Anda di halaman 1dari 14

Bab 5

Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan


Dalam Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara.
A. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan IPTEK
Dalam pengembangan IPTEK, bangsa Indonesia harus berpedoman pada nilai – nilai yang
terkandung di dalam Pancasila, karena sila – sila dalam Pancasila merupakan sumber nilai
dan etika yang dapat menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa.
1. Dalam Pancasila, IPTEK tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan dan
diciptakan. Tetapi, juga mempertimbangkan maksud dan akibat (kerugian maupun
keuntungan) untuk manusia dan alam sekitarnya.
2. Kita sebagai manusia harus beradab dalam mengembangkan IPTEK.
3. IPTEK diharapkan mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa untuk saling
mengenal dan melestarikan budaya, serta sebagai media komunikasi dan informasi
antar masyarakat lokal, maupun masyarakat Indonesia dengan masyarakat
internasional.
4. Pengembangan IPTEK tidak sewenang-wenang dan harus memilki sikap tebuka untuk
dikritik, dikaji ulang atau dibandingkan dengan teori-teori lainnya.
5. IPTEK wajib memiliki asas keadilan untuk bisa dirasakan oleh seluruh aspek kehidupan
masyarakat Indonesia. Dengan demikian, pengembangan IPTEK yang didasarkan pada
nilai-nilai Pancasila dapat membawa perbaikan kualitas hidup masyarakat Indonesia
yang sesuai dengan jiwa Pancasila.

B. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan POLEKSOSBUDHANKAM


Hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi pengembangan poleksosbudhankam. Hal inilah
yang sering diungkapkan bahwa hakikatnya dalam pelaksanaan pembangunan adalah
membangun manusia secara lengkap dan utuh meliputi seluruh unsur manusia monopluralis.

C. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Politik


Dalam sistem politik, negara harus mendasarkan pada tuntuan hak dasar kemanusiaan yang
biasa disebut hak asasi manusia. Hal ini sebagai perwujudan hak atas martabat kemanusiaan
sehingga sistem politik negara harus mampu menciptakan sistem yang menjamin atas hak-
hak tersebut.

D. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi


Ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan
rakyat secara luas. Pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan, melainkan
juga demi kemanusiaan dan kesejahteraan seluruh bangsa karena bagaimanapun juga
pengembangan ekonomi tidak bisa dipisahkan dengan moral kemanusiaan.

E. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Budaya


Dalam pengembangan sosial budaya pada masa reformasi, kita harus mengangkat nilai-nilai
yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai, yaitu Pancasila. Pada masa reformasi saat
ini, sering kita saksikan adanya stagnasi nilai sosial budaya dalam masyarakat sehingga terjadi

1
berbagai macam gejolak yang sangat memprihatinkan, mulai dari amuk masa yang anarkis,
bentrok antar kelompok masyarakat dan masuknya budaya barat yang tidak sesuai dengan
budaya bangsa Indonesia.

F. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan HANKAM


Demi tegaknya hak-hak warga negara, diperlukan peraturan perundang-undangan negara
dalam rangka mengatur ketertiban dan melindungi hak-hak warga negaranya. Berdasarkan
pengertian tersebut, kemanan merupakan syarat mutlak tercapainya kesejahteraan warga
negara. Sedangkan integritas warga negara, diperlukan untuk pertahanan negara.

G. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama


Akhir-akhir ini di beberapa wilayah di Indonesia terjadi konflik sosial yang bersumber pada
masalah agama. Hal ini menunjukan kemunduran bangsa Indonesia ke arah kehidupan
beragama yang tidak berkeprimanusiaan.

H. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi


Ketika gelombang gerakan reformasi melanda Indonesia, seluruh aturan main dalam wacana
politik mengalami keruntuhan, terutama parktik-praktik elite politik yang dihinggapi penyakit
KKN. Bangsa Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali kehidupan
berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera.

1. Gerakan Reformasi
Awal keberhasilan gerakan reformasi ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto
pada tanggal 21 Mei 1998, disusul dengan pelantikan Wakil Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie
menggantikan kedudukan presiden dan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan.

a. Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila


Oleh sebab itu, gerakan reformasi harus memiliki kondisi berikut.
1) Dilakukan karena adanya penyimpangan-penyimpangan.
2) Dilakukan dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu.
3) Dilakukan berdasarkan kerangka struktural tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai
kerangka acuan reformasi. Oleh karena itu, reformasi akan mengembalikan dasar
negara pada sistem demokrasi yang kedaulatannya berada di tangan rakyat.
Sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2), serta adanya perlindungan
HAM, peradilan yang bebas dari penguasa, serta legalitas dalam arti hukum.
4) Reformasi dilakukan dengan moral dan etika sebagai manusia yang Berketuhanan
Yang Maha Esa serta terjaminnya persatuan dan kesatuan Indonesia.

b. Pancasila sebagai Dasar Cita – Cita Reformasi


Gerakan reformasi harus tetap diletakan dalam kerangka perspektif Pancasila sebagai
landasan cita-cita dan ideologi. Tanpa dasar nilai yang jelas, reformasi akan mengarah
pada disintegrasi, anarkisme, brutalisme, yang membawa pada kehancuran bangsa
dan negara Indonesia.

2
1) Reformasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa.
Reformasi harus berlandaskan moral religius dan hasil reformasi harus
meningkatkan kehidupan keagamaan. Reformasi yang djiwai nilai-nilai religius
tidak membenarkan perusakan, penganiayaan, merugikan orang lain, dan bentuk-
bentuk kekerasan lainnya.

2) Reformasi yang Berkemanusiaan yang Adil dan Beradab


Reformasi harus dilakukan dengan dasar-dasar nilai martabat manusia yang
beradab. Oleh karena itu, harus mampu menghargai dan menjunjung tinggi nilai-
nilai kemanusiaan.

3) Reformasi yang berdasarkan nilai Persatuan Indonesia


Reformasi harus menghindarkan praktik-praktik yang mengarah pada disintegrasi
bangsa, upaya separatisme, baik atas dasar kedaerahan, suku, maupun agama.
Reformasi harus mengarah pada kuatnya persatuan dan kesatuan bangsa yang
dijiwai oleh asas kebersamaan sebagai satu bangsa Indonesia.

4) Reformasi yang berdasarkan asas Kerakyatan


Reformasi harus mengembalikan tatanan pemerintahan negara yang benar-benar
bersifat demokratis. Oleh karena itu, penataan kembali mekanisme demokrasi
(seperti pemilihan anggota DPR) pada hakikatnya untuk mengembalikan tatanan
negara pada asas demokrasi yang bersumber pada kerakyatan sebagaimana
terkandung dalam sila keempat Pancasila

5) Reformasi yang berdasarkan Keadilan Sosial


Reformasi pada hakikatnya tidak hanya bertujuan demi perubahan itu sendiri,
tetapi juga perubahan dan penataan demi kehidupan bersama yang berkeadilan.
Perlindungan HAM, peradilan yang bebas dari kekuasaan dan legalitas dalam
hukum harus benar-benar dapat terwujudkan.

2. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum


Salah satu subsistem yang mengalami kerusakan parah selama Orde Baru adalah bidang
hukum. Produk hukum, baik materi maupun penegakkannya dirasakan semakin menjauh
dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan, dan keadilan. Subsistem hukum tampaknya tidak
mampu menjadi pelindung bagi kepentingan masyarakat dan bersifat imperatif bagi
penyelenggara pemerintahan.

3. Pancasila sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum


Sebagai Staatsfrekmentalnorm Pancasila merupakan pangkal tolak derivasi (sumber
penjabaran) dari tertib hukum di Indonesia termasuk UUD 1945. Dalam pengertian inilah
menurut istilah ilmu hukum disebut sebagai sumber dari segala peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Dengan demikian, pancasila menentukan isi dan bentuk
peraturan perundang-undangan Indonesia yang tersusun secara hierarkis.

3
4. Dasar Yuridis Reformasi Hukum
Berbagai macam produk yang dihasilkan dalam reformasi hukum adalah:
 UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
 UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum
 UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD
 UU Pokok Pers
 UU No. 20 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
 UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah
 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
dari KKN

I. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum


Reformasi hukum akan menjadi sisa-sia jika suatu peraturan perundang-undangan tidak
disertai dengan jaminan pelaksanaan hukum. Oleh karena itu, pelaksanaan hukum yang baru
juga harus ditunjang oleh aparat penegak hukum yang memiliki integritas sesuai dengan
sumpah dan tanggung jawab moral sebagai penegak hukum. Integritas dan moralitas para
aparat penegak hukum ini harus memiliki landasan nilai-nilai serta norma yang bersumber
pada landasan filosofis negara, dan bagi bangsa Indonesia adalah dasar filsafat negara
Pancasila.

J. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik


Landasan aksiologis (sumber nilai) bagi sistem politik Indonesia terkandung dalama Deklarasi
Bangsa Indonesia, yaitu Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang menyebutkan, “… disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat …”
1. Reformasi atas Sistem Politik
Reformasi atas sistem politik harus melalui reformasi pada undang-undang yang
mengatur sistem politik tersebut, dengan tetap mendasarkan pada paradima nilai-nilai
kerakyatan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.

2. Reformasi atas Kehidupan Politik


Reformasi kehidupan politik juga dilakukan dengan meletakan cita-cita kehidupan
kenegaraan dan kebangsaan dalam kesatuan waktu, yaitu nilai masa lalau, masa kini, dan
masa yang akan datang. Berdasarkan hal tersebut, unsur yang sangat penting adalah
dinamika kehidupan masyarakat, aspirasi serta tuntutan masyarakat yang senantiasa
berkembang untuk menjamin tumbuh kembangnya demokrasi di Indonesia. Dengan
demikian, semua ini harus diletakan dalam kerangka nilai-nilai yang dimiliki oleh
masyarakat sebagai filsafat hidupnya dalam berbangsa dan benegara, yaitu nilai-nilai
Pancasila.

4
K. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
Bangsa sebagai unsur pokok dan subjek dalam negara yang merupakan penjelmaan sifat
kodrat manusia inividu makhluk sosial adalah sebagai satu keluarga bangsa. Oleh Karena itu,
perubahaan dan pengembangan ekonomi harus diletakan pada peningkataan harkat
martabat serta kesejahteraan seluruh bangsa sebagai satu keluarga. Sistem ekonomi yang
berbasis pada kesejahteraan rakyat menurut Mohammad Hatta merupakan pilar ekonomi
Indonesia.

L. Aktualisasi Pancasila
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara, pandangan hidup bangsa, serta ideologi bangsa dan
negara bukanlah hanya merupakan rangkaian kata-kata yang indah, melainkan harus
diwujudkan dan diaktualisasikan dalam berbagai bidang dalam kehidupan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara.

M. Tridharma Perguruan Tinggi


Pendidikan tinggi sebagai institusi dalam masyarakat bukanlah merupakan menara gading
yang jauh dari kepentingan masyarakat, melainkan senantiasa mengemban dan mengabdi
kepada masyarakat. Oleh sebab itu, menurut PP No. 60 Tahun 1999, perguruan tinggi
memiliki tiga tugas yang disebut Tridharma Perguruan Tinggi, yang meliputi (1) pendidikan
tinggi, (2) penelitian, dan (3) pengabdian kepada masyarakat.

5
BAB 6
Kewarganegaraan
A. Konsep Dasar tentang Warga Negara
1. Pengertian Warga Negara
Warga Negara menurut UUD 1945 pasal 26 adalah bangsa Indonesia asli dan bangsa lain
yang disahkan oleh undang-undang sebagai warga negara. Dalam pasal ini jelas
dinyatakan bahwa orang-orang dari bangsa lain, misalnya peranakan Belanda, peranakan
Cina, peranakan Arab, dll. yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia
sebagai tanah airnya, dan bersikap setia kepada negara Republik Indonesia dapat menjadi
warga negara Indonesia.

2. Asas Kewarganegaraan
Dalam menerapkan asas kewarganegaraan ini, dikenal dua pedoman, yaitu:
a. Asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran
Dalam menerapkan asas kewarganegaraan ini, dikenal dua pedoman yaitu:
 Asas Ius Soli, yaitu pedoman kewarganegaraan berdasarkan tempat atau
daerah kelahiran.
 Asas Ius Sanguinis, yaitu pedoman kewarganegaraan berdasarkan darah atau
keturunan.

b. Asas kewarganegaraan berdasarkan perkawinan


Selain hukum kewarganegaraan dilihat dari sudut kelahiran, kewarganegaraan
seseorang juga dapat dilihat dari sisi perkawinan yang mencakup asas kesatuan
hukum dan asas kesatuan persamaan derajat.

c. Unsur – Unsur yang Menentukan Kewarganegaraan


1) Unsur Tempat Kelahiran (Ius Soli)
Contohnya, jika seseorang dilahirkan di dalam daerah hukum Indonesia,
dengan sendirinya ia menjadi warga negara Indonesia. Terkecuali anggota-
anggota korps diplomatik dan anggota tentara asing yang masih dalam ikatan
dinas.

2) Unsur Darah Keturunan (Ius Sanguinis)


Contohnya, jika seseorang dilahirkan dari orang tua yang berwarga negara
Indonesia, dengan sendirinya ia juga warga negara Indonesia. Prinsip ini
adalah prinsip asli yang telah berlaku sejak dahulu.

3) Unsur Pewarganegaraan (Naturalisasi)


Meskipun tidak dapat memenuhi prinsip ius sanguinis ataupun ius soli,
seseorang dapat juga memperoleh kewarganegaraan dengan jalan
pewarganegaraan atau naturalisasi.

6
3. Cara Memperoleh Kewarganegaraan Indonesia
Dalam penjelasan umum UU No. 62 Tahun 1958 cara memperoleh kewarganegaraan
Indonesia, yaitu karena kelahiran, pengangkatan, dikabulkannya permohonan, karena
pewarganegaraan, karena perkawinan, karena turut ayah atau ibu serta, karena
pernyataan.

4. Hak dan Kewajiban Warga Negara


Diantara hak-hak warga negara yang dijamin dalam UUD 1945 adalah HAM yang rumusan
lengkapnya tertuang dalam pasal 28 UUD Perubahan Kedua. Dalam pasal tersebut dimuat
hak-hak asasi yang melekat dalam setiap individu warga negara seperti:
1) Hak kebebasan beragama dan beribadah sesuai kepercayaannya
2) Hak kebebasan untuk berserikat dan berkumpul
3) Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil
4) Hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja
5) Hak mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan
6) Hak atas status kewarganegaraan, dll.

Sedangkan contoh kewajiban yang melekat bagi setiap warga negara antara lain:
1) Kewajiban membayar pajak
2) Membela tanah air
3) Membela pertahanan dan keamanan negara
4) Menghormati hak asasi orang lain, dsb.

5. Pemahaman Hak dan Kewajiban Warga Negara


Prinsip utama dalam pemahaman hak dan kewajiban warga negara adalah terlibatnya
warga negara (langsung atau perwakilan) dalam setiap perumusan hak dan kewajiban
tersebut, sehingga warga sadar dan menganggap hak dan kewajiban tersebut sebagai
bagian dari kesepakatan yang mereka buat sendiri.

B. Hubungan Warga Negara dan Negara


1. Siapakah Warga Negara
Warga Negara menurut UUD 1945 pasal 26 adalah bangsa Indonesia asli dan bangsa lain
yang disahkan oleh undang-undang sebagai warga negara. Dalam pasal ini jelas
dinyatakan bahwa orang-orang dari bangsa lain, misalnya peranakan Belanda, peranakan
Cina, peranakan Arab, dll. yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia
sebagai tanah airnya, dan bersikap setia kepada negara Republik Indonesia dapat menjadi
warga negara Indonesia.

2. Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum dan Pemerintahan


Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 menyatakan kesamaan kedudukan warga negara di dalam
hukum dan pemerintahan dan kewajiban warga negara dalam menjunjung hukum dan
pemerintahan tanpa pengecualian.

7
3. Hak Asasi Pekerjaan dan Penghidupan yang Layak
Pasal 28 ayat 2 UD 1945 menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal ini memancarkan asas
keadilan sosial dan kerakyatan.

4. Kemerdekaan Berserikat dan Berkumpul


Pasal 28 UUD 1945 menetapkan hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran secara lisan maupun tulisan yang bertanggung jawab,
dsb. Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia adalah negara yang demokratis.

5. Kebebasan Memeluk Agama


Pasal 29 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa. Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut
agama dan kepercayaannya itu.

6. Hak Dan Kewajiban Pembelaan Negara


Pasal 30 ayat 1 UUD 1945 menyatakan hak dan kewajiban setiap warga negara untuk ikut
serta dalam usaha pembelaan negara.

7. Hak Mendapat Pengajaran


Pasal 31 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak
mendapatkan pengajaran. Hal ini sesuai dengan tujuan negara Republik Indonesia dalam
alinea ke-empat Pembukaan UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

8. Kebudayaan Nasional Indonesia


Pasal 32 menetapkan bahwa pemerintah hendaknya memajukan kebudayaan nasional
Indonesia, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat
memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan
bangsa Indonesia.

9. Kesejahteraan Sosial
Pasal 33 dan 34 UUD 1945 mengatur kesejahteraan sosial. Pasal 33 terdiri atas tiga ayat
menyatakan:
1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3) Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

8
Bab 7
Identitas Nasional
A. Pengertian Identitas Nasional
Identitas nasional merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang
dalam berbagai aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri khas yang melekat. Dengan ciri
khas tersebut akan tampak perbedaan dalam hidup dan kehidupan antara satu bangsa dan
bangsa lainnya.

B. Pengertian Umum Nasionalisme


Nasionalisme di Indonesia ditandai dengan lahirnya:
 Hasil politik etis (abad ke-19 – 20)
 Tumbuhnya paham nasionalisme
 Budi Utomo 1908
 Indische Partij 1912, Volksraad 1917
 Sumpah Pemuda 1928
 Proklamasi 1945

1. Proses Pembentukan Bangsa


Ada dua proses pembentukan bangsa-negara, yaitu:
 Model Ortodoks, berawal dari adanya suatu bangsa terlebih dahulu, kemudian
membentuk negara. Model ortodoks ini menghasilkan bangsa – negara yang
relatif homogen. Contohnya adalah Israel.

 Model Mutakhir, berawal dari adanya negara terlebih dahulu, yang terbentuk
melalui proses tersendiri, sedangkan penduduk negara merupakan sekumpulan
suku bangsa dan ras. Model mutakhir ini menghasilkan bangsa – negara yang
relatif heterogen. Contohnya adalah Amerika Serikat.

2. Hakikat Bangsa
Konsep bangsa memiliki dua pengertian, yaitu dalam arti:
 Sosiologis Antropologis (Cultural Unity), adalah persekutuan hidup masyarakat
yang berdiri sendiri dan setiap anggotanya merasakan satu kesatuan ras, bahasa,
agama dan adat istiadat. Contohnya, bangsa Jawa, bangsa Batak, dll.

 Politis (Political Unity), adalah masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan
tunduk pada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan
ke dalam. Contohnya, bangsa Indonesia, bangsa Jerman, dll.

3. Loyalitas Ganda
Setiap identitas menuntut loyalitas atau kesetiaan. Seorang warga negara yang memiliki
dua identias memiliki pula dua loyalitas atau yang biasa disebut loyalitas ganda. Kesetiaan
pada identitas nasional ini penting karena dapat mempersatukan warga bangsa sebagai
satu bangsa dalam satu negara. Oleh karena itu, sebuah bangsa – negara memerlukan
national character building yang terus menerus dalam diri warga negaranya.

9
4. Identitas Bangsa
Bangsa memiliki penanda, jati diri, atau identitas yang bisa membedakan atau dibedakan
dengan bangsa lain. Identitas bangsa bersifat askripif (sudah ada sejak lahir), bersifat
alamiah, primer dan etnis. Setiap anggota cultural unity memiliki kesetiaan atau loyalitas
pada identitasnya. Misalnya setia pada suku, agama, budaya, daerah asal, bahasa dan
kerabatnya.

C. Unsur – Unsur Terbentuknya Identitas Nasional


1. Suku Bangsa
Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa yang tidak kurang dari 300 dialek.
Populasi penduduk Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 210 juta dan dari jumlah
tersebut, separuhnya diperkirakan beretnis Jawa. Sedangkan sisanya, mendiami
kepulauan di luar Jawa, seperti suku Makassar Bugis, Batak, Bali, Aceh, dll.

2. Agama
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang agamis. Agama-agama yang tumbuh dan
berkembang di Indonesia adalah Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu
Cu. Oleh karena itu, Indonesia rawan terhadap disintegrasi bangsa. Isu agama merupakan
salah satu isu yang mudah menimbulkan konflik. Untuk itu, sikap toleransi sangat
diperlukan untuk menjaga keutuhan dan kesatuan Indonesia.

3. Kebudayaan
Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang berisi berbagai
model pengetahuan secara kolektif sehingga digunakan oleh para pendukungnya untuk
menafsirkan dan memahami lingkungan serta bertindak sesuai dengan lingkungan yang
dihadapi.

4. Bahasa
Bahasa adalah sistem perlambangan yang secara arbiter dibentuk asas unsur-unsur bunyi
ucapan manusia dan digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia. Di Indonesia
terdapat beragam bahasa daerah yang mewakili banyaknya suku bangsa. Pada tahun
1928 terjadi peristiwa Sumpah Pemuda. Adapun para tokoh sumpah pemuda dari latar
belakang suku dan kebudayaan menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
bangsa Indonesia.

D. Nasionalisme Indonesia dan Konsep – Konsep Turunannya


1. Negara Bangsa
Konsep negara bangsa adalah konsep tentang negara modern, suatu negara dapat
dikatakan telah memenuhi syarat negara modern apabila memenuhi syarat kewilayahan
dan faktor kependudukan, adanya batasan territorial wilayah, pemerintahan yang sah
dan pengakuan dari negara lain.

10
2. Warga Negara
Menurut bab X UUD 1945 pasal 26, bahwa menjadi warga Indonesia adalah orang-orang
berbangsa asli Indonesia dan orang-orang bangsa lainnya yang disahkan oleh undang-
undang sebagai warga negara.

3. Perlunya Integrasi Nasional


Integrasi Sosial adalah penyatu paduan dari kelompok masyarakat yang asalnya berbeda
menjadi suatu kelompok besar dengan cara melenyapkan perbedaan dan jati diri masing-
masing. Adapun integrasi nasional adalah penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari
suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh dan memadukan
masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa

4. Akankah kita junjung Tinggi Identitas Nasional? Atau justru kita merusak dan
meniadakannya?
Berdasarkan kenyataan ini terlihat jelas bahwa identitas nasional mulai terkikis dengan
datangnya budaya-budaya barat yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia.

11
Bab 8
Negara
A. Konsep Dasar Tentang Negara
1. Pengertian negara
Secara terminologi, negara adalah organisasi tertinggi dalam suatu kelompok masyarakat
yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu, dan
mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa negara
adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat yang
berhak menuntut dari warga negaranya untuk taat pada peraturan perundang-undangan
melalui penguasaan kontrol monopolistis dari kekuasaaan yang sah.

2. Tujuan Negara
Tujuan sebuah negara, antara lain:
 Memperluas kekuasaan semata-mata
 Menyelenggarakan ketertiban umum
 Mencapai kesejahteraan umum

Dalam konteks negara Indonesia, tujuan negara yang sesuai dengan Pembukaan UUD
1945 adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, dalam penjelasan UUD 1945
ditetapkan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum bukan berdasarkan
kekuasaan belaka.

3. Unsur-Unsur Negara
Dalam rumusan Konvensi Montevideo 1933 unsur-unsur negara terdiri dari tiga unsur
penting, yaitu rakyat, wilayah dan pemerintah yang disebut sebagai unsur konstitutif.
Ketiga unsur tersebut harus ditunjang oleh unsur lainnya, seperti adanya konstitusi dan
pengakuan dunia internasional yang biasa disebut dengan unsur deklaratif.

Unsur-unsur pokok dalam negara terdiri dari:


a. Rakyat
Rakyat adalah sekumpulan meanusia yang dipersatukan oleh suatu rasa
persamaan dan yang bersama-sama mendiami suatu wilayah.

b. Wilayah
Tidak mungkin ada negara tanpa ada batas-batas territorial yang jelas.

c. Pemerintah
Pemerintah adala alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin organisasi
negara untuk mencapai tujuan negara.

d. Pengakuan negara lain


Pengakuan negara lain ini didasarkan pada hukum internasional yang menjadi
tanda bahwa suatu negara baru telah diterima sebagai anggota baru dalam
pergaulan antarnegara.

12
B. Bentuk-Bentuk Negara
1. Negara kesatuan
Negara kesatuan merupakan bentuk negara yang merdeka dan berdaulat, dengan satu
pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Dalam pelaksanaannya,
negara kesatuan terbagi dalam dua sistem, yaitu:
a. Sistem Sentralisasi, yaitu sistem pemerintahan dimana seluruh persoalan yang
berkaitan dengan negara diatur dan diurus langsung oleh pemerintah pusat,
sementara daerah-daerah tinggal melaksanakannya.
b. Sistem Desentralisasi, yaitu sistem pemerintahan dimana kepala daerah diberi
kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi
daerah).

2. Negara Serikat
Negara serikat merupakan bentuk negara gabungan dari beberapa negara bagian.
Negara-negara bagian tersebut pada awalnya merupakan negara yang merdeka,
berdaulat, dan berdiri sendiri. Setelah menggabungkan diri menjadi negara serikat,
negara bagian tersebut melepaskan sebagian kekuasaannya kepada negara serikat.

Dilihat dari sisi jumlah orang yang memerintah sebuah negara, bentuk negara terbagi ke
dalam kelompok berikut ini:
a. Monarki, yaitu bentuk negara yang dalam pemerintahannya hanya dikuasai dan
diperintah oleh satu orang atau raja.
b. Oligarki, yaitu bentuk negara yang dalam pemerintahannya dipimpin oleh
beberapa orang atau dari kalangan tertentu.
c. Demokrasi, merupakan bentuk negara yang dalam pemerintahannya kekuasaan
tertinggi berada di tangan rakyat, sehingga rakyat memiliki kekuasaan penuh
dalam menjalankan pemerintahan.

C. Hubungan Islam dan Negara di Indonesia


Hubungan Islam dan negara di Indonesia, secara umum dapat digolongkan ke dalam dua
bagian, yaitu:
1. Hubungan agama dan negara yang bersifat antagonistik
Akar antagonisme hubungan politik antara Islam dan negara di Indonesia tidak dapat
dilepaskan dari konteks kecenderungan pemahaman keagamaan yang berbeda. Setelah
pemerintahan Orde Baru memantapkan kekuasaannya, terjadi kontrol berlebihan yang
diterapkan oleh Orde Baru terhadap kekuatan politik Islam, terutama pada kelompok
radikal yang dikhawatirkan semakin militan dan menandingi eksistensi negara. Realitas ini
yang menjelaskan bahwa hubungan agama dengan negara pada masa ini dikenal dengan
antagonistik, yakni benar-benar mencurigai Islam sebagai kekuatan yang potensial dalam
menandingi eksistensi negara. Pada sisi lain, umat Islam pada masa itu memiliki ghirah
yang tinggi untuk mewujudkan Islam sebagai sumber ideologi dalam menjalankan
pemerintahan.

13
2. Hubungan Agama dan Negara yang Bersifat Akomodatif
Gejala menurunnya ketegangan hubungan antara Islam dan negara terlihat pada
pertengahan tahun 1980-an. Hal ini ditandai dengan semakin besarnya peluang umat
Islam dalam mengembangkan wacana politiknya serta munculnya kebijakan-kebijakan
yang dianggap positif bagi umat Islam. Pemerintah menyadari bahwa umat Islam
merupakan kekuatan politik yang potensial. Oleh karena itu, negara lebih memilih
akomodasi terhadap Islam. Jika negara menempatkan Islam sebagai outsider negara,
konflik akan sulit dihindari yang pada akhirnya akan membawa imbas terhadap proses
pemeliharaan NKRI.

14

Anda mungkin juga menyukai