Anda di halaman 1dari 34

Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

I. Definisi

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan gangguan umum yang

berhubungan dengan pekerjaan yang disebabkan gerakan berulang dan posisi

yang menetap pada jangka waktu yang lama yang dapat mempengaruhi saraf,

suplai darah ke tangan dan pergelangan tangan. Carpal Tunnel Syndrome

merupakan neuropati terhadap nervus medianus didalam Carpal Tunnel pada

pergelangan tepatnya dibawah fleksor retinakulum. Sindrom ini terjadi

akibat kenaikan tekanan dalam terowongan yang sempit yang dibatasi oleh

tulang-tulang carpal serta ligament carpi tranversum yang kaku sehingga

menjebak nervus medianus.1

CTS disebabkan oleh penyempitan bekas patah tulang radius distal

yang mengakibatkan kompresi n.medianus dibawah retinakulum volar.

Kebanyakan sindrom ini bersifat idiopatik . Penderita mengeluh kelemahan

atau kekakuan tangan, terutama melakukan pekerjaan menggunakan jari.1

II. Anatomi Nervus Medianus

Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar

pergelangan tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan n. medianus berjalan di

dalam canalis carpi yang dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang-

tulang carpal. Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan

pergerakan pada jari-jari tangan. Jari tangan dan otot- otot fleksor pada

pergelangan tangan beserta tendon-tendonnya berorigo pada epicondilus

medial pada regio cubiti dan berinsersi pada tulang-tulang metaphalangeal,

interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari

tangan dan jempol. Canalis carpi berukuran hampir sebesar ruas jari jempol

dan terletak di bagian distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut

ke bagian lengan bawah di regio cubiti sekitar 3 cm.2


Nervus medianus pada awalnya terletak di sebelah lateral a.brakialis

namun kemudian menyilang ke sebelah medial di pertengahan lengan. Pada

fossa kubiti nervus ini terletak disebelah medial a.brakialis yang terletak di

sebelah tendon bisipitalis. n.medianus lewat bagian dalam aponeurosis

bisipitalis kemudian diantara kedua caput m.pronator teres. Bercabang

menjadi interoseus anterior tidak jauh dibawahnya. Cabang ini turun bersama

dengan a. interosea anterior dan memasok darah ke otot profunda

kompartemen fleksor bawah kecuali pada setengah bagian ulnaris

m.fleksor digitorum profunda. Di lengan bawah n.medianus terletak diantara

fleksor digitorum superfisialis dan fleksor digitorum profunda dan

mempersarafi seluruh fleksor sisanya,kecuali m.fleksor carpi ulnaris. Sedikit

diatas pergelangan tangan nervus ini muncul dari sisi lateral m.fleksor

digitorum superfisialis dan bercabang menjadi cabang kutaneus palmaris

yang membawa serabut sensoris pada kulit diatas aminesia tenar.2

Pada terowongan carpal, n. medianus mungkin bercabang menjadi

komponen radial dan ulnar. Komponen radial dari n.medianus akan

menjadi cabang sensorik pada permukaan palmar jari-jari pertama dan kedua

dan cabang motorik m. abductor pollicis brevis, m. opponens pollicis, dan

bagian atas dari m. flexor pollicis brevis. Pada 33 % dari individu, seluruh

fleksor polisis brevis menerima persarafan dari n. medianus. Sebanyak 2 %

dari penduduk, m. policis adduktor juga menerima persarafan n. medianus .

Komponen ulnaris dari n. medianus memberikan cabang sensorik ke

permukaan jari kedua, ketiga, dan sisi radial jari keempat. Selain itu, saraf

median dapat mempersarafi permukaan dorsal jari kedua, ketiga, dan keempat

bagian distal sendi interphalangeal proksimal.2 Tertekannya n. medianus dapat

disebabkan oleh berkurangnya ukuran canalis carpi, membesarnya ukuran

alat yang masuk di dalamnya (pembengkakan jaringan lubrikasi pada tendon –

tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi dengan sudut 90 derajat dapat
mengecilkan ukuran canalis. Penekanan terhadap n. medianus yang

menyebabkannya semakin masuk di dalam ligamentum carpi

transversum dapat menyebabkan atrofi eminensia thenar, kelemahan pada

otot fleksor pollicis brevis, otot opponens pollicis dan otot abductor pollicis

brevis yang diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik ligametum carpi

transversum yang dipersarafi oleh bagian distal n. medianus. Cabang sensorik

superfisial dari n. medianus yang mempercabangkan persarafan

proksimal ligamentum carpi transversum yang berlanjut mempersarafi bagian

telapak tangan dan jari jempol. medianus terdiri dari serat sensorik 94% dan

hanya 6% serat motorik pada terowongan karpal.1

Gambar 1. Carpal Tunnel Syndrome


(Sumber: The New England Journal of Medicine)

III. Epidemiologi

Prevalensi carpal tunnel syndrome pada populasi dewasa berkisar

antara 0,7% sampai 9,2% pada wanita dan 0,4% sampai 2,1% pada pria.3

Wanita memiliki resiko terkena CTS 3 kali lebih besar daripada pria dan

pada wanita usia 45-54 tahun, CTS lebih sering ditemukan. Insidensi CTS 2-3

kali lebih tinggi pada wanita hamil daripada yang tidak hamil. Pada suatu

penelitian dilaporkan bahwa di Inggris tahun 2002, rata-rata insiden

kejadian CTS adalah 329 kasus per 100.000 orang per tahun.3(jurnal)
IV. Etiologi
Penyebab CTS sering tidak diketahui (idiopatik), namun ada

beberapa penyakit yang dikaitkan dengan terjadinya CTS seperti, diabetes

mellitus, hipertensi, rheumatoid arthritis, hipotiroid, leukemia multipel

mieloma. Selain penyakit-penyakit diatas, CTS juga sering terjadi pada

pekerja yang melakukan banyak gerakan repetitif, dan pada saat

hamil.4(jurnal)

Penyebab terjadinya CTS selama kehamilan belum jelas, namun beberapa

faktor yang dilaporkan berhubungan adalah usia ibu, edema, hormon,

peningkatan berat badan selama hamil, alkohol, dan merokok. Perubahan

fisiologis pada saat kehamilan sering kali menyebabkan gangguan

muskuloskeletal dan neuropati pada wanita hamil. Faktor yang paling sering

menyebabkan terjadinya CTS pada kehamilan adalah karena retensi cairan.

Pada saat hamil terjadi peningkatan volume darah sebagai akibat peningkatan

volume plasma dan eritrosit.4(jurnal)

Beberapa penyebab dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian

carpal tunnel syndrome antara lain.5

1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy,

misalnya HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe 3.

2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah,

pergelangan tangan dan tangan. Sprain pergelangan tangan. Trauma

langsung terhadap pergelangan tangan.

3. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan

tangan yang berulang-ulang. Seorang sekretaris yang sering mengetik,

pekerja kasar yang sering mengangkat beban berat dan pemain musik

terutama pemain piano dan pemain gitar yang banyak menggunakan

tangannya juga merupakan etiologi dari carpal turner syndrome.

4. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.


5. Metabolik: amiloidosis, gout, hipotiroid - Neuropati fokal tekan,

khususnya sindrom carpal tunnel juga terjadi karena penebalan ligamen,

dan tendon dari simpanan zat yang disebut mukopolisakarida.

6. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes

mellitus, hipotiroidi, kehamilan.

7. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.

8. Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia

reumatika, skleroderma, lupus eritematosus sistemik.

9. Degeneratif: osteoartritis.

10. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk

dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.

11. Faktor stress

12. Inflamasi : Inflamasi dari membrane mukosa yang mengelilingi

tendon menyebabkan nervus medianus tertekan dan menyebabkan carpal

tunnel syndrome.

V. Faktor Risiko

Faktor risiko carpal tunnel syndrome terdiri dari okupasi dan non

okupasi faktor yang berhubungan dengan kejadian CTS pada pekerja

industri. Faktor risiko okupasi yaitu bekerja dengan cepat, gerakan berulang,

pekerjaan yang banyak menggunakan pergelangan tangan dan getaran. Faktor

yang bukan okupasi yaitu jenis kelamin, umur, indeks massa tubuh, merokok,

status kehamilan.5

VI. Patofisiologi

Ada beberapa hipotesis mengenai patogenesis dari CTS. Patogenesis

CTS masih belum jelas. Beberapa teori telah diajukan untuk

menjelaskan gejala dan gangguan studi konduksi saraf. Yang paling populer

adalah kompresi mekanik, insufisiensi mikrovaskular, dan teori getaran.


Menurut teori kompresi mekanik, gejala CTS adalah karena kompresi nervus

medianus di terowongan karpal. Kelemahan utama dari teori ini adalah

bahwa ia menjelaskan konsekuensi dari kompresi saraf tetapi tidak

menjelaskan etiologi yang mendasari kompresi mekanik. Kompresi diyakini

dimediasi oleh beberapa faktor seperti ketegangan, tenaga berlebihan,

hyperfunction, ekstensi pergelangan tangan berkepanjangan atau berulang.6

Teori insufisiensi mikro - vaskular mennyatakan bahwa kurangnya

pasokan darah menyebabkan penipisan nutrisi dan oksigen ke saraf yang

menyebabkan ia perlahan-lahan kehilangan kemampuan untuk mengirimkan

impuls saraf. Scar dan jaringan fibrotik akhirnya berkembang dalam saraf.

Tergantung pada keparahan cedera, perubahan saraf dan otot mungkin

permanen. Karakteristik gejala CTS, terutama kesemutan, mati rasa dan nyeri

akut, bersama dengan kehilangan konduksi saraf akut dan reversibel

dianggap gejala untuk iskemia. Seiler dkk menunjukkan (dengan Doppler

laser flowmetry ) bahwa normalnya aliran darah berdenyut di dalam saraf

median dipulihkan dalam 1 menit dari saat ligamentum karpal transversal

dilepaskan. Sejumlah penelitian eksperimental mendukung teori

iskemia akibat kompresi diterapkan secara eksternal dan karena peningkatan

tekanan di karpal tunnel. Gejala akan bervariasi sesuai dengan integritas

suplai darah dari saraf dan tekanan darah sistolik.6

Kiernan dkk menemukan bahwa konduksi melambat pada median saraf

dapat dijelaskan oleh kompresi iskemik saja dan mungkin tidak selalu

disebabkan myelinisasi yang terganggu. Menurut teori getaran gejala CTS

bisa disebabkan oleh efek dari penggunaan jangka panjang alat yang bergetar

pada saraf median di karpal tunnel. Lundborg et al mencatat edema epineural

pada saraf median dalam beberapa hari berikut paparan alat getar genggam.

Selanjutnya, terjadi perubahan serupa mengikuti mekanik, iskemik, dan

trauma kimia.6
Hipotesis lain dari CTS berpendapat bahwa faktor mekanik dan

vaskular memegang peranan penting dalam terjadinya CTS. Umumnya CTS

terjadi secara kronis dimana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang

menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-

ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler.

Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi

ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang

akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan

kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini

menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama

pada malam atau pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat

digerakgerakkan atau diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara

pada aliran darah. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis

epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi

dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus

medianus terganggu secara menyeluruh.7

Selain akibat adanya penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler

akan menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf.

Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler

yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi

vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu

yang berkibat terjadi kerusakan pada saraf tersebut.7

CTS yang terjadi pada saat hamil adalah umum terjadi. Biasanya terjadi

pada trimester ketiga atau bisa terjadi kapan saja saat kehamilan, seperti pada

penelitian yang dilakukan oleh Finsen tahun 2015 pada 35 wanita hamil,

didapatkan bahwa tanda dan gejala CTS sudah muncul sebelum minggu

ketiga pada 30 wanita. Beberapa penelitian mengatakan bahwa, CTS pada

kehamilan akan sembuh sesudah melahirkan, atau menetap jika tidak


ditangani dengan baik. Namun belum ada pejelasan yang mendetail

tentang hal tersebut. Penelitian oleh Finsen tahun 2016, didapatkan

bahwa terjadi penurunan intensitas nyeri yang signifikan setelah

melahirkan, skor rata-rata nyeri berkurang hampir setengahnya dalam satu

minggu setelah melahirkan dan kemudian setengahnya lagi di minggu

berikutnya. Sedangkan pada penelitian oleh Turgut dkk tahun 2015 pada 46

wanita hamil, didapatkan bahwa 40% nya masih menunjukkan gejala setelah

satu bulan, 24% setelah tiga bulan, dan 11% setelah enam bulan. Berbeda

dengan di Italia, pada lebih dari 50% wanita hamil masih menunjukkan

gejala setelah melahirkan. Tanda dan gejala akan persisten jika CTS

berkembang pada awal kehamilan dan dapat kambuh pada kehamilan

berikutnya.8(jurnal)

VII. Gejala Klinis

Gejala awal biasanya berupa parestesia yang terjadi dalam distribusi

saraf medianus tangan, tiap malam pasien terbangun pada jam-jam awal

dengan rasa nyeri yang panas membakar,perasaan geli, dan mati rasa. Gejala-

gejala carpal tunnel syndrome sebagai berikut:7

1. Sakit tangan dan mati rasa, terutama pada waktu malam hari

2. Nyeri, kesemutan, mati rasa pada jari-jari tangan, terutama ibu jari,

telunjuk dan jari tengah.

3. Waktu pagi atau siang hari perasaan pembengkakan terasa ketika

menggerakkan tangan dengan cepat.

4. Rasa sakit menjalar ke atas hingga lengan atas sampai dengan

pundak.

5. Terkadang tangan terasa lemas dan hilang keseimbangan terutama di pagi

hari.

Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya


kesulitan yang penderita sewaktu menggenggam. Pada tahap lanjut dapat

dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones pollicis dan abductor pollicis brevis)

dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh nervus medianus. Gejala khas nya

adalah nyeri dan gangguan sensoris pada malam hari di sepanjang distribusi

nervus medianus yaitu ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah, namun

terkadang hal itu bisa terjadi pada semua jari. Penyebab pasti CTS selama

kehamilan masih belum diketahui. Fluktuasi hormon seperti progesteron,

estrogen, renin dan angiotensin yang terjadi selama kehamilan dikatakan

berperan dalam menyebabkan CTS. Akibat fluktuasi hormon terjadi retensi

cairan yang menyebabkan pembengkakan dan kompresi saraf pada terowongan

karpal. Retensi cairan terjadi pada trimester ketiga yang menyebabkan edema

pada wajah, kaki dan tangan, hal ini menyebabkan kekakuan sendi dan

sindrom kompresi saraf seperti CTS.8

Edema lokal akibat retensi cairan membuat wanita hamil melepas

cincin pada jari nya karena jari tangan yang membengkak. Beberapa penelitian

mengatakan bahwa kenaikan berat badan juga beresiko terjadi CTS, tetapi

secara umum penyebabnya adalah edema pada tubuh yang menyebabkan

pembengkakan lokal pada tangan dan jari tangan. Selain karena retensi cairan,

edema yang terjadi juga disebabkan karena penekanan uterus pada vena

cava inferior, progesteron yang menimbulkan hiperemi dan peningkatan

volume cairan tubuh.9 Hormon estrogen dan progesteron juga dapat

menyebabkan CTS. Penelitian oleh Toesca tahun 2015 pada spesimen

ligamentum karpal transversum ditemukan jumlah reseptor estrogen dan

reseptor progesteron lebih banyak pada penderita CTS (27,5) dibandingkan

dengan yang bukan penderita CTS (0.8). Hormon estrogen mengubah struktur

dan komposisi dari ligamen sehingga lebih mudah terkena cedera.

Keberadaan kedua reseptor hormon tersebut berperan dalam timbulnya gejala


klinis CTS pada wanita hamil dan wanita menopause.10

CTS yang berhubungan dengan kehamilan bisa terjadi postpartum atau

CTS laktasional, hal itu bisa terjadi dikaitkan dengan posisi tangan yang

salah atau gerakan repetitif saat menyusui. Namun CTS pada saat menyusui

akan sembuh setelah anak sudah menyapih. Wanita dengan CTS laktasional,

lebih tua, dan primipara lebih jarang mengalami edema perifer seperti pada

CTS selama kehamilan (CTS gestasional).11

Faktor-faktor lain yang menjadi faktor resiko CTS selama kehamilan

antara lain:11

1. Hipertensi gestasional dan preeklampsia

2. Diabetes melitus

3. Hipersensitivitas saraf

4. Hormon relaxin

5. Posisi tidur

6. Peningkatan jaringan adiposa pada kehamilan

7. Perubahan ukuran uterus

8. Hipotiroidisme

CTS pada kehamilan paling banyak disebabkan karena fluktuasi hormon

yang menyebabkan edema. Selain edema, faktor resiko lain pada wanita hamil

adalah gangguan endokrin berupa diabetes melitus dan hipotiroidisme.

Hipotiroidisme adalah gangguan endokrin yang ditandai dengan menurunnya

kadar hormon tiroid bebas (FT4). Hormon tiroid memegang peranan penting

dalam regulasi metabolisme. Pada pasien hipotiroid, CTS disebabkan karena

mixoedema pada terowongan karpal sehingga mengakibatkan neuropati.

Selama hamil, kadar FT4 menurun. Pada penelitian Pop dkk dalam Meems

(2016), ditemukan bahwa terdapat hubungan antara kenaikan berat badan

dengan penurunan kadar FT4 selama kehamilan. Namun demikian belum


dapat dijelaskan, apakah kenaikan berat badan berkontribusi terhadap

penurunan kadar FT4 atau kadar FT4 yang rendah yang menyebabkan

retensi atau edema pada saat kehamilan.12 Diabetes melitus merupakan

faktor resiko terjadnya CTS. Gangguan kadar gula darah puasa, dan resistensi

insulin dikatakan sebagai faktor yang dapat meningkatkan terjadinya CTS,

terutama tipe bilateral. Pada wanita hamil terjadi penurunan kadar gula darah

puasa, penurunan sensitivitas insulin, dan peningkatan kadar insulin

puasa. Hal ini sebagai kompensasi peningkatan metabolisme oleh ibu dan

janin. Adaptasi endokrin ini berkontribusi terhadap terjadinya CTS pada

wanita hamil yang menderita diabetes melitus.11

Pada fase awal tanda dan gejala yang dirasakan adalah nyeri, kesemutan,

rasa terbakar atau tertusuk pada ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah dan

sebagian jari manis. Nyeri terutama dirasakan pada malam hari, karena sistem

limfatik dan peredaran darah statis pada saat tangan tidak bergerak dan

menyebabkan pasien sering terbangun pada malam hari. Kualitas hidup pasien

menurun karena tidak dapat menggerakkan tangan. Gejala klasik yang sering

dikeluhkan antara lain kesulitan mengancingkan baju, menulis, menyisir

rambut dan menyetir. Keadaan ini akan terus bertambah berat dan nyeri akan

dirasakan hampir tiap hari, disertai mati rasa pada kedua tangan dan bahu.

Pada fase lanjut, bisa tejadi hipotrofi otot, kelumpuhan, deformitas, dan

distrofi kuku.11

VIII. Diagnosis
Diagnosis CTS ditegakkan melalui anamnesis berupa adanya gejala

kompresi dari nervus medianus seperti nyeri dan parestesia di sepanjang

distribusi nervus medianus, kelemahan otot tenar dan gejala lebih sering

terjadi malam hari. Lebih dari 50% wanita hamil mengalami eksaserbasi pada
malam hari dan merasakan gejala lebih nyeri dibandingkan dengan CTS

idiopatik. Pada anamnesis hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain,

usia ibu, usia kehamilan, jumlah kehamilan, jumlah kelahiran, pekerjaan

riwayat CTS pada kehamilan, dan komplikasi seperti preeklamsia dan

hipertensi gestasional. Beberapa hal tentang keluhan nyeri yang dirasakan

antara lain, lokasi, onset, frekuensi, durasi, karakteristik nyeri, tingkat

keparahan, gejala lain selain nyeri, faktor yang memperburuk dan

memperingan, riwayat operasi, riwayat pengobatan dan riwayat penyakit

dahulu. Onset kejadian pada awal trimester kedua bersifat akut dan progresif

sehingga sering gagal pada terapi konservatif sedangkan onset kejadian pada

trimester ketiga, gejala lebih lambat berkembang, berespon baik pada terapi

konservatif dan biasanya akan pulih setelah melahirkan. Selain anamnesis,

perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.13

1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada

penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan

otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat

membantu menegakkan diagnosa CTS adalah:14

a) Phalen's test : Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara

maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini

menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini

sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.

Gambar 2. Phalen’s Test


(Sumber: jurnal carpal tunnel syndrome, 2015)

b) Torniquet test : Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan

tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan

sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala

seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.

c) Tinel's sign : Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau

nyeri pada daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi

pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

Gambar 3. Tinel’s Test


(Sumber: Medscpae.com, 2012)

d) Flick's sign : Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau

menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau

menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa

tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.

e) Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya

atrofi otot-otot thenar.

f) Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi

tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua

tangan.

Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test

adalah test yang patognomonis untuk CTS. Penelitian terbaru oleh

Khalid A.O Al-Dabbagh (2016), dengan menggunakan prospective study


membandingkan antara 100 kasus CTS positif dan 100 orang yang tidak

mengeluhkan gejala selama 8 bulan menyatakan spesifitas dan sensitivitas

Phalen tes untuk masing-masing kasus adalah 94% dan 78%, sedangkan hasil

untuk Tinel tes berkisar 77% dan 66%. Dari penelitian, sepuluh pasien

dengan gejala CTS yang dilakukan Phalen tes memiliki sensitivitas dan

spesitifitas secara berurutan adalah 82% dan 100%. Disimpulkan bahwa

phalen tes dapat dipercaya dan bias digunakan dalam menegakkan

diagnosa Carpal Tunnel Syndrome.14

2. Pemeriksaan Neurofisiologi (elektrodiagnostik)

Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik,

gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot- otot

thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot- otot

lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus CTS. Kecepatan Hantar

Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya

KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang,

menunjukkan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan

tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.14

3. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat

membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau

artritis.14

4. Pemeriksaan Laboratorium

Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda

tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan

beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid

ataupun darah lengkap.14

IX. Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada carpal tunnel syndrome antara lain:15


1. Cervical Radiculopathy

Tanda dan gejalanya yaitu nyeri leher, rasa panas sepanjang distribusi

percabangan saraf (misalnya C6), positif pada sparling’s test. Biasanya

keluhan berkurang ketika leher diistirahatkan dan bertambah berat apabila

leher bergerak.

2. Thoracic Outlet Syndrome (TOS)

Gejala dirasakan pada bahu, leher, terkadang mati rasa pada jari-jari

dan spasme tangan. Selain itu dijumpai pula perubahan warna (kebiruan)

pada tangan atau adanya bintik - bintik hitam pada jari. Pada sebagian

kasus terdapat pula atrofi dari otot-otot tangan lainnya selain otot thenar.

Terdapat gangguan sensorik pada sisi ulnars dari tangan dan lengan bawah.

3. Palmar Teres Syndrome

Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri ditelapak tangan

daripada carpal tunnel syndrome karena cabang nervus carpi .

4. De Quervain’s Syndrome

De Quervain’s syndrome juga merupakan salah satu dari comulativ

sindrom disorder yaitu suatu gejala dimana terdapat peradangan pada

tendon. Tenosinovitis dari tendon. Musculus abductor pollicis longus dan

musculus ekstensor pollicis brevis biasanya akibat gerakan tangan yang

repetitive, tanda dan gejalanya biasanya ditemukan rasa nyeri dan nyeri

tekan pada pergelangan tangan di deket ibu jari.

X. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome, Kasus ringan bisa diobati

dengan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan menggunakan penjepit

pergelangan tangan yang mempertahankan tangan dalam posisi netral selama

minimal dua bulan, terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang.

Kasus lebih lanjut dapat diterapi dengan injeksi steroid lokal yang

mengurangi peradangan. Jika tidak efektif, dan gejala yang cukup


mengganggu operasi sering dianjurkan untuk meringankan kompresi. Oleh

karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu: 16

1. Terapi langsung terhadap CTS

a. Terapi konservatif

1. Istirahatkan pergelangan tangan.

2. Obat anti inflamasi non steroid.

3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai

dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-

3 minggu.

4. Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan

(ROM) latihan dari ekstremitas atas dan leher yang

menghasilkan ketegangan dan gerakan membujur sepanjang saraf

median dan lain dari ekstremitas atas. Latihan-latihan ini

didasarkan pada prinsip bahwa jaringan dari sistem saraf perifer

dirancang untuk gerakan, dan bahwa ketegangan dan meluncur saraf

mungkin memiliki efek pada neurofisiologi melalui perubahan

dalam aliran pembuluh darah dan axoplasmic. Latihan dilakukan

sederhana dan dapat dilakukan oleh pasien setelah instruksi singkat.

5. Injeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25

mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam

terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada

lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah

medial tendon musculus palmaris longus. Sementara suntikan dapat

diulang dalam 7 sampai 10 hari untuk total tiga atau empat suntikan,.

Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum

memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan. Suntikan harus digunakan

dengan hati-hati untuk pasien di bawah usia 30 tahun.

6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa


salah satu penyebab CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga

mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari

selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa

pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan

neuropati bila diberikan dalam dosis besar. Namun pemberian dapat

berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.

7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi

pergelangan tangan.

b. Terapi operatif
Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami

perbaikan dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik

yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada CTS bilateral

biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri

walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain

menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan bila terapi

konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan

indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang

persisten.7 Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka

dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik

operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan

mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal,

tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering

menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf.

Beberapa penyebab CTS seperti adanya massa atau anomaly maupun

tenosinovitis pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara

terbuka.7

Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus

ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS

kembali. Pada keadaan di mana CTS terjadi akibat gerakan tangan


yang repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya

CTS atau mencegah kekambuhannya antara lain:7

1. Mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan

repetisi, getaran peralatan tangan pada saat bekerja.

2. Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posisi natural

saat kerja.

3. Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi

gerakan.

4. Mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta

mengupayakan rotasi kerja.

Untuk tatalaksana CTS kehamilan melibatkan modifikasi

aktivitas dan pembidaian. Modifikasi aktivitas termasuk hindari

menggerakkan pergelangan tangan berulang- ulang atau gerakan fleksi

dan ekstensi pergelangan tangan, jangan mengangkat beban terlalu

berat, duduklah di kursi dengan sandaran tangan dan hindari tidur

mengarah pada sisi tangan yang sakit. Pada CTS ringan, terapi yang

paling sederhana adalah menggunakan bidai pada malam hari.

Immobilisasi akan menurunkan tekanan disekitar jaringan lunak pada

terowongan karpal, yang akan meningkatkan sirkulasi darah dan

menurunkan tekanan pada nervus medianus. Pembidaian sangat

membantu mengurangi gejala, setelah 2 minggu penggunaan. Untuk

mengurangi edema, dianjurkan untuk mengurangi konsumsi garam dan

meluruskan kaki sewaktu duduk.18

Selain itu, injeksi steroid lokal juga diberikan karena terbukti

dapat mengurangi gejala pada 80% pasien, dibandingkan dengan

steroid oral. Meskipun efeknya sementara, injeksi lokal steroid berguna

bagi pasien yang masih mempertimbangkan untuk tindakan bedah.


Deksametason 1-4 mg atau hidrokortison 10-25 mg atau

metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam

terowongan karpal dengan menggunakan jarum nomor 23 atau no

25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di

sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Bila berhasil,

suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih.Tindakan operasi

dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah

diberi 3 kali suntikan. Jika CTS persisten atau kronis perlu

dilakukan tindakan pembedahan. Prinsip dasarnya adalah untuk

meningkatkan volume terowongan karpal dengan membagi

ligamentum karpal transversal untuk membebaskan tekanan pada

saraf median.18

XI. Komplikasi
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya

sensibilitas yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi

yang paling berat adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan

nyeri hebat, hiperalgesia, disestesia, dan gangguan trofik. Sekalipun prognosa

carpal tunnel syndrome dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik,

tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada bila terjadi kekambuhan,

prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.19

XII. Pencegahan
Salah satu cara menghindari Carpal tunnel syndrome adalah dengan cara

jika melakukan sesuatu yang banyak menimbulkan pergerakan pada

pergelangan tangan dianjurkan untuk berhenti sejenak setiap 15-20 menit

dengan melakukan stretching agar pergelangan tangan tidak terekspos terus-

menerus. Menjaga tangan tetap hangat karena tangan lebih mudah terasa sakit

bila dalam suhu dingin. Perbaiki postur tubuh karena potur tubuh yang salah

dapat menyebabkan posisi bahu sedikit kedepan sehingga pada posisi ini otot
leher dan bahu akan memendek dan menekan saraf-saraf leher yang dapat

mempengaruhi pergelangan tangan, jari dan tangan.11

Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari Carpal Tunnel

Syndrome. Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya carpal tunnel

syndrome harus ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan

kekambuhan Carpal Tunnel Syndrome kembali.Pada keadaan dimana CTS

terjadi karena adanya gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan

penyesuaian ataupun pencegahan.11

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya carpal

tunnel syndrome atau mencegah kekambuhannya antara lain:11

1) Usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisi netral

2) Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah


seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan
hanya menggunakan ibu jari dan telunjuk.

3) Batasi gerakan tangan yang repetitif

4) Istirahatkan tangan secara periodik

5) Kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan memiliki


waktu untuk beristirahat

6) Latih otot-otot tangan dan lengan bawah dengan melakukan peregangan


secara teratur

Disamping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering

mendasari terjadinya carpal tunnel syndrome seperti: trauma akut maupun

kronik pada pergelangan tangan dan daerah sekitarnya, gagal ginjal, penderita

yang sering hemodialisa, myxedema akibat hipotiroid, akromegali akibat tumor

hipofise, kehamilan atau penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen

vaskular, artritis, tenosinovitis, infeksi pergelangan tangan, obesitas dan

penyakit lain yang dapat menyebabakan retensi cairan atau menyebabakan

bertambahnya isi terowongan.11


XIII. Prognosis

CTS memiliki prognosis yang baik dan gejala akan menghilang setelah

melahirkan. Namun hal tersebut berbeda-beda pada setiap orang. Penelitian

yang dilakukan oleh Wand tahun 1990, menemukan pada 95% wanita hamil,

gejala akan menghilang 2 minggu setelah melahirkan dan masih dapat

dirasakan dalam 1 bulan setelah melahirkan. Penelitian lain mengatakan

sebanyak 50% pasien masih memiliki gejala hingga 1 tahun setelah

melahirkan. Perpanjangan masa penyembuhan lebih sering ditemukan pada

ibu menyusui dibandingkan yang tidak menyusui. Wanita hamil harus

diedukasi untuk menghindari aktivitas yang dapat memperberat gejala atau

memperpanjang masa penyembuhan CTS setelah melahirkan dan diyakinkan

bahwa gejala akan segera hilang setelah melahirkan.13

Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya

prognosa baik. Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga

diperoleh perbaikan maka dipcrtimbangkan kernbali kemungkinan berikut

ini :13

a. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/ tekanan terhadap

nervus rnedianus terletak ditempat yang lebih proksimal.

b. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.

c. Terjadi CTS yang baru sebagai akibat kornplikasi operasi seperti

akibat edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan hipertrofik

Sekalipun prognosa CTS dengan terapi konservatif maupun operatif

cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila

terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat

diulangi kcmbali.13

Anda mungkin juga menyukai