Anda di halaman 1dari 26

RANCANGAN PROPOSAL TESIS

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING


(PBL) DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN TERHADAP
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN KERJASAMA SISWA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Seminar Rancangan Tesis


Dosen Pengampu: Prof. Dr. Kasmadi Imam Supardi, M. S.
Dr. Putut Marwoto, M. S.

Disusun Oleh :

Nama : Rofiq Ahmad

NIM : 0103518073

Rombel 5 Dikdas

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR

PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Arus globalisasi yang semakin kuat memunculkan persaingan di
berbagai bidang kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Oleh karena itu,
dalam menghadapi tantangan sangat penting untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia (SDM) di bidang pendidikan. Salah satu upaya
yang dilakukan pemeritah adalah dengan melakukan pengembangan
kurikulum, yaitu dengan adanya perubahan dari kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) menjadi kurikulum 2013.
Dalam kurikulum 2013 proses pembelajaran diharapkan dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensinya
baik dari aspek afektif (sikap), kognitif (pengetahuan), maupun
psikomotor (keterampilan)nya. Salah satu komponen penting dalam
kurikulum 2013 yang juga merupakan salah satu komponen untuk
menghadapi tantangan abad 21 adalah keterampilan berpikir kritis.
Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan berpikir
tingkat tinggi yang harus dikembangkan di dalam proses pembelajaran.
Susanto (2015: 121) menjelaskan bahwa berpikir kritis adalah suatu
kegiatan melalui cara berpikir tentang ide atau gagasan yang berhubungan
dengan konsep yang diberikan atau masalah yang dipaparkan. Tujuan dari
berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam
sehigga membuat seseorang mengerti maksud dibalik ide atau suatu
kejadian.
Hasil observasi yang dilakukan peneliti di SD atau MI se-gugus
Pattimura kelas IV di Kabupaten Demak pada bulan September 2019,
nilai rata-rata hasil penilaian tengah semester 1 mata pelajaran IPA masih
rendah, ini dapat dilihat dari tabel 1.1
Tabel 1.1. Rata-rata Nilai PTS semester 1 tahun 2019

No. Nama Sekolah Rataan nilai UTS


1. SDN Kebonagung 1 72
2. SDN Kebonagung 2 70
3. SDN Kebonagung 3 67
3. SDN Pilangwetan 63
4. MI Yasua 65

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa rata-rata nilai PTS IPA Kelas IV


masih rendah. SDN Kebonagung 3, SDN Pilangwetan dan MI Yasua rata-
rata nilai PTS kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang
sudah ditentukan yaitu 70. SDN Kebonagung 1 dan SDN Kebonagung 3
mendapat rata-rata nilai PTS ≥ 70 dan sudah mencapai kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM).
Hasil wawancara dengan guru kelas IV SD Mangunrejo 1
kemampuan berpikir kritis siswa belum pernah dan terfasilitasi dengan
baik, hal ini terbukti dengan lembar kerja siswa dan soal ulangan yang
dipakai untuk mengevaluasi hasil belajar masih berorientasi pada tingkat
pemahaman rendah (low order thinking) yaitu hanya pada tingkat
mengingat (C1) dan memahami (C2). Saat pembelajaran berlangsung
banyak siswa yang ramai sendiri tidak memperhatikan pelajaran,
pembelajaran didominasi oleh siswa yang berkemampuan lebih, siswa
banyak yang terlihat individu dan belum terlihat interkasi antarsiswa
dalam menyelesaikan persoalan dari guru, sehingga kerjasama siswa
kurang terbentuk.
Selain itu, diperoleh informasi bahwa kegiatan pembelajaran
IPA di sekolah belum dilibatkan secara optimal kedalam kegiatan
eksperimen atau percobaan. Percobaan yang dilakukan hanya percobaan
sederhana dan memungkinkan alat yag digunakan mudah dipindah atau
dibawa. Alat-alat yang diperlukan kemudian didemonstrasikan oleh guru
didepan kelas dan sebagian besar peserta didik hanya mengamati saja.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti akan melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based
Learning dengan Menggunakan Metode Eksperimen terhadap
Keterampilan Berpikir Kritis dan Kerjasama Siswa”.

1.2 Identifikasi Masalah


Dari latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah dan belum dilatih
dengan baik.
2. Masih banyak siswa yang belum mampu mencapai nilai kriteria
ketuntasan minimal (KKM).
3. Keterampilan kerjasama siswa kurang terbentuk, siswa banyak yang
terlihat individu dan belum terlihat adanya interaksi antar siswa dalam
menyelesaikan persoalan yang diberikan guru.
4. Belum dilibatkannya secara optimal dalam kegiatan eksperimen atau
percobaan.

1.3 Cakupan Masalah


Dari masalah yag telah di identifikasikan agar penelitian ini lebih
terfokus, maka cakupan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran IPA
adalah model Problem Based Learning (PBL).
2. Metode eksperimen yag dimaksud disini adalah metode pembelajaran
yang melibatkan siswa untuk mencari dan menemukan sendiri berbagai
jawaban atau persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan sebuah
percobaan.
3. Hasil belajar yag diteliti mencakup ranah kognitif, psikomotor hanya
dibatasi pada berpikir kritis sedangkan afektif yaitu kerjasama.
4. Kerjasama meliputi: memberikan pendapat dalam kegiatan
eksperimen, menerima pendapat siswa lain, membantu teman yang
kesulitan, membagi dan melaksanakan tugas kelompok dengan baik
dan menyelesaikan tugas kelompok dengan baik.

1.4 Rumusan Masalah


Dari cakupan masalah yang telah diidentifikasi, maka dapat
dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh model problem based learnig (PBL) dengan
menggunakan metode eksperimen terhadap keterampilan berpikir
kritis siswa?
2. Bagaimana pengaruh model problem based learnig (PBL) dengan
menggunakan metode eksperimen terhadap kerjasama siswa?

1.5 Tujuan Penelitian


Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Mengetahui pengaruh model problem based learning (PBL) dengan
menggunakan metode eksperimen terhadap keterampilan berpikir kritis
siswa.
2. Mengetahui pengaruh model problem based learnig (PBL) dengan
menggunakan metode eksperimen terhadap kerjasama siswa.

1.6 Manfaat Penelitian


1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran bagi para peneliti yeng tertarik
dengan pembelajaran IPA bahwa keterampilan berpikir kritis,
kerjasama, model problem based learnig (PBL) dan metode
eksperimen dalam pembelajaran IPA adalah bahasan yang menarik
untuk diteliti.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian bagi guru adalah dapat disajikan alternatif
pembelajaran IPA dengan melakukakan eksperimen. Bagi siswa,
penelitian ini dapat membantu siswa dalam meningkatkan
keterampilan berpikir kritis dan kerjasama dalam pembelajaran IPA.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS, KERANGKA
BERPIKIR DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
Berikut ini adalah penelitian yang relevan dengan penelitian ini:
Arief Juang Nugraha (2017) hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis
melalui model PBL. Dimana melalui model PBL, keterampilan proses
sains dan motivasi belajar memiliki hubungan yang kuat dengan
kemampuan berpikir kritis.
Shofiyah Maqbullah (2018) hasil penelitiannya adalah
dengan penerapan model problem based learning dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPA di SD.
Nina Herlina (2017) hasil penelitiannya yaitu dengan
penggunaan metode eksperimen dapat meingkatkan hasil belajar siswa
pada pembelajaran IPA materi cara tumbuhan hijau membuat
makanan di kelas V Sekolah Dasar.
Nurrohmah Hadiyati (2017) dari penelitiannya dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan metode
eksperimen berbantu benda konkret efektif terhadap hasil belajar IPA.
Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian ini adalah
penelitian diatas hanya menggunakan model PBL saja atau metode
eksperimen saja tanpa mengaitkannya. Lokasi penelitian dan subjek
penelitian berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan.

2.2 Kerangka Teoritis


2.2.1 Belajar dan Pembelajaran
Belajar menurut Skinner (dalam Dimyati, 2013: 9)
adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya
menjadi lebih baik, sebaliknya bila ia tidak belajar responnya
menurun. Sedangkan menurut Gagne (dalam Dimyati, 2013:
10) belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Belajar adalah
perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan
pengalaman.
Pembelajaran adalah membelajarkan siswa
menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang
merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.
pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah.
Mengajar dilakukan pihak guru sebagai pendidik sedangkan
belajar oleh peserta didik.
2.2.2 Model Problem Based Learnig (PBL)
Menurut Arends (2008: 41) PBL adalah pembelajaran
yang menyuguhkan berbagai situasi masalah yang autentik dan
bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu
loncatan untuk ivestigasi atau penyelidikan.sedangkan Sanjaya
(2009: 214) juga berpendapat PBL dapat diartikan sebagai
rangkaian aktivitas pembelajaran yang meekankan pada proses
penyelesaian masalah yang dihadapai secara ilmiah.
Karakteristik Model Problem Based Learning
Menurut Tan, et.al, dalam Amir (2009). PBL
memiliki karakteristik tersendiri, seperti pembelajaran dimulai
dengan pemberian masalah yang memiliki konteks dengan
dunnia nyata, siswa secara berkelompok aktif merumuskan
masalah, mempelajari dan mencari sendiri informasi terkait
dengan masalah, serta mengkomunikasikan hasil diskusi untuk
pemecahan masalah.
Jadi dapat disimpulkan yang mejadikan model PBL
berbeda dengan model lainnya yaitu dari permasalahannya.
Masalah yang disajikan dalam pembelajaran harus memiliki
konteks dengan kehidupan nyata sehingga dapat melatih
kemampuan siswa untuk mencari solusi dari yang mereka
hadapi. PBL juga memiliki karakter kerjasama, sisa saling
berkolaborasi dan berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil,
berperan aktif dalam proses belajar-mengajar untuk bersama-
sama merumuskan, memutuskan, serta menindaklanjuti
pemecahan masalah dari permasalahan mereka secara
sistematis.
Kelebihan Model Problem Based Learning
Sanjaya (2006) menyebutkan keunggulan PBL, antara
lain: 1) PBL merupakan tehnik yang cukup bagus untuk lebih
memahami pelajaran; 2) PBL dapat menantang kemampuan
siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan
pengetahuan baru bagi siswa: 3) PBL dapat memningkatkan
aktivitas pembelajaran; 4) melalui PBL bisa memperlihatkan
kepada siswa setiap mata pelajaran (IPA, Matematika, dan lain
sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan
sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan haya sekadar
belajar dari guru atau buku-buku saja; 5) PBL lebih
menyenangkan dan disukai siswa; 6) PBL dapat
mengembangkan kemampuan berpikir kritis; 7) PBL dapat
memberikan kesepatan kepada siswa untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata; 8) PBL
dapat mengembangkan minat siswa untuk belajar secara terus-
menerus sekalipun belajar pada pendidikan formal telah
berakhir.

2.2.3 Metode Eksperimen


Metode eksperimen adalah metode pembelajaran yang
dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa untuk
memperkenalkan, membiasakan, dan melatihkan siswa untuk
melaksanakan langkah-langkah ilmiah dan pengetahuan
prosedural. Selain untuk mengetahui konsep, praktikum juga
berdampak positif terhadap peningkatan motivasi dan minat
siswa (Rustaman, 2005).
Melalui kegiatan eksperimen siswa dapat mempelajari
IPA dengan pengamatan langsung, dapat mengalami atau
melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu
objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan.
Sintak model PBL yang dipadukan dengan metode
eksperimen
Sintak model PBL yang dipadukan dengan metode
eksperimen dapat dilihat pada tabel berikut:

Fase Tahap Deskripsi Kegiatan


1 Orientasi masalah kepada Guru menyampaikan tujuan
siswa pembelajaran
Guru menyajikan sebuah
permasalahan
2 Mengorganisasikan siswa Siswa melakukan perencanaan
untuk menyelesaikan permasalahan
yang diberikan guru secara
kelompok. Guru mmbantu siswa
mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah
tersebut.
3 Membantu pemecahan Siswa memecahkan masalah yang
masalah ada pada lembar kerja siswa secara
kelompok dan berdiskusi untuk
memperoleh jawaban dari
permasalahan tersebut dengan
melakukan kegiatan eksperimen.

4 Mengembangkan dan Setiap kelompok menyampaikan


menyajikan hasil hasil eksperimen dan diskusi dalam
kelompok untuk dipresentasikan.
5 Menganalisa dan Selama kegiatan presentasi siswa
mengevaluasi hasil mengkonstruksi pikiran dalam
pemecahan masalah kegiatan konfirmasi kebenaran
jawaban dan peran guru adalah
mediasi hasil refleksi
pembelajaran

2.2.4 Keterampilan Berpikir Kritis


Menurut Salmon (2012: 2) berpikir kritis merupakan
sesuatu yang bisa digunakan untuk megolah informasi yang
baik maupun yang buruk yang sangat diperlukan dalam
kehidupan manusia. Hal itu sesuai dengan pendapat Sihotang
(dalam Budiana, 2013) berpikir kritis dapat diartikan sebagai
kemampuan berpikir secara jelas dan rasional., dimana dengan
berpikir kritis siswa dapat memahami permasalahan dengan
lebih baik dan dapat menemukan jawaban yang terbaik
terhadap permasalahan yang dihadapi.
Brookfield (2012: 11) menjelaskan bahwa berpikir
kritis terjadi ketika melakukan empat hal yaitu: (1) berburu
anggapan, (2) memeriksa anggapan, (3) melihat sesuatu dari
sudut yang berbeda, dan mengambil tindakan informasi.
Berpikir kritis melibatkan keahlian berpikir induktif dan
deduktif. Keahlian berpikir induktif misalnya mengenali
hubungan, menganalisis masalah yang bersifat terbuka,
menentukan sebab dan akibat, membuat kesimpulan dan
memperhitungkan data yang relevan. Sedangkan keahlian
berpikir deduktif meliputi kemampuan memecahkan masalah
yang bersifat spasial, logis silogisme dan membedakan fakta
dan opini.
2.2.5 Kerjasama
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa
hidup sendiri tanpa berhubungan dengan orang lain. Salah satu
hubungan yang sering dilakukan manusia adalah kerjasama.
Kerjasama adalah kumpulan dari beberapa orang yang saling
membantu satu sama lai dalam melakukan suatu kegiatan
untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut Ihsan ( (2005:92) Kerjsama sangat
bermanfaat bagi perkembangan dan pertumbuhan siswa, baik
secara fisik maupun spiritual. Kerjasama dalam kegiatan
pembelajaran dapat membantu siswa untuk saling berdiskusi
dan bertukar informasi dalam menghadapi suatu permasalahan
yang diberikan guru. Siswa yang berkemampuan rendah dapat
bertanya dengan siswa yang berkemampuan tinggi. Kerjasama
yang baik antar siswa dapat mempermudah tujuan dalam
pembelajaran tercapai.
Aspek keterampilan kerjasama yang dikaji dalam
penelitian ini meliputi; (1) memberikan pendapat dalam
diskusi; (2) Menerima pendapat siswa lain; (3) Membantu
teman yang kesulitan; (4) Siswa membagi tugas kelompok dan
melakasanakan tugas kelompok dengan baik; (5) Meyelesaikan
tugas kelompok tepat waktu.

2.2.6 Materi IPA di SD


IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam (Iskandar, 2001: 2).
Pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mencari tahu dan berbuat sehingga
mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.
Pengembangan pembelajaran IPA yang menarik,
menyenangkan, layak sesuai konteks serta didukung oleh
ketersediaan waktu, keahlian, sarana dan prasarana merupakan
kegiatan yang tidak mudah untuk dilaksanakan. Seorang guru
dituntut memiliki kemampuan dan kreativitas yang cukup agar
pembelajaran dapat terselenggarakan secara efektif dan efisien.
Pembelajaran IPA adalah ilmu yang mempelajari
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam dengan melakukan
observasi, eksperimen, penyimpulan, penyusunan teori agar
siswa mempunyai pengetahuan, gagasan, dan konsep yang
terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari
pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah, antara lain
penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-gagasan.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefiniskan sebagai
kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. IPA
berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan. Selain itu IPA juga
merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang
fakta serta gejala alam, fakta dan gejala alam tersebut
menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga
faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses
diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik
dan faktual. Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan
melaksanakan pembelajaran yang melatih keterampilan proses
bagaimana cara produk sains ditemukan.
2.3 Kerangka Berpikir

Masalah

Kemampuan berpikir kritis siswa Kerjasama siswa tidak muncul


rendah
Guru belum melatih Kerjasama
Guru belum melatih siswa untuk
berpikir kritis siswa

Pembelajaran IPA

Kelas ksperimen Kelas Kontrol


(Model PBL dengan menggunakan (Model PBL)
metode eksperimen)

1. Orientasi Masalah
2.
1. Mengorganisasikan
Orientasi masalah siswa
3. Membantu pemecahan masalah
2.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil
5. Menganalisa dan mengevaluasi hasil
pemecahan masalah

Hasil belajar

(kemampuan berpikir kritis dan


kerjasama siswa)

Efektivitas

1. Hasil belajar pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas


kontrol
2. Terdapat peningkatan keterampilan berpikir kritis
3. Terdapat peningkatan keterampilan kerjasama

Gambar 2 Kerangka Berpikir


2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian (Sugiyono; 99). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Hasil belajar IPA pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas
kontrol.
2. Terdapat peningkatan keterampilan berpikir kritis dalam
pembelajaran IPA dengan model PBL menggunakan metode
eksperimen lebih baik dibandingkan dengan model PBL.
3. Terdapat penigkatan keterampilan kerjasama dalam pembelajaran
IPA dengan model PBL menggunakan metode eksperimen lebih
baik dibandingkan dengan model PBL.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan model
kuantitatif dalam bentuk True Experimental Design. Sampel yang
digunakan untuk kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol
diambil secara random, dimana peneliti dapat mengontrol semua
variabel luar yang mempengaruhi jalannya eksperimen. Bentuk
True Experimental Design yang digunakan adalah Pretest-posttest-
Control Group Design. Adapun bentuk rancangan penelitiannya
seperti gambar berikut:

R O1 X O2

R
O3
O4
(Sugiyono, 2018: p.116)

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian

Dimana O 1 adalah hasil pretest kelas eksperimen, O2 adalah hasil


posttest kelas eksperimen, X adalah pemberian perlakuan
pembelajaran problem based learning (PBL) dengan menggunakan
metode eksperimen, O 3 adalah hasil pretest kelas kontrol, dan O 4
adalah hasil posttest kelas kotrol.

Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang masing-masing


dipilih secara random. Sebelum diberi perlakuan masing-masing
kelompok dianalisis kesamaannya dengan menggunakan nilai pre-
test soal IPA yang diberikan oleh peneliti. Analisis ini
dimaksudkan untuk mengetahui keadaan awal homogenitas dan
normalitas sampel. Kemudian kelompok eksperimen diberi
perlakuan dengan model PBL menggunakan metode eksperimen,
sementara kelompok kontrol diberi perlakuan dengan
menggunakan model PBL. Selanjutnya diberikan post test untuk
mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa yang akan dianalisis
datanya menggunakan uji t-tes atau uji beda antara kelompok
eksperimen dengan kelompok kontrol serta uji –gain dan deskriptif
kuantitatif untuk mengetahui hasil keterampilan kerjasama siswa.

3.2 Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:
obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudia ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2018: p.130)
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD/MI
gugus Pattimura Kecamatan Kebonagung, Kabupaten
Demak. SD atau MI gugus Pattimura Kecamatan
Kebonagung Kabupaten Demak, terdiri dari 6 sekolah yaitu;
SDN Kebonagung 1, SDN Kebonagung 2, SDN Kebonagung
3, SDN Prigi 1, SDN Prigi 2, SDN Pilangwetan, dan MI
Yasua.

3.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. (Sugiyono, 2018: p.131)
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV
SDN Kebonagung 1 dan siswa kelas IV SDN Kebonagung 2.
Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik nonprobability
sampling yaitu tehnik pengambilan sampel yang tidak
memberi peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota)
populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Bentuknya
purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu.(Sugiyono, 2018: p.133)
Penentuan sampel dari beberapa SD dipilih sekolah yag
mempunyai kriteria sebagai berikut:
a. Seluruh SD gugus Pattimura Kecamatan Kebonagung
Kabupaten Demak.
b. SD yang memiliki akreditasi terbaru dengan kriteria A.
c. Rata-rata nilai PTS muatan pelajaran IPA yang hampir
setara.
Berdasarkan pertimbangan diatas maka dipilih 2
sekolah yang menjadi sampel penelitian, yaitu SDN
Kebonagung 1 sebagai kelompok kontrol dan SDN
Kebonagung 2 sebagai kelompok eksperimen. Kelompok
kontrol diberi perlakuan menggunakan model problem based
learning (PBL). Kelompok eksperimen diberi perlakuan
menggunakan model problem based learning dengan
mengguakan metode eksperimen.

3.3 Variabel Penelitian


Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk
apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya. (Sugiyono, 2018: 55). Variabel penelitian ini
meliputi variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas merupakan variabel yang mempegaruhi
atau yang mejadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
terikat (Sugiyono, 2018: 57) Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah model pembelajaran problem based learning (PBL) dengan
menggunakan metode eksperimen.
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau
yang mejadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2018:
57). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan
berpikir kritis dan kerjasama siswa.

3.4 Tehnik dan Instrumen Pengumpulan Data


a. Tehnik pengumpulan data

Penelitian ini menggunakan beberapa tehnik pengumpulan data


yang digunakan untuk memperoleh data dari lapangan. Tehnik
yang digunakan sebagai berikut:

1. Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain
yang digunakan untuk mengukur keterampilan,
pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang
dimiliki individu atau kelompok (Arikunto, 2012: 293).
Sasaran tes yang digunakan adalah pencapaia kompetensi
yang termuat dalam indikator. Bentuk tes yang digunakan
adalah tes tertulis untuk mengukur tingkat pemahaman
siswa dalam bentuk data kemampuan berpikir kritis sesudah
siswa mendapatkan pembelajaran dengan model problem
based learning (PBL) menggunakan metode eksperimen.
2. Observasi
Observasi adalah suatu tehnik yang dilakukan denngan cara
megadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara
sistematis (Arikunto, 2012: 45). Observasi dilakukan utuk
mengamati keterlibatan siswa selama megikuti
pembelajaran dengan model problem based learning (PBL)
menggunakan metode ekssperimen. Observasi dilakukan
oleh observer dengan menggunakan lembar observasi
keterlibatan siswa dengan menggunakan lembar
pengamatan berbentuk checklist.
3. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya
barang-barang tertulis (Arikunto, 2014: 201). Dokumentasi
dilakukan untuk memperkuat data yang diperoleh dari
observasi. Pengumpulan data dengan dokumentasi berupa
foto aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran,
data daftar nama siswa, data kemampuan berpikir kritis
siswa dan data kemampuan kerjasama siswa.
b. Instrumen pengumpulan data
1. Instrumen Test
- Uji Validitas
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan
tingkatan-tingkatan kevalidan dan kesahihan instrumen.
Data yang valid adalah data yang tidak berbeda denga
data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data
sesungguhnya yang terjadi pada obyek penelitian
(Sugiyono, 2016: 363). Uji validitas dalam penelitian
ini adalah soal uraian. Uji validitas dilakukan dengan
bantuan program SPSS Statistic 16.0 Sugiyono (2016:
134) meyebutka bahwa jika koefisien korelasi sama
dengan 0, 30 atau lebih maka butir instrumen
dinyatakan valid. Kategoti inilah yang diguaka untuk
menentukan item tersebut valid atau tidak.

- Uji Reliabilitas
Sukardi (2008: 127) meyebutkan bahwa suatu
instrumen penelitia dikatakan reliabilitas tinggi apabila
tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam
mengukur apa yang hendak diukur. Dalam penelitian
ini, uji reliabilitas hanya dilakukan pada soal yang
sudah dinyatakan valid. Pengujian reliabilitas instrumen
menggunakan bantuan program SPSS Statistic 16.0 for
windows.

3.5 Tehnik Analisis Data


1. Uji Prasyarat
Uji prasyarat dilakukan apbila peneliti menggunaka analisis
parametris. Ada dua syarat untuk menggunakan statistik
parametris yaitu berditribusi normal dan homogen.
a. Uji Normalitas
Statistik parametris bekerja berdasarkan asumsi data setiap
variabel yang akan dianalisis berdistribusi normal. Sebelum
peneliti menggunakan tehnik statistik parametris,
keormalan data harus diuji terlebih dahulu. Bila data tidak
normal, maka statistik parametris tidak dapat digunakan ,
sehingga perlu digunakan statistik non-parametris untuk
menghitung post-test. Dalam penelitian ini uji normalitas
dilakukan terhadap kemapuan berpikir kritis yang dicapai
seluruh anggota sampel dengan menggunakan uji Liliefors
pada taraf signifikan 5%. Pengolahan data meggunakan
SPSS versi 16 dengan uji Liliefors. Pengolaha data
dilakukan dilakukan dengan melihat kolom nilai pada
Kolmogorof Smirnov. Data dikatakan normal apabila nilai
yang ditunjukkan pada kolom nilai Kolmogorof Smirnov
menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0, 05 (Prayitno,
2010: 71)

b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk menyelidiki terpenuhinya
tidak sifat homogen pada varians antarkelompok. Uji
hipotesis mengenai homogenitas variasi dilakukan dengan
uji independen sanple t-test, yang menggunakan SPSS versi
16 dengan pengambilan keputusan dan penarikan
kesimpulan terhadap uji hipotesis dilakukan pada taraf
signifikan 5%. Jika signifikansinya lebih dari 0, 05 maka
disimpulkan bahwa variansinya sama (homogen), namun
jika sigifkansinya kurang dari 0, 05 maka variansinya
berbeda (Prayitno, 2010: 7) Hipotesis yang diuji dalam uji
homogenitas yaitu sebagai berikut:
H 0 :σ 21=σ 22 (Varian kedua kelas sampel homogen)
H a :σ 21 ≠ σ 22 (Varian kedua kelas sampel tidak homogen)

2. Uji Analisis Akhir


a. Gain skor
Uji gain dilakukan untuk mengetahui besar peningkatan
kemampuan berpikir kritis sebelum diberi perlakuan dan
setelah mendapatkan perlakuan menggunakan model PBL
dan metode eksperimen yang dianalisis menggunakan gain
score.
Analisis N-Gain digunakan untuk mengetahui selisih antara
skor post-test dan pre-test (Widhiarso, 2011: 1) langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Mencari nilai maksimum, nilai minimum, rata-rata dan
simpangan baku gain score. Kelas kontrol dan
eksperimen dengan menggunakan program SPSS versi
16.
2. Mengkaji normalitas kelas kontrol dan eksperimen
dengan uji Kolmogorof-Smirnov menggunakan program
SPSS versi 16. Taraf signifikansinya adalah 0, 05. Jika
probabilitasnya > 0,05 maka berdistribusi normal.
3. Menguji homogenitas dan varians dengan menggunakan
program SPSS versi 16. Taraf signifikansinya adalah 0,
05. Jika probabilitasnya > 0,05 maka kedua kelas adalah
homogen.
4. Uji beda dua rata-rata (uji-t) melalui uji satu pihak
dengan menggunakan program SPSS versi 16.
Hipotesisnya dirumuskan dalam bentuk hipotesis
statistik sebagai berikut:
H 0:GE = GK
H a:GE > GK
H 0 : Tidak ada peningkatan rata-rata skor gain
kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen yang
meggunakan model PBL dengan metode eksperimen
sama dengan kelas kontrol yang menggunakan model
PBL.
H a : Peningkatan rata-rata skor gain kemampuan
berpikir kritis kelas eksperime yang menggunakan
model PBL dengan metode eksperimen lebih tinggi
kelas kontrol yang menggunakan model PBL.
5. Menghitung indeks gain (normalized gain) dengan
rumus yang dikemukakan oleh Hake (dalam Nayazik,
2013: 92) sebagai berikut:

skor postes−skor pretes


N-gain =
skor maksimum−skor pretes

Dengan kriteria tingkat capaian N-Gain:

(g) < 0,3 = rendah

0,7 > (g) ≥ 0, 3 = sedang

(g) ≥ 0,7 = tinggi


b. Uji–t
Kesimpulan rata-rata gain skor pada kelompok eksperimen
dengan rata – rata gain skor kelompok kontrol dapat
diketahui melalui uji-t. Untuk mengetahui persamaan rata-
rata digunakan analisis data dengan uji-t dua sampel dengan
hipotesis statistik sebagai berikut:
H 0: tidak ada perbedaan kemampuan berpikir kritis antara
kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen.
H a : ada perbedaan kemampuan berpikir kritis antara
kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen.
Pengujian hipotesis dibantu dnegan program SPSS versi 16.
Jika didapatkan nilai t hitung > t tabel maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa Ha diterima dan H0 ditolak.
Pengambilan keputusan juga dapat dilihat dari nilai
signifikansinya lebih dari 0, 05 maka H 0 diterima,
sedangkan jika nilai sinifikansinya kurang dari 0, 05 maka
H 0 ditolak.

c. Analisis keterampilan kerjasama


Keterampilan kerjasama dari data observasi sikap kerjasama
dalam dua kali pertemuan. Data observasi keterampilan
kerjasama dianalisis secara deskriptif kuantitatif yang bertujuan
untuk mengetahui keterampilan kerjasama. Rumus yang
digunakan untuk menentukan nilai tersebut adalah:
R
NP % = x 100 %
SM
NP % adalah persentase yang diperoleh, R adalah jumlah skor
yang diperoleh, dan SM adalah jumlah skor maksimal
Kriteria keterampilan kerjasama dapat dilihat pada tabel
berikut:

Tingkat keberhasilan Keterangan


> 80 % Sangat baik
60% - 79% Baik
40% - 59% Cukup baik
20% - 39% Kurang baik
<20% Tidak baik

3.6
Fembriani. (2015). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Ipa Model Learning
Cycle 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis. Journal of
Primary Education, 4(1). https://doi.org/10.15294/jpe.v4i1.6917

Haryanti, Sudarmin, & Nuswowati, M. (2012). Penerapan Model Pembelajaran


Inkuiri Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis. Journal of Innovative Science Education, 1(1),
1–9.

Trisna Puspita, A. (2017). Implementaso Model Pembelajaran Problem based


learning (PBL)(Guided Inquiry) terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
pada Pembelajaran Fisika Materi Fluida Statis Kelas XI di SMA Negeri 2
Sidoarjo. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika, 02(03), 121–125.

Anda mungkin juga menyukai