Anda di halaman 1dari 19

Pertanyaan dr Soemadi, Sp THT-KL

1. Sebutkan pembagian bidang ilmu THT-KL? MBA AYYA


 Divisi Otoneurologi
 Divisi Otologi
 Divisi Laringo faringologi
 Divisi Rinologi
 Divisi Onkologi THT
 Divisi Plastik Rekonstruksi
 Divisi Alergi Immunologi
 Divisi THT Komunitas

2. Pada pemeriksaan orofaring apa saja yang ditemukan ? AGUNG


 Lidah : ada beslag atau tidak, bentuk, ukuran, pergerakan lidah
 Gigi geligi : adakah caries dentis (terutama premolar dan molar rahang atas,
untuk melihat etiologi sinusitis odontogen), adakah gigi dengan perubahan
posisi/bentuk) → penulisan nomenklatur gigi sigmondy/WHO
 Mukosa buccal dan ginggiva : adakah benjolan/massa, stomatitis ulkus,
gingiva yang bengkak
 Uvula : ditengah/tidak (bila tidak simetris curiga ada paresis n.9 atau desakan
dariabses peritonsilar)
 Palatum Molle : simetris atau tidak
 Pilar anterior dan posterior : simetris atau tidak, hiperemis atau tidak
 Tonsil : membesar atau tidak, bila membesar nyatakan dalam ukuran T-T
(T1,T2,T3,T4) untuk tonsila palatina kanan dan kiri, warna (hiperemis), kripte
(melebar atau tidak), detritus (ada atau tidak)
 Inspeksi dinding posterior orofaring :
 Mukosa : warna (hiperemis), granulasi, atrofi mukosa, post nasal drip
3. Abses peritonsi dilakukan TE kapan ? MBA LISA
 DEFINISI

Abses peritonsiler adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi


pada bagian kepala dan leher. Gabungan dari bakteri aerobic dan anaerobic di
daerah peritonsilar. Tempat yang bisa berpotensi terjadinya abses adalah
adalah didaerah pillar tonsil anteroposterior, fossa piriform inferior, dan
palatum superior.

Abses peritonsil terbentuk oleh karena penyebaran organisme bakteri


penginfeksi tenggorokan kesalah satu ruangan aereolar yang longgar disekitar
faring menyebabkan pembentukan abses, dimana infeksi telah menembus
kapsul tonsil tetapi tetap dalam batas otot konstriktor faring5.

Peritonsillar abscess (PTA) merupakan kumpulan/timbunan (accumulation)


pus (nanah) yang terlokalisir/terbatas (localized) pada jaringan peritonsillar
yang terbentuk sebagai hasil dari suppurative tonsillitis.

 TERAPI

Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi dan obat simtomatik.
Juga perlu kumur-kumur dengan air hangat dan kompres dingin pada leher.
Antibiotik yang diberikan ialah penisilin 600.000-1.200.000 unit atau
ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 mg atau sefalosporin 3-4 x 250-500 mg,
metronidazol 3-4 x 250-500 mg2.

Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian
diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling
menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar
uvula dengan geraham atas terakhir. Intraoral incision dan drainase dilakukan
dengan mengiris mukosa overlying abses, biasanya diletakkan di lipatan
supratonsillar. Drainase atau aspirate yang sukses menyebabkan perbaikan
segera gejala-gejala pasien.

Bila terdapat trismus, maka untuk mengatasi nyeri, diberikan analgesia lokal di
ganglion sfenopalatum.

Kemudian pasien dinjurkan untuk operasi tonsilektomi “a” chaud. Bila


tonsilektomi dilakukan 3-4 hari setelah drainase abses disebut tonsilektomi “a”
tiede, dan bila tonsilektomi 4-6 minggu sesudah drainase abses disebut
tonsilektomi “a” froid. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi
tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses.

Tonsilektomi merupakan indikasi absolut pada orang yang menderita abses


peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya.
Abses peritonsil mempunyai kecenderungan besar untuk kambuh. Sampai saat
ini belum ada kesepakatan kapan tonsilektomi dilakukan pada abses peritonsil.
Sebagian penulis menganjurkan tonsilektomi 6–8 minggu kemudian
mengingat kemungkinan terjadi perdarahan atau sepsis, sedangkan sebagian
lagi menganjurkan tonsilektomi segera.
Uvula bergeser ke kiri jika

4. Sebutkan indikasi absolut dan relative dari TE ? TIARA


Tonsilektomi biasanya dilakukan pada dewasa muda yang menderita episode
ulangan tonsilitis, selulitis peritonsilaris, atau abses peritonsilaris. Anak-anak
jarang menderita tonsilitis kronis atau abses peritonsilaris. Paling sering, mereka
mengalami episode berulang tonsilitis akut dan hipertrofi penyerta. Beberapa
episode mungkin disebabkan oleh virus atau bakteri.
Indikasi Absolut. Indikasi-indikasi untuk tonsilektomi yang hampir absolut adalah
berikut ini:
1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan napas yang kronis.
2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea waktu tidur.
3. Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat
badan penyerta.
4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma).
5. Abses peritonsilaris berulang alau abses yang meluas pada ruang jaringan
sekitarnya.

Indikasi Relatif. Seluruh indikasi lain untuk tonsilektomi dianggap relatif.


1. Indikasi yang paling sering adalah episode berulang dari infeksi
streptokokokus beta hemolitikus grup A
2. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik
adekuat
3. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi
medikamentosa

di samping indikasi-indikasi absolut, indikasi tonsilektomi yang paling dapat


diterima pada anak-anak adalah berikut ini :
1. Serangan tonsilitis berulang yang tercatat (walaupun telah diberikan
penatalaksanaan medis yang adekuat).
2. Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus menetap dan
patogenik (keadaan karier).
3. Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional (misalnya, penelanan).
4. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap enam bulan setelah infeksi
mononukleosis (biasanya pada dewasa muda).
5. Riwayat demam reumatik dengan kentsakan jantung yang berhubungan
dengan tonsilitis rekurens kronis dan pengendalian antibiotik yang buruk.
6. Radang tonsil kronis menetap yang tidak memberikan respons terhadap
penatalaksanaan medis (biasanya dewasa muda).
7. Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas orofasial
dan gigi geligi yang menyempitkan jalan napas bagian atas.
8. Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati servikal
persisten.

Jika terdapat infeksi streptokokus berulang, mungkin terdapat karier pada orang-
orang yang tinggal serumah, dan biakan pada anggota keluarga dan pengobatan
dapat menghentikan siklus infeksi rekuren.

Sumber : Buku Ajar Penyakit THT BOIES Edisi ke-6,2012

5. Sebutkan kontra indikasi absolut dan relative dari TE? YEVIRA


Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila
sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan
imbang “manfaat dan risiko”. Keadaan tersebut adalah:
1. Radang akut
2. Penyakit-penyakit perdarahan :
- Leukemia
- Hemophilia
- Anemia
- Hemoragia diastesa
3. Keadaan umum tidak baik
4. Epidemic polio
5. Kehamilan
6. Status asmatikus
6. Pertahanan tubuh oleh tonsil apa saja ? FARAH
Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B
membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil
adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di
pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen,
interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsillar. Sel limfoid yang
immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area
ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel
limfoid. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi
dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama
yaitu
1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif;
2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen
spesifik
7. Apa yang dimaksud dengan ECOG ? ERITRA

a. ECOG adalah suatu system skoring yang digunakan menilai kondisi umum
atau performance status atau biasa di artikan sebagai status kinerja untuk
menentukan kualitas hidup seseorang.
b. ECOG sendiri memiliki kepanjangan dari Eastern cooperative Oncology
Group dari nama dr. C Gordon Zubord ia adalah seorang onkologis dari USA.
Dan skore ini di publikasikan oleh Oken et al pada tahun 1982.
i. 0 : Asimptomatik, aktif sepenuhnya, mampu melakukan semua
aktivitas tanpa adanya hambatan.

ii. 1 : Simptomatik, namun bias sepenuhnya berjalan, kegiatan fisik


terbatas dan bias melakukan kerja ringan atau sehari-hari.
iii. 2 : Simptomatik, < 50% berada di tempat tidur sepanjang hari, dapat
berjalan dan merawat diri tapi tidak bisa melakukan aktivitas kerja.
iv. 3 : Simptomatik, > 50% di tempat tidur, >50% jam terbangun, bias
merawat diri secara terbatas.

v. 4 : Lumpuh total, tidak bias melakukan rawat diri apapun, sepenuhnya


harus ditempat tidur atau kursi.

vi. 5 : Mati

8. Sebutkan fungsi larynx ? MAS AJI


Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan
proteksi disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian berikut : 

1) Fungsi Fonasi

Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks.


Suara dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya
interaksi antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya
tekanan udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan
resonansi seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung.
Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot
intrinsik laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah
bentuk dan massa ujung-ujung bebas dan tegangan pita suara sejati.
Ada 2 teori yang mengemukakan bagaimana suara terbentuk : 

a. Teori Myoelastik – Aerodinamik. 

Selama ekspirasi aliran udara melewati ruang glotis dan secara tidak
langsung menggetarkan plika vokalis. Akibat kejadian tersebut, otot-otot
laring akan memposisikan plika vokalis (adduksi, dalam berbagai variasi) dan
menegangkan plika vokalis. Selanjutnya, kerja dari otot-otot pernafasan dan
tekanan pasif dari proses pernafasan akan menyebabkan tekanan udara ruang
subglotis meningkat, dan mencapai puncaknya melebihi kekuatan otot
sehingga celah glotis terbuka. Plika vokalis akan membuka dengan arah dari
posterior ke anterior. Secara otomatis bagian posterior dari ruang glotis yang
pertama kali membuka dan yang pertama kali pula kontak kembali pada akhir
siklus getaran. Setelah terjadi pelepasan udara, tekanan udara ruang subglotis
akan berkurang dan plika vokalis akan kembali ke posisi saling mendekat
(kekuatan myoelastik plika vokalis melebihi kekuatan aerodinamik). Kekuatan
myoelastik bertambah akibat aliran udara yang melewati celah sempit
menyebabkan tekanan negatif pada dinding celah (efek Bernoulli).
Plika vokalis akan kembali ke posisi semula (adduksi) sampai tekanan udara
ruang subglotis meningkat dan proses seperti di atas akan terulang kembali. 

B. Teori Neuromuskular. 

Teori ini sampai sekarang belum terbukti, diperkirakan bahwa awal

dari getaran plika vokalis adalah saat adanya impuls dari sistem saraf
pusat melalui N. Vagus, untuk mengaktifkan otot-otot laring. Menurut
teori ini jumlah impuls yang dikirimkan ke laring mencerminkan
banyaknya / frekuensi getaran plika vokalis. Analisis secara fisiologi dan
audiometri menunjukkan bahwa teori ini tidaklah benar (suara masih
bisa diproduksi pada pasien dengan paralisis plika vokalis bilateral). 
2) Fungsi Proteksi
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-otot yang
bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan,
pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada
pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid
melalui serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter dan
epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke depan menyebabkan celah
proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke
lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus. 

3) Fungsi Respirasi 
Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar rongga dada
dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan
rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO2 dan O2 arteri
serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan menghambat pembukaan rima glotis,
sedangkan bila pCO2 tinggi akan merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia
dan obstruksi laring mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris, sedangkan
peningkatan pO2 arterial dan hiperventilasi akan menghambat pembukaan laring.
Tekanan parsial CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita
suara. 

4) Fungsi Sirkulasi 

Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan peninggian tekanan


intratorakal yang berpengaruh pada venous return. Perangsangan dinding laring
terutama pada bayi dapat menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti jantung.
Hal ini dapat karena adanya reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor dari reflek
ini adalah baroreseptor yang terdapat di aorta. Impuls dikirim melalui N. Laringeus
Rekurens dan Ramus Komunikans N. Laringeus Superior. Bila serabut
ini terangsang terutama bila laring dilatasi, maka terjadi penurunan denyut jantung. 
5) Fungsi Fiksasi

Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar tetap


tinggi, misalnya batuk, bersin dan mengedan. 
6) Fungsi Menelan. 

Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada


saat berlangsungnya proses menelan, yaitu pada waktu menelan faring bagian
bawah (M. Konstriktor Faringeus Superior, M. Palatofaringeus dan M.
Stilofaringeus) mengalami kontraksi sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago
tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian makanan
terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan faringoesofageal. Laring menutup
untuk mencegah makanan atau minuman masuk ke saluran pernafasan dengan
jalan menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis. Epiglotis
menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup aditus laringeus,
sehingga makanan atau minuman terdorong ke lateral menjauhi aditus laring dan
masuk ke sinus piriformis lalu ke hiatus esofagus. 
7) Fungsi Batuk. 

Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai


katup, sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan secara
mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan laring dari
ekspansi benda asing atau membersihkan sekret yang merangsang reseptor atau
iritasi pada mukosa laring. 
8) Fungsi Ekspektorasi. 

Dengan adanya benda asing pada laring, maka sekresi kelenjar


berusaha mengeluarkan benda asing tersebut. 
9) Fungsi Emosi. 

Perubahan emosi dapat menyebabkan perubahan fungsi laring, misalnya pada waktu


menangis, kesakitan, menggigit dan ketakutan.

9. Caries dentis dibagi berapa ? A MADE


JENIS-JENIS NOMENKLATUR
Terdapat beragam cara yang digunakan dalam menulis notasi gigi-geligi. Berikut
beberapa cara yang pernah digunakan sebagai nomenklatur pada gigi manusia:
1. FDI angka dari Federation dental international. 3ngka pertama menunjukan
kuadran gigi
2. Cara Zsigmondy

Penulisan dengan cara Zsigmondy ini menggunakan penomoran yang dimulai dari
gigi insisivus sentral pada masing-masing kuadran. Untuk menyatakan gigi
tertentu, ditulis dengan angka sesuai urutan kemudian diberi garis batas pada
nomor sesuai dengan kuadran gigi tersebut. Garis batas kuadran atas kanan
disimbolkan dengan

 Gigi Permanen:

Penulisan pada gigi permanen menggunakan angka arab (angkabiasa). Adapun


urutan penomoran gigi permanen adalah sebagai berikut:

 Gigi Susu:

Penulisan pada gigi susu menggunakan angka romawi


Adapun urutan penomoran gigi susu adalah sebagai berikut:
10. Sebutkan fungsi tuba custachii ? DEDE
Tuba Eustachius mempunyai 3 fungsi fisiologis utama yaitu :
1)Penyeimbang tekanan dan ventilasi telinga tengah,
2) Mucocilliary clearance untuk drainase sekret, dan
3) Proteksi.
Tekanan pada telinga tengah dijaga melalui mekanisme pertukaran udara telinga
tengah, dan pembukaan dari tuba eustachius untuk menyeimbangkan tekanan pada
telinga tengah agar selalu sama dengan nasofaring dan tekanan udara luar.
Pada kondisi normal telinga tengah yang sehat, tekanan perlahan akan menurun, dan
pembukaan periodik dari tuba eustachius mengembalikan tekanan telinga tengah
kembali sama seperti tekanan atmosfer.
Pada saat menelan dan menguap tuba eustachius akan terbuka dan udara dapat masuk
atau keluar dari cavum timpani. Mekanisme ini akan menyeimbangkan tekanan pada
kedua membran timpani sehingga akan membuat membran timpani dapat bergetar
dengan bebas. Tekanan yang berlebih pada salah satu telinga akan mengurangi
kepekaan pendengaran. Fungsi ventilasi dari tuba eustachius dapat dinilai dengan
melakukan perasat valsava dan perasat toynbee. Pembersihan dari sekresi telinga
tengah terjadi melalui peristaltik otot pada tuba eustachius dan melalui mekanisme
mucocilliary escalator. Tuba Eustachius normalnya melindungi telinga tengah dari
inflamasi dan infeksi virus, bakteri, serta gastrooesophageal reflux. Tuba Eustachius
pada anak-anak memiliki lipatan yang lebih banyak dari orang dewasa yang
kemungkinan berfungsi sebagai‘‘microturbinates’’ untuk menjalankan fungsi proteksi
dan pembersihan
11. Sebutkan keluhan hidung buntu ? Abang ikkahabal
Definisi :
Hidung Buntu / hidung tersumbat
Hidung tersumbat atau kongesti hidung terjadi karena adanya aliran udara yang
terhambat dikarenakan rongga hidung yang menyempit. Penyempitan rongga ini bisa
terjadi akibat proses inflamasi yang memberikan efek vasodilatasi atau sekresi mukus
yang berlebih, kelainan struktural anatomi yang mempersempit rongga, serta infeksi.

Penyebab :
1 Rinitis Alergi
Reaksi alergi terdiri atas dua fase yaitu fase sensitisasi dan fase aktivasi. Paparan
alergen terhadap mukosa menyebabkan alergen tersebut dipresentasikan oleh Antigen
Presenting Cell (APC) ke CD4+ limfosit T. Ikatan antara sel penyaji antigen dan sel
Th0 memicu deferensiasi Sel Th0 menjadi sel Th2. Hal ini mengakibatkan sitokin-
sitokin IL3, IL4, IL5, IL9, IL10, IL13 dan GranulocyteMacrophage Colony-
Stimulating (GMCSF) dilepaskan. IL 3 dan IL4 kemudian berikatan dengan
reseptornya yang berada pada permukaan sel limfosit B dan menyebabkan aktivasi sel
B untuk memproduksi IgE. IgE dapat berikatan dengan reseptornya (FceRI) di
permukaan sel mast yang ada di sirkulasi darah dan jaringan membentuk ikatan IgE-
sel mast. Dengan adanya komplek tersebut, individu ini disebut individu yang sudah
tersensitisasi. Selanjutnya, pada fase aktivasi, paparan antigen yang sama pada
mukosa nasal akan menyebabkan adanya crosslinking (ikatan antara dua molekul igE
yang berdekatan pada permukaan sel mast dan basofil dengan alergen yang
polivalen). Hasil akhirnya adalah degranulasi sel mastosit dan basofil hingga
pengeluaran mediator kimia (preformed mediators) terutama histamin, triptase, dan
bradikinin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain
PGD2, LTD4, LTC4, bradikinin, TNF-α, IL-4, serta Platelet Activating Factor (PAF)
dan berbagai sitokin.
Mediator-mediator yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil akan berikatan dengan
reseptor yang berada pada ujung saraf, endotel pembuluh darah, dan kelenjar mukosa
hidung. Histamin sebagai mediator utama yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil
mengakibatkan lebih dari 50% gejala reaksi hidung. Efek histamin pada kelenjar
karena aktivasi reflek parasimpatis yang meningkatkan efek sekresi kelenjar dan
mengakibatkan gejala rinore dengan seros yang akan memperberat gejala sumbatan
hidung. Histamin juga menstimulasi sel-sel endotel untuk mensintesis relaxan yang
bekerja pada pembuluh darah seperti Prostaglandin (PGI)2 dan Nitrit Oksida (NO)
yang menyebabkan vasodilatasi dan timbulnya gejala hidung. Leukotrien berefek
pada maturasi esinofil, bertindak sebagai chemoattractants eosinofil, mendorong
adhesi eosinofil dan menginhibisi apoptosis eosinofil.20 PGI D2 adalah prostanoid
utama yang diproduksi pada fase cepat reaksi alergi. Prostaglandin berhubungan
dengan efek hipertrofi dan infalamasi pada hidung dan peningkatan jumlah eosinofil.
Prostaglandin akan terikat pada reseptornya di pembuluh darah yang menyebabkan
vasodilatasi Eosinofil adalah sel yang paling berperan dalam RAFL. Eosinofil
melepaskan berbagai mediator pro-inflamasi seperti leukotrien sisteinil, eosinofil
peroksidase dan protein basic. Sitokin lain, PAF, juga mempunyai peranan dalam
mekanisme sumbatan hidung dengan cara retraksi dan relaksasi sel-sel endotel
pembuluh darah dan vasodilatasi. Hasil pelepasan sitokin dan mediator lain adalah
mukosa nasal menjadi terinfiltrasi dengan sel inflamasi seperti eosinofil, neutrofil,
basofil, sel mast dan limfosit. Hal ini membuat reaksi inflamasi pada mukosa hidung
semakin parah sehingga menyebabkan hidung tersumbat.
2. Kelainan Anatomi
Anatomi bentuk hidung seseorang akan sesuai dengan tipe suku bangsa atau tertentu.
Bentuk dan ukuran hidung bagian luar akan mempengaruhi ukuran dan bentuk hidung
bagian dalam atau rongga hidung, sehingga akan mempengaruhi pula tahanan
hidungnya. Kelainan anatomi yang dapat menyebabkan sumbatan hidung adalah
septum deviasi, konka hipertrofi, konka bulosa. Sedangkan kelainan anatomi yang
bersifat kongenital adalah atresia koana dan celah palatum.
A) Septum Deviasi

Bentuk septum normal adalah lurus di tengah rongga hidung, namun bisa terdapat
kelainan berupa septum yang tidak terletak di tengah yang disebut septum deviasi.
Septum deviasi dapat menyebabkan gangguan jalan napas dan gejala sumbatan
hidung. Defleksi anterior yang memiliki dampak terbesar pada aliran udara.
Tipe septum menurut Mladina adalah :

-Tipe I, terdapat rista unilateral di puncak septum yang tidak mengganggu


fungsi katup hidung
-Tipe II, krista unilateral di ujung konka media
-Tipe III, terdapat krista unilateral di ujung konka media
-Tipe IV, terdapat dua krista, satu krista terletak berdekatan dengan ujung
konka media, sedangkan krista lain terletak di sisi berseberangan pada area
katub
-Tipe V, krista unilateral pada dasar septum, sementara di sisi lain septum
lurus.
-Tipe VI, menunjukan sulkus pada sisi yang berseberangan dengan krista
-Tipe VII adalah campuran dari jenis I ke VI.

Gambar 5. Klasifikasi Tipe Septum Menurut Mladina


Menurut Janardhan, klasifikasi septum deviasi tipe V yang paling banyak
(46%) pada 100 pasien dengan septum deviasi yang paling sering
menimbulkan gangguan pada aliran udara di rongga hidung adalah tipe III-VI.

Jin RH et al juga membagi septum deviasi berdasarkan berat atau ringannya


keluhan yaitu ringan ketika deviasi kurang dari setengah rongga hidung dan
belum ada bagian septum yang menyentuh dinding lateral hidung, sedang
ketika deviasi kurang dari setangah rongga hidung tetapi ada sedikit bagian

septum yang menyentuh dinding lateral hidung dan berat ketika septum
deviasi sebagian besar sudah menyentuh dinding lateral hidung.
B) Konka Hipertrofi

Konka terdiri dari struktur tulang yang dibatasi oleh mukosa.


Mukosanya memiliki epitel kolumnar pseudostratifed bersilia dengan sel
goblet dan banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar lendir. Konka
melindungi hidung dengan mengatur temperatur dan kelembaban udara
inspirasi dan menyaring benda-benda asing yang terhirup bersama udara
inspirasi. Hipertrofi konka menimbulkan keluhan hidung tersumbat dengan
mekanisme proses inflamasi. Inflamasi dapat diakibatkan rinitis maupun
rinosinusitis. Inflamasi ini menyebabkan adanya vasodilatasi, dan produksi
mukus yang meningkat sehingga aliran udara terhambat dan timbul gejala
hidung tersumbat.
3 Tumor Hidung

Tumor hidung adalah pertumbuhan ke arah ganas yang mengenai hidung dan
lesi yang menyerupai tumor pada rongga hidung, termasuk kulit dari hidung luar dan
vestibulum nasi. Tumor hidung sering tidak diketahui sejak dini karena letaknya yang
terlindung dan sulit dideteksi. Gejala awalnya pun tidak spesifik seperti hidung
tersumbat, epistaksis, atau nyeri wajah.
Klasifikasi tumor hidung dibagi menjadi 2, yaitu tumor hidung ganas dan
tumor hidung jinak. Contoh tumor jinak adalah papilloma squamosa, displasia fibros
dan angiofibroma. Sedangkan contoh tumor ganas adalah melanoma, karsinoma
adenoid kistik, dan karsinoma sel squamosa.

Tumor hidung mengakibatkan kavum nasi semakin menyempit. Hal ini akan
berakibat pada tahanan hidung yang meningkat sehingga aliran udara terhambat dan
semakin sempit yang akhirnya menyebabkan sumbatan hidung.
4 Pemakaian obat

Obat-obatan seperti ACE inhibitor, Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs


(NSAIDs), pil KB dapat menyebabkan rinitis yang terinduksi obat (drug induced
rhinitis) yang menimbulkan gejala hidung tersumbat.
A) NSAID

Obat-obatan NSAID (terutama aspirin) mempunyai mekanisme menghambat


enzim COX-1 sehingga menyebabkan pergeseran metabolisme asam arakidonat ke
lipooxigenase pathway. Hal ini mengakibatkan penurunan produksi tromboksan dan
prostaglandin. Penurunan PGI2 menghasilkan peningkatan produksi sisteinil
leukotrien oleh lipooxygenase yang melibatkan jalur enzim 5-lipooxygenase (5LO).
Leukotrien C4, D4 dan E4 (LTC4, D4, E4) adalah semua produk dari jalur ini dan
secara kolektif dikenal sebagai cysteinyl leukotrien. LTC4 sintase adalah enzim yang
bertanggung jawab untuk produksi LTC4. Alel dari LTC4 gen synthase (alel C) telah
diidentifikasi pada individu dengan sensitivitas aspirin. Insiden ekspresi C alel lebih
tinggi pada individu yang memiliki sensitivitas terhadap aspirin. Pada individu
dengan sensitivitas aspirin terjadi overproduksi zat leukotrien yang bersifat pro-
inflamasi.
B) ACE inhibitor

Salah satu efek ACE inhibitor adalah vasodilatasi sistemik melalui produksi
bradikinin.28 Hal ini menyebabkan terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah hidung
sehingga dapat terjadi pembengkakan konka dan penyempitan rongga hidung dan
hidung tersumbat. Penggunaan ACE inhibitor dapat meningkatkan produksi
leukotrien dan prostaglandin E2. Mediator ini menyebabkan terjadinya vasodilatasi
dan peningkatan sekresi mukus sehingga mengakibatkan hidung tersumbat.
C) Pil Kontrasepsi Kombinasi (PKK)
Hormon yang digunakan dalam pil KB adalah estrogen dan progesteron.
Estrogen mempunyai reseptor yang tersebar di seluruh tubuh, termasuk hidung.
Diketahui reseptor estrogen juga terdapat pada kelenjar seromukus yang berada di
lamina propria. Efek lain estrogen adalah memodulasi reaksi inflamasi. Hal ini
mengakibatkan kadar estrogen yang meninggi akan sebanding dengan sekresi mukus
yang dihasilkan. Apabila mukus yang disekresi jumlahnya berlebih dapat
mengganggu aliran udara sehingga menyebabkan hidung tersumbat. Hasil penelitian
Philpott et al menyebutkan bahwa perempuan yang menggunakan kontrasepsi
mengalami peningkatan sumbatan hidung dibandingkan dengan perempuan tanpa alat
kontrasepsi.
Pemeriksaan Derajat Sumbatan Hidung
Berdasarkan sifatnya, pemeriksaan gejala sumbatan hidung dapat dibagi
menjadi pemeriksaan subyektif dan pemeriksaan objektif.

1 Pemeriksaan Subjektif

Pemerisaan sumbatan hidung secara subjektif berdasar keluhan pasien.


Jenis pemerisaan subjektif yang telah mendapat validasi internasional adalah
Congestion Symptomp Score (CSS) of Total Nasal Symptom Score (TNSC),
CongestionNquantifier Seven Item Test, Sinonasal Outcomes Test (SNOT)-
22, Nasal Obstruction Symptom Evaluation (NOSE) Scale, Visual Analog
Scale, International Primary Care respiratory Group Guidelines Allergic rinitis
Questionnaire, rhinoconjunctivitis Quality of Life Questionnaire (rQLQ), dan
Medical Outcomes Short Form-36.
Kelebihan pemeriksaan subyektif adalah lebih murah, mudah dan
efektif. Namun, karena berdasarkan asumsi pasien, sangat memungkinkan
terjadinya bias.

1) Congestion Symptom Score (CSS) of Total Nasal


Symptom Score (TNSC)

TNSS adalah skala tervalidasi untuk mengukur agregasi gejala


hidung berhubungan dengan rinitis alergi. Item yang dinilai adalah
obstruksi hidung, hidung gatal, hidung berair dan bersin. Kriteria
penilaian : Sangat ringan (0-2), ringan (3-6), sedang : (7-9), parah (10-
12).31
2) Sinonasal Outcomes Test (SNOT)-22

SNOT 22 meupakan penilaian subjektif yang valid dan mudah.


SNOT-22 lebih banyak digunakan pada post-operasi.

Item yang dinilai : Hidung berair, telinga penuh, penurunan


konsentrasi, kelelahan, dll

3) Visual Analog Scale (VAS)

VAS merupakan cara pengukuran subyektif menggunakan garis


linier yang berskala 0 sampai 10 cm. Nol artinya tidak ada sumbatan
hidung sama sekali dan 10 artinya hidung tersumbat parah.
Ada beberapa tipe VAS, horizontal simple, horizontal middle-
marked, horizontal graphic, horizontal graduated, horizontal graduated,
horizontal numerical.
4) Nasal Obstruction Symptom Evaluation (NOSE) Scale

NOSE scale adalah penilaian subjektif derajat sumbatan hidung


yang didesain oleh Stewart tahun 2004 dan sudah diaptasi ke dalam
bahasa Perancis, Portugis dan Itali. NOSE scale terdiri atas 5 item
obstruksi yang dinilai dengan skala 1-5. Penilaian dilakukan per
pertanyaan. Setiap pertanyaan dikonversi menjadi skala 0-100 dengan
mengalikan 20. Skor 0 menunjukkan tidak adanya obstruksi sama
sekali, sedangkan 100 menunjukkan adanya obstruksi yang parah.
Meskipun pertanyaan dalam kuesioner cenderung singkat, NOSE scale
telah tervalidasi untuk menilai obstruksi hidung.
5 Item yang dinilai dalam NOSE scale :
1) rasa seperti ada yang mengganjal di hidung,

2) rasa hidung tertutup/buntu,


3) kesulitan bernafas melalui hidung karena tersumbat,
4) gangguan tidur akibat hidung tersumbat,
5) kesulitan bernapas
melalui hidung selama latihan fisik. Penelitian Baraniuk
membagi variabel skor sumbatan hidung menjadi 4; diberi skor 0 bila
tidak ada gangguan,
skor 1 bila Keluhan sumbatan hidung ringan,
skor 2 bila keluhan sumbatan hidung sedang, dan
skor 3 bila keluhan sumbatan hidung berat. Skor dijumlahkan sehingga
didapatkan nilai skor total, dikelompokkan menjadi tidak ada sumbatan
hidung (skor = 0), terdapat sumbatan hidung ringan (skor = 1-5),
sedang (skor = 6-10), dan berat (skor = 11-15).
2 Pemeriksaan Objektif

Pemeriksaan sumbatan hidung secara objektif yang telah mendapat sertifikasi


internasional adalah pemeriksaan patensi hidung secara kuantitatif diantaranya adalah
mengukur aliran udara pernafasan dengan Peak Nasal Inspiratory Flow (PNIF), atau
dengan mengukur tekanan dan aliran udara hidung dengan rinomanometri dan
rinometri akustik. Rinomanometri lebih banyak digunakan untuk mengevaluasi
sumbatan hidung, sementara rinometri lebih banyak digunakan untuk melihat lokasi
obstruksi lebih jelas dalam hidung. Pemeriskaan objektif juga dapat dilakukan dengan
nasal endoscopy, rhinoscopy, CT-scan, MRI, Nasal spirometer, Rhinostereometer.

Rinomanometri dan PNIF mendapat ingkat rekomendasi tertinggi dalam menilai


sumbatan hidung.
Kelebihan dari pemeriksaan objektif ialah tidak berdasar pada asumsi pasien
yang bisa jadi salah. Namun, alat-alat yang digunakan cukup canggih. Tidak bisa
didapat dengan mudah dan tidak semua fasilitas kesehatan memilikinya.
12. Apa itu mastoiditis ? OCTY
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada
tulang temporal.Biasanya timbul pada anak-anak atau orang dewasa yang sebelumnya
telah menderita infeksi akut pada telinga tengah (Otitis Media). Gejala-gejala awal
yang timbul adalah gejala-gejala peradangan pada telinga tengah,seperti demam, nyeri
pada telinga, hilangnya sensasi pendengaran, bahkan kadang timbul suara berdenging
pada satu sisi telinga (dapat juga pada sisi telinga yang lainnya).
Etiologi :
Kuman penyebab :
• S. Pneumonie
• S. Aureus
• H.Influenza
Patofisiologi :
Peradangan pada mukosa kavum timpani pada otitis media supuratif akut dapat
menjalar ke mukosa antrum mastroid. Bila terjadi gangguan pengaliran sekret melalui
aditus ad antrum dan epitimpanum menimbulkan penumpukan sekret di antrum
sehingga terjadi empiema dan menyebabkan kerusakan pada sel – sel mastoid.
13. MT dan foramen ovale besarnya berapa kali ? FAHMI
Membrane timpani (impedent matching) perbandingan antara foramen ovale
dengan membrana timpani sebesar 14xterjadi penguatan tenaga pergerakan 1,3x
sehingga menjadi 18,2x yang dibulatkan menjadi 20x atau setara 25dB

Referensi

Fachruddin, darnila. 2006. Abses Leher Dalam. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga-
Hidung-Tenggorokan, hal. 185. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Hatmansjah. Tonsilektomi. Cermin Dunia Kedokteran Vol. 89, 1993. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, hal : 19-21.

Anda mungkin juga menyukai