Proposal Skripsi - Dede Setiawan
Proposal Skripsi - Dede Setiawan
USULAN PENELITIAN
Oleh
DEDE SETIAWAN
1610631180033
USULAN PENELITIAN
Mengetahui,
Karawang, Maret 2020
Mengesahkan,
i
Lembar Persetujuan
USULAN PENELITIAN
Mengetahui,
Karawang, Maret 2020
Mengesahkan,
ii
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Kumuh tepat pada waktunya. Tidak lupa, sholawat beserta salam kepada Nabi besar
Muhammad SAW, keluarganya, para sahabat, dan ummatnya hingga akhir zaman.
Proposal penelitian ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis sampaikan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu proses pembuatan baik bantuan moral maupun materil.
peneliti.
2. Moch. Faizal Rizki, S.IP., M.AP selaku Pembimbing II, yang telah
kepada peneliti.
iii
3. Dr. Kusrin M.Pd. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Singaperbangsa Karawang.
Singaperbangsa Karawang.
7. Seluruh jajaran Dosen dan Staf Tata Usaha Program Studi Ilmu
Singaperbangsa Karawang.
8. Orang Tua dan Keluarga yang senantiasa melambungkan harapan dan doa
iv
Singaperbangsa Karawang. Semoga apa yang menjadi cita-cita kita semua
10. Mita Dwi Alviani yang telah memberikan dukungan dalam semua
11. Kawan-kawan kos pondok pakuncen yang sudah menjadi teman berjuang
12. Kawan-kawan Govina Squad yang sudah berbagi solusi dalam pembuatan
proposal ini
13. Della, Bernika di Tim ganti judul yang sudah mau memberikan saran dan
14. Serta semua pihak yang telah meberikan dukungan dalam pembuatan
Peneliti menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna dan masih
terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan untuk penulisan selanjutnya. Dengan segala harapan dan do’a
semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca. Semoga Allah
Peneliti
v
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan........................................................................................................i
Lembar Persetujuan.......................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..................................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................................vi
DAFTAR TABEL......................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................ix
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah........................................................................................9
1.3 Rumusan Masalah...........................................................................................9
1.4 Tujuan Penelitian..........................................................................................10
1.5 Kegunaan Penelitian.....................................................................................10
1.5.1 Secara Teoritis.......................................................................................11
1.5.2 Manfaat Praktis......................................................................................11
1.6 Kerangka Pemikiran......................................................................................12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................17
2.1 Penelitian Terdahulu.....................................................................................17
2.2 Konsep Political Will....................................................................................21
2.2.1. Pengertian Political Will........................................................................21
2.2.2. Dimensi Political will............................................................................22
2.3 Konsep Permukiman Kumuh........................................................................24
2.3.1 Pengertian Permukiman Kumuh............................................................24
2.3.2 Karakteristik Permukiman Kumuh........................................................26
2.4 Konsep Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh....................................28
2.4.1 Program Kota Tanpa Kawasan Kumuh (KOTAKU)............................28
BAB III METODE PENELITIAN..............................................................................32
vi
3.1 Metodologi Penelitian...................................................................................32
3.2 Operasionalisasi Konsep...............................................................................34
3.3 Sumber Data..................................................................................................35
3.4 Teknik Penentuan Informan..........................................................................36
3.5 Teknik Pengumpulan Data............................................................................38
3.6 Teknik Analisis Data.....................................................................................42
3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................................45
3.7.1. Lokasi Penelitian...................................................................................45
3.7.2. Waktu Penelitian....................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................48
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.2 Teknik analisis data kualitatif Miles dan Hiberman ………………..… 43
ix
BAB 1
PENDAHULUAN
perencanaan yang buruk, politik, bencana alam, dan konflik sosial. Upaya untuk
mencoba mengurangi dan mengubah daerah kumuh di berbagai negara sudah banyak
penduduk yang tinggal di suatu wilayah tanpa memperhatikan esensi kelayakan huni.
Kelayakan huni dapat diukur dengan adanya indikator: akses terhadap kebutuhan
dasar yang cukup, sanitasi yang memadai, ketersediaan air bersih, ketahanan
bangunan, ruang hidup yang memadai, serta jaminan layak huni (Berner, 2007).
1
2
pertengahan tahun adalah sekitar 213 juta di Afrika Sub-Sahara , 207 juta di Asia
Timur , 201 juta di Asia Selatan , 113 juta di Amerika Latin dan Karibia , 80 juta
di Asia Tenggara , 36 juta di Asia Barat , dan 13 juta di Afrika Utara (Un Habitat
2012).
yang ditandai dengan : (1) Status hunian yang tidak aman, (2) Sulitnya akan akses air
bersih, (3) akses yang tidak memadai terhadap sanitasi, infrastruktur, dan layanan
publik lainnya, (4) Kualitas perumahan yang tak layak/buruk, (5) Terjadi kepadatan
merupakan kawasan tak layak huni dikarenakan ketidak seimbangan antara tata
ruang, kepadatan dan luas bangunan, kondisi lingkungan yang buruk, rendahnyaa
akses akan fasilitas publik, yang mana dapat merugikan atau bahkan membahayakan
lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun
perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dijelaskan pula permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena
Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat urbanisasi tercepat di Asia,
dengan perkiraan 68% dari populasi akan tinggal di daerah perkotaan pada 2040, naik
dari 51% saat ini. Dari angka tersebut, hanya sekitar 40% yang bisa mengakses air
bersih, dan hanya 72% yang memiliki fasilitas sanitasi yang layak. Sementara itu,
sekitar 35% dari daerah perkotaan tidak memiliki sistem drainase yang memadai
dan Sosial Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, terdapat sekitar
kumuh dimana akses terhadap pelayanan dasar minimumnya masih rendah. Kriteria
masih belum terpenuhinya akses infrastruktur dasar (air, sanitasi, jalan, dll),
kesehatan lingkungan yang buruk serta kawasan rumah yang kondisinya berdesak-
lipat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Hal tersebut disebabkan oleh
kawasan permukiman kumuh tercatat pada tahun 2014 adalah 38.000 hektare,
Wicaksono, 2019).
4
3.321,98 hektare dan mengalami kenaikan pada tahun 2018 menjadi 4.148,57 hektare
sampai saat ini masih banyak terdapat kawasan permukiman kumuh di Kabupaten
Cirebon. Terdapat 195 desa dan kelurahan yang termasuk kedalam kawasan kumuh
dan setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal tersebut disebabkan karena jumlah
penduduk yang sangat besar ditambah tingginya laju pertumbuhan penduduk serta
dan pemindahan masyarakat ke lokasi yang aman dan layak untuk dihuni.
Dalam RPJMN tersebut dijelaskan targetnya menuju pada terciptanya kota bebas
kumuh di tahun 2019. Proses penanganan kumuh telah dimulai tahun 2015 dan target
0 % harus dicapai pada tahun 2019 melalui Program KOTAKU (Kota tanpa kawasan
kumuh).
Target yang sudah ditentukan oleh Pemerintah pusat dan daerah masih belum
kumuh. Perencanaan dan pelaksanaan dari Pemerintah pusat saja belum cukup dalam
menangani masalah tersebut. Political will Pemerintah Pusat dan Daerah sangat
Political Will atau keinginan politik yang diartikan sebagai "niatan pimpinan"
untuk melakukan hal-hal yang dianggap perlu untuk kebaikan bersama dalam jangka
panjang. Keinginan politik (Political will) juga diartikan apabila negara mempunyai
memberikan pengertian secara teoritis, political will adalah kesediaan dan komitmen
seperangkat tujuan yang disertai dengan usaha berkelanjutan (Achmad et al. 2012).
wilayah kumuh, agar seluruh wilayah kumuh di Jabar dapat tertangani. Dengan
anggaran dan waktu yang terbatas, penanganan wilayah kumuh tentunya memerlukan
kumuh terkait erat dengan political will dari pemerintah kabupaten/kota (Sindo
untuk mengeruk keuntungan material, akan tetapi yang dikehendaki adalah benar-
benar merupakan niat dan tekad yang tulus untuk menangani permukiman kumuh
besrta isinya tanpa reserve atau pamrih. Political will ini amat penting, lebih-lebih di
melalui program KOTAKU dari 195 kawasan permukiman kumuh baru 11 kawasan
Permukiman dan Pertanahan (DPKPP), Program Kotaku ini berkonsentrasi pada 100
0 100, di mana 100 persen layak air minum, 0 persen kumuh, dan 100 persen sanitasi,
yang baik, pembuangan sanitasi yang terarah, dan bisa meningkatkan kesejahteraan
menangani permasalahan perukiman kumuh, pasalnya dari 195 kawasan yang masuk
lebih baik.
permukiman kumuh yang diukur dari lima indikator Political will Menurut
penegakan hukum dan keberlanjutan usaha. Bertitik tolak dari latar belakang masalah
yang ada, penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Political Will
bertujuan:
Cirebon.
Kabupaten Cirebon
baik secara teoritis maupun praktis. Adapun kegunaan yang diharapakan dalam
a. Bagi Peneliti
b. Bagi Pemerintah
c. Bagi Masyarakat
a. Bagi Peneliti
12
b. Bagi Pemerintah
kumuh.
c. Bagi Masyarakat
tentang bagaimana teori berhubungan denga berbagai faktor yang telah diidentifikasi
karena baru 11 kawasan dari total 195 kawasan permukiman kumuh yang ada di
Political will ada lima indaktor yaitu inisiatif pemerintah, prioritas, mobilisasi
dukungan politik, penegakan hukum dan keberlanjutan usaha (Achmad et al. 2012).
1 Inisiatif Pemerintah
Inisiatif berarti adanya suatu tindakan yang berasal dari diri sendiri tanpa
adanya paksaan dari pihak tertentu. Inisaiatif dibutuhkan untuk melakukan suatu
tindakan yang dianggap perlu demi kebaikan bersama. Inisiatif pada suatu
pemerintahan dapat berupa program real atau kebijakan yang harus dijalankan demi
tercapainya suatu tujuan. Inisaitif yang dilakukan tentunya berasal dari pemikiran
yang matang dan tidak melanggar segala aturan yang berlaku, karena inisiatif ini jelas
merupakan tindakan yang bertujuan baik, bukan suatu alat untuk melakukan tindakan
yang melanggar aturan hukum yang berlaku. Inisiatif juga haruslah bersifat fleksibel
14
atau mampu menyesuaikan dengan aturan yang sudah ada dan masih berlaku, agar
tujuan yang tadinya baik tidak malah akan menimbulkan konflik baru.
2 Prioritas
dengan program atau kebijakan tersebut? Jika kesemuanya minim maka program atau
kebijakan tersebut adalah bukan prioritas. Inisiatif saja tidaklah cukup, namun harus
dibarengi dengan implementasi inisiatif tersebut dengan baik. Jika sudah ada inisiatif
maka perlu adanya tindakan lanjut untuk mewujudkan inisiatif tersebut agar dapat
tersebut sebagai prioritas, agar dari segi waktu dapat terlaksana dengan efisien dan
Ada tidaknya keinginan politik juga tergantung pada kemauan dan kemampuan
untuk menggalang dukungan bagi suatu program atau kebijakan. Program yang
dijalankan harus mendapat dukungan dari kekuatan politik lain. Jika tidak ada
baru. Tanpa dukungan politik juga bisa menjadikan. Artinya semua pihak,
dilingkungan eksekutif maupun legislatif harus turut mendukung program atau suatu
kebijakan.
4 Penegakan hukum
15
Penegakan hukum berupa sanksi yang tegas dan adil juga menjadi penentu akan
komitmen pemerintah. Jika hukum yang tegas dan adil tidak ditegakan maka ini
merupakan indikasi dari komitmen setengah hati pemerintah. Hal ini dikarenakan jika
hukuman yang diberikan kepada para pelanggar relatif ringan maka tidak akan
5 Keberlanjutan usaha
Usaha yang dilakukan hanya sebatas satu atau dua episode merupakan ciri dari
keinginan politik yang lemah dan / atau goyah. Misalnya ada program “menjaga
lingkungan” yang hanya sampai pada saat kampanye, visi dan misi kepala daerah
saja. Ada juga yang sampai pada tahap inisiatif, dan mandeg diprioritas sehingga sulit
seolah berpihak pada lingkungan, padahal diwaktu yang sama melakukan politik
pembiaran dan menikmati hasilnya. Jadi suatu inisiatif yang baik bukan hanya
memikirkan untuk jangka pendek tapi juga untuk dampak masa panjang.
tersebut sebagai pisau analisis peneliti, diharapkan mampu menjawab segala bentuk
Cirebon.
16
KawasanGambar
permukim1.1an kumuh Berpikir
Kerangka di Kabupaten Cirebon masih
cukup tinggi dan dari 195 kawasan permukiman kumuh yang
ada, Pemerintah Kabupaten Cirebon melalui Dinas Perumahan
Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) baru 11
kawasan yang ditangani oleh program KOTAKU.
TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan pada latar belakang yang diuraikan oleh peneliti, maka penting
untuk dipaparkan penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan di
teliti sekarang serta dapat dijadikan tambahan kajian pustaka penelitian. Penelitian
18
19
Mojokerto
3. Menggunakan
Miles dan
Huberman
2. Agatha Christy, Analisis 1. Jenis metode 1. Penelitian ini
Kabupaten (1969).
Timur 2018
3. Esli Zuraidah Pemberdayaan 1. Jenis metode 1. Penelitian ini
2. Membahas pemberdayaan
program masyarakat
KOTAKU 2. Fokus
pembahasannya
adalah
pemberdayaan
masyarakat di
21
dalam program
KOTAKU
3. Tahun penelitian
2019
Sumber: Olahan Penliti 2020
penelitian ini dan bisa dijadikan tambhan kajian pustaka penelitian. Tiga penelitian
persamaan.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Yosin, dkk (2019) dengan
pembangunan di desa.
Kemudian dalam penelitian yang dilakukan oleh Agatha Christy, dkk (2018)
Tanpa Kumuh (Kotaku) Studi Komparatif: Desa Bligo, Kecamatan Candi dan Desa
Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Esli Zuraidah Siregar yang
22
melalui program KOTAKU dan faktor hambatan dan pendukung dalam program
tersebut.
Penelitian yang diusulkan oleh peneliti dengan judul “Political will Pemerintah
kumuh diukur dari lima Indikator yaitu inisiatif pemerintah, prioritas, mobilisasi
Political Will atau keinginan politik yang diartikan sebagai "niatan pimpinan"
untuk melakukan hal-hal yang dianggap perlu untuk kebaikan bersama dalam jangka
panjang. Keinginan politik (Political will) juga diartikan apabila negara mempunyai
kesediaan dan komitmen pemimpin politik dalam melakukan tindakan yang bertujuan
Untuk mengukur Political will ada beberapa dimensi yang dikemukakan oleh
23
1. Inisiatif Pemerintah
Inisiatif berarti adanya suatu tindakan yang berasal dari diri sendiri tanpa
adanya paksaan dari pihak tertentu. Inisaiatif dibutuhkan untuk melakukan suatu
tindakan yang dianggap perlu demi kebaikan bersama. Inisiatif pada suatu
pemerintahan dapat berupa program real atau kebijakan yang harus dijalankan
demi tercapainya suatu tujuan. Inisaitif yang dilakukan tentunya berasal dari
pemikiran yang matang dan tidak melanggar segala aturan yang berlaku, karena
inisiatif ini jelas merupakan tindakan yang bertujuan baik, bukan suatu alat
untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan hukum yang berlaku. Inisiatif
juga haruslah bersifat fleksibel atau mampu menyesuaikan dengan aturan yang
sudah ada dan masih berlaku, agar tujuan yang tadinya baik tidak malah akan
2. Prioritas
maka program atau kebijakan tersebut adalah bukan prioritas. Inisiatif saja
dengan baik. Jika sudah ada inisiatif maka perlu adanya tindakan lanjut untuk
dari segi waktu dapat terlaksana dengan efisien dan dari segi ketepatan dapat
Program yang dijalankan harus mendapat dukungan dari kekuatan politik lain.
Jika tidak ada dukungan, riwayat pemerintah akan singkat karena keburu
4. Penegakan hukum
Penegakan hukum berupa sanksi yang tegas dan adil juga menjadi penentu
akan komitmen pemerintah. Jika hukum yang tegas dan adil tidak ditegakan
maka ini merupakan indikasi dari komitmen setengah hati pemerintah. Hal ini
dikarenakan jika hukuman yang diberikan kepada para pelanggar relatif ringan
maka tidak akan menimbulkan efek jera sehingga akan dengan mudah muncul
Apalagi jika hukum sudah dapat diperjual belikan, maka yang memiliki
“kantong tebal” maka akan kebal hukum, hal ini jelas bukanlah perbuatan yang
adil.
5. Keberlanjutan usaha
25
Usaha yang dilakukan hanya sebatas satu atau dua episode merupakan ciri
dari keinginan politik yang lemah dan / atau goyah. Misalnya ada program
“menjaga lingkungan” yang hanya sampai pada saat kampanye, visi dan misi
kepala daerah saja. Ada juga yang sampai pada tahap inisiatif, dan mandeg
diwaktu yang sama melakukan politik pembiaran dan menikmati hasilnya. Jadi
suatu inisiatif yang baik bukan hanya memikirkan untuk jangka pendek tapi
merupakan kawasan tak layak huni dikarenakan ketidak seimbangan antara tata
ruang, kepadatan dan luas bangunan, kondisi lingkungan yang buruk, rendahnyaa
akses akan fasilitas publik, yang mana dapat merugikan atau bahkan membahayakan
lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun
perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dijelaskan pula permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena
baik secara fisik, sosial ekonomi maupun sosial budaya, yang tidak memungkinkan
dicapainya kehidupan yang layak bagi penghuninya. Bahkan dapat pula dikatakan
membahayakan kehidupannya.
hunian, bangunan sangat tinggi, kualitas rumah sangat rendah, tidak memadainya
kondisi infrastruktur fisik dan sosial seperti halnya air bersih, jalan, drainase, sanitasi,
listrik, fasilitas pendidikan, ruang terbuka, rekreasi, sosial, atau fasilitas pelayanan
kesehatan, perbelanjaan dan sebagainya. Selain itu juga diwarnai tingkat pendapatan
penghuninya yang rendah, tingkat pendidikan dan keterampilan yang sangat rendah,
tingkat privasi keluaraga yang rendah serta kohesivitas komunitas yang rendah karena
kualitas baik dari segi fisik, sosial ekonomi maupun sosial budaya sehingga tidak
layak huni yang mana dapat merugikan atau bahkan membahayakan setiap penduduk
yang ditandai dengan : (1) Status hunian yang tidak aman, (2) Sulitnya akan akses air
bersih, (3) akses yang tidak memadai terhadap sanitasi, infrastruktur, dan layanan
publik lainnya, (4) Kualitas perumahan yang tak layak/buruk, (5) Terjadi kepadatan
permanen;
dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi ( lebih dari 500 jiwa
per ha ); dan
Margareta, 2015).
aspek fisik menurut indikator kumuh KOTAKU yaitu satuan entitas perumahan dan
permukiman, kondisi bangunan tidak memenuhi syarat, tidak teratur dan memiliki
kepadatan tinggi, serta kondisi sarana dan prasarana tidak memenuhi syarat. Khusus
untuk bidang keciptakaryaan, batasan sarana dan prasarana adalah jalan lingkungan,
pengelolaan air limbah, pengamanan kebakaran, dan ruang terbuka publik (Nina
bahwa permukiman kumuh memiliki ciri-ciri antara lain, Kondisi fisik lingkungan
yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, yaitu kurangnya atau tidak
buruk dan di samping itu, tata letak bangunan tidak teratur, kemudian status hunian
29
yang tidak aman, kehidupan masyarakat yang terhambat karena kurangnya air bersih,
Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) adalah satu dari sejumlah upaya
dan mendukung “Gerakan 100-0-100”, yaitu 100 persen akses universal air minum, 0
persen permukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak. Arah kebijakan
permukiman kumuh yang berada di lokasi sasaran Program Kotaku adalah seluas
23.656 Hektare.
1. Bangunan Gedung
ruang;
2. Jalan Lingkungan
4. Drainase Lingkungan
- Menimbulkan bau;
6. Pengelolaan Persampahan
7. Pengamanan Kebakaran
publik (RTP).
32
permukiman perkotaan yang layak huni, produktif, dan berkelanjutan. Dalam tujuan
2020).
BAB III
METODE PENELITIAN
menangani permukiman kumuh, baik dalam hal teknik pengumpulan data yang
terbagi dua yaitu dengan cara studi pustaka dan studi lapangan, sumber data,
penelitian, dan metode penelitian, tiga istilah utama tersebut yang menunjukan suatu
penelitian secara luas ke prosedur metode yang sempit. Atas dasar pernyataan
tersebut, dapat diartikan bahwa metode penelitian merupakan salah satu dari tiga
istilah penting yang menampilkan informasi berurutan dari informasi yang disajikan
dengan metode analisis deskriptif yaitu penelitian yang memberikan penjelasan data
yang didapat dari hasil pengamatan dan tujuannya mempertegas serta memperkuat
33
34
suatu teori, hingga memperoleh informasi mengenai keadaan saat sekarang yang
menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah
laku yang diamati dari orang-orang yang diteliti, pada saat sekarang berdasarkan
berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini
menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema
pengumpulan data ataupun tahap-tahap yang lainnya yang menjadi fokus penelitian
ini. Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah Sekda Kabupaten Cirebon,
kawasan permukiman kumuh, serta informan terkait yang dapat mendukung data dan
terbagi menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data
primer adalah sumber data yang langsung memberikan sumber data sedangkan
sumber data sekunder sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada
Pada penelitian ini, sumber data primer peneliti dapatkan hasil dari studi
lapangan dengan informan informan terkait dari Sekda Kabupaten Cirebon, Dinas
informan lain yang dapat mendukung data dan memperkuat informasi yang telah
Pada penelitian ini, sumber data sekunder peneliti dapatkan hasil dari studi
pustaka serta studi lapangan. Studi pustaka yang dimaksud adalah dokumen-
dokumen yang berasal dari media online, artikel ilmiah atau buku dari
dokumen yang didapatkan dari informan terkait pada saat peneliti melakukan
studi lapangan, misalnya dokumen yang berasal dari DPKPP, BAPEDDA, dan
di Kabupaten Cirebon.
kumuh.
Lincoln dan Guba (Sugiono, 2017) mengemukakan bahwa dalam penelitian kualitatif
tidak ada pilihan lain selain menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama,
alasannya ialah bahwa segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti.
hasil yang dharapkan,itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas
dalam keadaan yang tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya
kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti itu sendiri, namun selanjutnya setelah
38
dengan data yang telah ditemukan, data tersebut dapat dilakukan dengan cara
observasi, wawancara dengan beberapa informan, atau dapat disebut studi lapangan.
Teknik penentuan informan dalam penelitian ini diambil degan teknik non
yang tidak memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi
untuk di pilih menjadi sampel. Salah satu jenis teknik non probability sampling yang
yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai
penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial
menentukan beberapa informan terkait yang berkaitan dengan mengenai Political will
No Informan Jumlah
Pemerintah Kabupaten Cirebon
1
1. Sekda Kabupaten Cirebon 1 orang
DPKPP Kabupaten Cirebon
1. Kepala Dinas DPKPP Kabupaten Cirebon
2
2 orang
2. Kepala Bidang
3 Pemerintah Desa
1. Kepala Desa Belawa Kecamatan Lemahabang 2 orang
39
pengumpulan data ataupun tahap-tahap yang lainnya yang menjadi fokus penelitian
ini. Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah Sekda Kabupaten Cirebon,
serta informan terkait yang dapat mendukung data dan memperkuat informasi yang
data yang lengkap dari sumber data yang tepat. Menurut John W. Creswell (Creswell,
terdapat empat teknik pegumpulan data yang dapat dilakuakn dengan cara Observasi,
beberapa teknik pengumpulan data berikut yaitu: studi pustaka, dan studi lapangan
permukiman kumuh:
1. Studi Pustaka
studi pustaka, dimana data diperoleh dari berbagai buku yang berkaitan
permukiman kumuh. Selain buku, data yang penulis peroleh juga berasal
juga peneliti jadikan sebagai sumber data yang dapat mendukung penelitian.
2. Studi Lapangan
41
teknik diantaranya:
Observasi
Studi Lapangan
Wawancara
Dokumentasi
a. Observasi
penelitian.
b. Wawancara
tertentu) yang terdiri dari enam sampai delapan partisipan per kelompok.
permukiman kumuh.
informasi dan mendukung data diambil melalui dokumen yang dimiliki oleh
dalam laporan akhir. Karena tidak semua data dapat digunakan dalam penelitian
maka, peneliti dapat memisahkan data serta memfokuskan pada sebagian data dan
Proses analisis dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai
dalam menganalisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus
menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dala analisis data
Data Penyajian
Data
Kesimpulan/
Verifikasi
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan
45
demikian data yang telah di reduksi akan memberikan gambaran yang lebih
dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan
sejenisnya. Maka, hasil dari reduksi data yang dilakukan akan disajikan
dalam bentuk tabel untuk data pemilih yang menggunakan hak suara dan
dalam bentuk uraian singkat, bagan, flowchart atau gambar untuk data
verifikasi)
merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat
atau gelap sehingga setelah diteliti dapat menjadi jelas, dapat berupa
2020.
Adapun waktu penelitian dapat penulis sajikan dalam tabel sebagai berikut:
1. Studi Pustaka
2. Observasi awal
5. Penelitian lapangan
6. Seminar Komprehensif
8. Peyusunan laporan
9. Sidang skripsi
Buku
Creswell, J. W. (2016). Research Desain Pendekatan Metode Kuaitatif,
Kuantitatif, dan Campuran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Patton, C. (1988). Spontaneous shelter: International perspectives and
prospects, Philadelphia: Temple University Press.
Sugiono. (2017). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Dokumen
Undang - Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
Undang - Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
RPJMN 2015-2019.
Rencana Strategis Direktorat Jendral Cipta Karya tahun 2015-2019
Sumber lain
Achmad, A. F., Library, S., Faculty, G., Science, S., Campus, R., Widya, B.,
Km, S., Pekanbaru, N., & Fax, P. (2012). Political Will Pemerintah
Kabupaten Pelalawan Terhadap Pelestarian Satwa Di Taman Nasional
Tesso Nilo Tahun 2011-2012.
Brinkerhoff, D. (2010) Unpacking the Concept of Political Will.
In, A. S., & Development, T. H. E. (n.d.). Addressing slums in the urban
context.
Mona Serageldin, Elda Solloso, and Luis Valenzuela. (2006). Global Urban
Development Magazine, Vol 2, Issue 1.
49
50
Nina Razad, Utari (2015), Menelisik struktur kota kuno mahenjo daro vs
Agung Bakti Sarasa 2019. Pusat Kejar Target Tangani 1.942 Hektare
Permukiman Kumuh di Jabar.
https://jabar.sindonews.com/read/11691/1/pusat-kejar-target-tangani-1942-
hektare-permukiman-kumuh-di-jabar-1572361822 (diakses pada 10
Februrari 2020).
Adhi Wicaksono, 2019. Kawasan Kumuh Indonesia Meluas Dua Kali Lipat
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190903212554-20-
427289/kawasan-kumuh-indonesia-meluas-dua-kali-lipat (diakses pada 11
Februari 2020).