Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obat

2.1.1. Sejarah Perkembangan Obat

Masyarakat sering menamakan obat untuk segala sesuatu yang dapat menyembuhkan.

Tidak selalu berupa materi tetapi juga hal- hal yang non materi, seperti tenaga dalam,

mantra, doa, dan lain sebagainya. Saat ini upaya pengobatan telah berkembang amat

luas, pengobatan pengobatan tradisional pun mulai banyak dikembangkan sehinggga

muncullah istilah-istilah pengobatan alternatif seperti pengobatan herbal, aromaterapi,

terapi air, terapi urin, dan lain sebagainya. Pada awalnya orang-orang terdahulu

menemukan obat dengan jalan mencoba-coba. Melalui serangkaian pengalaman yang

turun-temurun, mereka mempercayai bahwa akar-akaran atau dedaunan tertentu dapat

digunakan untuk mengobati penyakit. Setelah ilmu pengetahuan berkembang,

mulailah dilakukan penelitian-penelitian ilmiah. Banyak di antara penelitian tersebut

pada awalnya mengacu pada obat tradisional yang ada, dan memang pada

kenyataanya banyak juga yang benar-benar mengandung senyawa obat yang

diinginkan (Widodo, 2004).

Namun tidak semua obat memulai riwayatnya sebagai obat anti-penyakit.

Contohnya strychnine dan kurare pada awalnya digunakan sebagai racun panah

pribumi Arfika dan Amerika Selatan. Obat-obat yang semula diperoleh secara ilmiah

Universitas Sumatera Utara


itu memiliki aktivitas dan efek yang seringkali berbeda satu sama lain, tergantung dari

asal tanaman dan cara pembuatannya. Hal ini dianggap kurang memuaskan dan sulit

menentukan dosis yang tepat. Melalui penelitian yang terus berkembang, ahli-ahli

kimia mulai mencoba mengisolasi zat-zat aktif yang terkandung dalam tanaman-

tanaman. Hasil percobaan mereka adalah zat kimia, yang terkenal diantaranya ialah

efedrin dari tanaman Ephedra vulgaris, atropine dari Atropa belladonna, morfin dari

candu (Papaver somniferum) dan digoksin dari Digitalis lanata. Tidak puas dengan

mendapatkan obat dari ekstraksi tumbuhan atau hewan maka pada permulaan abad ke-

20, obat-obat kimia sintetik mulai dikenal seperti Salvarsan dan Aspirin.

Sejak tahun 1945 ilmu-ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang dengan

pesat, dan ha ini menguntungkan sekali bagi penyelidikan yang sistematis dari obat-

obat baru. Beribu-ribu zat sintetik telah ditemukan, rata-rata 500 obat setiap tahunnya,

yang mengakibatkan perkembangan revolsioner di bidang farmako-terapi.

Kebanyakan obat kuno ditinggalkan diganti dengan obat-obat modern (Yahya et al,

1992).

2.1.2. Klasifikasi Obat

Berdasarkan fungsinya dalam pengobatan, obat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Obat yang bekerja pada system saluran cerna

2. Obat yang bekerja untuk penyakit sistem kardiovaskuler (jantung)

3. Obat yang bekerja pada saluran pernapasan

4. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat (otak)

5. Obat bius

6. Obat anti nyeri

Universitas Sumatera Utara


7. Obat untuk mengobati infeksi

8. Obat-obat hormonal

9. Obat-obat kandungan, saluran kemih, kelamin

10. Obat kanker

11. Obat yang mempengaruhi gizi dan darah

12. Obat-obat untuk penyakit otot dan sendi

13. Obat-obat luar

14. Obat kekebalan tubuh dan vaksin

Menurut bentuknya, ada empat macam bentuk obat :

1. Bentuk padat : Serbuk, tablet, kapsul, pil, suppositoria, ovula dan basila.

2. Bentuk semia padat : Salep, pasta, krim, gel dan lotion.

3. Bentuk cairan : Sirup, Injeksi, infus dan obat tetes.

4. Bentuk gas : dengan cara disemprotkan dengan suatu alat (aerosol)

(Widodo,2004)

2.1.3. Obat Adrenergik

Obat golongan ini disebut obat adrenergik karena efek yang ditimbulkankannya mirip

perangsangan saraf adrenergik, atau mirip efek neurotransmitor epinefrin (yang

disebut adrenalin) dari susunan sistem saraf sistematis.

Kerja obat adrenergik dapat dibagi dalam 7 jenis ;

1. Perangsang perifer terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa dan

terhadap kelenjar liur dan keringat

2. Penghambat perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah

otot rangka

Universitas Sumatera Utara


3. Perangsang jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan

kontraksi

4. Perangsang Sistem saluran pernapasan

5. Efek metabolik, misalnya peningkatan glikogenilisis dihati dan otot dan

pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak

6. Efek endokrin, misalnya mempengaruhi sekresi insulin, rennin dan hormon

hipofisis

7. Efek prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan pelepasan

neurotransmitor (Setiawati, 1995).

Obat adrenergik dapat digolongkan menjadi dua yaitu berdasarkan mekanisme

kerja dan efek farmakologinya. Menurut mekanisme kerja dapat dibagi menjadi :

1. Adenergik yang berefek langsung

Golongan ini bekerja secara langsung, membentuk kompleks dengan reseptor

khas. Contohnya epinefrin.

2. Adrenergik yang berefek tidak langsung

Adrenergik ini bekerja dengan melepaskan katekolamin, terutama

norepenefrin, dari granul-granul penyimpanan diujung saraf simpatetik atau

menghambat pemasukan norepinefrin pada membran saraf.

Contoh : amfetamin, etilamfetamin.

3. Adrenergik yang berefek campuran

Adrenergik ini dapat menimbulkan efek melalui pengaktifan adrenoreseptor

dan melepaskan katekolamin dari tempat penyimpanan atau menghambat

pemasukan katekolamin. Contoh : efedrin, fenilpropanolamin.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan efek farmakologis atau penggunaan terapi, obat adrenergik dibagi

menjadi lima golongan :

1. Vasopresor, digunakan untuk pengobatan syok, dengan cara mengembangkan

jaringan perfusi. Contoh : dobutamin HCl, dopamine HCl, isoproterenol HCl,

fenilefrin HCl.

2. Bronkodilator, menyebabkan relaksasi otot polos bronkiola, dan digunakan

sebagai penunjang pada pengobatan asma, bronchitis, emfisema dan gangguan

pada paru-paru. Contoh : salbutamol sulfat, terbutalin sulfat, klenbuterol,

metaproterenol sulfat, fenoterol HBr, prokaterol HCl, efedrin HCl, epinefrin.

3. Dekongestan hidung, digunakan untuk mengurangi aliran darah pada daerah

yang bengkak karena menyebabkan vasokonstriksi arteriola pada mukosa

hidung. Contoh : efedrin HCl, epinefrin, nafazolin HCl.

4. Midriatik, menyebabkan midriasis dengan cara menimbulkan kontraksi otot

pelebaran iris mata.

5. Dekongestan mata, menimbulkan efek vasokonstriksi, midriasis dan

menurunkan tekanan dalam mata. Digunakan untuk mengontrol pendarahan

selama operasi mata, pengobatan glaucoma tiper tertentu, pengobatan beberapa

penyakit mata dan untuk penjernih mata. Contoh : divefrin HCl, efedrin sulfat,

epinefrin HCl, fenilefrin HCl, nafazolin HCl (Siswandono et al, 1995).

Universitas Sumatera Utara


2.2. Epinefrin

2.2.1. Defenisi Epinefrin

Epinefrin atau adrenalin (bahasa Inggris: adrenaline, epinephrine) adalah sebuah

hormon yang memicu reaksi terhadap tekanan dan kecepatan gerak tubuh. Tidak

hanya gerak, hormon ini pun memicu reaksi terhadap efek lingkungan seperti suara

derau tinggi atau cahaya yang terang. Reaksi yang kita sering rasakan adalah frekuensi

detak jantung meningkat, keringat dingin dan keterkejutan

(http://id.wikipedia.org/wiki/Adrenalin).

Gambar 2.1 Struktur Epinefrin/ Adrenalin

Epinefrin mengandung tidak kurang dari 98,5 % dan tidak lebih dari 101,0%

C9H13NO3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Memiliki Berat molekul

183,21. Sifat-sifat dari epinefrin adalah sukar larut dalam air, tidak larut dalam etanol

(95%) dan dalam eter, mudah larut dalam larutan ammonia dan dalam alkali karbonat.

Tidak stabil dalam alkali atau netral, berubah menjadi merah jika terkena udara

( Farmakope Indonesia, 1979).

2.2.2. Proses Sintesis Epinefrin

Epinefrin disintesis dari norepinefrin dalam sebuah jalur sintesis yang terbagi atas

keseluruhan katekolamin, termasuk L-dopa, dopamin, norepinefrin, and epinefrin

(Ganong, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Epinefrin atau adrenalin disintesis dengan cara berikut: di dalam hati, asam

amino tirosin akan dibentuk dari fenilalanin. Senyawa ini akan diambil dari darah

masuk kedalam aksoplasma disini dengan bantuan tirosinhidroksilase akan

dihidroksilasi pada cincin aromatisnya menjadi dihidroksifenilalanin (Dopa) dan

akhirnya senyawa ini oleh dopa-dekarboksilase didekarboksilasi menjadi dopamine.

Dengan cara transport aktif, dopamine kemudian akan dibawa ke organel sel yang

khusus (granula cadangan, vesikel) dan di sini dengan bantuan dopamin-β-

hidroksilase akan dihidroksilasi pada rantai sampingnya menjadi noradrenalin

(norepinefrin). Sedangkan pengubahan selanjutnya menjadi adrenalin, hanya dapat

terjadi didalam otak dan tidak mungkin terjadi pada ujung saraf simpatis, karena

enzim N-metiltransfarase yang mengubah noradrenalin menjadi adrenalin tidak ada.

Sebaliknya dalam sel kromafin medulla adrenal, tempat N-metiltransfarase ada, maka

dari noradrenalin dengan metilasi pada N akan terbentuk adrenalin (Mutschler, 1991).

2.2.3. Farmakodinamik Epinefrin

1. kardiovaskular

Kerja utama epinefrin adalah pada sistem kardiovaskular. Senyawa ini memperkuat

daya kontraksi otot jantung (miokard) (inotropik positif : kerja β1) dan mempercepat

kontraksi miokard (kronotropik positif : kerja β1). Oleh karena itu, curah jantung

meningkat pula. Akibat dari efek ini maka kebutuhan oksigen otot jantung jadi

meningkat juga. Epinefrin mengkonstriksi arteriol di kulit, membrane mukosa, dan

visera (efek α) dan mendilatasi pembuluh darah ke hati dan otot rangka (efek β2).

Aliran darah ke ginjal menurun. Oleh karena itu, efek kumulatif epinefrin adalah

peningkatan tekanan sistolik bersama dengan sedikit penurunan tekanan diastolik

(Mycek et al, 2001).

Universitas Sumatera Utara


Pada jantung, adrenalin atau epinefrin bekerja meningkatkan kekuatan

kontraksi dan frekuensi jantung. Curah jantung akan naik. Selama tekanan darah rata-

rata (harga rata-rata antara tekanan sistol dan tekanan diastol) tidak naik, tidak terjadi

pengaturan lawan reflektrolik dari parasimpatis. Pada penggunaan adrenalin, harus

pula dipertimbangkan bahwa senyawa ini akan meninggikan pemakaian oksigen dan

oleh karena itu walau terjadi dilatasi arteria koronaria, dapat timvbul serangan angina

pektoris ( Mutschler, 1991).

2. Respirasi

Epinefrin menimbulkan bronkodilatasi kuat dengan bekerja langsung pada otot polos

bronkus (kerja β2). Pada kasus syok anafilaksis, obat ini dapat menyelamatkan nyawa

(Mycek et al, 2001).

2.2.4. Farmakokinetik Epinefrin

Epinefrin mempunyai awitan cepat tetapi kerjanya singkat. Pada situasi gawat, obat

ini diberikan secara intravena. Untuk memperoleh awitan yang sangat cepat dapat pula

diberikan secara subkutan, pipa endotrakeal, inhalasi, atau topikal pada mata.

Pemberian peroral tidak efektif, karena epinefrin dapat dirusak oleh enzim dalam usus

(Mycek et al, 2001)

2.2.5. Pathoendokrinologi Epinefrin

Berbagai gejala negatif pada aktivitas atau metabolisme organ tubuh karena pengaruh

epinefrin bisa disebabkan karena 2 kemungkinan : sekresi yang berlebihan atau

sebaliknya kekurangan sekresi. Masalah tersebut di antaranya :

Universitas Sumatera Utara


a. Palpitasi

Merupakan gejala abnormal pada kesadaran detak jantung, bisa terlalu lambat, terlalu

cepat, tidak beraturan, atau berada dalam frekuensi normal. Gejala ini disebabkan

akibat sekresi epinefrin yang berlebihan. Tapi bisa juga karena konsumsi alkohol,

kafein, kokain, amfetamin, atau obat-obatan yang lain, penyakit (seperti

hipertiroidisme), atau efek panik.

b. Tachychardia

Perningkatan kecepatan aktivitas jantung. Kelainan endokrin seperti feokromositoma

dapat menyebabkan pelepasan epinefrin dan tachychardia bebas dari sistem syaraf.

c. Arrhythmia

Keadaan abnormal pada aktivitas elektrik jantung. Jantung bisa berdetak lebih cepat

atau sebaliknya malah lebih lambat. Sama seperti palpitasi, kelainan ini dipicu oleh

sekresi epinefrin yang berlebihan.

d. Sakit kepala

Kondisi sakit pada kepala, pada bagian leher ke atas. Umumnya disebabkan oleh

ketegangan, migrain, ketegangan mata, dehidrasi, gula darah rendah dan sinusitis.

Beberapa sakit kepala juga karena kondisi ancaman hidup seperti meningitis,

ensephalatis, aneuisme cerebral, tekanan darah sangat tinggi, dan tumor otak.

e. Tremor

Ritme, pergerakan otot melibatkan pergerakan menuju dan dari (osilasi) salah satu

bagian tubuh. Kebanyakan tremor terjadi pada tangan. Pada beberapa orang, tremor

adalah gejala kelainan saraf yang lain. Umumnya disebabkan karena masalah pada

bagian otak atau spinal cord yang mengontrol otot melalui tubuh atau area tertentu,

seperti tangan. Penyebabnya adalah stres yang teralu banyak sehingga sekresi

epinefrin menjadi tidak terkendali.

Universitas Sumatera Utara


f. Hipertensi

Merupakan suatu kondisi medis dimana tekanan darah naik secara kronis. Hipertensi

adalah karakter khas dari berbagai abnormalitas kortikal adrenal.

g. Edema paru-paru akut

Akumulasi fluida dalam paru-paru, disebabkan kegagalan jantung melepaskan fluida

dari sirkulasi paru-paru, akibat disnormalitas sekresi epinefrin.

h. Alergi

Alergi adalah suatu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi cepat dan lambat

tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks dipengaruhi faktor

genetik, lingkungan dan pengontrol internal.Alergi dikaitkan dengan peningkatan

hormone epinefrin dan progesterone. Peningkatan hormon epinefrin menimbulkan

manifestasi klinis perubahan suasana hati, dan kecemasan

(http://cafesehat.blogspot.com/2009/08/hormon-epinefrinadrenalin.html.).

2.2.6 Indikasi Epinefrin

Epinefrin digunakan sebagai menambah pada anestetika lokal, dan selain itu pada

syok anafilaktik dan serangan Adamstokes.

Pada jantung berhenti, penyuntikan adrenalin dilakukan setelah penanganan

primer yaitu pernapasan buatan dan massage jantung, kedua penanganan ini tetap

tidak dihentikan.

Universitas Sumatera Utara


2.2.7 Kontraindikasi Epinefrin

Epinefrin tidak boleh diberikan pada penderita hipertireosis , sklerosis koronar,

selebral, hipertensi berat, narkosis dengan hidrokarbon terhalogenasi atau dengan

eterserta setelah pemakaian digitalis (Mutschler, 1991).

2.2.8 Dosis Pemakaian Epinefrin

Tambahkan 4 ml (4 mg) dari ampul epinephrine ke dalam 1.000 ml larutan yang

mengandung 4 mcg epinefrin basa. Berikan larutan ini dengan infus intravena.

Masukkan kateter plastik intravena melalui jarum yang dimasukkan dengan baik ke

dalam vena dan direkatkan dengan plester, jika mungkin, hindari teknik catheter tie-

in, karena teknik ini mudah menyebabkan stasis. IV drip chamber atau alat ukur lain

yang sesuai diperlukan untuk mengukur kecepatan aliran dalam tetes per menit secara

akurat. Setelah mengamati responnya pada pemberian dosis awal 2-3 ml (dari 8-12

mcg bentuk basa) per menit, atur kecepatan aliran untuk mencapai dan

mempertahankan tekanan darah normal yang rendah (biasanya, tekanan sistoliknya

80-100 mmHg) cukup untuk mempertahankan sirkulasi ke organ vital.

Pada pasien dengan riwayat hipertensi, dianjurkan menaikkan tekanan

darahnya tidak lebih dari 40 mmHg di bawah tekanan sistolik sebelumnya. Dosis

pemeliharaan rata-rata adalah 0,5-1 ml per menit (2 mcg sampai 4 mcg bentuk basa).

Tiap-tiap individu membutuhkan dosis yang berbeda-beda untuk mencapai dan

mempertahankan tekanan darah yang cukup. Pada semua kasus, dosis epinefrin harus

dititrasi sesuai dengan respon pasien. Adakalanya dosis harian yang jauh lebih besar

atau bahkan sangat besar (sebesar 68 mg basa atau 17 ampul) mungkin dibutuhkan

Universitas Sumatera Utara


jika pasien tetap menderita hipotensi, tetapi adanya kehilangan volume darah yang

tersembunyi harus dicurigai dan bila itu terjadi, harus diperbaiki. Monitoring tekanan

vena sentral biasanya sangat membantu dalam mendeteksi dan mengobati kondisi ini.

Pengobatan tambahan pada henti jantung

Infus epinefrin biasanya diberikan secara intravena selama resusitasi jantung untuk

memulihkan dan mempertahankan tekanan darah yang cukup setelah denyut jantung

efektif dan ventilasi jantung terjaga dengan dengan cara lain. (Kemampuan epinefrin

yang kuat dalam merangsang β-adrenergik juga diduga meningkatkan kekuatan dan

keefektifan kontraksi sistolik yang terjadi) (http://dexa-

medica.com/printview.php.html).

2.3. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi adalah istilah umum untuk berbagai cara pemisahan berdasarkan partisi

cuplikan antara fase yang bergerak, dapat berupa gas atau zat cair, dan fase diam,

dapat berupa zat cair atau zat padat. Kita biasanya menganggap Tswett sebagai

penemu kromatografi, yang pada tahun 1903 menguraikan karyanya mengenai

pemakaian kolom kapur untuk memisahkan pigmen dalam daun. Istilah

‘kromatografi’ dipakai oleh Tswett untuk menggambarkan daerah yang berwarna

yang bergerak kebagian bawah kolom. Perlu diketahui bahwa D.T. Day pada kira-kira

saat yang sama memakai kromatografi untuk memisahkan berbagai fraksi minyak

bumi tetapi Tswett-lah yang pertama kali mengenali dan menafsirkan proses tersebut.

Kromatografi merana selama bertahun-tahun, biasanya dipakai dalam bentuk

cair-padat (KCP). Kemudian, pada akhir tahun 1903an dan pada awal tahun 1940an,

Universitas Sumatera Utara


cara ini mulai berkembang. Dasar Kromatografi lapis tipis (KLT) diletakkan oleh

Izmailov dan Schraiber pada tahun 1938, dan kemudian diperhalus oleh Stahl pada

tahun 1958. Karya Matin dan Synge, yang pada tahun 1941 membuahkan hadiah

Nobel, tidak hanya merevolusi kromatografi cair, tetapi juga secara umum meletakkan

landasan bagi perkembangan kromatografi gas dan kromatografi kertas. Pada tahun

1952, Martin dan James mempublikasikan makalah pertamanya mengenai

kromatografi gas. Antara tahun 1952 dan akhir tahun 1960an kromatografi gas

berkembang menjadi alat analisis yang canggih.

Kromatografi cair dilakukan dalam kolom kaca bergaris tengah besar pada

kondisi atmosfer. Waktu analisis panjang dan keseluruhan tatakerja biasanya

menjemukan. Pada akhir tahun 1960an perhatian makin besar dicurahkan pada

pengembangan kromatografi cair sebagai cara yang melengkapi kromatografi gas.

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) (atau kromatografi cair ’bertekanan tinggi’,

‘berkecepatan tinggi’, dan ‘modern’) berkembang dari usaha tersebut. Kemajuan

dalam instrumentasi dan kemasan kolom terjadi begitu cepat sehingga sukar untuk

mempertahankan keahlian yang sesuai dengan kemajuan mutakhir. Memang, bahkan

sekarang pun cara tersebut dengan cepat menjadi matang dan memperoleh kedudukan

yang sama dengan kromatografi gas ( Johnson, 1991).

2.3.1. Komponen-komponen penting dari KCKT

1. Pompa

Fase gerak dalam KCKT sudah tentu zat cair, dan untuk menggerakkannya melalui

kolom diperlukan alat. Ada dua jenis utama pompa yang digunakan tekanan-tetap dan

pendesakan-tetap. Pompa pendesakan tetap dapat dibagi lagi menjadi pompa torak dan

pompa semprit. Pompa torak menghasilkan aliran yang berdenyut,

Universitas Sumatera Utara


jadi memerlukan peredam denyut atau peredam elektronik untuk menghasilkan garis

alas detector yang stabil jika detector peka terhadap aliran.

Kelebihan utamanya adalah tandonnya tidak terbatas. Pompa semprit menghasilkan

aliran yang tak berdenyut, tetapi tandonnya terbatas ( Johnson, 1991).

Pompa yang cocok untuk KCKT mempunyai beberapa ciri. Seperti tandon

pelarut, pompa harus dibuat dari bahan yang lembam terhadap semua macam pelarut.

Bahan yang umum digunakan adalah gelas, baja nirkarat, teflon dan batu nilam. Untuk

kondisi analisis, pompa harus mampu menghasilkan tekanan tinggi sampai 5000 psi

pada kecepatan sampai 3ml/menit. Pompa yang digunakan untuk skala preparatif

perlu kecepatan alir sampai 20ml/menit (Munson, 1991).

Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk

menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reproducible,

konstan, dan bebas dari gangguan. Ada dua jenis pompa dalam KCKT yaitu: pompa

dengan tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan.

Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum

dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan ( Rohman, 2007).

2. Injektor

Cuplikan harus dimasukkan ke dalam pangkal kolom (kepala kolom), diusahakan agar

sesedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom. Ada dua ragam utama :

aliran henti dan pelarut mengalir.

Universitas Sumatera Utara


Ada tiga jenis dasar injector, yaitu:

− Aliran-henti: aliran dihentikan, penyuntikan dilakukan pada tekanan atmosfer;

system ditutup, dan aliran dilanjutkan lagi (biasanya system aliran utama tetap

berada pada tekanan kerja). Cara ini dipakai karena difusi di dalam zat cair

kecil, jadi umumnya daya pisah tidak dipengaruhi.

− Septum: ini adalah injector langsung pada aliran, yang sama dengan injector

yang lazim dipakai pada kromatografi gas. Injektor tersebut dapat dipakai pada

tekanan sampai sekitar 60-70 atmosfer. Sayang sekali, septum tidak dapat

dipakai untuk semua pelarut KC. Selain itu, partikel kecil terlepas dari septum

dan cendrung menyumbat.

− Katup jalan-kitar : jenis injector ini, biasanya dipakai untuk menyuntikkan

volum yang lebih besar dari 10 l dan sekarang dipakai dalam system yang

diotomatkan.(volum yang lebih kecil dapat disuntikkan secara manual

memakai adaptor khusus). Pada kedudukan mengisi, jalan-kitar cuplikan diisi

pada tekanan atmosfer. Jika katup dijalankan (dibuka), cuplikan didalam jalan-

kitar teralirkan ke dalam kolom ( Johnson, 1991).

3. Kolom

Kolom merupakan jantung kromatograf. Keberhasilan atau kegagalan analisis

bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat dibagi

menjadi dua kelompok :

− Kolom analitik : garis tengah dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada jenis

kemasan, untuk kemasan felikel biasanya panjang kolom 50-100 cm, untuk

kemasan mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm

Universitas Sumatera Utara


− Kolom preparatif; umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dari

panjang 25-100 cm ( Johnson, 1991).

Ada 2 jenis kolom pada KCKT yaitu kolom konvensional dan kolom

mikrobor. Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibanding dengan

kolom konvensional, yakni:

− Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding

dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase

gerak lebih lambat (10- 100 µl/ menit )

− Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih

ideal jika digabung dengan spectrometer massa.

− Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solute lebih pekat, karenanya

jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel

klinis ( Rohman, 2007).

4. Detektor

Detektor yang merupakan tulang punggung kromatografi cair kecepatan tinggi

modern (KCKT) ialah detektor UV 254 nm. Detektor UV-tampak dengan panjang

gelombang yang berubah-ubah sekarang menjadi popular karena dapat dipakai untuk

mendeteksi senyawa dalam lingkup lebih luas. (Johnson, 1991)

Beberapa jenis detektor yang umumnya digunakan untuk KCKT adalah:

detektor Ultra violet (UV), detektor fluoresensi dan detektor elektrokimia ( Rohman,

2007).

Untuk sebagian besar analisis obat dalam formulasi, digunakan detektor

panjang gelombang UV atau diode array UV yang bervariasi. Detektor UV umumnya

Universitas Sumatera Utara


memiliki sel yang sempit dengan diameter sekitar 1 mm dengan panjang 10 mm,

memberikannya suatu volume internal sekitar 8 µl. Rentang linier detektor tersebut

adalah antara 0,0001 dan 2 unit absorbans dan sampel-sampel harus diencerkan

dengan baik agar masuk dalam kisaran tersebut ( Watson, 2005).

Detektor-detektor selektif cenderung digunakan jika terdapat sedikit analit

dalam matriks kompleks seperti prosedur-prosedur bioanalisis, dengan komponen-

komponen yang diekstraksi dari matriks biologis bersama dengan analit tersebut dapat

menyebabkan interferensi. Beberapa senyawa terformulasi hanya memiliki kromofor

yang sangat buruk – ini mencakup : gula, lipid, surfaktan, asam amino, dan beberapa

golongan obat, misalnya sejumlah obat antikolinergik yang tidak memiliki kromofor.

Dalam kasus-kasus ini, salah satu deteksi UV dapat digunakan sebagai alternatif

(Watson, 2005).

5. Elusi Landaian

Elusi landaian ialah peningkatan kekuatan fase gerak selama analisis kromatografi.

Hasil elusi landaian ialah perpendekan waktu tambat senyawa yang ditahan dengan

kuat dalam kolom.

Elusi landaian mempunyai beberapa keuntungan :

− Waktu analisis keseluruhan dapat dikurangi secara berarti

− Daya pisah keseluruhan per satuan waktu campuran ditingkatkan;

− Bentuk puncak diperbaiki (pembentukan ekor lebih kecil);

− Kepekaan efektif ditingkatkan karena bentuk puncak kurang beragam

( Johnson, 1991).

Universitas Sumatera Utara


6. Fase Gerak

Pada kromatografi cair, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah satu peubah

yang mempengaruhi pemisahan. Berbagai macam pelarut dipakai dalam semua ragam

KCKT, tetapi ada beberapa sifat yang diinginkan yang berlaku umum.

Fase gerak haruslah:

a. Murni, tanpa cemaran;

b. Tidak bereaksi dengan kemasan;

c. Sesuai dengan detector;

d. Dapat melarutkan cuplikan;

e. Mempunyai viskositas rendah

f. Memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika diperlukan;

g. Harganya wajar.

Pada umumnya pelarut dibuang setelah dipakai karena tata kerja pemurnian memakan

waktu dan mahal ( Johnson, 1991).

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat

bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi.

Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase

diam, dan sifat komponen-komponen sampel.Untuk fase normal ( fase diam lebih

polar daripada fase gerak ), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya

polaritas pelarut.Sementara untuk fase terbalik ( fase diam kurang polar daripada fase

gerak ), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak

yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran

larutan buffer dengan methanol atau campuran air dengan asetonitril. Untuk

pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering-

Universitas Sumatera Utara


digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut-pelarut jenis

alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding dengan fase

terbalik ( Rohman, 2007).

7. Wadah fase gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun

labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya

dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum

digunakan harus dilakukan degassing ( penghilangan gas ) yang ada pada fase gerak,

sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama dipompa dan

detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Pada saat membuat pelarut untuk fase

gerak, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan pelarut, buffer, reagen dengan

kemurnian yang sangat tinggi, dan lebih terpilih lagi jika pelarut-pelarut yang akan

digunakan untuk KCKT berderajat KCKT ( HPLC grade ). Adanya pengotor dalam

dapat terkumpul dalam kolom atau dalam tabung yang sempit, sehingga dapat

mengakibatkan suatu kekosongan pada kolom atau tabung tersebut. Karenanya, fase

gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-

partikel kecil ini ( Rohman, 2007).

2.3.2. Keuntungan KCKT

KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu

seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan

fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping

proses sintetis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi, memonitor

sampel-sampel yang berasal dari lingkungan, memurnikan senyawa dalam suatu

Universitas Sumatera Utara


campuran, memisahkan polimer dan menentukan distribusi berat molekulnya dalam

suatu campuran, kontrol kualitas, dan mengikuti jalannya reaksi sintetis (Rohman,

2007).

Kegunaan umum KCKT adalah untuk : pemisahan sejumlah senyawa organik,

anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian; analisis senyawa-

senyawa tidak mudah menguap; penentuan molekul-molekul netral, ionik, maupun

zwitter ion; isolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang

strukturnya hampir sama; pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit,

dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri. KCKT merupakan metode

yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatis maupun

kuantitatif ( Rohman, 2007).

KCKT dapat dianggap pelengkap Kromatografi gas (KG). Dalam banyak hal

keduanya dapat dipakai untuk menghasilkan pemisahan yang sama. Untuk KG

diperlukan pembuatan turunan senyawa, sedangkan KCKT dapat dilakukan tanpa itu.

Untuk senyawa yang tidak tahan panas atau tidak atsiri, KCKT merupakan pilihan

yang masuk akal. Bagaimanapun, KCKT tidak akan menggantikan KG, sekalipun

memang peranannya di lab analisis makin lama makin besar ( Johnson, 1991).

Pembuatan turunan senyawa menjadi populer pula pada KCKT karena cara itu

dapat dipakai untuk meningkatkan kepekaan detektor UV-tampak yang biasa dipakai.

KCKT mempunyai banyak keuntungan jika dibandingkan dengan KG tradisional,

yaitu:

Universitas Sumatera Utara


a. Cepat

b. Daya pisahnya baik

c. Kolom dapat dipakai kembali

d. Peka; detector unik

e. Ideal untuk molekul besar dan ion

f. Mudah memperoleh kembali cuplikan

Kecepatan

Waktu analisis yang kurang dari satu jam merupakan hal yang lazim. Banyak analisis

dapat dilakukan dalam 15-30 menit. Memang, untuk analisis yang tidak rumit, dapat

dicapai waktu analisis kurang dari 5 menit ( Johnson, 1991).

Daya Pisah

Berbeda dengan KG, kromatografi cair mempunyai dua fase tempat terjadinya

antaraksi. Pada KG, gas yang mengalir berantaraksi sedikit dengan linarut; pemisahan

tercapai terutama karena antaraksi dengan fase diam saja.

Kemampuan larut berinteraksi secara selektif dengan fase diam dan fase gerak

memberikan parameter tambahan untuk mencapai pemisahan yang dikehendaki

(Johnson, 1991).

Kepekaan

Detektor serapan UV yang biasa dipakai dalam KCKT dalam mendeteksi berbagai

jenis senyawa jumlah pikogram (10-12 g). Detektor, seperti spektrometer massa, indeks

bias, radiometri, semuanya telah dipakai pada KCKT ( Johnson,1991).

Universitas Sumatera Utara


Kolom yang dapat dipakai kembali

Berbeda dengan KC klasik, kolom KCKT dapat dipakai kembali. Banyak analisis

dapat dilakukan pada kolom yang sama sebelum kolom itu harus diganti. Akan tetapi,

kolom tersebut turun mutunya; laju penurunan mutu bergantung pada jenis cuplikan

yang disuntikkan, kemurnian pelarut, dan jenis pelarut yang dipakai ( Johnson, 1991).

Molekul besar dan ion

Secara khusus senyawa jenis ini tak dapat dipisahkan dengan KG karena keatsiriannya

rendah. KG biasanya menggunakan senyawa turunannya untuk menganalisis ion.

KCKT dalam ragam eksklusi dan pertukaran ion ideal untuk menganalisis molekul

besar dan ion ( Johnson, 1991).

Mudah memperoleh kembali cuplikan

Sebagian besar detector yang dipakai pada KCKT tidak merusak sehingga komponen

cuplikan dapat dikumpulkan dengan mudah ketika mereka melewati detector.

Biasanya pelarut dihilangkan dengan mudah dengan cara penguapan, kecuali pada

pertukaran ion yang memerlukan tata kerja khusus (Johnson, 1991).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai