait dengan diagnosa keperawatan tertentu. Status masalah dan kriteria hasil
serta rekomendasi untuk melanjutkan atau modifikasi rencana asli juga dicatat
dalam evaluasi. Evaluasi ditulis setiap kali setelah semua tindakan dilakukan
terhadap pasien.
Menurut Susila Nigrum, Nursalam (2013), tahap evaluasi dibagi menjadi 4
tahap yaitu SOAP :
(1) S : Subyektif : Hasil pemeriksaan terakhir yang telah dikeluhkan oleh pasien
biasanya data ini berhubungan dengan kriteria hasil.
(2) O : Obyektif : Hasil pemeriksaan terakhir yang dilakukan oleh perawat
biasaanya data ini juga berhubungan dengan kriteria hasil.
(3) A : Analisa : Pada tahap ini dijelaskan apakah masalah kebutuhan pasien telah
terpenuhi atau tidak.
(4) P : Rencana asuhan : Dijelaskan rencana tindak lanjut yang akan dilakukan
terhadap pasien.

Anda mungkin juga menyukai