Anda di halaman 1dari 5

1

F.6 UPAYA PENGOBATAN DASAR

PENANGANAN HOLISTIK PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama
dalam kesehatan baik di dunia maupun di Indonesia. DM adalah suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Lebih dari 90 persen dari semua populasi diabetes adalah diabetes
melitus tipe 2 yang ditandai dengan penurunan sekresi insulin karena berkurangnya fungsi sel
beta pankreas secara progresif yang disebabkan oleh resistensi insulin (American Diabetes
Association, 2012).
Menurut World Health Organization/ WHO (2012) bahwa jumlah klien dengan DM di
dunia mencapai 347 juta orang dan lebih dari 80% kematian akibat DM terjadi pada negara
miskin dan berkembang. Pada tahun 2020 nanti diperkirakan akan ada sejumlah 178 juta
penduduk Indonesia berusia diatas 20 tahun dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan
didapatkan 8,2 juta klien yang menderita DM. Hasil penelitian yang dilakukan pada seluruh
provinsi yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi nasional untuk toleransi glukosa
tertanggu (TGT) adalah sebesar 10,25% dan untuk DM adalah sebesar 5,7% (Balitbang Depkes
RI, 2008).
Diabetes sendiri merupakan penyakit kronis yang akan diderita seumur hidup sehingga
progresifitas penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat dapat menimbulkan komplikasi.
Diabetes Mellitus (DM) biasanya berjalan lambat dengan gejala-gejala yang ringan sampai
berat, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat baik komplikasi akut maupun kronis. Dengan
demikian Diabetes bukan lah suatu penyakit yang ringan. Menurut beberapa review, Retinopati
diabetika, sebagai penyebab kebutaan pada usia dewasa muda, kematian akibat penyakit
kardiovaskuler dan stroke sebesar 2-4 kali lebih besar , Nefropati diabetic, sebagai penyebab
utama gagal ginjal terminal, delapan dari 10 penderita diabetes meninggal akibat kejadian
kardiovaskuler dan neuropati diabetik, penyebab utama amputasi non traumatic pada usia
dewasa muda.
2

B. Permasalahan di Masyarakat
Pada tanggal 24 Juni 2020, Ny S (33 tahun), datang dengan keluhan sering kencing pada
malam hari dan badan sering letih capek. Ny S juga mengeluhkan kesemutan pada jari-jari kaki
dan tangan. Keluhan ini dirasakan sejak 6 bulan terakhir. Tiga bulan yang lalu pasien pernah
memeriksakan diri ke bidan dengan keluhan serupa disertai dengan rasa haus terus menerus dan
nafsu makan yang meningkat namun berat badan turun. Pasien mengaku ayahnya juga menderita
diabetes melitus. Dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu dan didapatkan hasil gula darah
diatas normal namun pasien lupa tepatnya berapa. Sejak saat itu pasien mengonsumsi obat DM
yang dibelinya sendiri di apotek tapi lupa namanya dan ini adalah pertama kalinya pasien
memeriksakan diri ke dokter karena merasa keluhannya tidak berkurang. Pada saat dilakukan
pemeriksaan tekanan darah 120/ 77, gula darah sewaktu 295 mg/dl. Dengan adanya trias
hiperglikemia (poliuria, polidipsia, dan polifagia) dan pada pemeriksaan gula darah sewaktu
>200 mg/dl, maka Ny S didiagnosis dengan diabetes mellitus.
Pengetahuan pasien mengenai penyakit yang dideritanya masih rendah. Oleh karena itu,
selain pemberian terapi obat-obatan perlu dilakukan tatalaksana non medikamentosa berupa
edukasi mengenai penyakit, dan yang paling utama adalah membiasakan gaya hidup sehat.

C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang apabila tidak terkontrol akan
menyebabkan munculnya komplikasi yang memperburuk prognosis.
Intervensi medikamentosa dan non medikamentosa diperlukan bagi pasien diabetes
mellitus dalam kasus ini pada Ny. S. Intervensi tersebut merupakan tatalaksana kuratif sekaligus
preventif untuk mencegah timbulnya komplikasi akibat diabetes mellitus yang tidak terkontrol.

D. Pelaksanaan
Setelah terdiagnosis dengan diabetes mellitus, Ny. S memerlukan tatalaksana untuk
mengontrol penyakitnya tersebut. Tatalaksana medikamentosa yang kita berikan adalah:
- Metformin 3x500 mg pc
- Glibenclamid 1x5 mg ac
- Vit B compleks 1x1
Tatalaksana non medikamentosa juga sangat diperlukan, di antaranya:
- Pasien diminta untuk secara rutin mengontrolkan gula darah maupun tekanan
darahnya. Untuk jadwal kontrol pertama dilakukan setelah obat dari kunjungan pertama habis.
Jadwal kontrol selanjutnya menyesuaikan hasil pemeriksaan saat kontrol pertama.
3

- Pasien diminta untuk menjaga pola hidup maupun pola makan. Olahraga ringan
minimal 2 kali dalam satu minggu. Makan sedikit-sedikit tapi sering lebih baik daripada makan
banyak dalam sekali tempo. Konsumsi makanan berkalori dan kolesterol tinggi sebaiknya
dihindari.

E. Monitoring dan Evaluasi


Untuk monitoring dan evaluasi, pasien diminta kembali mengontrolkan tekanan darah
dan gula darahnya secara rutin ke puskesmas agar tidak terjadi komplikasi
4

Pengobatan Holistik Pada Pasien Demam Tifoid


A. Latar Belakang

Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang
disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan
Salmonella typhi (S. typhi). Penyakit ini masih sering dijumpai di negara berkembang yang
terletak di daerah tropis seperti Indonesia dan daerah subtropis (Tumbelaka, 2000).
Prevalensi demam tifoid di dunia diperkirakan sebanyak 17 juta manusia dan
menyebabkan kematian sebanyak 600 ribu orang pertahunnya. Sementara itu, di Indonesia
jumlah penduduk Indonesia yang menderita demam tifoid sebanyak 305-810/100.000
penduduk dengan jumlah kematian lebih dari 20.000/tahun. Penyakit ini merupakan penyakit
endemis di Indonesia yang tidak terbatas pada umur tertentu, namun angka kesakitan tertinggi
terdapat pada golongan umur 3-19 tahun (WHO, 2003; Marleni, 2012). Bandar Lampung
merupakan salah satu daerah endemis demam tifoid walaupun dalam Riskesdas tahun 2007
bukan termasuk kota dengan prevalensi demam tifoid tertinggi (Riskesdas, 2007).

Penegakan diagnosis demam tifoid hanya dengan melihat tanda-tanda klinis sulit
dilakukan karena tidak spesifiknya tanda-tanda dan gejala yang timbul, Gejala klinis demam
tifoid yang timbul pada minggu pertama sakit yaitu keluhan demam, nyeri kepala, malaise dan
gangguan gastrointestinal (Sudoyo, 2009). Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan
diagnosis demam tifoid secara garis besar dapat dibedakan menjadi empat kelompok yaitu (1)
pemeriksaan darah tepi, (2) pengisolasian kuman penyebab demam tifoid S. typhi dengan
biakan kuman, (3) pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen S. typhi
dan penentuan adanya antigen spesifik dari S. typhi, dan (4) pelacakan DNA kuman S. typhi.
Diagnosis pasti dapat dilakukan dengan menggunakan biakan kuman dari darah, urin, feses,
sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. Pada beberapa penelitian didapatkan
biakan darah terhadap S. typhi tergantung dari saat pengambilan pada perjalanan penyakit.
Persentase terdeteksinya kuman antara 70-90% pada minggu pertama sakit, dan positif 50%
pada akhir minggu ketiga. Pada pemeriksaan kultur darah, ketidakefektifan ditemukan pada
penderita demam tifoid yang sebelumnya telah mendapat antibiotik, sehingga menghambat
pertumbuhan kuman dalam media biakan dan hasil kultur menjadi negatif. Volume darah
terlalu sedikit (kurang dari 5 cc) juga dapat mengakibatkan pembacaan hasil kultur menjadi
negatif. Riwayat vaksinasi dapat menimbulkan antibodi pada darah pasien yang dapat
5

menekan bakteriemia hingga kultur darah menjadi negatif. Pengambilan darah setelah minggu
pertama juga bisa menghasilkan kultur darah negatif karena aglutinin yang semakin
meningkat (Tumbelaka, 2003). Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur
mempunyai sensitivitas yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang
dibutuhkan (5-7 hari) serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga
tidak praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis rutin demam tifoid di
tempat-tempat pelayanan kesehatan (Hayat, 2011).
Masalah

Pada tanggal 6 Juni, An. MH (17 tahun), datang dengan keluhan demam sejak 3 hari lalu.
Demam naik turun terutama naik saat malam hari. Pasien juga mengeluh nyeri kepala dan nyeri
perut ulu hati. Batuk (-) pilek (-) BAK dan BAB dbn dari hasil laboratorium didapatkan Titer
widal H 1/200 dan widal O 1/300.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Penyakit demam tifoid merupakan penyakit yang apabila tidak ditangani maka akan
dapat menyebabkan perforasi usus sampai kematian. Intervensi medikamentosa diperlukan bagi
pasien Dengue fever dalam kasus ini pada An. MH.

Pelaksanaan
Setelah terdiagnosis dengan DF, An. MH. memerlukan tatalaksana untuk mengontrol
penyakitnya tersebut. Tatalaksana medikamentosa yang kita berikan adalah:

Inf RL 1500cc/24 jam


Inj antrain 3x1 amp
Ranitidin 2x1 tablet
Kloramphenicol 4x500mg

Monitoring dan Evaluasi


Monitoring ttv dan keluhan

Anda mungkin juga menyukai