Anda di halaman 1dari 10

Kemiskinan

Kita semua tentu sering melihat kemiskinan. Kita semua sering melihat orang miskin. Bahkan
besar kemungkinan kita semuapun merasakan bahwa kita miskin, Yah, kemiskinan itu ada di
mana-mana.
Mayoritas Umat Islam memang masih berada dalam kemiskinan, bahkan banyak yang dari
mereka yang berada di bawah garis kemiskinan, sungguh sangat menyedihkan.
Apakah realitas ini normal dan wajar?. Apakah ini Sunnatullah yang tidak dapat berubah?.
Atau dalam realitas ini ada faktor kejiwaan, ada faktor skill, ada faktor etos kerja, ada faktor
pola hidup yang konsumtif ?.
Apakah dalam realitas ini ada faktor pemahaman iman dan Islam yang minus? Nampaknya
ini penting untuk kita renungkan.
Sebelum renungan kemiskinan ini kita teruskan, ada baiknya kita menyadari puluhan
kemiskinan lain – selain kemiskinan materi yang turut mewarnai kehidupan kita. Kemiskinan
itu antara lain:
Kemiskinan Iman, Amal Shaleh, Akhlak, Ilmu Wawasan, Pengalaman, kemiskinan
Keterampilan, kemiskinan Pergaulan, kemiskinan Kreativitas, kemiskinan malu, kemiskinan,
kemiskinan keberanian.
Nah, mari kita fikirkan dengan tenang. Kemiskinan materi dan dampaknya terhadap hidup
kita ?. Jawabannya ialah : kemiskinan menghasilkan dampak yang paling ekstrim ialah :
Tidak makan !.
Kemiskinan Dzikir -misalnya- apa dampaknya terhadap kehidupan kita ?. Jawabnya ialah :
Tidak tenang, Tidak bahagia !.
Orang yang kaya dzikir tapi miskin materi, dapatkah ia bahagia?. jawabannya : PASTI !.
Mengapa ? karena Allah yang Maha Benar telah berfirman :
‫اال بذكر هللا تطمئن القلوب‬
“Ketahuilah, dengan Dzikir kepada Allah Swt, hati kita pasti tenang!”. (Q.S Alr-Raad: 28).
Jadi kalau begitu, biarlah kita miskin materi ?. Tidak perlu kita berusaha lepas dari
kemiskinan materi ?. Oh Tidak !. Tapi jangan hanya kemiskinan materi saja yang difikirkan.
Mari fikirkan pula kemiskinan Iman, kemiskinan Dzikir, kemiskinan Ibadah dst. Secara
seimbang. Oleh karena terbukti bahwa dampak kemiskinan jiwa lebih parah dari kemiskinan
materi.
Bukankah kita semua pernah melihat orang yang Infailid yang bahagia ?. Orang yang berada
di bawah garis kemiskinan tapi mampu tertawa, seakan tak punya susah ?. Itulah kebahagiaan
jiwa.
Sebaliknya banyak orang yang memiliki uang Miliaran rupiah, tapi tetap merasa miskin,
banyak orang yang telah masuk golongan orang kaya di masyarakatnya, tapi tidak tenang,
tidak bahagia, selalu takut, selalu cemas, selalu iri hati, dst.. itulah kemiskinan jiwa.

Konsep Dasar Islam Dalam Hal Ini, Antara Lain Ialah;


1. Islam Mengentaskan Kemiskinan.
Islam menganjurkan Ummatnya berkecukupan agar mampu menunaikan Ibadah
sebagaimana mestinya. Agar mampu mengeluarkan Zakat, Naik Haji, dan berjihad Fi
Sabilillah. Islam menganjurkan kepedulian sosial, kepedulian pada pengentasan
kemiskinan Ummatnya.
Oleh karena Islam menganjurkan ummatnya menjadi ummat yang kuat . Rasulullah Saw
bersabda :
‫المؤمن القوي خير وأحب إلى هللا من المؤمن الضعيف‬
Mu’min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah Swt dari Mu’min yang lemah.
2. Islam Menganjurkan Kerja.
Dalam rangka pengentasan kemiskinan, Islam mewajibkan setiap ummatnya umtuk
bekerja. Setiap muslim haruslah produktif. Islam mengharamkan sifat malas. Jadi
kemalasan bekerja adalah dosa dalam Islam bahkan wanitapun diwajibkan untuk bekerja.
Allah Swt berfirman :
…. ‫للرجال نصيب مما اكتسبوا وللنساء نصيب مما اكتسبن‬
“ Para pria mendapatkan bagian sesuai Usahanya, dan para wanitapun mendapatkan
bagian sesuai hasil usahanya. ( Qs. An-Nisaa: 32)
3. Keseimbangan.
Dalam upaya mengentaskan kemiskinan, kita perlu memahami konsep keseimbangan.
Yaitu bahwa perhatian kita kepada pengentasan kemiskinan seimbang dengan perhatian
kita pada kemiskinan Iman, kemiskinan Dzikir, kemiskinan Ibadah Dst. Perhatian kita
kepada dunia, seimbang dengan perhatian kita kepada Akhirat.
Dalam hal ini kita diajari berdo’a :
‫ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي اآلخرة حسنة وقنا عذاب النار‬
“ Wahai Tuhan kami berikanlah kepada kami kebaikan dalam hidup di Dunia dan
kebaikan dalam hidup di Akhirat, dan selamatkanlah kami dari adzab Neraka. (Qs. Al-
Baqarah : 201).
Atas konsep keseimbangan itulah kita menjauhi pekerjaan haram, praktek bisnis haram,
meskipun menjanjikan dari segi duniawi.
Atas dasar itulah kita bekerja keras mencapai nafkah, tapi setiap tiba waktu shalat, kita
tinggalkan seluruh pekerjaan kita. Tidak menghalangi kita untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban lainnya.
Atas dasar keseimbangan itulah kita kerja keras mencari nafkah, namun kita pun rajin
mengeluarkan zakat, sedeqah dan infaq.
Mencari nafkah bukan atas dasar tamak dan untuk takabbur. Dan sebaliknya, sifat qana’ah
tidak membuat kita malas dan bakhil.
4. Hidup Adalah Ujian.
Kita semua sedang diuji oleh Allah Swt. Ujian ini nanti akan berakhir dengan berakhirnya
hidup kita di dunia ini. Pengumuman hasil ujian kita dan balasannya, nanti kita ketahui
pada Mahkamah Akbar di hari Akhirat nanti.
Yang miskin diuji dengan kemiskinannya, yang kaya diuji dengan kekayaannya. Ada
orang miskin tiba-tiba jadi kaya. Ada pula orang yang kaya tiba-tiba jatuh miskin. Itulah
dunia.
Jadi kekayaan sama sekali bukan tanda keberuntungan. Demikian pula kemiskinan
bukanlah tanda kehinaan dan kebinasaan. Yang menentukan nanti ialah cara kita melalui
ujian Allah Swt ini. Yang sukses ialah yang sabar di kala miskin, Syukur di kala kaya.
Selain itu, pasti binasa !!.
Itulah sebabnya seorang mu’min yang miskin akan bekerja keras mengentaskan
kemiskinan dirinya dan bersabar dengan ujian Allah Swt. Ia tidak mundur, ia tidak iri hati,
ia tidak menghalalkan segala cara untuk kaya. Ia tidak meninggalkan Ibadah, Al-Qur’an
dan kewajiban-kewajiban lainnya.
Sebaliknya orang mu’min yang kaya, tetap bekerja memperbesar usahanya, meningkatkan
produksinya, sambil bersyukur atas ujian Allah Swt.
Ia tidak bakhil, ia tidak takabbur, ia tidak memutuskan silaturrahmi, ia mendukung da’wah
dan jihad, ia mengangkat yang lemah, ia tidak meninggalkan Ibadah, Dzikir, Al-Qur’an
dan kewajiban-kewajiban lainnya.
Nah, apakah anda merasa diri kaya, atau merasa diri miskin ?.
Percayalah, kaya dan miskin, itu ada pada jiwa kita, ada pada perasaan kita.
Ramadhan Melatih Untuk Bersabar

Tidak lain ketika kita berpuasa adalah untuk meraih keridhoan Allah, berbagai keutamaan
kebaikan akan selalu kita upayakan untuk bisa meraihnya. Begitu pula kesabaran yang perlu
latihan bagi seorang manusia.
Ramadhan disebut juga dengan syahrus shabr karena pada bulan ini umat Islam dilatih untuk
bersabar. Menahan lapar adalah latihan sabar. Menahan dahaga adalah latihan sabar.
Menahan untuk tidak berhubungan suami istri di siang hari adalah latihan sabar. Menahan
agar tidak marah adalah latihan sabar. Menahan untuk tidak mengumpat adalah latihan sabar.
1. Keutamaan Sabar
Ikhwani fillah rahimakumullah,
Allah SWT memerintahkan kita untuk bersabar. Bahkan kita diperintah untuk
menguatkan kesabaran kita.

‫صابِ ُروا‬ ْ ‫يَا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آَ َمنُوا‬


َ ‫اصبِ ُروا َو‬
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu … (QS.
Ali Imran : 200)
Diantara keutamaan sabar adalah:
Pertama, mendapatkan pahala tanpa batas.

‫ب‬ َ ‫صابِرُونَ أَ ْج َر ُه ْم بِ َغ ْي ِر ِح‬


ٍ ‫سا‬ َّ ‫إِنَّ َما يُ َوفَّى ال‬
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka
tanpa batas. (QS. Az-Zumar : 10)
Jika pahala puasa dinilai langsung oleh Allah SWT tanpa dibatasi pelipatgandaan pahala
yang biasanya, maka sangat wajar jika sabar mendapatkan pahala tanpa batas. Bukankah
inti puasa adalah kesabaran? Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits:

‫ص ْب ِر‬
َّ ‫صفُ ال‬
ْ ِ‫ص ْو ُم ن‬
َّ ‫َوال‬
Puasa itu setengah sabar (HR. Tirmidzi)
Kedua, mendapatkan kebersamaan Allah (maiyatullah). Artinya, seseorang yang telah
sabar, ia akan diliputi dan dinaungi Allah SWT dengan rahmat-Nya, perlindungan-Nya,
pertolongan-Nya, dan ridho-Nya. Adapun dzat Allah tidak sama dan tidak bersama
dengan makhluk-Nya. Allah SWT berfirman :

َّ ‫إِنَّ هَّللا َ َم َع ال‬


َ‫صابِ ِرين‬
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (QS. Al-Baqarah : 153)

َّ ‫َوهَّللا ُ َم َع ال‬
َ‫صابِ ِرين‬
Dan Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Anfal : 66)
Ketiga, ia selalu baik di sisi Allah tatkala mampu mengkombinasikan sabar dan syukur
dalam kehidupannya.

َ َ‫ش َك َر فَ َكانَ َخ ْي ًرا لَهُ َوإِنْ أ‬


ُ‫صابَ ْته‬ َ َ‫س َذا َك ألَ َح ٍد إِالَّ لِ ْل ُمؤْ ِم ِن إِنْ أ‬
َ ُ‫صابَ ْته‬
َ ‫س َّرا ُء‬ َ ‫ع ََجبًا ألَ ْم ِر ا ْل ُمؤْ ِم ِن إِنَّ أَ ْم َرهُ ُكلَّهُ َخ ْي ٌر َولَ ْي‬
ُ‫صبَ َر فَ َكانَ َخ ْي ًرا لَه‬
َ ‫ض َّرا ُء‬
َ
Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, semua urusan baik baginya dan itu tidak
ditemukan kecuali pada diri seorang mukmin. Jika mendapat kelapangan dia bersyukur
dan itu baik baginya dan jika mendapat kesempitan dia bersabar dan itu baik
baginya. (HR. Muslim)
2. Hakikat Sabar
Tidak seperti yang dikira banyak orang bahwa sabar itu menerima segala sesuatu dengan
rela atau pasrah tanpa perlawanan. Islam mengajarkan bahwa sabar itu ada pada tiga hal:
a. Pertama, sabar dalam ketaatan
Artinya seorang mukmin harus sabar menjalankan perintah Allah SWT meskipun
perintah itu berat dan dibenci oleh nafsunya. Seorang mukmin harus tetap taat pada
hal-hal yang telah diwajibkan baginya meskipun banyak hal yang merintangi; mulai
dari kemalasan dan faktor intern lain sampai dengan cemoohan orang, kebencian
musuh Islam, dan faktor ekstern lainnya.

َّ ‫صاَل ِة إِنَّ هَّللا َ َم َع ال‬


َ‫صابِ ِرين‬ ْ ‫يَا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آَ َمنُوا ا‬
َّ ‫ستَ ِعينُوا بِال‬
َّ ‫ص ْب ِر َوال‬
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Baqarah : 153)
b. Kedua, sabar dalam meninggalkan larangan
Adakalanya orang sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, tetapi ia tidak
sabar dalam meninggalkan larangan. Shalat dijalankan tetapi judi juga tidak bisa
ditinggalkan. Puasa dilakukan tetapi ghibah tetap jalan. Sehingga ada istilah prokem
STMJ, Sholat Terus Maksiat Jalan.
Kesabaran juga harus diimplementasikan dalam meninggalkan kemaksiatan dan
larangan-larangan Allah SWT. Orang yang mampu meninggalkan kemaksiatan,
khususnya kemaksiatan emosional, seperti marah, disebut oleh Rasulullah SAW
sebagai orang yang kuat, secara hakiki. Sebab ia telah mampu bersabar atas apa yang
dilarang Allah SWT.

‫ب‬
ِ ‫ض‬ َ ‫ش ِدي ُد الَّ ِذى َي ْملِ ُك نَ ْف‬
َ ‫سهُ ِع ْن َد ا ْل َغ‬ َّ ‫ إِنَّ َما ال‬، ‫الص َر َع ِة‬
ُّ ِ‫ش ِدي ُد ب‬ َ ‫لَ ْي‬
َّ ‫س ال‬
Orang yang kuat bukanlah orang yang bisa mengalahkan lawannya, tetapi orang yang
kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya ketika marah (Muttafaq ‘alaih)
c. Ketiga, sabar dalam musibah.
Inilah makna sabar yang sudah banyak dimaklumi oleh kebanyakan orang. Meskipun,
seringkali orang-orang keliru menggunakan istilah sabar. Yaitu saat seseorang
mendapatkan kesulitan lalu ia pasrah tanpa berusaha menghilangkan kesulitan itu atau
mencari solusinya dikatakan sabar. Padahal, sabar dalam Islam bersifat proaktif dan
progresif, ia tidak statis tetapi telah didahului atau bersamaan dengan ikhtiar
maksimal dan upaya untuk senantiasa mencari solusi atas problematika yang
dihadapinya. Saat semua upaya telah dilakukan, saat ikhtiar mencapai batas
maksimal, maka saat itulah sabar bertemu dengan tawakal. Ia menyerahkan kepada
Allah. Dan sebab itu Allah akan mengampuni dosa-dosanya.

‫ إِالَّ َكفَّ َر هَّللا ُ بِ َها‬، ‫ب َوالَ َه ٍّم َوالَ ُح ْز ٍن َوالَ أَ ًذى َوالَ َغ ٍّم َحتَّى الش َّْو َك ِة يُشَا ُك َها‬ َ ‫ب َوالَ َو‬
ٍ ‫ص‬ ٍ ‫ص‬ ْ ‫يب ا ْل ُم‬
َ َ‫سلِ َم ِمنْ ن‬ ُ ‫ص‬ِ ُ‫َما ي‬
َ
ُ‫ِمنْ َخطايَاه‬
Segala sesuatu yang menimpa seorang muslim, baik berupa rasa letih, sakit, gelisah,
sedih, gangguan, gundah-gulana, maupun duri yang mengenainya (adalah ujian
baginya). Dengan ujian itu, Allah mengampuni dosa-dosanya. (Muttafaq ‘alaih)
Semoga di bulan Ramadhan yang juga dikenal sebagai bulan kesabaran ini kita
mampu melatih kesabaran kita dan dikuatkan kesabaran kita oleh Allah SWT.
Wallaahu a’lam bish shawab.
“Puasa Adalah Benteng”

Ada sebuah Nasehat pendek dalam sebuah hadist yang hampir semua perowi
meriwayatkannya, baik Buchori Muslim, Tirmidzi, Imam Ahmad, Abu Dawud, Nasai
‫جنة الصيام‬
Puasa adalah benteng (HR. Buchari Muslim).
Sepenggal hadits qutsi diatas mengatakan bahwa puasa adalah merupakan benteng. Didalam
kamus besar Bahasa Indonesia benteng berarti dinding dari tembok (batu, tanah) untuk
melindungi kota (tempat pasukan) dari serangan musuh. Bisa juga berarti tempat yang
diperkuat dinding tembok dan sebagainya untuk kediaman prajurit.
Benteng disini setidaknya ada 3 hal dalam kaitanya dengan ibadah puasa yang kita lakukan
antara lain
1. Benteng terhadap syahwat
Bagaimana dengan puasa kita bisa menahan diri dari syahwat perut,penglihatan,
pendengaran, dan syahwat dalam perkataan maupun syahwat yang lainnya
2. Benteng terhadap perbuatan sia sia
Allah berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
(yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang
menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang
yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,”. (Qs. Al-
Mukminun : 1-5)
3. Benteng terhadap perbuatan mubadzir
Islam melarang umatnya untuk menghambur-hamburkan harta dan melarang keras
tindakan mubazir. Tindakan mubazir adalah tindakan yang sangat tercela karena jika
diperhatikan disekitar masyarakat masih banyak yang kekurangan dan butuh untuk
mendapatkan sebagian harta yang dimiliki oleh orang yang lebih mampu, tapi karena
dengan tindakan yang mubazir dan berpoya-poya sehingga mereka tidak mendapatkan
apa yang seharusnya mereka dapatkan. Inilah mengapa Islam melarang tindakan mubazir
dan alangkah baiknya harta yang ada pada orang yang lebih mampu untuk
mensedekahkan atau membelanjakan pada jalan Allah.
Islam menganjurkan atau memerintahkan umatnya untuk bersikap atau mempunyai sifat
yang sederhana. Karena harta yang mereka pergunakan akan diminta
pertanggungjawaban pada hari perhitungan. Seperti yang dikatakan oleh Nabi:
“Tidak beranjak kaki seseorang pada hari kiamat, kecuali setelah ditanya empat hal ……
dan tentang hartanya, darimana diperolehnya dan kemana dibelanjakan?”. (Hadis Hasan
Shahih riwayat Tirmidzi dikutip dari Yusuf Qardhawi, 1997)
Sedang puasa adalah merupakan benteng bagi orang-orang yang beriman, dari serangan
yang maha dahsyat yaitu syetan yang membisikkan kepada manusia dengan bisikan yang
menjerumuskan dari segala penjuru.
Semoga Nasehat yang singkat ini dapat mengingatkan kita dari ketiga hal tersebut dan
dimudahkan untuk senantiasa ingat akan kewajiban kita dijauhkan dari perbuatan yang sia sia
dan mubadzir
Delapan Kiat Menuju Husnul Khatimah

Kematian adalah kepastian. Semua yang hidup pasti mati. Namun, kematian sangatlah
misterius. Selain waktu dan cara, kondisi kematian seseorang juga amat tak pasti. Akankah
seseorang mati dalam keadaan yang baik (husnul khatimah) ataukah meninggalkan dunia
dalam kondisi yang buruk (suul khatimah).
Maka di antara doa yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam adalah pinta agar
diwafatkan dalam husnul khatimah dan dijauhkan dari suul khatimah.
Selain doa, ada kita-kiat yang bisa diupayakan guna menggapai husnul khatimah. Di antara
kiat mendapatkan husnul khatimah ialah 8 langkah yang direkomendasikan oleh Dr ‘Umar
‘Abdul Kafi dalam al-Wa’dul Haq.
1. Tulus Terhadap Allah Ta’ala
Senantiasalah meluruskan niat dalam hidup. Ialah mengabdi kepada Allah Ta’ala.
Menjadikan Dia sebagai satu-satu-Nya sesembahan dan tidak menjadikan sesuatu pun
selain-Nya sebagai sekutu.
Lurusnya niat merupakan ajaran Nabi dan titik tekan pengajaran para ulama’. Ia harus
murni. Tanpa campuran. Sebab sedikit pun kekotoran di dalamnya, ianya menjadikan
sebuah amalan tertolak. Tidak mendapatkan apa-apa.
Sungguh, shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah Ta’ala, Rabb
semesta alam.
2. Perbarui Niat
Niat yang terletak di dalam hati senantiasa berubah. Ia dipengaruhi oleh banyak faktor
hingga tidak tetap. Perbaruilah niat. Terus menerus. Sesering mungkin.
Jangan pernah lelah. Jangan pernah bosan.
Di antara kiat memperbarui niat ialah dengan menuliskan dan mengingat-ingat keburukan
yang pernah dilakukan. Kemudian mereka menghisabnya pada malam hari, tatkala
menuju tempat tidur.
“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab,” demikian ini petuah Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dari sahabat mulia ‘Umar
bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu.
3. Terus Beramal dan Rendah Diri
Manusia memiliki kecenderungan berbuat salah. Bahkan teramat sering hingga sukar
dihitung.
Tatkala merasa salah, bersikaplah rendah diri di hadapan Allah Ta’ala. Hinakan diri
sehina-hinanya di hadapan Allah Ta’ala Yang Mahamulia. Hanya dengan merasa hina di
hadapan-Nyalah seorang hamba akan dilimpahi kemuliaan.
Kemudian buktikanlah taubat dengan amal shalih. Teruslah beramal. Beramallah dengan
sebaik-baik amalan. Jangan biarkan berlalu sedetik pun, kecuali ada amal shalih yang
dikerjakan.
Senantiasalah berada dalam kondisi demikian hingga Allah Ta’ala menaqdirkan kematian
bagi kita.
4. Bergegas dalam Kebaikan
Terburu-buru dan menunda asalnya dari setan. Sedangkan bergegas dalam melakukan
kebaikan atau meninggalkan keburukan adalah salah satu keutamaan bagi orang-orang
yang beriman.
Abbas berkata sebagaimana disebutkan dalam Tafsir al-Qurthubi, “Suatu kebaikan tidak
akan terwujud, kecuali dengan tiga hal; segera melakukan, menganggapnya kecil, dan
menutupinya.”
Setelah bergegas, hendaknya kita tidak berpuas diri dengan amalan tersebut dan
menganggapnya sebagai amalan yang kecil hingga diri senantiasa melakukannya. Selain
itu, dianjurkan untuk menutupi amal. Sebab yang tersembunyi lebih dekat kepada
keikhlasan.
5. Ikuti Jejak Nabi
Inilah sebaik-baik teladan. Beliaulah sosok yang tidak disangsikan lagi keshalihannya.
Beliau merupakan pribadi penuh pesona, hidup dan matinya dalam kemuliaan. Beliaulah
sosok yang wafat dalam keadaan husnul khatimah. Maka kita harus meneladaninya dalam
berbagai aspek kehidupan agar kelak mendapatkan apa yang beliau gapai. Insya Allah.
6. Ingat Akhirat
Adalah seorang bijak yang pernah bertutur, “Jika sejenak saja kulupakan akhirat, hati ini
menjadi rusak.”
Hadirkan akhirat dalam benak. Dekatkan gambaran akhirat di dalam pikiran.
Senantiasalah berupaya agar pemandangan akhirat bersemayam di dalam hati. Dengan
mengingat akhirat dan mengupayakan kehidupan abadi di dalamnya, dunia akan sirna dan
tidak bermakna sedikit pun.
7. Perbaiki Kekurangan Diri
Inilah pekerjaan yang tidak akan pernah berakhir. Inilah pekerjaan utama orang beriman.
Kesibukan yang tidak pernah berhenti. Memperbaiki diri yang memang banyak
kekeliruan. Diri yang butuh diingatkan terus menerus. Tanpa henti.
8. Pegang Teguh Aqidah Islam
Senantiasalah berpedoman pada Islam dan tetap berada dalam naungannya hingga
kematian menjelang. Berdoa dan berupayalah untuk mati dalam keadaan berserah diri
kepada Allah Ta’ala.
Dr ‘Umar ‘Abdul Kafi berkata, “Lakukan ini setiap waktu, bahkan setiap detik. Allah
Ta’ala mengisahkan wasiat Nabi Ya’qub ‘Alaihis salam dan Nabi Ibrahim kepada anak-
anaknya,‘Dan Ibrahim telah mewasiatkan kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub.
Ibrahim berkata: Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini
bagimu. Maka janganlah kamu mati, kecuali dalam memeluk agama Islam.’” (Qs. al-
Baqarah [2]: 132)
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]
Memahami Ruang Lingkup dan Ciri-Ciri Taqwa, Langkah Ke Depan
Alumni Ramadhan

 Puasa pada bulan Ramadhan, bila ditunaikan dengan memenuhi syarat dan rukun serta
mengikuti tuntunan Rasulullah saw., pasti akan menghasilkan orang-orang yang bertaqwa (Al
Baqarah 183). Jikalau puasa kita benar, maka kita menjadi orang bertakwa yang tak mungkin
bisa tergoda oleh syetan.
Inilah barangkali makna hadits yang menyatakan bahwa pada bulan Ramadhan semua pintu
neraka ditutup, pintu-pintu surga dibuka lebar dan semua setan dibelenggu. sehingga setan
tidak mungkin bisa memperdaya dan menggoda orang yang sedang berpuasa secara benar.
Kendati puasa telah selesai, namun ketakwaan hasil puasa baru mulai kita buktikan sehabis
puasa. Idul fitri 1 Syawal disebut hari kemenangan, karena umat Islam telah usai puasa dan
pasti meraih ketakwaan yang hasilnya adalah syurga.
Kata “taqwa” telah disebutkan dengan kata dasar atau pecahan katanya didalam Kitabullah.
Terkadang anda membaca kata “ittaquu”, juga “al-Muttaqin”, “taqiyya”, juga “yattaqun”,
“ittaqi”, “wattaquni”, “yattaqi” dan “al-atqa”.
Kata tersebut telah digunakan dalam Al-Qur’an lebih dari 187 kali. Stressingnya lebih pada
surat-surat yang berbicara mengenai iman, kitab, Bani Israil, wasiat, warisan, riba, menyusui
serta pembalasan. Di antara contoh paling gampang dalam hal itu adalah surat Al- Baqarah.
Dalam surat ini, terdapat penyebutan 35 kali derivasi kata taqwa. Begitu kentalnya makna
taqwa, karena ia merupakan inti persoalan dan puncak tujuan disyariatkannya semua ajaran
Islam.
Bila kita teliti seluruh ayat-ayat yang terkandung dalam Al-Qur’an, konotasi takwa 
mencakup banyak indikasi, antara lain:
1. Taqwa itu mencakup iman dan Islam.
Allah swt. Berfirman,
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan
tetapi sesungguhnya kebajikan itu beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-
malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintai kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya,
mendirikan shalat, dan menunaikan zakat dan orang-orang yang menepati janji apabila ia
berjanji dan orang-orang yang sabar akan kesempitan, penderitaan, dan dalam
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-
orang yang bertaqwa”  (Al-Baqarah: 177).
2. Taqwa dan hubungannya dengan tipu daya musuh
Allah swt. Berfirman,
“Jika memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat
bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu
daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudhorotan kepadamu. Sesungguhnya
Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan” (Ali Imran: 120).
3. Taqwa dan hubungannya dengan menyambung silaturrahim.
Allah swt. Berfirman,
“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Robb-mu yang telah menciptakan diri yang
satu dan dari padanya Allah menciptakan istrinya dan dari keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada
Allah yang dengan (menggunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan
(peliharalah) hubungan silaturrohim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu.“ (An Nisa: 2).
4. Taqwa berhubungan dengan kebenaran (al-haq) dan keadilan.
Allah swt. Berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-
kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Maidah: 8 ).
5. Taqwa dan hubungannya dengan larangan memberikan loyalitas terhadap orang kafir dan
ahli alkitab yang senantiasa mengolok-olok Islam.
Allah swt. Berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengambil jadi pimpinanmu,orang-
orang yang membuat agamamu menjadi buah ejekan dan permainan,(yaitu) diantara
orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu dan orang-orang yang kafir  (orang-orang
musrik).Dan bertaqwalah kepada Allah jika kamu betul-betul  orang yang beriman.” (Al
Maidah: 5)
6. Taqwa bermakna konsisten  terhadap Islam dengan meninggalkan  semua yang tidak
Islami
Allah swt. Berfirman,
”Dan bahwa ( yang kami perintahkan) ini adalah jalanku  yang lurus maka ikutilah dia
dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain).Karena jalan-jalan itu mencerai-
beraikan kamu dari jalan-Nya.Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar
kamu bertaqwa ” (Al-An’am : 153)
7. Taqwa bermakna tidak mendiamkan kezaliman,
Allah swt. Berfirman,
“Dan peliharalah dirimu (taqwa) dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang
yang zalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya“
(Al-Anfal: 25).
8. Taqwa dan iman tidak akan bertemu dengan hati orang yang meninggalkan jihad dengan
harta dan jiwa.
Allah swt. Berfirman,
“Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin
kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan jiwa mereka. Dan Allah
mengetahui orang-orang yang bertaqwa.” (At Taubah : 44).
Ciri-ciri Muttaqin Ahli Surga
Allah swt. Berfirman,
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,(yaitu) orang-orang
yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang
menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan.Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa
mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak
meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Ali Imran  133-135)
Dari ayat-ayat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa cirr-ciri orang bertaqwa yang
dijanjikan akan masuk syurga yang luasnya seluas langit dan bumi adalah sebagai berikut:
1.    Senantiasa menginfakkan hartanya baik dalam keadaan lapang ataupun sempit. (Ali
Imran: 134).
2.    Senantiasa menahan amarahnya. (Ali Imran: 134)
3.    Senantiasa memaafkan kesalahan orang lain. (Ali Imran: 134)
4.    Senantiasa berbuat ihsan dalam ibadah dan kehidupannya, karena Allah mencintai orang-
orang yang melakukan ihsan. (Ali Imron :134)
5.    Bila terjerumus dosa, ia akan mengingat Allah lalu meminta ampun dan tidak akan
pernah mengulanginya lagi. (Ali Imron 135)
Kita telah usai berpuasa, berarti kita harus membuktikan hasil puasa kita tersebut, yaitu
dengan ketakwaan yang harus kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Bila kita
benar-benar taqwa, maka Allah akan melimpahkan kepada kita hal-hal berikut:
1.    Rahmat (QS. 98: 8)
2.    Furqan   (QS. 8: 29)
3.    Berkah  (QS. 7: 96)
4.    Jalan keluar (QS. 65: 2)
5.    Rejeki (QS. 65: 3)
6.    Kemudahan (QS. 65: 5)
7.    Dihapuskan kesalahannya (QS. 65: 5)
8.    Ampunan (QS. 65:5), dan
9.    Pahala yang besar (QS. 65:5)
Dengan ketakwaan yang dihasilkan oleh puasa, diharapkan kita akan  keluar dari berbagai
macam krisis yang tengah membelenggu kehidupan kita. Pasca Ramadhan, adalah masa
memupuk ketakwaan yang kita peroleh di bulan Ramadhan, agar tidak layu menuju
Ramadhan selanjutnya.
Wallahu a’lamu bisshawab.

Anda mungkin juga menyukai