2.1.1. Definsi Pneumonia Pneumonia adalah penyakit yang menyerang paru-paru dan ditandai dengan batuk dan kesulitan bernapas, pada umumnya pneumonia pada anak digambarkan sebagai bronko-pneumonia yang mana merupakan suatu kombinasi dari penyebaran pneumonia lobular (adanya infiltrate pada sebagian area pada kedua lapangan/bidang paru dan sekitar bronki) (Maryunani, 2010). Pneumonia adalah suatu infeksi atau peradangan pada organ paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun parasite, dimana pulmonary alveolus (alveoli), organ yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer mengalami peradangan dan terisi oleh cairan (Shaleh, 2013). Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah aku (ISNBA) dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertasi eksudasi dan konsolidasi (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2013). Pneumonia atau dikenal juga dengan sebutan radang paru-paru, merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang banyak menyerang anak usia balita dan menjadi factor penyebab kematian pada balita (Ardi Nalari, 2016). Pneumonia lebih rentan terjadi pada bayi dan balita karena respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik (Purnama, 2016). Menurut penulis pneumonia merupakan infeksi yang menimbulkan peradangan pada kantung udara disalah satu atau kedua paru-paru yang berisi cairan. Kantung udara bisa berisi cairan ataupun nanah. Penyebab tersering pneumonia adalah bakteri streptococcus pneumoniae dan virus respiratory syncytial virus (RSV). Kasus pneumonia bisa terjadi pada usia berapapun dan mengancam nyawa terutama pada bayi dan anak-anak. 2.1.2. Anatomi Fisiologi Pneumonia
Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan
Sumber : (Campbell et al. 1999)
Struktur tubuh yang berperan dalam sistem pernapasan yaitu :
1) Nares Anterior adalah saluran-saluran didalam lubang hidung. Saluran- saluran itu bermuara didalam lubang hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga) hidung. Vestibulum ini dilapisi epitelium bergaris yang bersambung dengan kulit.Lapisan nares anterior memuat sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi bulu kasar. Kelenjar-kelenjar itu bermuara kedalam rongga hidung (Sarifuddin, 2011). 2) Rongga Hidung dilapisi selaput lender yang sangat kaya akan pembuluh darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir semua sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Daerah pernafasan dilapisi epitelium silinder dan sel spitel berambut yang mengandung sel cangkir atau sel lendir. Sekresi sel itu membuat permukaan nares basah dan berlendir. Di atas septum nasalis dan konka, selaput lendir ini paling tebal, yang diuraikan dibawah. Tiga tulang kerrang (konka) yang diselaputi epitelium pernafasan, yag menjorok dari dinding lateral hidung ke dalam rongga, sangat memperbesar permukaan selaput lendir tersebut. Sewaktu udara melalui hidung, udara disaring oleh bulu-bulu yang terdapat didalam vestibulum. Karena kontak dengan permukaan lendir yang dilaluinya, udara menjadi hangat, karena penguapan air dari permukaan selaput lendir, udara menjadi lembap (Sarifuddin, 2011). 3) Faring (Tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya dibelakang hidung (nasofaring), dibelakang mulut (orofaring), dan dibelakang laring (faring-laringeal) (Sarifuddin, 2011). 4) Laring (Tenggorok) Terletak didepan bagian terendah faring yang memisahkannya dari kolumna vertebra, berjalan dari faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk kedalam trakea dibawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat Bersama oleh ligament dan membrane. Yang terbesar diantaranya ialah tulang rawan tiroid, dan disebelah depannya terdapat benjolan subkutaneus yang dikenal sebagai jakun, yaitu sebelah depan leher. Laring terdiri atas dua lempeng atau lamina yang bersambung di garis tengah. Ditepi atas terdapat lekukan berupa V. tulang rawan krikoid terletak dibawah tiroid, bentukmya seperti cincin mohor disebelah belakang (ini adalah tulang rawan satu-satunya yang berbentuk lingkaran lengkap). Tulang rawan lainnya adalah kedua tulang rawan arytenoid yang menjulang disebelah belakang krikoid, kanan dan kiri tulang rawan kuneiform komikulata yang sangat kecil (Sarifuddin, 2011). 5) Trakea (Batang Tenggorok) Trakea atau batang tenggorok kira-kira Sembilan sentimeter panjangnya.Trakea berjalan dari laring sampai kira- kira ketinggian vertebratorakalis kelima dan ditempat ini bercabang menjadi dua bronkus (bronki). Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tak lengkap, berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trakea, selain itu juga memuat beberapa jaringan otot. Trakea dilapisi selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia dan sel cangkir. Sillia ini bergerak menuju ke atas kearah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir-butir halus lainnya yang larut masuk bersama dengan pernafasan dapat dikeluarkan. 6) Bronkus (Cabang Tenggorok) merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yang terdapat pada ketinggian vertbratorakalis IV dan V mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan kebawah dan kesamping kearah tampak paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih Panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang yang paling kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau aveoli (Sarifuddin, 2011). 7) Alveoli merupakan tempat dimana akan dilakukan pertukaran O2 dan CO2. terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2. 8) Paru-paru ada dua, dan merupakan alat pernapasan utama.Paru-paru mengisi rongga dada.Terletak disebelah kanan dan kiri, ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam mediastinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) diatas dan muncul sedikit lebih tinggi daripada klavikula didalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas landai rongga toraks, diatas diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memuat tampuk paru-paru, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang, dan sisi depan yang menutupi sebagian sisi depan jantung. Fisiologi sistem pernapasan: Menurut Nurarif, Amin Huda & Kusuma (2013)fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah didalam arteri pulmonaris. Hanya satu lapisan membrane, yaitu membrane alveoli-kapiler, yang memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membrane dan dipungut oleh haemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini haemoglobin 95% jenuh oksigen. Didalam paru-paru CO2 salah satu hasil buangan metabolism, menembus membrane alveoli-kapiler dari kapiler-kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut. Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan eksterna yaitu : 1) Ventilasi Pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar. 2) Arus darah melalui paru-paru 3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh 4) Difusi gas yang menembus membrane pemisah alveoli dan kapiler. CO2 lebih mudah berdifusi daripada O2. Semua proses ini telah diatur sedemikian rupa sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2, jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah.Hal ini merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernafasan.Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2. 2.1.3. Etiologi Pneumonia Menurut (Kemenkes RI, 2010)pneumonia dapat disebabkan karena infeksi berbagai bakteria, virus dan jamur. Namun, penyakit pneumonia yang disebabkan karena jamur sangatlah jarang. Menurut WHO diberbagai negara berkembang Streptococcus pneumoniae dan Hemophylus influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari specimen darah. Berbagai penyebab pneumonia tersebut dikelompokkan berdasarkan golongan umur, berat ringannya penyakit dan penyulit yang menyertainya (komplikasi). Menurut Nurarif, Amin Huda & Kusuma (2013), selain diatas penyebab pneumonia sesuai penggolongannya yaitu : 1) Bakteria : Diplococcus Pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus Hemolyticus, Streptococcus Aureus, Hemophilus Influenza, Mycobacterium Tuberkolusis, Bacillus Friedlander. 2) Virus : Respiratory Syncytial Virus, Adeno Virus, Virus Sitomegalitik, Virus Influenza. 3) Mycoplasma Pneumonia 4) Jamur : Hitoplasma Capsulatum, Cryptococcus Neuroformans, Blastomyces Dermatitides, Coccidoies Immitis, Aspergillus Species, Candida Albican. 5) Aspirasi : Makanan, Kerosene (bensin dan minyak tanah), cairan amnion, benda asing. 6) Pneumonia Hipostatik 7) Sindrom Loeffler 2.1.4. Patofisiologi Pneumonia Pneumonia adalah hasil dari proliferasi pathogen microbial di alveolar dan respon tubuh terhadap pathogen tersebut. Banyak cara mikroorganisme memasuki saluran pernafasan bawah, salah satunya adalah melalui aspirasi orofaring. Aspirasi dapat terjadi pada kaum geriatri saat tidur atau pada pasien dengan penurunan kesadaran. Melalui droplet yang teraspirasi banyak pathogen masuk. Pneumonia sangat jarang tersebar secara hematogen. Faktor mekanis host seperti rambut nares, turbinasi dan arsitektur trakeobronkial yang bercabang-cabang mencegah mikroorganisme dengan mudah memasuki saluran pernafasan. Factor lain yang berperan adalah reflex batuk dan reflek tersedak yang mencegah aspirasi. Flora normaljuga mencegah adesi mikroorganisme di orofaring. Saat mikroorganisme akhirnya berhasil masuk ke alveolus, tubuh masih memiliki makrofag alveolar. Pneumonia akan muncul saat kemampuan makrofag membunuh mikroorganisme lebih rendah dari kemampuan mikroorganisme bertahan hidup. Makrofag lalu akan menginisiasi respon inflamasi host. Pada saat inilah manifestasi klinis pneumonia akan muncul. Respon inflamasi tubuh akan memicu pelepasan mediator inflamasi seperti IL (interleukin) 1 dan TNF (Tumor Necrosis Factor) yang akan menghasilkan demam. Neutrophil akan bermigrasi ke paru- paru dan menyebabkan leukositosis perifer sehingga meningkatkan sekresi purulent. Mediator inflamasi dan neutrophil akan menyebabkan kebocoran kapiler alveolar lokal. Bahkan eritrosit dapat keluar akibat kebocoran ini dan menyebabkan hemoptisis. Kebocoran kapiler ini menyebabkan penampakan infiltrate pada hasil radiografi dan rales pada auskultasi serta hipoksemia akibat terisinya alveolar. Pada keadaan tertentu bakteri pathogen dapat mengganggu vasokontriksi hipoksik yang biasanya muncul pada alveoli yang terisi cairan hal ini akan menyebabkan hipoksemia berat. Jika proses ini memperberat dan menyebabkan perubahan mekanisme paru dan volume paru dan shunting aliran darah sehingga berujung pada kematian. 2.1.5. Penyimpangan Kebutuhan Dasar Manusia Bakteri, virus, jamur, aspirasi
Masuk kedalam saluran pernapasan
Peradangan pada saluran pernapasan
Pneumonia Defisit Pengetahuan
Masuk ke dalam brochiolus dan alveoli
Kongestif 4-12 jam eksudat dan seruos masuk ke alveoli
Hepatisasi merah 48 jam paru-paru terlihat merah dan bergranula karena SDM
danleukosit DMN mengisi alveoli
Hepatisasi kelabu 3-8 hari paru-paru terlihat kelabu karena leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi didalam alveoli
Konsolidasi jaringan paru
Compliance paru menurun
Ketidakefektifan Pola Napas
Mual muntah Peningkatan sputum pada jalan napas
Menurunnya selera makan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Resiko Defisit Nutrisi
(2.1 Bagan Penyimpangan KDM pada pneumonia)
2.1.6. Klasifikasi Pneumonia Langke N.P (2016), membuat klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi serta letak anatomi. 1. Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi 1) Pneumonia Komunitas (PK) Pneumonia infeksius pada seseorang yang tidak menjalani rawat inap di rumah sakit. 2) Pneumonia Nosokomial (PN) Pneumonia yang diperoleh selama perawatan dirumah sakit atau sesudahnya karena penyakit lain atau prosedur. 3) Pneumonia Aspirasi Disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari lambung, baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat menjadi infeksi karena bahan teraspirasi mungkin mengandung bakteri aerobic atau penyebab lain dari pneumonia. 4) Pneumonia pada penderita Immunocompromised Pneumonia yang terjadi pada penderita yang mempunyai dahan tubuh yang lemah. 2. Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak anatomi 1) Pneumonia Lobaris Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”. 2) Pneumonia Lobularis (bronko-pneumonia) Bronko-pneumonia terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatmya. 3) Pneumonia Interstisial Proses inflamasi yang terjadi didalam dinding alveolar (interstitium) dan jaringan peri-bronkial serta interlobular. Pneumonia berdasarkan dari lokasi infeksi dapat dibagi menjadi 2 menurut Shaleh (2013), yaitu : 1. Infeksi Ambulant Pneumonia Adalah infeksi yang terjadi diluar rumah sakit. Penyebab antara lain karena bakteri Streptococcus pneumoniae (30-60%). 2. Infeksi Nosocomial Pneumonia Pasien memperoleh penyakit ini saat dirawat dirumah sakit. Penyebab sebagian besar karena 60% gram negatif seperti Pseudomonas dan sisanya gram positif seperti Staphylococcus. 2.1.7. Manifestasi Klinik Pneumonia Menurut Bala Putra (2016), manifestasi klinis yang sering terlihat pada anak yang menderita pneumonia yaitu : 1) Demam 2) Batuk 3) Kesulitan bernapas 4) Retraksi interkosta 5) Nyeri dada 6) Nyeri abdomen 7) Krakles 8) Penurunan bunyi nafas 9) Pernafasan cuping hidung 10) Sianosis 11) Batuk kering kemudian berlanjut ke batuk produktif 12) Adanya ronkhi basah, halus dan nyaring 13) Adanya takipnea (frekuensi pernafasan >50x/menit) 2.1.8. Pencegahan Upaya pencegahan pneumonia pada balita terdiri atas pencegahan melalui imunisasi dan non imunisasi. 1) Pencegahan Imunisasi Diberikan imunisasi dasar lengkap pada anak terutama DPT dan Campak. Pencegahan pneumonia dengan pemberian imunisasi campak yang efektif sekitar 11%, kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertussis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat dicegah (Maryunani, 2010). 2) Pencegahan Non Imunisasi Pencegahan non imunisasi antara lain : 1. Mencegah berat badan lahir rendah 2. Menerapkan ASI eksklusif 3. Mencegah polusi udara dalam ruang yang berasal dari bahan bakar rumah tangga dan perokok pasif di lingkungan rumah. 4. Perbaikan gizi seperti pemberian ASI eksklusif dan pemberian mikro- nutrien bisa membantu pencegahan penyakit pada anak. Asupan mikronutrien yang dapat mencegah penyakit pneumonia adalah dengan diberikannya vitamin A dan suplemen Zinc, karena vitamin A dan Zinc bermanfaat untuk meningkatkan imunitas dan melindungi saluran pernafasan dari infeksi kuman (Kemenkes RI, 2010). 2.1.9. Penatalaksanaan Menurut Nurarif, Amin Huda & Kusuma (2013), penatalaksanaan umum yang dapat diberikan antara lain : 1) Oksigen 1-2L/menit 2) IVFD dekstrose 10% : Nacl 0.9% = 3:1, + KCL 10 mEq/500ml cairan. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi. 3) Jika sesak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastric dengan feeding drip. 4) Jika sekresi lendir dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosiller seperti terapi nebulizer dengan Ventolin. 5) Pemberian antibiotic sesuai dengan hasil kultur. 6) Pemberian analgesic untuk mengurangi nyeri pleura. 2.1.10. Komplikasi Menurut Nurarif, Amin Huda & Kusuma (2013), apabila kondisi anak memburuk dan tidak membaik selama 2 hari, maka perlu dilihat komplikasi atau diagnosis lain dengan melakukan foto dada. Beberapa komplikasi antara lain : 1) Pneumonia staphylococcus, ditandai dengan pneumatokel atau pneumothorax dengan efusi pleura pada foto dada dan ditemukan gram positif pada sputum, adanya infeksi kulit disertai pus/pustula. Pneumonia staphylococcus memperburuk gejala klinis secara cepat walaupun telah diberikan terapi. 2) Empyema, apabila ditemukan demam persisten, tanda klinis dan gambaran foto dada maka curiga empyema. Apabila masih terdapat tanda perdorongan organ intratorakal, pekak pada perkusi, gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada, demam menetap meskipun sedang diberi antibiotic dan cairan pleura menjadi keruh atau purulent. 2.1.11.Pemeriksaan Penunjang Menurut Nurarif, Amin Huda & Kusuma (2013)pemeriksaan penunjang pneumonia yaitu : 1) Sinar X, untuk mengidentifikasikan distribusi structural. 2) Biopsy paru untuk menetapkan diagnosis, 3) Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah untuk dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada, 4) Pemeriksaan serologi untuk membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus. 5) Pemeriksaan fungsi paru untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan. 6) Spironetric static untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi. 7) Bronkoskopi untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing. 2.1.12.Tumbuh kembang Menurut Susila Nigrum, Nursalam (2013), tahap tumbuh kembang sebagai berikut : 1) Menurut Sigmund Freud tahap perkembangan psikoseksual anak usia 1-3 tahun atau 15 bulan yaitu pusat kepuasan pada fase ini terletak pada daerah anus atau dubur. Anak mendapatkan kepuasan dengan cara menahan ataupun membuang kotoran menurut kemauannya sendiri. Melalui kegiatan ini, anak dapat belajar tentang adanya kebebasan untuk menentukan sendiri kemauannya. Karena itu, tahap ini merupakan saat yang tepat untuk menganjurkan disiplin kepada anak. 2) Menurut Erikson tahap perkembangan psikososial anak usia 1-3 tahun atau 15 bulan yaitu anak memperoleh kepuasan bukan hanya dari keberhasilan mengontrol alat-alat anus saja, tetapi juga dari keberhasilan mengontrol fungsi tubuh yang lain seperti urinasi, berjalan, melempar, memegang, dan sebagainya. Pada tahun kedua, penyesuaian psikososial terpusat pada otot anal-uretral (Anal-Uretrhal Muscular); anak belajar mengontrol tubuhny, khususnya yang berhubungan dengan kebersihan. Pada tahap ini anak belajar untuk melakukan pembatasan-pembatasan dan kontrol diri dan menerima kontrol dari orang lain. Hasil mengatasi kriris otonomi versus malu-ragu adalah kekuatan dasar kemauan. Pada tahap ini pola komunikasi mengembangkan penilaian benar atau salah dari tingkah laku diri dan orang lain, disebut bijaksana (judicious), supaya dengan sikap seperti itu anak pun akan merasa dihargai dengan sendirinya dan secara otomatis akan tumbuh kepercayaan dirinya ketika berinteraksi dengan yang lainnya. 3) Menurut Jean Piget, tahap perkembangan psikomoral anak usia 1-3 tahun atau 15 bulan yaitu perkembangan pasca indra sangat berpengaruh dalam diri anak. Keinginan terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh atau memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya. Menyampaikan cerita atau berita pada anak usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak (panggung boneka akan sangat membantu). Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman dalam enam subtahapan yaitu : (1) Sub-tahapan skema reflex, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan reflex. (2) Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan- kebiasaan. (3) Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai Sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan. (4) Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia Sembilan sampai dua belas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sampai sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalua dilihat dari sudut berbeda. (5) Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan. (6) Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas. 2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Pasien Pneumonia Asuhan keperawatan merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik klinik keperawatan yang diberikan kepada klien berupa pelayanan keperawatan dan bantuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Proses keperawatan adalah teknik pemecahan masalah yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. 2.2.1 Pengkajian Pengkajian keperawatan merupakan proses keperawatan yang dilakukan secara komprehensif dengan melakukan anamnesa subjketif (data yang didapatkan dari pasien ataupun keluarga) dan data objektif (data hasil dari observasi). Kegiatan ini merupakan tahap awal untuk melakukan pengumpulan data, pengelompokkan data, analisa data, serta untuk mendapatkan diagnosa keperawatan (Nurarif, Amin Huda & Kusuma , 2013). 2.2.1.1. Pengumpulan Data Menurut Susila Nigrum, Nursalam (2013), pengkajian pada pneumonia meliputi : 1) Keluhan utama adalah sesak napas, batuk berdahak 2) Riwayat penyakit 1. Pneumonia Virus Didahului oleh gejala-gejala infeksi saluran napas termasuk rhinitis dan batuk. Suhu badan lebih rendah daripada pneumonia bakteri.Pneumonia virus tidak bisa dibedakan dengan pneumonia bakteri dan mukuplasma. 2. Pneumonia staphylococcus Didahului oleh infeksi saluran pernafasan bagian atas atau bawah dalam waktu beberapa hari hingga satu minggu.Kondisi suhu tinggi, batuk, dan adanya kesulitan bernafas. 3. Riwayat penyakit dahulu (1) Anak sering menderita penyakit saluran pernafasan bagian atas. (2) Riwayat penyakit campak/fertusis (pada bronkopneumonia) 3) Pemeriksaan fisik (1) Inspeksi perlu diperhatikan adanya takipnea, takikardi, sianosis, pernafasan cuping hidung, disertai distensi abdomen, batuk semula non- produktif menjadi produktif, dan nyeri dada pada waktu menarik nafas. Batasan takipnea pada anak 2-12bulan adala 40kali/menit atau lebih, usia 12 bulan – 5 tahun adalah 30kali/menit atau lebih. Perlu kita perhatikan adanya tarikan dinding dada kedalam saat fase inspirasi.Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada kedalam tampak jelas. (2) Palpasi adanya pembesaran hati, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit. Nadi kemungkinan mengalami peningkatan (takikardi) (3) Perkusi yakni suara redup pada sisi yang sakit. (4) Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung/mulut bayi. Apabila dengan stetoskop, akanterdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, ronkhi basah pada masa resolusi. 4) Penegak diagnosis (1) Pemeriksaan laboratorium : Leukosit 18.000 – 40.000/mm3, LED meningkat (2) Sinar X dada, terdapat bercak-bercak infiltrate tersebar atau meliputi satu/sebagian besar lobus. 2.2.1.2. Pengelompokkan Data Setelah data terkumpul kemudian akan dikelompokkan ke dalam data subjektif dan data objektif. Data objektif didasarkan pada observasi secara factual. Dengan kata lain, data ini didapatkan melalui pengamatan perawat melalui panca indera. Sedangkan data subjektif menunjukkan data yang didapatkan melalui interview perawat kepada klien, ataupun keluarga untuk mengungkapkan terkait masalah kesehatan klien. Setelah itu data dikelompokkan lalu melakukan suatu validasi data yaitu dengan cara membandingkan data subjektif dan data objektif melalui standar atau nilai normal yang baku, data yang telah dikumpulkan setelah divalidasi harus dianalisis untuk menentukan masalah klien (Ardi Nalari, 2016). 2.2.2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan suatu cara untuk melakukan penilaian klinis tentang bagaimana respon dari individu yang mengalami gangguan dalam kesehatannya. Respon ini bisa didapatkan melalui individu/klien, keluarga, kelompok maupun komunitas. Kemudian diagnosa keperawatan berisi tentang gambaran masalah atau status kesehatan klien, baik aktual maupun potensial (Shaleh, 2013). Tipe diagnosa keperawatan meliputi : 1) Aktual. Diagnosa keperawatan aktual menurut NANDA merupakan suatu keadaan untuk mengambarkan penilaian klinis yang harus divalidasikan perawat karena adanya batasan karateristik mayor yang diidentifikasi dan telah terjadi. 2) Resiko. Menurut NANDA, diagnosa keperawatan resiko merupakan penilaian klinis tentang suatu individu maupun keluarga, atau komunitas yang akan rentan untuk mengalami masalah yang sama dibanding individu atau kelompok lain pada situasi yang hampir sama. 3) Kemungkinan. Menurut NANDA, diagnosa keperawatan kemungkinan merupakan pernyataan tentang masalah yang masih memerlukan data tambahan bertujuan agar dapat mencegah adanya diagnosa yang muncul yang bersifat sementara. 4) Kesejahtera. Diagnosa keperawatan sejahtera merupakan penilaian klinis mengenai suatu individu, kelompok, ataupun masyarakat dalam transisi dari tingkat kesehatan yang khusus menuju tingkat kesehatan yang lebih baik. 5) Sindrom. Diagnosa keperawatan sindrom merupakan suatu gejala diagnosa keperawatan yang terdiri dari beberapa diagnosakeperawatan aktual maupun resiko yang dinyatakan akan muncul sebab suatu kejadian atau situasi tertentu. Menurut Nurarif, Amin Huda & Kusuma (2013), diagnosa keperawatan yang sering muncul pada anak dengan masalah pneumonia yaitu : (1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi dan obstruksi jalan napas (2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hambatan jalan napas dan pernafasan cuping hidung (3) Defisit nutrisi berhubungan dengan intake oral yang tidak adekuat (4) Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi 2.2.3. Perencanaan Menurut Nurarif, Amin Huda & Kusuma (2013), intervensi keperawatan pada anak dengan kasus pneumonia yaitu: 1). Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi dan obstruksi jalan napas Tujuan dari kriteria hasil: (1) Menunjukkan pernapasan yang adekuat dibuktikan dengan batuk berdahak berkurang (2) Tanda tanda vital dalam batas normal (3) Tidak ada suara napas tambahan (4) Klien mampu mengeluarkan secret dengan cara melakukan batuk efektif Intervensi : (1) Monitor status pernapasan Rasional : untuk mengetahui adanya perubahan SaO2 dan status hemodinamik (2) Kaji frekuensi dan irama pernapasan Rasional : untuk mengetahui bunyi napas, kecepatan, irama dan kedalaman pernapasan (3) Posisikan klien semi fowler Rasional : untuk meningkatkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan (4) Auskultasi suara nafas Rasional : untuk mengetahui apakah ada suara napas tambahan (5) Lakukan fisioterapi dada Rasional : untuk mengencerkan dan mengeluarkan secret di jalan napas (6) Anjurkan batuk efektif Rasional : untuk mengencerkan dan mengeluarkan secret di jalan napas (7) Kolaborasi pemberian nebulizer Rasional : untuk mengencerkan dan mengeluarkan secret di jalan napas (8) Lakukan suction sesuai indikasi Rasional : untuk mengurangi secret yang berlebih 2). Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hambatan jalan napas dan pernafasan cuping hidung Tujuan dari kriteria hasil: (1) Tanda-tanda vital dalam batas normal (2) Menunjukkan kepatenan jalan napas Intervensi : (1) Monitor tanda-tanda vital Rasional : untuk mengetahui adanya perubahan SaO2 dan status hemodinamik, irama napas, suhu tubuh serta frekuensi napas (2) Lakukan pemberian oksigen sesuai indikasi Rasional : untuk meningkatkan kadar oksigen sesuai dengan kebutuhan tubuh (3) Berikan posisi semi fowler pada klien Rasional : untuk meningkatkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan (4) Kolaborasi pemberian obat bronkodilator Rasional : untuk memaksimalkan jalan napas 3) . Defisit nutrisi berhubungan dengan intake oral yang tidak adekuat Tujuan dan kriteria hasil : (1) Tanda-tanda vital dalam rentang normal (2) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi Intervensi : (1) Monitar tanda-tanda vital Rasional : untuk mengetahui adanya perubahan SaO2 dan status hemodinamik, irama napas, suhu tubuh serta frekuensi napas (2) Monitor cairan intake dan output Rasional : untuk mengetahui status cairan tubuh (3) Monitor adanya status dehidrasi Rasional : untuk mengetahui adanya tanda-tanda dehidrasi (4) Kaji penyebab selera makan klien menurun. Rasional : untuk mengetahui status gizi klien (5) Anjurkan ibu klien untuk memberi makan sedikit tapi sering Rasional : untuk meningkatkan asupan makanan (6) Timbang BB setiap hari Rasional : untuk mengetahui perkembangan BB (7) Kolaborasi pemberian obat suplemen sesuai indikasi Rasional : untuk memaksimalkan advice 4). Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi Tujuan dan kriteria hasil : (1) Ibu klien mengerti tentang informasi yang diberikan terkait penyebab, tanda dan gejala serta pencegahan pneumonia (2) Pengetahuan keluarga klien meningkat Intervensi : (1) Kaji tingkat pengetahuan ibu klien Rasional : untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga klien (2) Berikan penyuluhan tentang penyebab, tanda dan gejala serta pencegahan Rasional : untuk meningkatkan pengetahuan keluarga (3) Beri kesempatan ibu klien untuk bertanya Rasional : untuk meningkatkan pengetahuan keluarga (4) Anjurkan ibu klien untuk mengulang kembali informasi yang diberikan Rasional : untuk mengevaluasi informasi yang didapatkan keluarga 2.2.4. Implementasi Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana perawat. Tindakan keperawatan mencangkup tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri (independen) adalah aktifitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan dari hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2013). Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari suatu rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Maryunani, 2010). Tahapannya yaitu : 1) Mengkaji kembali klien 2) Memodifikasi rencana perawataan yang sudah ada 3) Melakukan tindakan keperawatan Prinsip implementasi : 1) Berdasarkan respon klien 2) Berdasarkan hasil penelitian keperawatan 3) Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia 4) Mengerti dengan jelas apa yang ada dala rencana intervensi keperawatan 5) Harus dapat menciptakan adaptasi langsung dengan pasien untuk meningkatkan peran dalam merawat diri sendiri (Self Care) 6) Menjaga rasa aman dan melindungi pasien Kerjasama dengan profesi lain serta melakukan dokumentasi 2.2.5. Evaluasi Evaluasi adalah suatu langkah untuk membandingkan hasil tindakan yang telah diberikan dengan tujuan pengambilan keputusan. Bertujuan untuk menentukan status perkembangan kesehatan klien serta bertujuan untuk menentukan apakah tujuan dari rencana keperawatan telah tercapai atau tidak (Susila Nigrum, Nursalam, 2013). 1) Tipe evaluasi Tipe pernyataan tahapan evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluai formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan. Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada saat/setelah dilakukan tindakan keperawatan dan tulis pada catatan perawat. Contoh: membantu pasien duduk semi fowler, pasien dapat duduk selama 30 menit tanpa pusing. Sedangkan evaluasi sumatif adalah Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan dan ditulis pada catatan perkembangan 2) Bentuk evaluasi Evaluasi telah diklasifikasikan berdasarkan apa yang dinilai dan kapan, terdapat 3 tipe evaluasi perlu dievaluasi yaitu struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang. Hasil berfokus pada respon dan fungsi klien. Respon perilaku klien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapian tujuan dan kriteria hasil. 3) Format evaluasi Catatan perkembangan berisi diagnosa keperawatan keperawatan spesifik mencakup implementasi tindakan, reaksi klien dan adanya data tambahan yang terkait dengan diagnosa keperawatan tertentu. Status masalah dan kriteria hasil serta rekomendasi untuk melanjutkan atau modifikasi rencana asli juga dicatat dalam evaluasi. Evaluasi ditulis setiap kali setelah semua tindakan dilakukan terhadap pasien. Menurut Susila Nigrum, Nursalam (2013), tahap evaluasi dibagi menjadi 4 tahap yaitu SOAP : (1) S : Subyektif : Hasil pemeriksaan terakhir yang telah dikeluhkan oleh pasien biasanya data ini berhubungan dengan kriteria hasil. (2) O : Obyektif : Hasil pemeriksaan terakhir yang dilakukan oleh perawat biasaanya data ini juga berhubungan dengan kriteria hasil. (3) A : Analisa : Pada tahap ini dijelaskan apakah masalah kebutuhan pasien telah terpenuhi atau tidak. (4) P : Rencana asuhan : Dijelaskan rencana tindak lanjut yang akan dilakukan terhadap pasien.