Anda di halaman 1dari 61

POLITICAL WILL PEMERINTAH KABUPATEN

CIREBON DALAM MENANGANI PERMUKIMAN


KUMUH

USULAN PENELITIAN

diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Seminar Usulan Penelitian


Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Singaperbangsa Karawang

Oleh

DEDE SETIAWAN
1610631180033

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSAKARAWANG
2020
Lembar Pengesahan

POLITICAL WILL PEMERINTAH KABUPATEN CIREBON


DALAM MENANGANI PERMUKIMAN KUMUH

USULAN PENELITIAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Seminar Usulan Penelitian


Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Singaperbangsa Karawang

Mengetahui,
Karawang, Maret 2020

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Gili Argenti, M.Si Moch. Faizal Rizki, S.IP.,M.AP


NIDN : 0406058205 NIDN. 0004128608

Mengesahkan,

Wakil Dekan Koordinator Program Studi


Akademik dan Kemahasiswaan Ilmu Pemerintahan

Mayasari, S.S., M.Hum. Dadan Kurniansyah, S.IP., M.Si


NIDN. 0426097905 NIDN. 0021097509

i
Lembar Persetujuan

POLITICAL WILL PEMERINTAH KABUPATEN CIREBON


DALAM MENANGANI PERMUKIMAN KUMUH

USULAN PENELITIAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Seminar Usulan Penelitian


Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Singaperbangsa Karawang

Mengetahui,
Karawang, Maret 2020

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Gili Argenti, M.Si Moch. Faizal Rizki, S.IP.,M.AP


NIDN : 0406058205 NIDN. 0004128608

Mengesahkan,

Wakil Dekan Koordinator Program Studi


Akademik dan Kemahasiswaan Ilmu Pemerintahan

Mayasari, S.S., M.Hum. Dadan Kurniansyah, S.IP., M.Si


NIDN. 0426097905 NIDN. 0021097509

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji serta syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan

karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul

Political Will Pemerintah Kabupaten Cirebon Dalam Menangani Permukiman

Kumuh tepat pada waktunya. Tidak lupa, sholawat beserta salam kepada Nabi besar

Muhammad SAW, keluarganya, para sahabat, dan ummatnya hingga akhir zaman.

Proposal penelitian ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana

Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Singaperbangsa Karawang. Pada proses penyelesaiannya, tidak lepas dari peran

berbagai pihak. Oleh karena itu penulis sampaikan terima kasih kepada berbagai

pihak yang telah membantu proses pembuatan baik bantuan moral maupun materil.

Semoga bantuan yang diberikan mendapat balasan dari Allah SWT.

Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada:

1. Gili Argetnti S.IP., M.Si selaku Pembimbing I, yang telah meluangkan

waktu dan tenaganya guna memberikan arahan dan bimbingan kepada

peneliti.

2. Moch. Faizal Rizki, S.IP., M.AP selaku Pembimbing II, yang telah

meluangkan waktu dan tenaganya guna memberikan arahan dan bimbingan

kepada peneliti.

iii
3. Dr. Kusrin M.Pd. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Singaperbangsa Karawang.

4. Mayasari, S.S., M.Hum selaku Wakil Dekan Fakultas bidang Akademik

dan Kemahasiswaan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Singaperbangsa Karawang.

5. Dadan Kurniansyah, S.IP., M.Si selaku Koordinator Program Studi Ilmu

Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Singaperbangsa Karawang.

6. Maulana Rifai, MA selaku Wali Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan

Universitas Singaperbangsa Karawang.

7. Seluruh jajaran Dosen dan Staf Tata Usaha Program Studi Ilmu

Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Singaperbangsa Karawang.

8. Orang Tua dan Keluarga yang senantiasa melambungkan harapan dan doa

di sela-sela waktunya. Serta memberikan dukungan moral dan materil juga

salah satu motivator terbaik bagi peneliti selama melaksanakan pendidikan

di Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Singaperbangsa Karawang.

9. Kawan-kawan Ilmu Pemerintahan angkatan 16 khususnya kelas A yang

telah menjadi teman berjuang selama menempuh pendidikan sarjana Ilmu

Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

iv
Singaperbangsa Karawang. Semoga apa yang menjadi cita-cita kita semua

dapat tercapai, aamiin ya Allah.

10. Mita Dwi Alviani yang telah memberikan dukungan dalam semua

pembuatan proposal penelitian ini.

11. Kawan-kawan kos pondok pakuncen yang sudah menjadi teman berjuang

12. Kawan-kawan Govina Squad yang sudah berbagi solusi dalam pembuatan

proposal ini

13. Della, Bernika di Tim ganti judul yang sudah mau memberikan saran dan

berbagi informasi dalam pembuatan proposal ini.

14. Serta semua pihak yang telah meberikan dukungan dalam pembuatan

proposal penelitian ini.

Peneliti menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna dan masih

terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun

sangat diharapkan untuk penulisan selanjutnya. Dengan segala harapan dan do’a

semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca. Semoga Allah

senantiasa memberikan kita pemahaman ilmu yang bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Karawang, Maret 2020

Peneliti

v
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan........................................................................................................i
Lembar Persetujuan.......................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..................................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................................vi
DAFTAR TABEL......................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................ix
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah........................................................................................9
1.3 Rumusan Masalah...........................................................................................9
1.4 Tujuan Penelitian..........................................................................................10
1.5 Kegunaan Penelitian.....................................................................................10
1.5.1 Secara Teoritis.......................................................................................11
1.5.2 Manfaat Praktis......................................................................................11
1.6 Kerangka Pemikiran......................................................................................12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................17
2.1 Penelitian Terdahulu.....................................................................................17
2.2 Konsep Political Will....................................................................................21
2.2.1. Pengertian Political Will........................................................................21
2.2.2. Dimensi Political will............................................................................22
2.3 Konsep Permukiman Kumuh........................................................................24
2.3.1 Pengertian Permukiman Kumuh............................................................24
2.3.2 Karakteristik Permukiman Kumuh........................................................26
2.4 Konsep Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh....................................28
2.4.1 Program Kota Tanpa Kawasan Kumuh (KOTAKU)............................28
BAB III METODE PENELITIAN..............................................................................32

vi
3.1 Metodologi Penelitian...................................................................................32
3.2 Operasionalisasi Konsep...............................................................................34
3.3 Sumber Data..................................................................................................35
3.4 Teknik Penentuan Informan..........................................................................36
3.5 Teknik Pengumpulan Data............................................................................38
3.6 Teknik Analisis Data.....................................................................................42
3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................................45
3.7.1. Lokasi Penelitian...................................................................................45
3.7.2. Waktu Penelitian....................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................48

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Luas kawasan permukiman kumuh tahun 2017 ………………………….. 4

Tabel 1.2 Data permukiman kumuh di Kabupaten Cirebon 2019 ………………….. 5

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu …………………………………………………….. 18

Tabel 3.1 Operasionalisasi Konsep ………………………………………………… 34

Tabel 3.2 Informan Penelitian …………………………………………………...… 38

Tabel 3.3 Waktu Penelitian ………………………………………………………… 47

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Berpikir …………………………………………………….. 16

Gambar 3.1 Teknik Pengumpulan Data Studi Lapangan ………………………….. 40

Gambar 3.2 Teknik analisis data kualitatif Miles dan Hiberman ………………..… 43

ix
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permukiman kumuh ada di banyak negara dan telah menjadi fenomena

global. Permukiman kumuh tumbuh di berbagai belahan dunia karena berbagai

alasan. Penyebabnya meliputi migrasi desa ke kota yang cepat, kemandekan dan

depresi ekonomi, pengangguran yang tinggi, kemiskinan, ekonomi informal,

perencanaan yang buruk, politik, bencana alam, dan konflik sosial. Upaya untuk

mencoba mengurangi dan mengubah daerah kumuh di berbagai negara sudah banyak

dilakukan dengan berbagai tingkat keberhasilan, termasuk kombinasi pemindahan

daerah kumuh, peningkatan daerah kumuh, perencanaan kota dengan pembangunan

infrastruktur di seluruh kota, dan perumahan publik (Un Habitat, 2011).

Fenomena pemukiman kumuh banyak terjadi di berbagai wilayah, khususnya

di negara berkembang. Pemukiman kumuh selalu ditandai dengan terlalu banyaknya

penduduk yang tinggal di suatu wilayah tanpa memperhatikan esensi kelayakan huni.

Kelayakan huni dapat diukur dengan adanya indikator: akses terhadap kebutuhan

dasar yang cukup, sanitasi yang memadai, ketersediaan air bersih, ketahanan

bangunan, ruang hidup yang memadai, serta jaminan layak huni (Berner, 2007).

Pada tahun 2012, sekitar 863 juta orang di negara berkembang tinggal di

daerah kumuh. Dari jumlah tersebut, populasi daerah kumuh perkotaan pada

1
2

pertengahan tahun adalah sekitar 213 juta di Afrika Sub-Sahara , 207 juta di Asia

Timur , 201 juta di Asia Selatan , 113 juta di Amerika Latin dan Karibia , 80 juta

di Asia Tenggara , 36 juta di Asia Barat , dan 13 juta di Afrika Utara (Un Habitat

2012).

Pemukiman kumuh seringkali didefinisikan sebagai pemukiman tidak formal

yang ditandai dengan : (1) Status hunian yang tidak aman, (2) Sulitnya akan akses air

bersih, (3) akses yang tidak memadai terhadap sanitasi, infrastruktur, dan layanan

publik lainnya, (4) Kualitas perumahan yang tak layak/buruk, (5) Terjadi kepadatan

yang berlebihan (UN-Habitat, 2003)

Dalam UU no. 4 pasal 22 tahun 1992 menjelaskan bahwa pemukiman kumuh

merupakan kawasan tak layak huni dikarenakan ketidak seimbangan antara tata

ruang, kepadatan dan luas bangunan, kondisi lingkungan yang buruk, rendahnyaa

akses akan fasilitas publik, yang mana dapat merugikan atau bahkan membahayakan

setiap penduduk yang tinggal di kawasan tersebut.

Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman menjelaskan bahwa kawasan permukiman adalah bagian dari

lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun

perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian

dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Selanjutnya

dijelaskan pula permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena

ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas

bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.


3

Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat urbanisasi tercepat di Asia,

dengan perkiraan 68% dari populasi akan tinggal di daerah perkotaan pada 2040, naik

dari 51% saat ini. Dari angka tersebut, hanya sekitar 40% yang bisa mengakses air

bersih, dan hanya 72% yang memiliki fasilitas sanitasi yang layak. Sementara itu,

sekitar 35% dari daerah perkotaan tidak memiliki sistem drainase yang memadai

(Asian Development Bank, 2019).

Seperti yang dikemukakan dalam Kerangka Kerja Pengelolaan Lingkungan

dan Sosial Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, terdapat sekitar

22% penduduk perkotaan di Indonesia yang bermukim di wilayah permukiman

kumuh dimana akses terhadap pelayanan dasar minimumnya masih rendah. Kriteria

kumuh tersebut ditandai dengan perumahan-perumahan yang masih dibawah standar,

masih belum terpenuhinya akses infrastruktur dasar (air, sanitasi, jalan, dll),

kesehatan lingkungan yang buruk serta kawasan rumah yang kondisinya berdesak-

desakan dan rentan akan bencana alam.

Kawasan permukiman kumuh secara Nasional di Indonesia meluas dua kali

lipat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Hal tersebut disebabkan oleh

meningkatnya jumlah penduduk di perkotaan, terutama Pulau Jawa. Peningkatan

kawasan permukiman kumuh tercatat pada tahun 2014 adalah 38.000 hektare,

bertambah menjadi 87.000 hektare pada tahun 2019 (CNN Indonesia/Adhi

Wicaksono, 2019).
4

Tabel 1.1 Luas Kawasan Permukiman Kumuh Tahun 2017

Provinsi Luas Final (ha) Luas SK (ha) Luas


Verifikasi
(ha)
Aceh 1.428,03 5.803,77 1.067,43
Sumatera Utara 813,40 5.748,26 109,40
Sumatera Barat 1.151,41 3.159,76 705,83
Riau 1.106,99 1.222,97 1.118,48
Jambi 1.258,21 1.546,17 967,74
Sumatera Selatan 2.302,75 3.939,55 2.419,12
Bengkulu 536,47 907,47 466,24
Lampung 1.833,69 2.022,51 1.956,16
Kepulauan Bangka Belitung 433,36 598,46 433,36
Kepulauan Riau 816,13 794,87 1.050,22
DKI Jakarta 21,72 21,72 7,51
Jawa Barat 3.321,98 3.464,16 756,98
Jawa Tengah 5.689,71 9.766,51 7.223,27
DI Yogyakarta 377,14 377,14 870,44
Jawa Timur 1.830,30 2.869,29 1.752,45
Banten 2.060,41 2.274,58 922,78
Bali 483,80 445,67 756,15
Nusa Tenggara Barat 4.776,83 4.992,70 4.160,93
Nusa Tenggara Timur 680,39 734,01 893,93
Kalimantan Barat 411,08 666,83 444,87
Kalimantan Tengah 983,09 1.800,59 2.003,68
Kalimantan Selatan 1.754,38 3.358,64 691,41
Kalimantan Timur 1.089,73 1.269,13 874,77
Kalimantan Utara 317,13 317,13 233,86
Sulawesi Utara 574,80 597,13 1.435,53
Sulawesi Tengah 1.010,16 26.009,22 693,40
Sulawesi Selatan 862,69 5.519,90 5.768,24
Sulawesi Tenggara 1.291,30 1.645,97 1.540,06
Gorontalo 338,77 258,68 258,68
Sulawesi Barat 226,56 226,56 111,81
Maluku 376,14 376,14 470,36
Maluku Utara 980,82 952,35 660,13
Papua Barat 536,91 556,51 228,02
Papua 794,27 794,27 923,64
Indonesia 42.470,55 95.038,62 43.976,88

Sumber: Data Warehouse Direktorat Cipta Karya, Status Agustus 2017


5

Di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2017 permukiman kumuh mencapai

3.321,98 hektare dan mengalami kenaikan pada tahun 2018 menjadi 4.148,57 hektare

yang tersebar di 27 Kabupaten dan Kota. Termasuk di dalamnya Kabupaten Cirebon,

sampai saat ini masih banyak terdapat kawasan permukiman kumuh di Kabupaten

Cirebon. Terdapat 195 desa dan kelurahan yang termasuk kedalam kawasan kumuh

dan setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal tersebut disebabkan karena jumlah

penduduk yang sangat besar ditambah tingginya laju pertumbuhan penduduk serta

geliat aktivitas masyarakat, khususnya di wilayah perkotaan.

Tabel 1.2 Data Permukiman Kumuh di Kabupaten Cirebon 2019

DATA PERMUKIMAN KUMUH DI KABUPATEN CIREBON

Jumlah Desa dan Kelurahan 424 Desa dan Kelurahan


Jumlah desa yang termasuk kumuh 195 Desa

Jumlah kategori peningkatan 10 Desa

Jumlah kategori pencegahan 125 Desa


Sumber: Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP)
Kabupaten Cirebon, 2019

Mendapatkan permukiman yang layak adalah hak setiap warga. Penanganan

kawasan permukiman terutama permukiman terkategori kumuh merupakan upaya

pemerintah dalam memberikan kehidupan yang layak bagi masyarakat. Penanganan

kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan pencegahan dan peningkatan

kualitas. Pencegahan dilakukan dengan pengawasan, pengendalian, penyesuaian

perizinan dan standar teknis, serta pemberdayaan masyarakat. Sedangkan


6

peningkatan kualitas yaitu berupa kegiatan perbaikan, peremajaan permukiman lama,

dan pemindahan masyarakat ke lokasi yang aman dan layak untuk dihuni.

Pencegahan dan peningkatan kualitas pemukiman kumuh telah diamanatkan

UU tahun 2011 tentang kawasan pemukiman dan perumahan. Selanjutnya

penanganan pemukiman kumuh sudah menjadi target pada RPJMN 2015-2019.

Dalam RPJMN tersebut dijelaskan targetnya menuju pada terciptanya kota bebas

kumuh di tahun 2019. Proses penanganan kumuh telah dimulai tahun 2015 dan target

0 % harus dicapai pada tahun 2019 melalui Program KOTAKU (Kota tanpa kawasan

kumuh).

Program KOTAKU merupakan program nasional untuk mencegah dan

mengentaskan pemukiman kumuh nasional yang disesuaikan pada pelaksanaan

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya tahun 2015-2019. Pembentukan

KOTAKU bertujuan untuk pengentasan pemukiman kumuh di perkotaan hingga

pedesaan, meningkatkan kualitas pemukiman, dan meningkatkan akses untuk

mendapatkan pelayanan dan infrastruktur yang memadai sehingga tercapainya

kesejahteraan yang berkelanjutan.

Target yang sudah ditentukan oleh Pemerintah pusat dan daerah masih belum

tercapai dan terdapat banyak kendala dalam penanganan masalah permukiman

kumuh. Perencanaan dan pelaksanaan dari Pemerintah pusat saja belum cukup dalam

menangani masalah tersebut. Political will Pemerintah Pusat dan Daerah sangat

dibutuhkan dalam pelaksanaan program KOTAKU.


7

Political Will atau keinginan politik yang diartikan sebagai "niatan pimpinan"

untuk melakukan hal-hal yang dianggap perlu untuk kebaikan bersama dalam jangka

panjang. Keinginan politik (Political will) juga diartikan apabila negara mempunyai

kemauan, tetapi tentunya harus didukung oleh rakyat. Brinkerhoff (2010)

memberikan pengertian secara teoritis, political will adalah kesediaan dan komitmen

pemimpin politik dalam melakukan tindakan yang bertujuan untuk mencapai

seperangkat tujuan yang disertai dengan usaha berkelanjutan (Achmad et al. 2012).

Kepala Balai Prasarana Permukiman Kementerian PUPR Wilayah Jabar, Feriqo

Asya Yogananda mengungkapkan bahwa pemerintah terus berupaya menangani

wilayah kumuh, agar seluruh wilayah kumuh di Jabar dapat tertangani. Dengan

anggaran dan waktu yang terbatas, penanganan wilayah kumuh tentunya memerlukan

koordinasi dan sinergitas yang baik dari kabupaten/kota. Penanganan permukiman

kumuh terkait erat dengan political will dari pemerintah kabupaten/kota (Sindo

News/Agung Bakti, 2019).

Political will bukan melakukan penanganan permukiman kumuh sekedar

untuk mengeruk keuntungan material, akan tetapi yang dikehendaki adalah benar-

benar merupakan niat dan tekad yang tulus untuk menangani permukiman kumuh

besrta isinya tanpa reserve atau pamrih. Political will ini amat penting, lebih-lebih di

tengah perhatian terhadap upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat agar

kehidupan masyarakat lebih sejahtera.


8

Penanganan kawasan permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Cirebon

melalui program KOTAKU dari 195 kawasan permukiman kumuh baru 11 kawasan

yang menjadi proritas. Dari 11 kawasan tersebut Pemerintah Kabupaten Cirebon

melalui Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP)

memprioritaskan pembangunan sumber air, jalan dan sanitasi.

Seperti yang disampaikan oleh Kepala Dinas Perumahan Kawasan

Permukiman dan Pertanahan (DPKPP), Program Kotaku ini berkonsentrasi pada 100

0 100, di mana 100 persen layak air minum, 0 persen kumuh, dan 100 persen sanitasi,

Melalui pemberian bantuan tersebut, masyarakat diharapkan dapat mengkonsumsi air

yang baik, pembuangan sanitasi yang terarah, dan bisa meningkatkan kesejahteraan

serta kesehatan (Tribun Jabar, 2019).

Pemerintah Kabupaten Cirbeon masih memiliki pekerjaan rumah dalam

menangani permasalahan perukiman kumuh, pasalnya dari 195 kawasan yang masuk

dalam kategori permukiman kumuh hanya 11 kawasan yang mendapatkan

penanganan. Politicall will Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam menangani

permasalahan permukiman kumuh sangat dibutuhkan agar permasalahan permukiman

kumuh benar-benar ditangani dengan maksimal dan kehidupan masyarakat menjadi

lebih baik.

Berdasarkan uraian-uraian diatas penelitian ini diarahkan untuk mengetahui

bagaimana Political will`Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam menangani kawasan

permukiman kumuh yang diukur dari lima indikator Political will Menurut

Brinkerhoff (1999), yaitu inisiatif pemerintah, prioritas, mobilisasi dukungan politik,


9

penegakan hukum dan keberlanjutan usaha. Bertitik tolak dari latar belakang masalah

yang ada, penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Political Will

Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam Menangani Permukiman Kumuh”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti mencoba

mengidentifikasikan permasalahan terkait dengan penanganan permukiman

kumuh di Kabupaten Cirebon yang dapat dikerucutkan sebagai berikut:

1. Kawasan permukiman kumuh di Kabupaten Cirebon masih cukup tinggi

terutama masalah air bersih dan sanitasi.

2. Kabupaten Cirebon melalui Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan

Pertanahan (DPKPP) belum dapat menyelesaikan permasalahan

permukiman kumuh di Kabupaten Cirebon.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan

masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:

1. Bagimanakah inisiatif pemerintah dalam menangani permasalahan

permukiman kumuh di Kabupaten Cirebon?

2. Bagaimanakah program prioritas yang diimplementasikan oleh

Pemerintah dalam menangani permukiman kumuh di Kabupaten Cirebon?

3. Bagaimanakah mobilisasi dukungan politik dalam menangani

permukiman kumuh di Kabupaten Cirebon?


10

4. Bagaiamana penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah dalam

penanganan permukiman kumuh di Kabupaten Cirebon?

5. Bagaimanakah keberlanjutan usaha pemerintah dalam menangani

permaslahana permukimah kumuh di Kabupaten Cirebon?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian berdasarkan uraian rumusan masalah di atas adalah

bertujuan:

1. Mengetahui sejauh mana inisiatif pemerintah dalam menangani

permasalahan permukiman kumuh di Kabupaten Cirebon.

2. Mengetahui program prioritas yang diimplementasikan oleh pemerintah

dalam menangani permasalahan permukiman kumuh di Kabupaten

Cirebon.

3. Mengetahui sejauh mana mobilisasi dukungan politik yang dilakukan

oleh pemerintah dalam menangani permaslahan permukiman kumuh di

Kabupaten Cirebon

4. Mengetahui dasar hukum dan penegakan hukum dalam penanganan

permasalahan permukiman kumuh di Kabupaten Cirebon.

5. Mengetahui keberlanjutan usaha Pemerintah dalam menangani

permaslahan permukiman di Kabupaten Cirebon.

1.5 Kegunaan Penelitian


11

Berdasarkan tujuan penelitian, maka diharapkan penelitian ini dapat berguna

baik secara teoritis maupun praktis. Adapun kegunaan yang diharapakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.5.1 Secara Teoritis

a. Bagi Peneliti

Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

serta kajian yang lebih untuk mendukung pengetahuan dalam keilmuan

peneliti di bidang pemerintahan.

b. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan kajian Pemerintah

Kabupaten Cirebon khususnya Dinas Perumahan Kawasan Permukiman

dan Pertanahan (DPKPP) dalam penanganan permukiman kumuh.

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi

masyarakat terkait politicall will Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam

menangani permukiman kumuh.

1.5.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti
12

Menambah pengetahuan dan pengalaman karena dapat berinteraksi

langsung dan mengetahui Political will Pemerintah Kabupaten Cirebon

dalam menangani permukiman kumuh.

b. Bagi Pemerintah

Menambah masukan bagi literature kepustakaan Pemerintah

Kabupaten Cirebon khususnya Dinas Perumahan Kawasan Permukiman

dan Pertanahan Kabupaten Cirebon dalam hal penanganan permukiman

kumuh.

c. Bagi Masyarakat

Setelah penanganan permukiman kumuh yang dilakukan oleh

Pemerintah Kabupaten Cirebon berjalan efektif. Maka, harapan

selanjutnya adalah tingkat kepedulian masyarakat terhadap lingkungan

semakin menguat agar tidak mengganggu kehidupan bermasyarakat.

1.6 Kerangka Pemikiran

Sugiono (2017:60) mengemukakan pendapat Uma Sekaran dalam bukunya

Bussines Research (1992), bahwa kerangka berpikir merupakan model konseptual

tentang bagaimana teori berhubungan denga berbagai faktor yang telah diidentifikasi

sebagai masalah yang penting.

Kerangka berfikir yang diarahkan dalam penelitian Political will Pemerintah

Kabupaten Cirebon dalam menangani permukiman kumuh berasal dari masih

banyaknya permukiman kumuh yang ada di wilayah Kabupaten Cirebon, serta


13

penanganan permukiman kumuh dari program KOTAKU yang belum maksimal

karena baru 11 kawasan dari total 195 kawasan permukiman kumuh yang ada di

Kabupaten Cirebon. Dari permasalahan permukiman kumuh yang sudah dijelaskan

Pemerintah Kabupaten Cirebon melimpahkan sebagian wewenang Dinas Perumahan

Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) untuk menyelesaikan mengenai

permasalahan permukiman kumuh di Kabupaten Cirebon.

Berkaitan dengan judul yang peneliti ambil mengenai “Political will

Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam menangani Permukiman Kumuh”, maka

peneliti akan memaparkan serta akan menganalisis permasalahan tersebut

menggunakan teori yang dikemukakan oleh Brinkerhoff (1999) untuk mengukur

Political will ada lima indaktor yaitu inisiatif pemerintah, prioritas, mobilisasi

dukungan politik, penegakan hukum dan keberlanjutan usaha (Achmad et al. 2012).

1 Inisiatif Pemerintah

Inisiatif berarti adanya suatu tindakan yang berasal dari diri sendiri tanpa

adanya paksaan dari pihak tertentu. Inisaiatif dibutuhkan untuk melakukan suatu

tindakan yang dianggap perlu demi kebaikan bersama. Inisiatif pada suatu

pemerintahan dapat berupa program real atau kebijakan yang harus dijalankan demi

tercapainya suatu tujuan. Inisaitif yang dilakukan tentunya berasal dari pemikiran

yang matang dan tidak melanggar segala aturan yang berlaku, karena inisiatif ini jelas

merupakan tindakan yang bertujuan baik, bukan suatu alat untuk melakukan tindakan

yang melanggar aturan hukum yang berlaku. Inisiatif juga haruslah bersifat fleksibel
14

atau mampu menyesuaikan dengan aturan yang sudah ada dan masih berlaku, agar

tujuan yang tadinya baik tidak malah akan menimbulkan konflik baru.

2 Prioritas

Maksudnya menjadi prioritaskah suatu program atau kebijakan? Seberapa besar

APBD yang di alokasikan? Seberapa banyak kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan

dengan program atau kebijakan tersebut? Jika kesemuanya minim maka program atau

kebijakan tersebut adalah bukan prioritas. Inisiatif saja tidaklah cukup, namun harus

dibarengi dengan implementasi inisiatif tersebut dengan baik. Jika sudah ada inisiatif

maka perlu adanya tindakan lanjut untuk mewujudkan inisiatif tersebut agar dapat

terlaksanya sesuai dengan yang diinginkan, misalnya dengan menjadikan inisiatif

tersebut sebagai prioritas, agar dari segi waktu dapat terlaksana dengan efisien dan

dari segi ketepatan dapat terlaksana dengan akurat.

3 Mobilisasi dukungan politik

Ada tidaknya keinginan politik juga tergantung pada kemauan dan kemampuan

untuk menggalang dukungan bagi suatu program atau kebijakan. Program yang

dijalankan harus mendapat dukungan dari kekuatan politik lain. Jika tidak ada

dukungan, riwayat pemerintah akan singkat karena keburu digantikan pemerintah

baru. Tanpa dukungan politik juga bisa menjadikan. Artinya semua pihak,

dilingkungan eksekutif maupun legislatif harus turut mendukung program atau suatu

kebijakan.

4 Penegakan hukum
15

Penegakan hukum berupa sanksi yang tegas dan adil juga menjadi penentu akan

komitmen pemerintah. Jika hukum yang tegas dan adil tidak ditegakan maka ini

merupakan indikasi dari komitmen setengah hati pemerintah. Hal ini dikarenakan jika

hukuman yang diberikan kepada para pelanggar relatif ringan maka tidak akan

menimbulkan efek jera sehingga akan dengan mudah muncul pelanggaran-

pelanggaran baru dengan kasus yang bermacam-macam. Selain itu penindakan

dengan tebang pilih juga akan mempersulit penegakan hukum.

5 Keberlanjutan usaha

Usaha yang dilakukan hanya sebatas satu atau dua episode merupakan ciri dari

keinginan politik yang lemah dan / atau goyah. Misalnya ada program “menjaga

lingkungan” yang hanya sampai pada saat kampanye, visi dan misi kepala daerah

saja. Ada juga yang sampai pada tahap inisiatif, dan mandeg diprioritas sehingga sulit

mengharapkan keberlanjutannya. Terlebih jika tujuannya hanya untuk pencitraan

seolah berpihak pada lingkungan, padahal diwaktu yang sama melakukan politik

pembiaran dan menikmati hasilnya. Jadi suatu inisiatif yang baik bukan hanya

memikirkan untuk jangka pendek tapi juga untuk dampak masa panjang.

Dengan menggunakan teori Political will yang dikemukakan oleh Brinkerhoff

tersebut sebagai pisau analisis peneliti, diharapkan mampu menjawab segala bentuk

permasalahan yang terjadi dalam penanganan permukiman kumuh di Kabupaten

Cirebon.
16

Adapun alur kerangka berpikir dalam penelitian ini sebagai berikut ;

KawasanGambar
permukim1.1an kumuh Berpikir
Kerangka di Kabupaten Cirebon masih
cukup tinggi dan dari 195 kawasan permukiman kumuh yang
ada, Pemerintah Kabupaten Cirebon melalui Dinas Perumahan
Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) baru 11
kawasan yang ditangani oleh program KOTAKU.

Penanganan permukiman kumuh di Kabupaten


Cirebon ditinjau dari konsep Political will,
meliputi;
inisiatif pemerintah,
prioritas,
mobilisasi dukungan politik,
penegakan hukum,
keberlanjutan usaha (Brinkerhoff , 1999)

Adanya kemauan atau keingnan yang kuat dari Pemerintah


Kabupaten Cirebon dalam penangan permukiman kumuh
sehingga berdampak pada kehidupan masyarakat yang lebih
baik.
17

Sumber: Olahan Peneliti 2020


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan pada latar belakang yang diuraikan oleh peneliti, maka penting

untuk dipaparkan penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan di

teliti sekarang serta dapat dijadikan tambahan kajian pustaka penelitian. Penelitian

sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Penelitian oleh Muhammad Yosin, dkk (2019) berjudul “Peranan Program

Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) Dalam Meningkatkan Pembangunan Desa

(Studi Di Desa Balongmojo Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto)”.

2. Penelitian oleh Agatha Christy, dkk (2018) berjudul “Analisis

Implementasi Pembangunan Partisipatif dalam Program Kota Tanpa

Kumuh (Kotaku) Studi Komparatif: Desa Bligo, Kecamatan Candi dan

Desa Jiken, Kecamatan Tulangan, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur”.

3. Penelitian oleh Esli Zuraidah Siregar (2019) berjudul “Pemberdayaan

Masyarakat Melalui Kota Tanpa Kumuh”.

18
19

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Persamaan Perbedaan

1. Muhammad Peranan Program 1. Jenis metode 1. Penelitian ini

Yosin, dkk Kota Tanpa penelitian ini mengambil

Kumuh (Kotaku) menggunakan permasalahan

Dalam metode tentang Peranan

Meningkatkan kualitatif. program

Pembangunan 2. Pembahasan KOTAKU

Desa (Studi di program 2. Lokasi penelitian

Desa Balongmojo KOTAKU di Desa

Kecamatan Puri 3. Dalam kajian Balongmojo

Kabupaten Ilmu Kecamatan Puri

Mojokerto) Pemerintahan. Kabupaten

Mojokerto

3. Menggunakan

teori analisis dari

Miles dan

Huberman
2. Agatha Christy, Analisis 1. Jenis metode 1. Penelitian ini

dkk. Implementasi penelitian ini mengambil

Pembangunan menggunakan permaslahan

Partisipatif dalam metode kualitatif. tentang


20

Program Kota 2. Membahas pasrtisipasi

Tanpa Kumuh program masyarakat

(Kotaku) Studi KOTAKU 2. Teori yang

Komparatif: Desa digunakan dalam

Bligo, Kecamatan penelitian ini

Candi dan Desa adalah teori

Jiken, Kecamatan pasrtisipasi

Tulangan, menurut Arnstein

Kabupaten (1969).

Sidoarjo, Jawa 3. Tahun penelitian

Timur 2018
3. Esli Zuraidah Pemberdayaan 1. Jenis metode 1. Penelitian ini

Siregar Masyarakat penelitian ini mengambil

Melalui Kota menggunakan permasalahan

Tanpa Kumuh metode kualitatif tentang

2. Membahas pemberdayaan

program masyarakat

KOTAKU 2. Fokus

pembahasannya

adalah

pemberdayaan

masyarakat di
21

dalam program

KOTAKU

3. Tahun penelitian

2019
Sumber: Olahan Penliti 2020

Penting untuk dipaparkan penelitian terdahulu yang membahas sama dengan

penelitian ini dan bisa dijadikan tambhan kajian pustaka penelitian. Tiga penelitian

terdahulu yang peneliti jadikan rujukan masing-masing memiliki perbedaan dan

persamaan.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Yosin, dkk (2019) dengan

judul “Peranan Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) Dalam Meningkatkan

Pembangunan Desa (Studi Di Desa Balongmojo Kecamatan Puri Kabupaten

Mojokerto)” bertujuan untuk mengetahui peranan program KOTAKU dalam

pembangunan di desa.

Kemudian dalam penelitian yang dilakukan oleh Agatha Christy, dkk (2018)

berjudul “Analisis Implementasi Pembangunan Partisipatif dalam Program Kota

Tanpa Kumuh (Kotaku) Studi Komparatif: Desa Bligo, Kecamatan Candi dan Desa

Jiken, Kecamatan Tulangan, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur” bertujuan untuk

mengetahui partisipasi pembangunan masyarakat melalui program KOTAKU.

Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Esli Zuraidah Siregar yang
22

berjudul “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kota Tanpa Kumuh” bertujuan untuk

mengetahui seperti apa pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah

melalui program KOTAKU dan faktor hambatan dan pendukung dalam program

tersebut.

Penelitian yang diusulkan oleh peneliti dengan judul “Political will Pemerintah

Kabupaten Cirebon dalam Menangani Permukiman Kumuh” mencoba menganalisis

bagaimana keinginan pemerintah Kabupaten Cirebon dalam menangani permukiman

kumuh diukur dari lima Indikator yaitu inisiatif pemerintah, prioritas, mobilisasi

dukungan politik, penegakan hukum dan keberlanjutan usaha.

2.2 Konsep Political Will

2.2.1. Pengertian Political Will

Political Will atau keinginan politik yang diartikan sebagai "niatan pimpinan"

untuk melakukan hal-hal yang dianggap perlu untuk kebaikan bersama dalam jangka

panjang. Keinginan politik (Political will) juga diartikan apabila negara mempunyai

kemauan, tetapi tentunya harus didukung oleh rakyat.

Brinkerhoff (2010) memberikan pengertian secara teoritis, political will adalah

kesediaan dan komitmen pemimpin politik dalam melakukan tindakan yang bertujuan

untuk mencapai seperangkat tujuan yang disertai dengan usaha berkelanjutan

(Achmad et al. 2012).

2.2.2. Dimensi Political will

Untuk mengukur Political will ada beberapa dimensi yang dikemukakan oleh
23

Brinkerhoff (1999), diantaranya adalah;

1. Inisiatif Pemerintah

Inisiatif berarti adanya suatu tindakan yang berasal dari diri sendiri tanpa

adanya paksaan dari pihak tertentu. Inisaiatif dibutuhkan untuk melakukan suatu

tindakan yang dianggap perlu demi kebaikan bersama. Inisiatif pada suatu

pemerintahan dapat berupa program real atau kebijakan yang harus dijalankan

demi tercapainya suatu tujuan. Inisaitif yang dilakukan tentunya berasal dari

pemikiran yang matang dan tidak melanggar segala aturan yang berlaku, karena

inisiatif ini jelas merupakan tindakan yang bertujuan baik, bukan suatu alat

untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan hukum yang berlaku. Inisiatif

juga haruslah bersifat fleksibel atau mampu menyesuaikan dengan aturan yang

sudah ada dan masih berlaku, agar tujuan yang tadinya baik tidak malah akan

menimbulkan konflik baru.

2. Prioritas

Maksudnya menjadi prioritaskah suatu program atau kebijakan? Seberapa

besar APBD yang di alokasikan? Seberapa banyak kegiatan-kegiatan lain yang

berkaitan dengan program atau kebijakan tersebut? Jika kesemuanya minim

maka program atau kebijakan tersebut adalah bukan prioritas. Inisiatif saja

tidaklah cukup, namun harus dibarengi dengan implementasi inisiatif tersebut

dengan baik. Jika sudah ada inisiatif maka perlu adanya tindakan lanjut untuk

mewujudkan inisiatif tersebut agar dapat terlaksanya sesuai dengan yang

diinginkan, misalnya dengan menjadikan inisiatif tersebut sebagai prioritas, agar


24

dari segi waktu dapat terlaksana dengan efisien dan dari segi ketepatan dapat

terlaksana dengan akurat.

3. Mobilisasi dukungan politik

Ada tidaknya keinginan politik juga tergantung pada kemauan dan

kemampuan untuk menggalang dukungan bagi suatu program atau kebijakan.

Program yang dijalankan harus mendapat dukungan dari kekuatan politik lain.

Jika tidak ada dukungan, riwayat pemerintah akan singkat karena keburu

digantikan pemerintah baru. Tanpa dukungan politik juga bisa menjadikan.

Artinya semua pihak, dilingkungan eksekutif maupun legislatif harus turut

mendukung program atau suatu kebijakan.

4. Penegakan hukum

Penegakan hukum berupa sanksi yang tegas dan adil juga menjadi penentu

akan komitmen pemerintah. Jika hukum yang tegas dan adil tidak ditegakan

maka ini merupakan indikasi dari komitmen setengah hati pemerintah. Hal ini

dikarenakan jika hukuman yang diberikan kepada para pelanggar relatif ringan

maka tidak akan menimbulkan efek jera sehingga akan dengan mudah muncul

pelanggaran-pelanggaran baru dengan kasus yang bermacam-macam. Selain itu

penindakan dengan tebang pilih juga akan mempersulit penegakan hukum.

Apalagi jika hukum sudah dapat diperjual belikan, maka yang memiliki

“kantong tebal” maka akan kebal hukum, hal ini jelas bukanlah perbuatan yang

adil.

5. Keberlanjutan usaha
25

Usaha yang dilakukan hanya sebatas satu atau dua episode merupakan ciri

dari keinginan politik yang lemah dan / atau goyah. Misalnya ada program

“menjaga lingkungan” yang hanya sampai pada saat kampanye, visi dan misi

kepala daerah saja. Ada juga yang sampai pada tahap inisiatif, dan mandeg

diprioritas sehingga sulit mengharapkan keberlanjutannya. Terlebih jika

tujuannya hanya untuk pencitraan seolah berpihak pada lingkungan, padahal

diwaktu yang sama melakukan politik pembiaran dan menikmati hasilnya. Jadi

suatu inisiatif yang baik bukan hanya memikirkan untuk jangka pendek tapi

juga untuk dampak masa panjang (Achmad et al. 2012).

2.3 Konsep Permukiman Kumuh

2.3.1 Pengertian Permukiman Kumuh

Dalam UU no. 4 pasal 22 tahun 1992 menjelaskan bahwa pemukiman kumuh

merupakan kawasan tak layak huni dikarenakan ketidak seimbangan antara tata

ruang, kepadatan dan luas bangunan, kondisi lingkungan yang buruk, rendahnyaa

akses akan fasilitas publik, yang mana dapat merugikan atau bahkan membahayakan

setiap penduduk yang tinggal di kawasan tersebut.

Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman menjelaskan bahwa kawasan permukiman adalah bagian dari

lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun

perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian

dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Selanjutnya


26

dijelaskan pula permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena

ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas

bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.

Definisi lain menurut Wicaksono R (2010) permukiman kumuh adalah suatu

lingkungan permukiman yang telah mengalami penurunan kualitas atau memburuk

baik secara fisik, sosial ekonomi maupun sosial budaya, yang tidak memungkinkan

dicapainya kehidupan yang layak bagi penghuninya. Bahkan dapat pula dikatakan

bahwa para penghuninya benar-benar berada dalam lingkungan yang sangat

membahayakan kehidupannya.

Secara umum permukiman kumuh terlihat tingkat kepadatan penduduk,

hunian, bangunan sangat tinggi, kualitas rumah sangat rendah, tidak memadainya

kondisi infrastruktur fisik dan sosial seperti halnya air bersih, jalan, drainase, sanitasi,

listrik, fasilitas pendidikan, ruang terbuka, rekreasi, sosial, atau fasilitas pelayanan

kesehatan, perbelanjaan dan sebagainya. Selain itu juga diwarnai tingkat pendapatan

penghuninya yang rendah, tingkat pendidikan dan keterampilan yang sangat rendah,

tingkat privasi keluaraga yang rendah serta kohesivitas komunitas yang rendah karena

beragamnya norma sosial budaya yang dianut (Sukari, 2010).

Dari beberapa pengertian permukiman kumuh diatas dapat disimpulkan bahwa

permukiman kumuh adalah lingkungan permukiman yang mengalami penurunan

kualitas baik dari segi fisik, sosial ekonomi maupun sosial budaya sehingga tidak

layak huni yang mana dapat merugikan atau bahkan membahayakan setiap penduduk

yang tinggal di kawasan tersebut.


27

2.3.2 Karakteristik Permukiman Kumuh

Pemukiman kumuh seringkali didefinisikan sebagai pemukiman tidak formal

yang ditandai dengan : (1) Status hunian yang tidak aman, (2) Sulitnya akan akses air

bersih, (3) akses yang tidak memadai terhadap sanitasi, infrastruktur, dan layanan

publik lainnya, (4) Kualitas perumahan yang tak layak/buruk, (5) Terjadi kepadatan

yang berlebihan (UN-Habitat,2003).

Sedangkan Ciri-ciri kekumuhan menurut Undang-undang No 1 Tahun 2011

tentang perumahan dan kawasan permukiman adalah:

1. Ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi;

2. Ketidaklengkapan prasarana, sarana dan utilitas umum;

3. Penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta

prasarana, sarana dan utilitas umum; dan

4. Pembangunan rumah, perumahan dan permukiman yang tidak sesuai

dengan rencana tata ruang wilayah.

Menurut Siswono Yudohusodo (1991) dalam bukunya Rumah untuk seluruh

Rakyat mengemukakan lingkungan permukiman kumuh merupakan lingkungan

perumahan yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a. Kondisi fisik lingkungan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan

kesehatan, yaitu kurangnya atau tidak tersedianya prasarana, sarana,

fasilitas lingkungan. Walaupun ada, kondisinya sangat buruk dan di

samping itu, tata letak bangunan tidak teratur;


28

b. Kondisi bangunan yang sangat buruk serta bahan-bahan bangunan

yang digunakan adalah bahan-bahan bangunan yang bersifat semi

permanen;

c. Kepadatan bangunan dengan KDB yang besar dari yang diijinkan,

dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi ( lebih dari 500 jiwa

per ha ); dan

d. Fungsi-fungsi kota yang bercampur dan tidak beraturan (Diana

Margareta, 2015).

Sementara itu karakteristik perumahan kumuh dan permukiman kumuh dari

aspek fisik menurut indikator kumuh KOTAKU yaitu satuan entitas perumahan dan

permukiman, kondisi bangunan tidak memenuhi syarat, tidak teratur dan memiliki

kepadatan tinggi, serta kondisi sarana dan prasarana tidak memenuhi syarat. Khusus

untuk bidang keciptakaryaan, batasan sarana dan prasarana adalah jalan lingkungan,

drainase lingkungan, penyediaan air bersih/minum, pengelolaan persampahan,

pengelolaan air limbah, pengamanan kebakaran, dan ruang terbuka publik (Nina

Razad, Utari 2015).

Berdasarkan karakteristik permukiman kumuh diatas dapat disimpulkan

bahwa permukiman kumuh memiliki ciri-ciri antara lain, Kondisi fisik lingkungan

yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, yaitu kurangnya atau tidak

tersedianya prasarana, sarana, fasilitas lingkungan. Walaupun ada, kondisinya sangat

buruk dan di samping itu, tata letak bangunan tidak teratur, kemudian status hunian
29

yang tidak aman, kehidupan masyarakat yang terhambat karena kurangnya air bersih,

sistem sanitasi dan drainase yang minim.

2.4 Konsep Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh

2.4.1 Program Kota Tanpa Kawasan Kumuh (KOTAKU)

Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) adalah satu dari sejumlah upaya

strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat untuk mempercepat penanganan permukiman kumuh di Indonesia

dan mendukung “Gerakan 100-0-100”, yaitu 100 persen akses universal air minum, 0

persen permukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak. Arah kebijakan

pembangunan Dirjen Cipta Karya adalah membangun sistem, memfasilitasi

pemerintah daerah, dan memfasilitasi komunitas (berbasis komunitas). Program

Kotaku akan menangani kumuh dengan membangun platform kolaborasi melalui

peningkatan peran pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat.

Program Kotaku dilaksanakan di 34 provinsi, yang tersebar di 269

kabupaten/kota, pada 11.067 desa/kelurahan. Berdasarkan Surat Keputusan (SK)

Kumuh yang ditetapkan oleh kepala daerah masing-masing kabupaten/kota,

permukiman kumuh yang berada di lokasi sasaran Program Kotaku adalah seluas

23.656 Hektare.

Sebagai implementasi percepatan penanganan kumuh, Program Kotaku

melakukan peningkatan kualitas, pengelolaan serta pencegahan timbulnya

permukiman kumuh baru, dengan kegiatan-kegiatan pada entitas desa/kelurahan,

serta kawasan dan kabupaten/kota. Kegiatan penanganan kumuh ini meliputi


30

pembangunan infrastruktur serta pendampingan sosial dan ekonomi untuk

keberlanjutan penghidupan masyarakat yang lebih baik di lokasi permukiman kumuh.

Penjabaran atas tujuan Program Kotaku adalah memperbaiki akses

masyarakat terhadap infrastruktur permukiman sesuai dengan 7 + 1 indikator kumuh,

penguatan kapasitas pemerintah daerah untuk mengembangkan kolaborasi dengan

pemangku kepentingan (stakeholder), dan memperbaiki tingkat kesejahteraan

masyarakat melalui pengembangan penghidupan berkelanjutan (sustainable

livelihood). Indikator kumuh tersebut antara lain;

1. Bangunan Gedung

- Ketidakteraturan dalam hal dimensi, orientasi, dan bentuk;

- Kepadatan tinggi tidak sesuai dengan ketentuan dalam rencana tata

ruang;

- Ketidaksesuaian dengan persyaratan teknis sistem struktur, pengamanan

petir, penghawaan, pencahayaan, sanitasi, dan bahan bangunan.

2. Jalan Lingkungan

- Kondisi permukaan jalan yang tidak dapat dilalui kendaraan dengan

aman dan nyaman;

- Lebar jalan yang tidak memadai;

- Kelengkapan jalan yang tidak memadai.

3. Penyediaan Air Minum

- Ketidaktersediaan akses air minum;

- Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu;


31

- Tidak terpenuhinya kualitas air minum sesuai standar kesehatan.

4. Drainase Lingkungan

- Ketidakmampuan mengalirkan limpasan air hujan;

- Menimbulkan bau;

- Tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan.

5. Pengelolaan Air Limbah

- Ketidaktersediaan sistem pengelolaan air limbah;

- Ketidaktersediaan kualitas buangan sesuai standar yang berlaku;

- Tercemarnya lingkungan sekitar.

6. Pengelolaan Persampahan

- Ketidaktersediaan sistem pengelolaan persampahan;

- Ketidaktersediaan sarana dan prasarana pengelolaan persampahan;

- Tercemarnya lingkungan sekitar oleh sampah.

7. Pengamanan Kebakaran

- Ketidaktersediaan sistem pengamanan secara aktif dan pasif;

- Ketidaktersediaan pasokan air untuk pemadaman yang memadai;

- Ketidaktersediaan akses untuk mobil pemadam kebakaran.

8. Ruang Terbuka Publik

- Ketidaktersediaan lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH);

- Ketidaktersediaan lahan untuk ruang terbuka non-hijau/ruang terbuka

publik (RTP).
32

Tujuan umum program ini adalah meningkatkan akses terhadap infrastruktur

dan pelayanan dasar di permukiman kumuh perkotaan untuk mendukung perwujudan

permukiman perkotaan yang layak huni, produktif, dan berkelanjutan. Dalam tujuan

umum tersebut terkandung dua maksud. Pertama, memperbaiki akses masyarakat

terhadap infrastruktur dan fasilitas pelayanan di permukiman kumuh

perkotaan. Kedua adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perkotaan

melalui pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, berbasis

masyarakat, dan partisipasi pemerintah daerah (kotaku.pu.go.id diakses 9 maret

2020).
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian merupakan cara yang ditempuh peneliti dalam

mengumpulkan informasi terkait Politcial will Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam

menangani permukiman kumuh, baik dalam hal teknik pengumpulan data yang

terbagi dua yaitu dengan cara studi pustaka dan studi lapangan, sumber data,

penentuan informan serta teknik analisis yang dilakukan oleh peneliti.

Terdapat tiga istilah utama yang menentukan tentang perspektif penelitian

menurut John W. Cresswell (Creswell J. W., Research Design Pendekatan Metode

Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran, 2016) yaitu pendekatan penelitian, rancangan

penelitian, dan metode penelitian, tiga istilah utama tersebut yang menunjukan suatu

perspektif tentang penelitian yang menampilkan informasi berurutan dari konstruksi

penelitian secara luas ke prosedur metode yang sempit. Atas dasar pernyataan

tersebut, dapat diartikan bahwa metode penelitian merupakan salah satu dari tiga

istilah penting yang menampilkan informasi berurutan dari informasi yang disajikan

secara luas sehingga menghasilkan prosedur metode yang sempit.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif

dengan metode analisis deskriptif yaitu penelitian yang memberikan penjelasan data

yang didapat dari hasil pengamatan dan tujuannya mempertegas serta memperkuat

33
34

suatu teori, hingga memperoleh informasi mengenai keadaan saat sekarang yang

menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah

laku yang diamati dari orang-orang yang diteliti, pada saat sekarang berdasarkan

fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan

memahami makna yang-oleh sejumlah individu untuk sekelompok orangdianggap

berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini

melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaanpertanyaan dan

prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan

menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema

umum, dan menafsirkan makna data.

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Cirebon sebagai tempat yang dijadikan

pengumpulan data ataupun tahap-tahap yang lainnya yang menjadi fokus penelitian

ini. Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah Sekda Kabupaten Cirebon,

Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP), Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Masyarakat yang berada di

kawasan permukiman kumuh, serta informan terkait yang dapat mendukung data dan

memperkuat informasi yang diperlukan oleh peneliti mengenai Political will

Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam menangani permukiman kumuh.


35

3.2 Operasionalisasi Konsep

Tabel 3.1 Operasionalisasi Konsep


Variabel Konsep Definisi Dimensi Indikator

Political Will Brinkerhoff (2010) 1. Inisiatif a) Penggagas


Pemerinah Kebiakan
memberikan b) Realisasi dan
tujuan program
pengertian secara c) Intervensi
Kebijakan lain
teoritis, political will 2. Prioritas a) Anggaran
b) Kegiatan yang
adalah kesediaan dan berkaitan dengan
program atau
komitmen pemimpin kebijakan
c) Implementasi
politik dalam kegiatan
3. Mobilisasi a) Dukungan dari
melakukan tindakan dukungan Pemerintah, baik
politik eksekutif
yang bertujuan maupun legislatif
b) Dukungan
untuk mencapai masyarakat
c) Dukungan pihak
seperangkat tujuan swasta
4. Penegakan a) Dasar hukum
yang disertai dengan Hukum program
b) Tindakan yang
usaha berkelanjutan dilakukan

(Achmad et al. 5. Keberlanjutan a) Periode program


Usaha atau kebijakan
2012). b) Keberlanjutan
suatu program
atau kebijakan

Sumber: Olahan Peneliti 2020


36

3.3 Sumber Data

Menurut Sugiyono (Sugiono, 2017) sumber data dalam penelitian kualitatif

terbagi menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data

primer adalah sumber data yang langsung memberikan sumber data sedangkan

sumber data sekunder sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.

a. Sumber Data Primer

Pada penelitian ini, sumber data primer peneliti dapatkan hasil dari studi

lapangan dengan informan informan terkait dari Sekda Kabupaten Cirebon, Dinas

Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP), Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Pemerintah Desa yang termasuk kedalam

kawasan kumuh, masyarakat yang berada di kawasan permukiman kumuh, serta

informan lain yang dapat mendukung data dan memperkuat informasi yang telah

ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan.

b. Sumber Data Sekunder

Pada penelitian ini, sumber data sekunder peneliti dapatkan hasil dari studi

pustaka serta studi lapangan. Studi pustaka yang dimaksud adalah dokumen-

dokumen yang berasal dari media online, artikel ilmiah atau buku dari

perpustakaan. Sedangkan studi lapangan yang dimaksud adalah dokumen-

dokumen yang didapatkan dari informan terkait pada saat peneliti melakukan

studi lapangan, misalnya dokumen yang berasal dari DPKPP, BAPEDDA, dan

dokumen di beberapa Desa.


37

Adapun sumber data yang menjadi rujukan diantaranya yaitu:

1. DPKPP sebagai lembaga pemerintah yang bertugas menangani

permukiman kumuh di Kabupaten Cirebon

2. BAPPEDA yang bersinergi dalam urusan perencanaan pembangunan

di Kabupaten Cirebon.

3. Pemerintah Desa yang termasuk kedalam kawasan permukiman

kumuh.

4. Masyarakat yang tinggal di kawasan permukiman kumuh.

3.4 Teknik Penentuan Informan

Penentuan informan dalam hal penentuan instrumen penelitian kualitatif

Lincoln dan Guba (Sugiono, 2017) mengemukakan bahwa dalam penelitian kualitatif

tidak ada pilihan lain selain menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama,

alasannya ialah bahwa segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti.

Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan

hasil yang dharapkan,itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas

sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu.

dalam keadaan yang tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya

peneliti itu sendiri yang dapat mencapainya.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa dalam penelitian

kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti itu sendiri, namun selanjutnya setelah
38

fokus penelitian menjadi jelas, maka kemudian akan dikembangkan instrumen

penelitian sederhana yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan

dengan data yang telah ditemukan, data tersebut dapat dilakukan dengan cara

observasi, wawancara dengan beberapa informan, atau dapat disebut studi lapangan.

Teknik penentuan informan dalam penelitian ini diambil degan teknik non

probability sampling (Sugiono, 2017) yang merupakan teknik pengabilan sampel

yang tidak memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi

untuk di pilih menjadi sampel. Salah satu jenis teknik non probability sampling yang

digunakan adalah purposiv sampling (Sugiono, 2017) yaitu pengambilan sampel

dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya, orang tersebut

yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai

penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial

yang di teliti yang selanjutnya berkembang dengan teknik snowball. Peneliti

menentukan beberapa informan terkait yang berkaitan dengan mengenai Political will

Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam menangani permukiman kumuh yang dapat

dilihat dalam tabel:

No Informan Jumlah
Pemerintah Kabupaten Cirebon
1
1. Sekda Kabupaten Cirebon 1 orang
DPKPP Kabupaten Cirebon
1. Kepala Dinas DPKPP Kabupaten Cirebon
2
2 orang
2. Kepala Bidang
3 Pemerintah Desa
1. Kepala Desa Belawa Kecamatan Lemahabang 2 orang
39

2. Kepala Desa Kanci Kulon Kecamatan Astanajapura


Masyarakat yang ada di permukiman kumuh
1. Masyarakat di Desa Belawa Kecamatan Lemahabang
5 10 orang
2. Masyarakat di Desa Kanci Kulon Kecamatan Astanajapura
Total Informan 15 orang
Tabel 3.2 Informan Penelitian

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Cirebon sebagai tempat yang dijadikan

pengumpulan data ataupun tahap-tahap yang lainnya yang menjadi fokus penelitian

ini. Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah Sekda Kabupaten Cirebon,

Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP), Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Pemerintah Desa yang termasuk

kedalam kawasan kumuh, masyarakat yang berada di kawasan permukiman kumuh,

serta informan terkait yang dapat mendukung data dan memperkuat informasi yang

diperlukan oleh peneliti mengenai Political will Pemerintah Kabupaten Cirebon

dalam menangani permukiman kumuh.

Sebuah penelitian membutuhkan teknik pengumpulan data untuk mendapatkan

data yang lengkap dari sumber data yang tepat. Menurut John W. Creswell (Creswell,

2016) teknik pengumpulan data adalah:

Langkah-langkah pengumpulan data meliputi usaha membatasi penelitian,

mengumpulkan informasi melalui observasi dan wawancara, baik yang terstruktir

maupun tidak seperti dokumentasi, materi-materi visual, serta usaha merancang

protokol untuk merekam/mencatat informasi.


40

Sejalan dengan pernyataan tersebut, kemudian Sugiono (Sugiono, 2017) menjelaskan

terdapat empat teknik pegumpulan data yang dapat dilakuakn dengan cara Observasi,

wawancara, dokumentasi, dan gabungan/tiangulasi.

Atas dasar tersebut maka peneliti membatasi penelitian dengan menggunakan

beberapa teknik pengumpulan data berikut yaitu: studi pustaka, dan studi lapangan

yang terdiri dari observasi, wawancara, pengumpulan data dokumentasi. Beberapa

teknik pengumpulan data tersebut dilakukan untuk mendukung serta memperkuat

informasi mengenai Political will Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam menangani

permukiman kumuh:

1. Studi Pustaka

Dalam proses pengumpulan data, peneliti mencari informasi melalui

studi pustaka, dimana data diperoleh dari berbagai buku yang berkaitan

dengan Political will Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam menangani

permukiman kumuh. Selain buku, data yang penulis peroleh juga berasal

dari berbagai artikel yang berkaitan Political will Pemerintah Kabupaten

Cirebon dalam menangani permukiman kumuh. Berita dalam media online

juga peneliti jadikan sebagai sumber data yang dapat mendukung penelitian.

Serta dokumen-dokumen penting yang dimiliki oleh kantor yang menjadi

objek penelitian, dalam hal ini adalah DPKPP.

2. Studi Lapangan
41

Dalam proses pengumpulan data yang dilakukan, studi lapangan

merupakan proses pengumpulan data yang diperoleh baik dari Sekda

Kabupaten Cirebon, Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan

Pertanahan (DPKPP), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(BAPPEDA), Pemerintah Desa yang termasuk kedalam kawasan kumuh

serta informan terkait yang dapat mendukung data dan memperkuat

informasi di Kabupaten Karawang. Studi Lapangan dilakukan dengan tiga

teknik diantaranya:

Observasi

Studi Lapangan
Wawancara

Dokumentasi

Gambar 3.1 Teknik Pengumpulan Data Studi Lapangan

a. Observasi

Observasi pada penelitian kualitatif menurut John W. Creswell (Creswell,

2016) adalah ketika peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengamati

perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian. Dalam

pengamatan ini peneliti merekan atau mencatat-baik dengan cara terstruktur

maupun semi struktur (misalnya, dengan mengajukan sejumlah pertanyaan


42

yang memangingin diketahui oleh peneliti) aktivitas-aktivitas di lokasi

penelitian.

Pada penelitian ini, peneliti turun langsung ke lapangan dan melakukan

observasi yang bersifat open-ended dimana peneliti mengajukan pertanyaan-

pertanyaan umum kepada lembaga Pemerintah DPKPP (Lembaga Pemerintah

DPKPP disini adalah informan-informan yang mengetahui betul program dan

kebijakan yang ada di DPKPP Kabupaten Cirebon) yang memungkinkan

memberikan informasi yang real.

b. Wawancara

Wawancara dalam penelitian kualitatif menurut John W. Creswell

(Creswell, 2016) peneliti dapat melakukan face-to-face interview (wawancara

berhadap-hadapan) dengan partisipan, mewawancarai mereka dengan telepon

atau terlibat dalam focus group interview (wawancara dalam kelompok

tertentu) yang terdiri dari enam sampai delapan partisipan per kelompok.

Teknik wawancara juga dilaksanakan dengan cara mengajukan beberapa

pertanyaan yang dapat menjawab beberapa data dan informasi yang

diperlukan oleh peneliti. Wawancara yang akan dilakukan adalah kepada

beberapa pihak terkait yang dapat menjawab pertanyaan serta mendukung

informasi Political will Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam menangani

permukiman kumuh.

c. Pengumpulan Dokumentasi Kegiatan


43

Dokumen-dokumen dalam penelitian kualitatif menurut John W.

Cresswell (Creswell, 2016) bisa berupa dokumen publik (misalnya koran,

makalah, laporan kantor) ataupun dokumen privat (misalnya, buku harian,

diari, surat, email).

Pengumpulan dokumentasi kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan

informasi dan mendukung data diambil melalui dokumen yang dimiliki oleh

pihak terkait, seperti Sekda Kabupaten Cirebon, Dinas Perumahan Kawasan

Permukiman dan Pertanahan (DPKPP), Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (BAPPEDA), Pemerintah Desa yang termasuk kedalam kawasan

kumuh, masyarakat yang berada di kawasan permukiman kumuh,serta

informan lain yang dapat mendukung data dan memperkuat informasi.

3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif menurut John W Creswell

(Creswell, 2016) akan berlangsung bersamaan dengan bagian-bagian lain dari

pengembangan penelitian, yaitu pengumpulan data dan penulisan temuan. Ketika

wawancara sedang berlangsung misalnya peneliti dapat menganalisis wawancara

yang dikumpulkan sebelumnya, menuliskan memo yang pada akhirnya dituliskan

dalam laporan akhir. Karena tidak semua data dapat digunakan dalam penelitian

maka, peneliti dapat memisahkan data serta memfokuskan pada sebagian data dan

meninggalkan bagian-bagian lainnya.


44

Penelitian ini dilakukan untuk mendapat gambaran secara utuh tentang

Political will Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam menangani permukiman kumuh.

Proses analisis dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai

sumber baik dari hasil studi pustaka maupun studi lapagan.

Adapun Miles dan Hubermen (Sugiono, 2017), mengemukakan bahwa aktifitas

dalam menganalisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus

menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dala analisis data

yaitu data reduction, data display, conclusion drawing/verification. Selengkapnya

teknik analisis data dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Data Penyajian
Data

Kesimpulan/
Verifikasi

Gambar 3.2 Teknik Analisis Data Kualitatif Miles dan Huberman

Berikut adalah analisis data yang dilakukan peneliti dalam penelitian:

a. Data Reduction (Reduksi Data)

Sugiono mengemukakan dalam bukunya (Sugiono, 2017) bahwa

mereduksi data berarti merangkum data, memilih hal-hal yang pokok

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan
45

demikian data yang telah di reduksi akan memberikan gambaran yang lebih

jelas dan mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data selanjutnya, dan

mencarinya bila diperlukan.

Peneliti akan melakukan penajaman data serta penggolongan data hasil

dari studi pustaka mengenai pendapat masyarakat terhadap Political will

Pemerintah Kabupaten Cirebon dalam menangani permukiman kumuh

sebelum melakukan studi lapangan.

b. Data Display (Penyajian Data)

Penyajian data kualitatif (Sugiono, 2017) penyajian data dapat disajikan

dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan

sejenisnya. Maka, hasil dari reduksi data yang dilakukan akan disajikan

dalam bentuk tabel untuk data pemilih yang menggunakan hak suara dan

tidak menggunakan hak suara di Kabupaten Cirebon. Adapun penyajian data

dalam bentuk uraian singkat, bagan, flowchart atau gambar untuk data

tambahan seperti daftar Kawasan permukiman kumuh, Pelaksanaan

Sosialisasi DPKPP terkait program penanganan permukiman kumuh, dan

data lain yang membutuhkan penjabaran dalam bentuk uraian singkat.

c. Conclusion Drawing/Verification (Penarikan kesimpulan dan

verifikasi)

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif (Sugiono, 2017) adalah

merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat

berupa deskripsi gambar atau obyek yang sebelumnya masih remang-remang


46

atau gelap sehingga setelah diteliti dapat menjadi jelas, dapat berupa

hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

Pada penelitian ini, peneliti akan melakukan penarikan kesimpulan pada

data yang sebelumnya hanya berupa asumsi peneliti berdasarkan studi

pustaka. Setelah melakukan studi lapangan asumsi tersebut akan

diperbandingkan dengan asumsi sebelumnya, sehingga data yang diperoleh

menjadi jelas berdasarkan informan-informan terkait.

3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.7.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Kabupaten Cirebon khususnya

di Lembaga Pemerintah Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan

Pertanahan (DPKPP) dan juga Pemerintah Desa Belawa Kecamatan

Lemahabang dan Pemerintah Desa Kanci Kulon Kecamatan Astanajapura

untuk mencari tahu bagaimana Political will Pemerintah Kabupaten

Cirebon dalam menangani permukiman kumuh.

3.7.2. Waktu Penelitian

Adapun beberapa tahapan yang akan dilaksanakan selama tujuh bulan

kedepan adalah sebagai berikut:

1. Studi Pustaka, untuk menunjang informasi serta data yang

dibutuhkan peneliti akan melaksanakan pada bulan Januari 2020

sampai menjelang sidang skripsi. Karena studi literatur juga akan


47

mendukung argumen peneliti dalam menjelaskan hasil dari studi

lapangan yang akan dipresentasikan baik pada saat sidang skripsi,

sidang komprehersif, maupun sidang uji proposal.

2. Observasi awal, agar memperkuat identifikasi masalah akan

dilaksanaka bulan Januari sampai dengan Februari 2020.

3. Penyusunan Usulan Proposal Skripsi, akan dilaksanakan pada

bulan Januari sampai dengan Februari 2020.

4. Seminar Uji Proposal, akan dilaksanakan bulan Maret 2020.

5. Penelitian Lapangan, pada bulan Maret sampai dengan Mei

2020.

6. Seminar Komprehensif, bulan Maret 2020.

7. Pengolahan data atau analisa, data pada bulan Mei 2020.

8. Penyusunan laporan, pada bulan Mei sampai dengan Juni 2020.

9. Sidang skripsi, pada bulan Juni 2020.

Adapun waktu penelitian dapat penulis sajikan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 3.3 Waktu Penelitian

No Kegiatan Bulan dan Tahun

Januari Februari April Mei

2020 2020 Maret 2020 2020 2020 Juni 2020


48

1. Studi Pustaka

2. Observasi awal

3. Penyusunan usulan proposal

4. Seminar ujian proposal

5. Penelitian lapangan

6. Seminar Komprehensif

7. Pengolahan data atau analisa

8. Peyusunan laporan

9. Sidang skripsi

Sumber: Olahan Peneliti, 2020.


DAFTAR PUSTAKA

Buku
Creswell, J. W. (2016). Research Desain Pendekatan Metode Kuaitatif,
Kuantitatif, dan Campuran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Patton, C. (1988). Spontaneous shelter: International perspectives and
prospects, Philadelphia: Temple University Press.
Sugiono. (2017). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.

Dokumen
Undang - Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
Undang - Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
RPJMN 2015-2019.
Rencana Strategis Direktorat Jendral Cipta Karya tahun 2015-2019

Sumber lain
Achmad, A. F., Library, S., Faculty, G., Science, S., Campus, R., Widya, B.,
Km, S., Pekanbaru, N., & Fax, P. (2012). Political Will Pemerintah
Kabupaten Pelalawan Terhadap Pelestarian Satwa Di Taman Nasional
Tesso Nilo Tahun 2011-2012.
Brinkerhoff, D. (2010) Unpacking the Concept of Political Will.
In, A. S., & Development, T. H. E. (n.d.). Addressing slums in the urban
context.
Mona Serageldin, Elda Solloso, and Luis Valenzuela. (2006). Global Urban
Development Magazine, Vol 2, Issue 1.

49
50

Nina Razad, Utari (2015), Menelisik struktur kota kuno mahenjo daro vs

indikator kumuh kotaku.

Sukari. 2010. “ Permukiman Kota Dan Masalahnya – Kasus Kota Yogyakarta”,


JANTRA Vol. V, No.10, Desember ,ISSN 1907 – 9605.

UN-Habitat. (2007). Slum Dwellers to double by 2030: Millennium


Development Goal Could Fall Short. UN-Habitat, Twenty First Session of
the Governing Council, April, 3.
Un-Habitat. (2007). What are Slums and why do they exist. Sustainable
Urbanization: Local Action for Urban Poverty Reduction, Emphasis on
Finance and Planning:Twenty First Session of the Governing Council 16 -
20 April 2007, Nairobi, Kenya What, April, 7623151–7623153.
UN-Habitat (2008). Slum Cities and Cities with Slums" States of the World's
Cities 2008/2009.
Un Habitat. (2013). State of the World’s Cities 2012/2013. State of the World’s
Cities 2012/2013.
Internet

Agung Bakti Sarasa 2019. Pusat Kejar Target Tangani 1.942 Hektare
Permukiman Kumuh di Jabar.
https://jabar.sindonews.com/read/11691/1/pusat-kejar-target-tangani-1942-
hektare-permukiman-kumuh-di-jabar-1572361822 (diakses pada 10
Februrari 2020).

Dedy Herdiana Siti Masitoh, 2019. Program Kotaku, 11 Kawasan Kumuh di


Kabupaten Cirebon Menerima Bantuan
https://jabar.tribunnews.com/2019/01/09/program-kotaku-11-kawasan-
kumuh-di-kabupaten-cirebon-menerima-bantuan (diakses pada 10 Februari
2020)
51

Adhi Wicaksono, 2019. Kawasan Kumuh Indonesia Meluas Dua Kali Lipat
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190903212554-20-
427289/kawasan-kumuh-indonesia-meluas-dua-kali-lipat (diakses pada 11
Februari 2020).

Anda mungkin juga menyukai