Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
SKENARIO 2
“GONDOK”
KELOMPOK A-3
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2017/2018
SKENARIO 2
GONDOK
Ny. S, berusia 36 tahun, mengeluh terdapat benjaolan di leher depan yang semakin
membesar sejak 6 bulan yang lalu. Tidak ada keluhan nyeri menelan, perubahan suara
ataupun gangguan pernapasan. Pasien juga tidak mengeluh berdebar-debar, banyak
bekeringat dan perubahan berat badan. Pada leher depan sebelah kanan teraba nodul
berukuran 5x4 cm, berbatas tegas, tidak nyeri tekan dan turut bergerak saat menelan.
Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium fungsi tiroid, USG
tiroid, sidik tiroid (thyroid scintigraphy) dan pemeriksaan aspirasi jarum halus.
Hasil sitologi yang diperoleh menunjukan tidak didapatkannya sel ganas, sehingga
pasien diberikan terapi hormone tiroksin sambil dimonitor fungsi tiroidnya. Pasien
juga diingatkan bahwa bila nodulnya makin membesar maka perlu dilakukan operasi
tiroidektomi. Mendengar penjelasan dokter, pasien yang merupakan seorang
muslimah merasa cemas menghadapi kemungkinan akan dilakukannya tindakan
operasi.
KATA SULIT
1. Pemeriksaan Sidik Tiroid : Pembuatan gambaran distribusi
radioaktif 2 dimensi dalam jaringan
setelah pemberian agen pencitraan
radiofarmasefikal, gambaran
diperoleh dengan kamera skintilasi
2. Tiroid : organ yang menghasilkan hormon T3
dan T4
3. Pemeriksaan Aspirasi Jarum Halus : prosedur biopsi yang menggunakan
jarum sangat tipis, yang melekat pada
jarum suntik untuk menarik sebagian
kecil jaringan dari lesi abnormal
kemudian dilihat dibawah mikroskop
4. Tiroidektomi :operasi pengambilan atau
pengangkatan tiroid sebagian atau
seluruhnya
PERTANYAAN
1. Apa penyebab munculnya benjolan yang semakin membesar?
2. Apa fungsi hormone tiroksin sebagai terapi?
3. Apa yang membedakan antara sel ganas dan sel tidak ganas pada pemeriksaan
fisik?
4. Mengapa tidak didapatkan keluhan nyeri saat menelan, perubahan suara atau
gangguan pernapasan?
5. Apa saja etiologi pada kasus ini?
6. Mengapa pasien tidak berkeringat dan tidak ada perubahan berat badan?
7. Bagaimana menghadapi rasa cemas dalam sudut pandang islam?
8. Apa indikasi dilakukannya tiroidektomi?
9. Apa saja komplikasi pasca tiroidektomi?
10. Apa saja tatalaksana yang dilakukan?
11. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan?
JAWABAN
1. Ketidakseimbangan hormon tiroid akibat adanya gangguan pada kelenjar
tiroid
2. Sebagai kompensasi akibat defisiensi hormon (hipotiroidisme)
3. Sel ganas : batas tidak tegas, keras, immobile, metastasis pada jaringan
sekitar
Sel tidak ganas : batas tegas, lunak, mobile
4. - tidak nyeri saat menelan : karena bukan dikarenakan oleh infeksi
- tidak ada perubahan suara : karena nervus recurrens larynges inferior dan
superior
-tidak ada gangguan pernapasan : tidak menekan saluran napas
5. - kurangnya intake iodium
- autoimun
- keganasan
- infeksi
- gangguan pada hipofisis
6. – tidak berkeringat hipotiroid metabolisme basal menurun lemak tidak
dibakar tidak ada perubahan berat badan
- tidak ada perubahan berat badan berat badan intake makanan disimpan
7. – harus bersabar
- beribadah
- husnuzan
- ikhlas
8. – keganasan
- pembesaran
9. – tidak menghasilkan hormone
- suara hilang atau serak terkena nervus saat tiroidektomi
- paratiroid bisa ikut terangkat defisiensi hormone paratiroid
10. Diberikan obat secara oral dahulu kalau tidak ada perubahan dan semakin
membesar dilakukan tiroidektomi
11. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
HIPOTESIS
Vaskularisasi:
a. Arteria
1. Arteri thyroidea superior
Cabang dari arteri carotis externa dan memberi darah sebagian
besar (15-20%). sebelum mencapai kelenjar thyroid arteri ini
bercabang dua menjadi ramus anterior dan ramus posterior
yang akan beranastomose dengan cabang arteri thyroidea
inferior.
2. Arteri thyroidea inferior
Lanjutan dari trunkus tyrocervicalis yang berasal dari arteri
subclavia, dan memberikan darah paling banyak yaitu 76 – 78
%. Tepat dikutub caudal tyroid, arteri akan bercabang dua yaitu
ramus anterior dan posterior yang beranastomose dengan
cabang arteri tyroidea superior.
b. Vena
1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna)
2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna)
3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri)
Persarafan
1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan
inferior
2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea
recurrens (cabang N.vagus)
N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi,
akibatnya pita suara terganggu (stridor/serak).
Aliran Limfe
1. Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis
2. Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis
Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli
pretracheal lalu menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar V.
jugularis. Dari sekitar V. jugularis ini diteruskan ke limfonoduli
mediastinum superior.
Setiap folikel tersusun dari sel-sel epitel yang berdiri di atas membrana
basalis. Sel folikel memiliki inti besar, vesikular, yang berada ditengah
atau ke arah basal. Sitoplasma sel bergranul halus, basofil, banyak
mitokondria dan dengan mikroskop elektron kita dapat melihat
mikrovili pada sisi yang menghadap ke lumen. Fungsi mikrovili
tersebut adalah untuk memaksimalkan absorbsi di lumen.
c. Autoregulasi Tiroidal
Autoregulasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan dari
kelenjar tiroid untuk memodifikasi fungsinya untuk
menyesuikan diri dengan perubahan dalam ketersediaan iodin,
tidak tergantung dari TSH hipofisis. Dengan demikian, manusia
dapat mempertahankan sekresi tiroid normal dengan asupan
iodida yang bervariasi dari 50 µg hingga beberapa miligram per
hari. Beberapa dari efek defisiensi atau kelebihan iodida
dibahas di atas. Penyesuaian utama terhadap asupan iodida
yang rendah adalah sintesis istimewa dari T3 ketimbang T4,
peningkatan dari efektivitas metabolik dari hormon yang
disekresikan. Di pihak lain, kelebihan iodida, menghambat
banyak fungsi tiroid, termasuk transpor I, pembentukan cAMP,
pembangkitan H2O2, sintesis dan sekresi hormon, dan
pengikatan dari TSH dan TSH-R Ab dengan reseptor TSH.
Beberapa dari efek ini dapat diperantarai oleh pembentukan
dari asam lemak teriodinasi intratiroidal. Kemampuan dari
tiroid normal untuk "lolos" dari efek inhibisi (efek Wolff-
Chaikoff) memungkinkan kelenjar untuk terus mensekresikan
hormon walaupun asupan iodida makanan yang tinggi. Penting
untuk dicatat bahwa hal ini berbeda efek terapeutik iodida
dalam terapi dari penyakit Graves. Di sini, kadar iodide yang
tinggi menghambat endositosis tiroglobulin dan aktivitas
lisosomal, menurunkan pelepasan hormon tiroid dan
menurunkan kadar hormon sirkulasi. Di samping itu, inhibisi
dari aktivitas TSH-R Ab [stim] mengurangi vaskularitas
kelenjar, dengan konsekuensi yang bermanfaat selama
pembedahan. Efek ini juga bersifat sementara, berlangsung
sekitar 10 hari hingga 2 minggu.
d. Regulasi Autoimun
Kemampuan dari limfosit B untuk mensintesis antibodi
reseptor TSH yang dapat menghambat aksi dari TSH ataupun
meniru aktivitas TSH dengan berikatan dengan daerah-daerah
yang berbeda pada reseptor TSH memberikan suatu bentuk
pengaturan tiroid oleh sistem kekebalan. Dengan demikian,
sintesis dan sekresi dari hormon tiroid dikontrol oleh tiga
tingkatan yang berbeda : (1) tingkat dari hipotalamus, dengan
mengubah sekresi TRH; (2) tingkat hipofisis, dengan
menghambat atau merangsang sekresi TSH; dan (3) tingkat
tiroid, melalui autoregulasi dan blokade atau perangsangan dari
reseptor TSH.
c. Efek Kardiovaskular
T3 merangsang transkripsi dari rantai berat α miosin dan menghambat
rantai berat β miosin, memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga
meningkatkan transkripsi dari Ca2+ ATPase dalam retikulum
sarkoplasmik, meningkatkan kontraksi diastolik jantung; mengubah
isoform dari gen Na+ -K+ ATPase gen; dan meningkatkan reseptor
adrenergik-beta dan konsentrasi protein G. Dengan demikian, hormon
tiroid mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyata terhadap
jantung. Hal ini merupakan penyebab dari keluaran jantung dan
peningkatan nadi yang nyata pada hipertiroidisme dan kebalikannya
pada hipotiroidisme.
d. Efek Simpatik
Seperti dicatat di atas, hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor
adrenergik-beta dalam otot jantung, otot skeletal, jaringan adiposa, dan
limfosit. Mereka juga menurunkan reseptor adrenergik-alfa miokardial.
Di samping itu; mereka juga dapat memperbesar aksi katekolamin
pada tempat pascareseptor. Dengan demikian, kepekaan terhadap
katekolamin meningkat dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi
dengan obat-obatan penyekat adrenergik-beta dapat sangat membantu
dalam mengendalikan takikardia dan aritmia.
e. Efek Pulmonar
Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapne
normal pada pusat pernapasan. Pada hipotiroidisme berat, terjadi
hipoventilasi, kadang kadang memerlukan ventilasi bantuan.
f. Efek Hematopoetik
Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme
menyebabkan peningkatan produksi eritropoietin dan peningkatan
eritropoiesis. Namun, volume darah biasanya tidak meningkat karena
hemodilusi dan peningkatan penggantian eritrosit. Hormon tiroid
meningkatkan kandungan 2,3-difosfogliserat eritrosit, memungkinkan
peningkatan disosiasi O2 hemoglobin dan meningkatkan penyediaan
O2 kepada jaringan. Keadaan yang sebaliknya terjadi pada
hipotiroidisme.
g. Efek Gastrointestinal
Hormon tiroid merangsang motilitas usus, yang dapat menimbuklan
peningkatan motilitas dan diare pada hipertiroidisme dan
memperlambat transit usus serta konstipasi pada hipotiroidisme. Hal
ini juga menyumbang pada timbulnya penurunan berat badan yang
sedang pada hipotiroidisme dan pertambahan berat pada
hipotiroidisme.
h. Efek Skeletal
Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang,
meningkatkan resorpsi tulang, dan hingga tingkat yang lebih kecil,
pembentukan tulang. Dengan demikian, hipertiroidisme dapat
menimbulkan osteopenia yang bermakna, dan pada kasus berat,
hiperkalsemia sedang, hiperkalsiuria, dan peningkatan ekskresi
hidroksiprolin urin dan hubungan-silang pyridinium
.
i. Efek Neuromuskular
Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak
protein struktural, pada hipertiroidisme terdapat peningkatan
penggantian protein dan kehilangan jaringan otot atau miopati. Hal ini
dapat berkaitan dengan kreatinuria sontan. Terdapat juga suatu
peningkatan kecepatan kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik
diamati adanya hiperefleksia atau hipertiroidisme-atau sebaliknya pada
hipotiroidisme. Hormon tiroid penting untuk perkembangan dan fungsi
normal dari susunan saraf pusat, dan hiperaktivitas pada
hipertiroidisme serta kelambanan pada hipotiroidisme dapat mencolok.
k. Efek Endokrin
Hormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak
hormon dan obat-obatan farmakologik. Contohnya, waktu-paruh dari
kortisol adalah sekitar 100 menit pada orang normal, sekitar 50 menit
pada pasien hipertiroid, sekitar 150 menit pada pasien hipotiroid.
Kecepatan produksi kortisol akan meningkat pada pasien hipertiroid;
dengan fungsi adrenal normal sehingga mempertahankan suatu kadar
hormon sirkulasi yang normal. Namun, pada seorang pasien dengan
insufisiensi adrenal, timbulnya hipertiroidisme atau terapi hormon
tiroid dari hipotiroidisme dapat mengungkapkan adanya penyakit
adrenal. Ovulasi dapat terganggu pada hipertiroidisme maupun
hipotiroidisme, menimbulkan infertilitas, yang dapat dikoreksi dengan
pemulihan keadaan eutiroid Kadar prolaktin serum meningkat sekitar
40% pada pasien dengan hipotiroidisme, kemungkinan suatu
manifestasi dari peningkatan pelepasan TRH; hal ini akan kembali
normal dengan terapi T4.
2.3. Sintesis
3. Proses Coupling
Setelah proses trapping, tiroglobulin akan dikembalikan ke ekstrasel
yaitu lumen folikel tiroid yang akan dikeluarkan apabila dibutuhkan.
Sehingga T3 dan T4 hanya sepertiga dari yodium yang ada, dan MIT
dan DIT dua per tiga dari yodium yang ada.Selanjutnya hormon tiroid
yang sudah selesai dibentuk ini dibentuk dalam thyroglobuline
dilumen folikel tiroid.
4. Proteolisis
Bila diperlukan dengan stimulasi TSH terjadi proteolisis Tg untuk
melepaskan hormon tiroid ke dalam sirkulasi bebas. Proteolisis Tg
melepaskan hormon tiroid dalam bentuk T3 dan T4 kedalam sirkulasi
bebas, sedangkan Tg-MIT dan Tg-DIT mengalami deyodinasi kembali
dan iodidanya masuk kembali ke simpanan yodium intratiroid sebagai
cadangan yodium. Sebagian besar hormon yang disekresikan dalam
bentuk T4 (100nmol/hari), sejumlah kecil dalam bentuk T3
(5nmol/hari). Kelenjar tiroid juga mensekresi calsitonin yang
diproduksi oleh sel C.
Gangguan sintesis hormon tiroid merupakan penyebab yang jarang
untuk terjadinya hipotiroidisme kongenital. Kelainan paling sering
disebabkan adanya mutasi resesif pada TPO atau Tg, tetapi dapat pula
terjadi gangguan pada TSH-R, NIS, pendrin, dan hidrogen
peroksidase. Karena adanya gangguan biosintesis, kelenjar tidak
mampu memproduksi hormon sehingga menimbulkan peningkatan
TSH dan pembesaran struma.
Hipertiroid
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana suatu kelenjar tiroid yang
terlalu aktif menghasilkan suatu jumlah yang berlebihan dari hormon-
hormon tiroid yang beredar dalam darah. Tirotoksikosis adalah
keadaaan hipermetabolik yang disebabkan oleh meningkatnya kadar
T3 dan T4 bebas, terutama disebabkan oleh hiperfungsi kelenjar tiroid.
Struma
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh
penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon
tiroid dalam jumlah banyak.
3.2. Etiologi
1. Hypothyroid Primer
Thyroiditis lymphocytic kronik (autoimun) / penyakit Hashimoto
Merupakan penyebab tersering hypothyroidisme yang didapat. Tubuh
mengira antigen thyroid sebagai antigen asing dan terjadilah reaksi
imun kronik dan menghasilkan infiltrasi lymohocytic kelenjar dan
destruksi yang progresif pada jaringan fungsional tiroid. Anti-thyroid
peroxidase (anti-TPO) antibody merupana ciri penyakit ini. Muncul
seiring waktu dan dapat hilang seiring waktu juga.
Thyroiditis postpartum
10% wanita postpartum menderita setelah 2-12 bulan setelah
melahirkan. Frekuensi meningkat 25% pada penderita DM tipe 1.
Pasien dengan Thyroiditis postpartum (anti-TPO positif) berisiko
tinggi terserang hypothyroidisme permanen atau Thyroiditis
postpartum recurens pada kehamilan selanjutnya. Tingginya titer
antibody anti TPO selama kehamilan dilaporkan memiliki sensitifitas
dan spesifisitas yang tinggi untuk penyakit autoimun tiroid postpartum.
Thyroiditis subakut (granulomatous)
Penyakit yang jarang yang kebanyakan terjadi pada wanita usia
pertengahan. Gejalanya adalah demam rendah, sakit tiroid, disfagia
dan meningkatnya laju sedimentasi eritrosit. Penyakit ini biasanya self-
limited dan biasanya tidak menjadi disfungsi tiroid jangka lama. Perlu
diingat bahwa kondisi inflamasi atau sindrom virus dapat berhubungan
dengan transien hipertiroidisme diikuti dengan transient
hipotiroidisme.
Hypothyroidisme karena obat
Berikut adalah obat yang dilaporkan berpotensi menyebabkan
hipotiroid:
Amiodarone
Interferon alfa
Thalidomide
Lithium
Stavudine
Oral tyrosine kinase inhibitors – Sunitinib, imatinib
Bexarotene
Perchlorate
Interleukin (IL)-2
Ethionamide
Rifampin
Phenytoin
Carbamazepine
Phenobarbital
Aminoglutethimide
Sulfisoxazole
p -Aminosalicylic acid
Ipilimumab
Penggunaan iodine radioaktif (I-131) sebagai terapi penyakit Graves
dapat berakhir sebagai hipotiroid permanent dalam waktu 3-6bulan
setelah terapi. Frekuensi hipotiroid setelah terapi I-131 menurun pada
pasien dengan goiter toxic nodular dan secara autonomy mengaktifkan
fungsi nodul tiroid. Iradiasi leher external dapat mengakibatkan
hipotiroid. Tiroidektomi pasti mengakibatkan hipotiroid.
Hypothyroidisme iatrogenic
2. Genetik
Polimorfisme nukleotida tunggal dekat gen FOXE1 berhubungan
dengan penyakit tiroid dan berhubungan sangat erat dengan
hipotiroidisme.
Mutasi pada gen TSRH dan PAX9 menyebabkan hipotirod tanpa
goiter. Mutasi pada TSRH menyebabkan hipotiroidisme karena
insensitivitasnya TSH, sedangkan mutasi PAX8 menyebabkan
hipotiroidisme karena dysgenesis atau agenesis kelenjar.
Sindrom pendred disebabkan karena mutasi gen SLC26A4 yang
menyebabkan defek organifikasi yodium
Autoimmune polyendocrinopathy type I disebabkan karena mutasi gen
AIRE dan berkarakteristik dengan adanya penyakit Addison,
hipoparatiroidisme dan candidiasis mukokutan.
3. Defisiensi atau kelebihan Iodine
4. Hypothyroidisme Sentral
Berhubungan dengan penyakit penyakit yang mempengaruhi produksi
hormone thyrotropin releasing hormone (TRH) oleh hipothalamus atau
produksi tirotropin(TSH) oleh hipofisis.
Sekunder bila kelainannya terjadi di hipofisis
Tersier bila kelainannya terjadi di hipotalamus
Hipertiroid
1. Genetik
Berapa sindrom genetic berhubungan dengan hipertiroidisme, terutama
penyakit autoimun tiroid. Sindrom McCune-Albright disebabkan oleh
mutasi gen GNA.
Beberapa kelainan fungsi tiroid ditemukan karena mutasi gen TSRH,
yang mengkode protein reseptor. Kelainan tersebut, adalah:
o Hipertiroidisme gestasional familial
o Hipertiroidisme tipe nonimun
o Kongenital nongoiter tirotoxicosis
o Adenoma toksik tiroid dengan mutasi somatik
Sindrom polyendokrin autoimun tipe II, DM tipe I dan insuffisiensi
adrenal berhubungan dengan hiper&hipotiroid.
Penyakit autoimun tiroid memiliki prevalensi tinggi pada pasien
dengan antigen leukosit (HLA)-DRw3 dan HLA-B89. Penyakit Grave
berhubungan dengan HLA, defek organ spesifik pada fungsi supresor
sel T. Banyak gen-gen yang berhubungan dengan meningkatnya resiko
berkembangnya thyrotoxicosis, sebagian penyakit Grave.
2. Penyakit Grave
Penyebab tersering thyrotoxicosis adalah penyakit grave (50-60%), ini
merupakan penyakit kelainan autoimun yang spesifik organ dan
berkarakteristik dengan bermacam antibodi di dalam sirkulasi,
termasuk antibodi autoimun, begitu juga dengan antibodi anti TPO dan
anti-TG.
Autoantibodi terpenting adalah TSI, yang menuju langsung ke epitope
reseptor TSH dan berperan sebagai agonis reseptor TSH. Seperti TSH,
TSI berikatan dengan reseptor TSH pada sel folikular tiroid untuk
mengaktivasi sintesis hormone tiroid dan pelepasan dan pertumbuhan
kelenjar tiroid (hipertropi).
Struma
1. Struma non toxic nodusa
Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan
iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis,
penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu:
Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi
sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi
berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan
hypothyroidism dan cretinism.
Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada
preexisting penyakit tiroid autoimun
Goitrogen:
o Obat: Propylthiouracil, litium, phenylbutazone,
aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium
o Agen lingkungan: Phenolic dan phthalate ester derivative dan
resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.
o Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica (misalnya, kubis, lobak
cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan
goitrin dalam rumput liar.
Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon
kelejar tiroid
Riwayat radiasi kepala dan leher: Riwayat radiasi selama masa
kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna .
2. Struma Non Toxic Diffusa
Defisiensi Iodium
Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis
Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) dengan penurunan
pelepasan hormon tiroid.
Stimulasi reseptor TSH dari tumor hipofisis
Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam
biosynthesis hormon tiroid.
Terpapar radiasi
Penyakit deposisi
Resistensi hormon tiroid
Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis)
Silent thyroiditis
Agen-agen infeksi
Suppuratif Akut: bacterial
Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit
Keganasan Tiroid
Hipertiroid
Penyakit Grave merupakan penyebab terbanyak dan 60-80%
menjadi thyrotoxicosis.
Goiter toxic nodular frekuensi terjadi lebih sering pada daerah
defisiensi yodium.
Penyakit autoimun tiroid terjadi frekuensinya sama pada ras
Caucasia, Hispanik, dan Asia tapi rendah pada Afrika Amerika.
Lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria.
Tinggi pada usia 20-40 tahun
Goiter Nontoxic
2,9% populasi dunia yang hidup di daerah defisiensi yodium (Asia,
Amerika Latin, Afrika Tengah, bagian Eropa)
Menurut WHO, UNICEF dan International Council for the Control
of Iodine Deficiency Disorders (ICCIDD),
- Tidak adanya defisiensi yodium (yodium urin median
>100mg/dL) berhubungan dengan prevalensi goiter <5%
- Defisiensi yodium ringan (yodium urin median 50-99 mg/dL)
prevalensinya 5-20%
- Defisiensi yodium sedang (yodium urin median 20-49 mg/dL)
prevalensinya 20-30%
- Defisiensi yodium berat (yodium urin median 20-49 mg/dL)
prevalensinya lebih dari 30%
Goiter endemic meningkat dari defisiensi yodium berhubungan
dengan hipertiroid, hipotiroid dan kretinism.
Goiter diffuse dan nodular lebih sering pada wanita dibanding pria
(1,2-4,3 kali lebih besar dari pria)
Goiter endemic karena defisiensi yodium yang terjadi saat masa
anak-anak, besarnya goiter meningkat seiring usia
3.4. Klasifikasi
- Hipertiroid
- Hipotiroid
Subacute Thyroiditis
Postpartum Thyroiditis
3.5. Patofisiologi
Hipotiroid
Struma
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan
perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok.
Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-Resepor Antibodi
atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan
menyebabkan struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel
inflamasi, atau sel maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan
menyebabkan struma nodusa.
Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH
menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tyroid
untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus,
akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk
inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen.
Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH.
Yang termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH,
kelenjar hipofise yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di
hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi
human chorionic gonadotropin.
- Hipotiroid
A. Bayi baru lahir (Kretinisme) :
Istilah kretinisme mula-mula digunakan untuk bayi-bayi --pada daerah-
daerah asupan iodin rendah dan goiter endemik- dengan retardasi mental,
postur pendek, muka dan tangan tampak sembab dan (seringkali) tuli
mutisma dan tanda-tanda neurologis yaitu kelainan traktus piramidalis dan
ekstrapiramidalis . Di Amerika Serikat, program skrining neonatus telah
memperlihatkan bahwa pada populasi kulit puthi insidens hipotiroidisme
neonatus adalah 1 : 5000, sementara pada populasi kulit hitam insidensnya
hanya 1 : 32.000. Hipotiroidisme neonatus dapat diakibatkan dari kegagalan
tiroid untuk desensus selama periode perkembangan embrionik dari asalnya
pada dasar lidah ke tempat seharusnya pada leher bawah anterior, yang
berakibat timbulnya kelenjar "tiroid ektopik" yang fungsinya buruk. Transfer
plasenta TSH-R Ab [blok] dari ibu pasien tiroiditis Hashimoto ke embrio,
dapat menimbulkan agenesis kelenjar tiroid dan "kretinisme atireotik". Defek
bawaan pada biosintesis hormon tiroid menimbulkan hipotiroidisme
neonatus termasuk pemberian iodida, obat antitiroid, atau radioaktif iodin
untuk tirotoksikosis saat kehamilan.
Gejala-gejala hipotiroidisme pada bayi baru lahir adalah kesukaran bernapas,
sianosis, ikterus, kesulitan makan, tangisan kasar, hernia umbilikalis dan
retardasi berat dan retardasi pematangan tulang yang nyata. Epifisis tibia
proksimal dan epifisis femur distal terdapat pada semua bayi cukup bulan
dengan berat badan lebih dari 2500 g. Tidak adanya epifisis ini merupakan
bukti kuat adanya hipotiroidisme. Pengenalan skrining rutin terhadap bayi
baru lahir untuk TSH dan Tq telah menjadi keberhasilan besar dalam
diagnosis dini hipotiroidisme neonatus. T4 serum di bawah 6 µg/dL atau TSH
serum di atas 30 µU/mL indikatif adanya hipotiroidisme neonatal. Diagnosis
dapat dikonfirmasi dengan bukti radiologis adanya retardasi umur tulang.
B. Anak :
Hipotiroidisme pada anak-anak ditandai adanya retardasi pertumbuhan dan
tanda-tanda retardasi mental. Pada remaja, pubertas perokok dapat terjadi, dan
mungkin ada pembesaran sella tursika di samping postur tubuh pendek. Hal ini
tidak berhubungan dengan tumor hipofisis tapi mungkin berhubungan dengan
hipertrofi hipofisis yang berhubungan dengan produksi TSH berlebihan.
C. Dewasa :
Pada orang dewasa, gambaran umum hipotiroidisme termasuk mudah lelah,
kedinginan, penambahan berat badan, konstipasi, menstruasi tidak teratur, dan
kram otot. Pemeriksaan fisik termasuk kulit yang dingin, kasar, kulit kering,
wajah dan tangan sembab, suara parau dan
kasar, refleks lambat . Menurunkan konversi karoten menjadi vitamin A dan
peningkatan karoten dalam darah sehingga memberikan warna kuning pada
kulit.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan
penderita yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit
fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan
atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi,
ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil),
gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi
pada permukaan pembengkakan.
b. Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta
untuk duduk, leher dalam posisi fleksi.Pemeriksa berdiri di
belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu
jari kedua tangan pada tengkuk penderita.
No. Tanda Ada Tidak
1. Tyroid Teraba +3 -3
2. Bising Tyroid +2 -2
3. Exoptalmus +2 -
4. Kelopak Mata Tertinggal Gerak Bola Mata +1 -
5. Hiperkinetik +4 -2
6. Tremor Jari +1 -
7. Tangan Panas +2 -2
8. Tangan Basah +1 -1
9. Fibrilasi Atrial +4 -
10. Nadi Teratur
<80 x/menit - -3
80-90 x/menit - -
>90 x/menit +3 -
Interpretasi hasil :
Hipertiroid : ≥ 20
Eutiroid: 11 - 18
Hipotiroid: <11
3. Pemeriksaan Laboratorium
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantaraan
tes-tes fungsi hormone tiroid. Tes-tes berikut ini sekarang digunakan
untuk mendiagnosis penyakit tiroid:
a. Kadar Tiroksin dan triyodotironin serum diukur dengan
radioligand assay. Pengukuran termasuk hormon terikat dan
hormon yang bebas.Kadar normal tiroksin adalah 4 sampai 11
mg/dl; untuk triyodotironin kadarnya berkisar dari 80 sampai 160
mg/ dl. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam
sirkulasi yang secara metabolik aktif.
b. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik;
nilai normal dengan assay generasi ketiga, berkisar dari 0,02
hingga 5,0 mU/ml. Kadar TSH plasma sensitif dan dapat dipercaya
sebagai indikator fungsi tiroid. Terdapat kadar yang tinggi pada
pasien dengan hipotiroidisme primer, yaitu pasien yang memiliki
kadar tiroksin rendah akibat timbal balik peningkatan pelepasan
TSH hipofisis. Sebaliknya, kadar akan berada di bawah normal
pada pasien dengan peningkatan autonom pada fungsi tiroid
(penyakit Graves, hiperfungsi nodul tiroid) atau pada pasien yang
menerima dosis penekan hormon tiroid eksogen. Dengan adanya
assay radioimunometrik yang sangat sensitif terhadap TSH, uji ini
sendiri dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga
memiliki penyakit tiroid.
c. Beberapa uji dapat digunakan untuk mengukur respons metabolik
terhadap kadar hormon tiroid dalam sirkulasi namun uji-uji ini
tidak digunakan secara rutin dalam menilai fungsi tiroid secara
klinis. Uji-uji ini terdiri dari laju metabolisme basal (BMR) yang
mengukur jumlah penggunaan oksigen pada keadaan istirahat;
kadar kolesterol serum; dan tanda respons refleks tendon Achilles.
Pada pasien dengan hipotiroidisme, BMR menurun dan kadar
kolesterol serumnya tinggi.Refleks tendon Achilles
memperlihatkan relaksasi yang lambat. Keadaan sebaliknya
ditemukan pada pasien dengan hipertiroid.
d. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI ) digunakan untuk mengukur
kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah
yodida. Pasien menerima dosis RAI yang akan ditangkap oleh
tiroid dan dipekatkan setelah melewati 24 jam. Kemudian
radioaktivitas yang ada dalam kelenjar tiroid tersebut dihitung.
Normalnya, jumlah radioaktif yang diambil berkisar dari 10%
hingga,35% dari dosis pemberian. Pada hipertiroidisme nilainya
tinggi dan akan rendah bila kelenjar tiroid ditekan.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan
atau menyumbat trakea (jalan nafas).
b. Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan
tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan
kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu
pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan
USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.
c. Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama
technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh
darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera
canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan
radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalah
fungsi bagian-bagian tiroid.
d. Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya
penyebaran sel-sel ganas.Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan
hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat.Selain itu teknik
biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif
palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.
Hasil Pemeriksaan
Hipotiroid
1. Pemeriksaan Fisik
Peningkatan berat badan
Berbicara dan bergerak lambat
Kulit kering
Jaundice
Pallor (pucat)
Ekspresi wajah kurang
Bengkak di periorbital
Goiter (simple atau nodular)
Penurunan TD sistolik dan pengingkatan TD diastolik
Bradikardi
Edema pitting pada ekstremitas bawah
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan TSH dan T4 total dan bebas
Pasien hipotiroid primer didapatkan kadar TSH meningkat dan
kadar hormone tiroid bebas menurun. Pasien dengan kadar TSH
meningkat (biasanya 4,5-10,0 mIU/L) tetapi kadar hormon
bebasnya normal atau mendekati normal hanya memiliki
hipotiroidisme ringan atau subklinis. Kemudian kadar T4 yang
diubah menjadi T3 meningkat untuk menjaga kadar T3.
Pada awal hipotiroidisme, kadar TSH meningkat, kadar T4 normal
atau rendah, dan kadar T3 normal.
Pada pasien dengan penyakit nontiroid, sekresi TSH dapat normal
atau menurun, kadar T4 total normal atau menurun, dan kadar T3
menurun. Abnormalitasnya terdapat pada penurunan produksi
perifer T3 dari T4
Pada pasien dusfungsi hipotalamus atau disfungsi, kadar TSH tidak
meningkat, tetapi kadar T4 rendah.
b. Pemeriksaan TBG
Penurunan kadar TBG dan abnormalitas pada axis hipotalamus-
hipofisis.
Selama penyembuhan, beberapa pasien.
c. Hitung darah lengkap dan profil metabolisme
Didapatkan anemia, hyponatremia delusional, hyperlipidemia dan
kadar serum kreatinin meningkat yang reversible.
d. Anti- TPO (anti0thyroid peroxidase) dan anti-Tg
(antithyroglobulin) antibody
Berguna untuk mengetahui etiologi hipotiroidisme atau
memprediksi hipotiroid dimasa yang akan datang
Jika hasil positif, pemeriksaan jangan diulangi lagi.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Fine-needle aspiration biopsy (FNA-biopsy)
Nodul tiroid dapat ditemukan pada pasien hipotiroid, eutiroid,
atau hipertiroid pada saat pemeriksaan fisik atau rediografi
thorax, CT, atau MRI. FNA biopsy merupana prosedur pilihan
untuk mengevaluasi nodul yang dicurigai, biasanya dengan
bantuin ultrasound. Faktor risiko nodul tiroid adalah usia lebih
dari 60 tahun, riwayat radiasi kepala atua leher dan riwayat
keluarga terkana kanker tiroid.
b. Penemuan histologi
Tiroiditis autoimun menyebabkan menurunnya penyimpanan
yodium intratiroid, meningkatnya metabolisme yodium dan
defektivitas organifikasi. Inflamasi kronis kelenjar
menyebabkan destruksi progresif pada fungsi jaringan dengan
adanya infiltrasi yang menyebar oleh limfosit dan sel plasma
dengan abnormalitas sel.
Hipertiroid
1. Pemeriksaan Fisik
Tanda umum tirotoksikosis adalah:
Takikardi atau atrial aritmia
Hipertensi sistolik
Kulit hangat, lembab, halus
Lid lag
Stare
Tremor tangan
Otot melemah
Penurunan berat badan tetapi nafsu makan naik
Oligomenorrhea
Goiter
50% pasien dengan tirotoksicosis grave menderta ophthalmopathy
ringan, biasanya hanya edema periorbital, tetapi dapat juga
chemosis (edema konjungtiva), injeksi, diplopia (disfungsi otot
extraocular, dan proptosis
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kadar TSH
Kadar TSH biasanya menurun (<0,05 µ IU/mL) pada thyrotoxicosis.
Derajat keparahan thyrotoxicosis diketahui dari pengukuran kadar
hormone thyroid.
b. Kadar FT4 dan T3 total
Direkomendasikan pada psien suspek thyrotoxicosis dan ketika TSH
rendah. Pasien dengan thyrotoxicosis yang lebihi ringan hanya
mengalami peningkatan kadar T3.
c. Antibody anti-TPO dengan ELISA
Pada kebanyakan kasus hipertiroidisme, kadarnya meningkat (Graves
thyrotoxicosis) dan biasanya rendah/tidak ada pada goiter toxic
multinodular dan adenoma toxic.
d. Thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI)
Meningkat pada Graves disease
e. Anti thyroglobulin (anti-TG) antibody
Terdapat juga pada graves disease, tetapi dapat muncul juga pada
orang normal tanpa disfungsi tiroid
f. Elektrokardiografi
Direkomendasikan jika terdapat irregular atau peningkatan denyut
jantung atau tanda gagal jantung (biasanya pada pasien manula
terdapat aritmia atrial atau gagal jantung)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Scintigraphy
Etiologi thyrotoxicosis tidak hanya dapat diketahui melalui PF dan
pemeriksaan lab lain. Iodine-123 (123I) atau technetium-99m (99mTc)
dapat digunakan untuk scanning tiroid. Normalnya, isotope tersebut
akan terdistribusi secara homogeny ke kedua lobus kelenjar tiroid.
Pada pasien hipertiroidisme, pola ambilannya (diffuse vs nodular)
bervariasi dengan kelainan mendasar. Kadar ambilan radioaktiv iodine
(RAIU) juga bervariasi dengan kondisi yang berbeda. RAIU normal
sekitar 5-20% tetapi dimodifikasi dengan bahan iodine pada diet
pasien.
Diagnosis Banding
Hipotiroid
Mongolisme, dimana terdapat epikantus, makroglosi, retardasi motorik dan
mental, ”Kariotyping”, trisomi 21, dan tanpa miksedema
Hipertiroid
Ansietas neurosis, gangguan jantung, anemia, penyakit saluran
pencernaan, tuberculosis, myasthenia, kelainan muscular, sindroma
menopause, pheocromositoma, primary ophthalmophaty sangatlah
sulit dibadakan dengan penyakit hipertiroid, apalagi pada pasien
dengan pembesaran kelenjar tiroid yang minimal, pasien dapat
merasakan nyeri pada saat tiroid melepaskan hormon tiroid. Pada
kondisi ini dapat sembuh dengan sendirinya atau dengan obat anti
tiroid, pengobatan dengan tindakan bedah dan radio aktif iodine
tidaklah diperlukan.
Ansietas neurosis merupakan gejala yang sulit dibedakan dengan
hipertiroid. Pada ansietas biasanya fatique tidak hilang pada
istirahat, telapak tangan berkeringat, denyut jantung pada waktu
tidur normal, dan tes lab fungsi tiroid normal.
Jika pada pendeita hipertiroid fatique dapat hilang pada saat
istirahat, telapak tangan hangat dan berkeringat, takikardia pada
waktu tidur, dan tes fungsi tiroid abnormal.
Penyakit organic nontiroid juga sulit dibedakan dengan
hipertiroidism, harus dibedakan secara garis besar dari kejadian-
kejadian yang spesifik pada system organ yang terlibat, dan juga
dengan tes fungsi tiroid.
Gejala-gejala seperti exophthalmus atau ophthalmoplegia harus
diperiksa oleh ophthalmologic, USG, CT scan, MRI scan, dan
pemeriksaan neurologis.
Struma
Tumor lain di mediastinum anterior seperti timoma, limfoma, tumor
dermoid dan keganasan paru.
3.8. Tatalaksana
1. Terapi supresi dengan I-tiroksin
Terapi supresi dengan hormone thyroid (levotiroksin) merupakan
pilihan yang paling sering dan mudah dilakukan.terapi supresi dapat
menghambat pertumbuhan nodul serta mungkin bermamfaat pada
nodul yang kecil. Tetapi tidak semua ahli setuju melakukan terapi
supresi secara rutin, karena hanya sekitar 20% nodul yang reponsif.
Bila kadar TSH sudah dalam keadaan tersupresi, terapi supresi dengan
I-tiroksin tidak diberikan. Terapi supresi dilakukan dengan
memberikan I-tiroksin dalam dosis supresi dengan sasaran kadar TSH
sekitar 0,1-0,3 mlu/ml. Biasanya diberikan selama 6-12 bulan, dan bila
dalam waktu tersebut nodul tidak mengecil atau bertambah besar perlu
dilakukan biopsy ulang atau disarankan operasi. Bila setelah satu tahun
nodul mengecil, terapi supresi dapat dilanjutkan, pada pasien tertentu
terapi supresi hormonal dapat diberikan seumur hidup, walaupun
belum diketahui pasti mamfaat terapi supresi jangka panjang tersebut.
Yang perlu di waspadai adalah terapi supresi hormonal jangka panjang
yang dapat menimbulkan keadaan hiperthyroidisme subklinik dengan
efek samping berupa osteopeni atau gangguan pada jantung. Terapi
supresi hormonal tidak akan menimbulkan osteopeni pada pria atau
wanita yang masih dalam usia produktif namun dapat memicu
terjadinya osteoporosis pada wanita pasca-monopause walaupun
ternyata tidak selalu disertai peningkatan kejadian fraktur.
4. Pembedahan
Melauli tindakan bedah dapat dilakukan dekompresi terhadap jaringan
vital disekitar nodul disamping dapat diperoleh specimen untuk
pemeriksaan patologi. Hemithyroidektomi dapat dilakukan pada nodul
jinak, sedanmgkan berapa luas thyroidektomi yang akan dilakukan
pada nodul ganas tergantung pada jenis histology dan tingkat resiko
prognostic. Hal yang perlu diperhatiakn adalah pengulit seperti
perdarahan pasca-pembedahan, obstruksi trachea pasca-pembedahan,
gangguan pada nervus rekurens laringeus, hipoparathyroiidi,
hypothyroid atau nodul kambuh.untuk menekan kejadian penyulit
tersebut, pembedahan hendaknya dilakukan oleh ahli bedah yang
berpengalamn dalam bidangnya.
Indikasi:
1. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons
terhadap obat antitiroid.
2. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat
antitiroid dosis besar
3. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima
yodium radioaktif
4. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
5. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih
nodul
6. Multinodular
Komplikasi tiroidektomi:
a. Perdarahan.
b. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme
udara.
c. Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
d. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam
sirkulasi dengan tekanan.
e. Sepsis yang meluas ke mediastinum.
f. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para
tiroid.
g. Trakeumalasia (melunaknya trakea).
Trakea mempunyai rangka tulang rawan. Bila tiroid demikian besar
dan menekan trakea, tulang-tulang rawan akan melunak dan tiroid
tersebut menjadi kerangka bagian trakea.
3.9. Pencegahan
Primer
Sekunder
Tersier
3.10. Komplikasi
- Hipertiroid
- Hipotiroid
A. Koma miksedema Prognosis
B. Miksedema dan Penyakit Jantung
C. Hipotiroidisme dan Penyakit Neuropsikiatrik
3.11. Prognosis
- Hipertiroid
Secara umum, perjalanan penyakit Graves adalah ditandai oleh remisi
dan eksaserbasi untuk jangka waktu yang lama kecuali kalau kelenjar
dirusak dengan pembedahan atau iodin radioaktif. Walaupun beberapa
pasien bisa tetap eutiroid untuk jangka waktu lama setelah terapi,
banyak yang akhirnya mendapatkan hipotiroidisme. Jadi, follow-up
seumur hidup merupakan indikasi untuk semua pasien dengan penyakit
Graves.
- Hipotiroid
Perjalanan miksedema yang tidak diobati adalah penurunan keadaan
secara lambat yang akhirnya menjadi koma miksedema dan kematian.
Namun, dengan terapi sesuai, prognosis jangka panjang sangat
menggembirakan. Karena waktu paruh tiroksin yang panjang (7 hari),
diperlukan waktu untuk mencapai keseimbangan pada suatu dosis yang
tetap. Jadi, perlu untuk memantau FT4 atau FT4I dan kadar TSH setiap
4-6 minggu sampai suatu keseimbangan normal tercapai. Setelah itu,
FT4 dan TSH dapat dipantau sekali setahun. Dosis T4 harus
ditingkatkan kira-kira 25% selama kehamilan dan laktasi. Pasien lebih
tua memetabolisir T4 lebih lambat, dan dosis akan diturunkan sesuai
dengan umur.
Pada suatu waktu angka mortalitas koma miksedema mencapai kira-
kira 80%. Prognosis telah sangat membaik dengan diketahuinya
pentingnya respirasi yang dibantu secara mekanis dan penggunaan
levotiroksin intravena. Pada saat ini, hasilnya mungkin tergantung
pada seberapa baiknya masalah penyakit dasar dapat dikelola.
Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Harrison. 1999. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13. Jakarta: EGC
http://lpi.oregonstate.edu/infocenter/minerals/iodine/
http://maribacalah.blogspot.com/2010/12/dzikir-mengatasi-kecemasan.html
http://quran.com/2
http://www.mydr.com.au/nutrition-weight/iodine-and-your-thyroid-gland
http://digilib.unila.ac.id/6456/17/16%20-%20BAB%202.pdf
http://eprints.undip.ac.id/44851/3/Nugroho_Trihadi_22010110120107_BAB_2.pdf
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2010/05/fungsi_dan_kelainan_kelenjar.pdf