Anda di halaman 1dari 11

TINJAUAN DAN LANGKAH MANAJEMEN PENDIDIKAN TERHADAP SEKOLAH YANG

KEKURANGAN MURID

Jika kita membaca surat kabar pada penerimaan murid baru semester 1 Tahun ajaran 2019/2020,

ada banyak sekolah yang mengaku kekurangan jumlah murid. Seperti salah satu sekolah yang muncul

dalam pemberitaan [1] Kompas Online Yogyakarta, Senin 8 Juli 2019: “Fenomena sekolah kekurangan

murid kembali terjadi pada Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2019 – 2020 di

Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta. Jika kita melakukan pencarian pada mesin pencari Google maka

ada banyak sekolah di daerah yang juga mengalami hal serupa yaitu kekurangan jumlah peserta didik

baru.

Salah satu penyebab sekolah kekurangan siswa baru yaitu dengan adanya sistem zonasi dalam

proses penerimaan siswa didik baru. Sistem zonasi ini mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB. Berikut adalah isi peraturan Menteri tersebut. [2]

Bagian Ketiga Jalur Pendaftaran PPDB Pasal 16 ayat (1) Pendaftaran PPDB dilaksanakan melalui jalur

sebagai berikut (a) zonasi, (b) prestasi, dan (c) perpindahan tugas orang tua/wali. (2) jalur zonasi

sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit 90% dari daya tampung sekolah. (3) Jalur prestasi

sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling banyak 5% daya tampung sekolah. (4) Jalur perpindahan tugas

orangtua/wali sebagaimana dimaksud dengan ayat 1 c paling banyak lima persen dari daya tampung

sekolah. (5) Calon peserta didik hanya dapat memilih 1 jalur dari 3 jalur pendaftaran PPDB sebagaimana

dimaksud pada yat 1 dalam satu zonasi. (6) Selain melakukan pendaftaran PPDB melalui jalur zonasi

sesuai dengan domisi dalam zonasi yang telah ditetapkan, calon pserta didik dapat melakukan pendaftaran

PPDB melalui jalur prestasi di luar zonasi domisi peserta didik. (7) Sekolah yang diselenggarakan oleh

Pemerintah Daerah dilarang membuka jalur pendaftaran peserta didik baru selain yang diatur dalam

Peraturan Menteri ini.


Pada pasal 17 mengatakan Dalam hal jalur perpindahan tugas orang tua/wali sebagaimana

dimaksud dalam pasal 16 ayat (4) tidak terpenuhi maka sisa kuota dialihkan ke jalur zonasi atau jalur

prestasi.

Pada pasal 18 ayat:

(1) Dalam melaksanakan PPDB melalui jalur zonasi dengan kuota paling sedikit 90%

sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1), sekolah yang diselenggarakan oleh

pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili sesuai zona yang

ditetapkan pemerintah daerah

(2) Domisili calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berdasarkan alamat pada

kartu keluarga yang diterbitkan paling singkat satu tahun sebelum pelaksanaan penerimaan

peserta didik baru

(3) Kartu keluarga dapat diganti dengan surat keterangan domisili dari rukun tetangga atau rukun

warga yang dilegalisir oleh lurah/kepala desa setempat yang menerangkan bahwa peserta

didik yang bersangkutan telah berdomisili paling singkat satu tahun sejak diterbitkannya surat

keterangan domisili

(4) Sekolah memprioritaskan peserta didik yang memiliki kartu keluarga atau surat keterangan

domisili dalam satu wilyah kabupaten/kota yang sama dengan sekolah asal.

Pada pasal 19 ayat:

(1) Kuota paling sedikit 90% (sembilan puluh persen) dalam jalur zonasi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 16 ayat (2) termasuk kuota bagi:

a. peserta didik tidak mampu; dan/atau

b. anak penyandang disabilitas pada Sekolah yang menyelenggarakan layanan inklusif.

(2) Peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a dibuktikan dengan bukti keikutsertaan peserta didik dalam program

penanganan keluarga tidak mampu dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
(3) Orang tua/wali peserta didik wajib membuat surat keterangan yang menyatakan bersedia

diproses secara hukum, apabila terbukti memalsukan bukti keikutsertaan dalam program

penanganan keluarga tidak mampu dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah

sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) SMA/SMK yang diselenggarakan oleh Pemerintah daerah wajib menerima peserta didik yang

berasal dari keluarga tidak mampu paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah daya

tampung.

(5) Orang tua/wali peserta didik kelas 10 (sepuluh) SMA/SMK yang belum menerapkan wajib

belajar 12 (dua belas) tahun, juga wajib menyatakan bersedia mengembalikan biaya

pendidikan dalam surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(6) Peserta didik yang orang tua/walinya terbukti memalsukan bukti keikutsertaan dalam

program penanganan keluarga tidak mampu dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah

sebagaimana dimaksud pada ayat (3), akan dikenai sanksi pengeluaran dari Sekolah.

(7) Sanksi pengeluaran dari Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diberikan berdasarkan

hasil evaluasi Sekolah bersama dengan komite Sekolah dan dinas pendidikan sesuai dengan

kewenangannya.

(8) Dalam hal terdapat dugaan pemalsuan bukti keikutsertaan dalam program penanganan

keluarga tidak mampu dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud

pada ayat (3), Sekolah bersama Pemerintah Daerah wajib melakukan verifikasi data dan

lapangan serta menindaklanjuti hasil verifikasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

(9) Pernyataan bersedia diproses secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku juga

bagi orang tua/wali yang terbukti memalsukan keadaan sehingga seolah-olah peserta didik

merupakan penyandang disabilitas.

(10)Sanksi pengeluaran dari Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berlaku juga bagi

peserta didik yang memalsukan keadaan sehingga seolah-olah peserta didik merupakan

penyandang disabilitas.
Tujuan utama pembentukan sistem zonasi supaya tidak ada lagi sekolah favorit dan tidak favorit.

Tapi pada praktek di lapangan tetap masih terdapat sekolah yang kebanjiran murid dan sekolah yang

kekurangan murid karena pilihan siswa tidak tertuju pada sekolah tersebut. Pada akhirnya, setiap sekolah

harus meningkatkan kualitas Pendidikan untuk menghadapi semua perkembangan yang dilakukan oleh

pemerintah atau pihak lainnya agar sekolah tetap memiliki murid.

Sistem zonasi bisa membawa keuntungan bagi sekolah swasta atau membawa kerugian. Jika

diperhatikan berikut dua hal tersebut:

1. Jika sekolah swasta berada pada wilayah zonasi maka besar kemungkinan sekolah tersebut tetap

akan kebagian siswa dari sistem zonasi

2. Jika sekolah swasta berada di luar wilayah zonasi maka sekolah tersebut tetap sulit mendapatkan

siswa

Seperti yang dibahas pada bagian di atas sekolah swasta tetap harus berjuang meningkatkan

kualitas untuk meningkatkan jumlah murid dan bertahan dalam menjalankan operasional harian. Berikut

adalah bagian-bagian yang perlu ditingkatkan dalam manajemen Pendidikan agar tetap bertahan dalam

pendapatan jumlah murid walau harus menghadapi berbagai sistem yang diterapkan pemerintah.

A. Peningkatan Sumber Daya Manusia

Sesuai dengan laporan Human Development Indeks (HDI) menunjukkan bahwa kualitas

sumber daya manusia Indonesia dewasa ini hanya berada pada rangking ke 114 dunia. Hal ini

menunjukkan betapa masih rendahnya kualitas sumber daya kita yang justru menunjukkan pula

bahwa kualitas pendidikan masih jauh dari harapan. Kualitas pendidikan dapat tergambar dari

kemampuan lulusan memasuki jenjang yang lebih tinggi pada sekolah-sekolah pavorit, serta

ditambah dengan semakin tingginya angka pengangguran di kalangan tamatan perguruan tinggi,

sehingga para stakeholder pendidikan tidak memiliki alasan untuk berpangku tangan dalam

melihat kenyataan ini, terutama jika dilihat dari perspektif manajemen pendidikan. Rendahnya

mutu sumber daya manusia yang kita miliki tersebut akan memberi implikasi bahwa bangsa

Indonesia belum mampu menjalankan fungsinya, terutama dalam mengkonstruksi pendidikan


yang bermutu untuk menyahuti tujuan negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD

1945 yaitu : “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Persoalan pendidikan yang sedemikian kompleks memerlukan pemikiran yang serius, sebab

jangankan membentuk karakter manusia Indonesia sesuai dengan falsafah Pancasila, sedangkan

meningkatkan kualitas pendidikan dan pemerataan pendidikan saja bangsa ini telah kepayahan.

Oleh sebab itu menurut [3] Manullang dan Milfayetty (2005:3) tidak ada cara lain kecuali

mengimplementasikan nilai-nilai pedagogis ke dalam seluruh aspek kehidupan dan kata

kuncinya adalah “education touch” atau sentuhan pendidikan. Oleh sebab itu sekecil apapun

aktivitas kehidupan perlu melaksanakan dengan landasan nilai-nilai pendidikan. Education

touch akan melahirkan taste for learning yang diperlukan untuk mengembangkan kepribadian

Oleh sebab itu lanjut Manullang dan Melfayetty, Pendidikan dengan esensinya

yaitu education touch (sentuhan pendidikan) dan taste for learning (gemar belajar) diharapkan

efekktif membangun kepribadian yang benar secara intelektual, kuat secara emosional dan

bermakna luas secara spritual dalam membentuk pola pikir holintegrasio (holistik, integralistik

dan rasionalistik). Sebab sebagaimana dikemukakan Manullang dan Milfayetty (2005:4)

formulasi pendidikan dengan education touch adalah membelajarkan individu cara berhubungan

baik dengan banyak orang untuk membentuk karakter “kerukunan hidup diatas sejuta

perbedaan”. Dan apabila warga pendidikan telah mampu hidup rukun dalam berbagai perbedaan,

maka tujuan pendidikan akan dapat tercapai. Sederhananya untuk menyelesaikan masalah

sumber daya manusia adalah dengan Peningkatan Kualitas Guru.

Guru yang memiliki posisi yang sangat penting dan strategi dalam pengembangan potensi

yang dimiliki peerta didik. Pada diri gurulah kejayaan dan keselamatan masa depan bangsa

dengan penanaman nilai-nilai dasar yang luhur sebagai cita-cita pendidikan nasional dengan

membentuk kepribadian sejahtera lahir dan bathin, yang ditempuh melalui pendidikan agama

dan pendidikan umum. Oleh karena itu harus mampu mendidik diperbagai hal, agar ia menjadi
seorang pendidik yang proposional. Sehingga mampu mendidik peserta didik dalam kreativitas

dan kehidupan sehari-harinya. Untuk meningkatkan profesionalisme pendidik

dalam pembelajaran, perlu ditingkatkan melalui cara-cara sebagai berikut:

1. Mengikuti Penataran

Menurut para ahli bahwa penataran adalah semua usaha pendidikan dan pengalaman

untuk meningkatkan keahlian guru menyelarasikan pengetahuan dan keterampilan mereka sesuai

dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang-bidang masing-masing.

[4] Sedangkan kegiatan penataran itu sendiri di tujukan:

a. Mempertinggi mutu petugas sebagai profesinya masing-masing.

b. Meningkatkan efesiensi kerja menuju arah tercapainya hasil yang optimal.

c. Perkembangan kegairahan kerja dan peningkatan kesejahteraan.[5]

Jadi penataran itu dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja, keahlian dan

peningkatan terutama pendidikan untuk menghadapi arus globaliasi.

2. Mengikuti Kursus-Kursus Pendidikan

Hal ini akan menambah wawasan, adapun kursus-kursus biasanya meliputi pendidikan

arab dan inggris serta computer.

3. Memperbanyak Membaca

Menjadi guru professional tidak hanya menguasai atau membaca dan hanya berpedoman

pada satu atau beberapa buku saja, guru yang berprofesional haruslah banyak membaca berbagai

macam buku untuk menambah bahan materi yang akan disampaikan sehingga sebagai pendidik

tidak akan kekurangab pengetahuan-pengetahuan dan informasi-informasi yang muncul dan

berkembang di dalam mayarakat.


4. Mengadakan Kunjungan Kesekolah Lain (studi komperatif)

Suatu hal yang sangat penting seorang guru mengadakan kunjungan antar sekolah

sehingga akan menambah wawasan pengetahuan, bertukar pikiran dan informasi tentang

kemajuan sekolah. Ini akan menambah dan melengkapi pengetahuan yang dimilikinya serta

mengatai permasalahan-permasalahan dan kekurangan yang terjadi sehingga peningkatan

pendidikan akan bisa tercapai dengan cepat.

5. Mengadakan Hubungan Dengan Wali Siswa

Mengadakan pertemuan dengan wali siswa sangatlah penting sekali, karena dengan ini

guru dan orang tua akan dapat saling berkomunikasi, mengetahui dan menjaga peserta didik serta

bisa mengarahkan pada perbuatan yang positif. Karena jam pendidikan yang diberikan di sekolah

lebih sedikit apabila dibandingkan jam pendidikan di dalam keluarga.

B. Peningkatan Materi

Dalam rangka peningkatan pendidikan maka peningkatan materi perlu sekali mendapat

perhatian karena dengan lengkapnya meteri yang diberikan tentu akan menambah lebih luas akan

pengetahuan. Hal ini akan memungkinkan peserta didik dalam menjalankan dan mengamalkan

pengetahuan yang telah diperoleh dengan baik dan benar. Materi yang disampaikan pendidik

harus mampu menjabarkan sesuai yang tercantum dalam kurikulum. Pendidik harus menguasai

materi dengan ditambah bahan atau sumber lain yang berkaitan dan lebih actual dan hangat.

Sehingga peserta didik tertarik dan termotivasi mempelajari pelajaran.

C. Peningkatan dalam Pemakaian Metode

Metode merupakan alat yang dipakai untuk mencapai tujuan, maka sebagai salah satu

indicator dalam peningkatan kualitas pendidikan perlu adanya peningkatan dalam pemakaian

metode. Yang dimakud dengan peningkatan metode disini, bukanlah menciptakan atau membuat
metode baru, akan tetapi bagaimana caranya penerapannya atau penggunaanya yang sesuai

dengan materi yang disajikan, sehingga mmperoleh hasil yang memuaskan dalam proses

belajar mengajar. Pemakaian metode ini hendaknya bervariasi sesuai dengan materi yang akan

disampaikan sehingga peserta didik tidak akan merasa bosan dan jenuh atau monoton. Untuk

itulah dalam penyampaian metode pendidik harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Selalu berorientasi pada tujuan

2) Tidak hanya terikat pada suatu alternatif saja

3) Mempergunakan berbagai metode sebagai suatu kombinasi, misalnya: metode ceramah dengan

tanya jawab.

Jadi usaha tersebut merupakan upaya meningkatkan kualitas pendidikan pada peserta didik diera

yang emakin modern.

D. Peningkatan Sarana

Sarana adalah alat atau metode dan teknik yang dipergunakan dalam rangka

meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antara pendidik dan peserta didik

dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.[6] Dari segi sarana tersebut perlu

diperhatikan adanya usaha meningkatkan sebagai berikut:

1) Mengerti secara mendalam tentang fungsi atau kegunaan media pendidikan

2) Mengerti pengunaan media pendidikan secara tepat dalam interaksi belaja mengajar

3) Pembuatan media harus sederhana dan mudah

4) Memilih media yang tepat sesuai dengan tujuan dan isi materi yang akan diajarkan.

Semua sekolah meliputi peralatan dan perlengkapan tentang sarana dan prasarana, ini

dijelaskan dalam buku “Admitrasi Pendidikan” yang disusun oleh Tim Dosen IP IKIP Malang
menjelaskan: sarana sekolah meliputi semua peralatan serta perlengkapan yang langsung

digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, contoh: gedung sekolah (school building),

ruangan meja, kursi, alat peraga, dan lain-lainnya. Sedangkan prasarana merupakan semua

komponen yang secara tidak langung menunjang jalannya proses belajar mngajar atau pendidikan

di sekolah, sebagai contoh: jalan menuju sekolah, halaman sekolah, tata tertib sekolah dan

semuanya yang berkenaan dengan sekolah.[7]

E. Peningkatan Kualitas Belajar

Dalam setiap proses belajar mengajar yang dialami peserta didik selamanya lancar seperti

yang diharapkan, kadang-kadang mengalami kesulitan atau hambatan dalam belajar. Kendala

tersebut perlu diatasi dengan berbagai usaha sebagai berikut:

1) Memberi Rangsangan

Minat belajar seseorang berhubungan dengan perasaan seseorang. Pendidikan harus

menggunakan metode yang sesuai sehingga merangsang minat untuk belajar dan mempelajari

baik dari segi bahasa maupun mimic dari wajah dengan memvariasikan setiap metode yang

dipakai. Dari sini menimbulkan yang namanya cinta terhadap bidang studi, sebab pendidik

mampu memberikan ransangan terhadap peserta didik untuk belajar, karena yang disajikan benar-

benar mengenai atau mengarah pada diri peserta didik yang dilakukan dalam kehidupan sehari-

hari. Selanjutnya setelah peserta didik terangsang terhadap pendidikan maka pendidik tinggal

memberikan motivasi secara kontinew. Oleh karena itu pendidik atau lembaga tinggal

memberikan atau menyediakan sarana dan prasarana saja, sehingga peserta didik dapat menerima

pengalaman yang dapat menyenangkan hati para peserta didik sehingga menjadikan peserta didik

belajar semangat.

2) Memberikan Motivasi Belajar


Motivasi adalah sebagai pendorong peserta didik yang berguna untuk menumbuhkan dan

menggerakkan bakat peserta didik secara integral dalam dunia belajar, yaitu dengan diambil dari

sisitem nilai hidup peserta didik dan ditujukan kepada penjelasan tugas-tugas.

Motivasi merupakan daya penggerak yang besar dalam proses belajar mengajar, motivasi

yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa:

a. Memberikan penghargaan.

Usaha-usaha meyenangkan yang diberikan kepada peserta didik yang berprestasi yang

bagus, baik berupa kata-kata, benda, simbul atau berupa angka (nilai). Penghargaan ini bertujuan

agar peserta didik selalu termotivasi untuk lebih giat belajar dan mampu bersaing dengan teman-

temannya secara sehat, karena dengan itu pendidik akan mudah meningkatkan kualita pendidikan.

b. Memberikan hukuman.

Pemberian hukuman ini bersifat mendidik artinya bentuk hukuman itu sendiri berkaitan

dengan pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kesalahan.

c. Mengadakan kompetisi dan lomba.

Pengadaan ini dipergunakan untuk meningkatkan prestasi peserta didik untuk membantu

peserta didik dalam pembentukan mental yang tangguh selain pembentukan pengetahuan.untuk

membantu proses pengajaran yang selalu dimulai dari hal-hal yang nyata bagi siswa.

Jika langkah-langkah diatas dilaksanakan dengan baik sesuai prosedur maka sekolah

tersebut akan meningkat secara kualitas. Ketika kualitas meningkat maka siswa akan meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Dikutip dari : https://manado.kompas.com/read/2019/07/08/14345191/sekolah-kekurangan-murid-


pada-ppdb-2019-hanya-terjadi-di-wilayah-pinggiran?page=all
[2] Dikutip dan diunduh dari : https://jdih.kemdikbud.go.id/arsip/PERMENDIKBUD%20NOMOR
%2051%20TAHUN%202018.pdf
[3] Manullang dan Milfayetty.  2005.   Esensi Pendidikan IQ-EQ-SQ.    Medan:Yayasan Refleksi
Pendidikan
[4] Jumhur An Surya, Bimbingan Dan Penyuluhan Di Sekolah, Rajawali Pres, Jakarta, hal 115
[5] ibid, hal 116
[6] Roestiyah N.K, Masalah Ilmu Keguruan, Bina Aksara, Jakarta, Hal 67
[7] Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan FIP IKIP Malang, hal135

Anda mungkin juga menyukai