Anda di halaman 1dari 20

TEORI HEGEMONI ANTANIO GRAMSCI

Alfi Elma Diana


D91219094
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Jl. Ahmad Yani No. 117, Jemur Wonosari, Kota Surabaya, Jawa Timur
Email: elma.dyana28@gmail.com

Abstrak:
Dalam suatu masyarakat pasti ada keteraturan sejarahnya, tetapi menurut Gramsci perkembangan
sejarah masyarakat bukanlah sesuatu yang otomatis dan terhindarkan. Gramsci mengatakan, agar
revolusi terwujud maka masyarakat harus bertindak, namun sebelum mereka bertindak mereka
harus mampu memahami hakikat dan situasi keberadaan mereka, dalam suatu sistem yang
mereka jalani. Antanio Gramsci merupakan seorang filsuf Barat pada abad ke-20 berusaha
menyumbangkan sebuah gagasan tentang teori hegemoni, mengatakan bahwa hegemoni tidak
otomatis berasal dari mereka yang dominasi dari suatu kelompok masyarakat yang berkuasa,
tetapi merupakan sesuatu yang harus dibangun dan diperjuangkan. Dominasi ini tidak hanya
diakibatkan oleh kondisi ekonomi, tetapi juga kontruksi dari kepemimpinan moral dan
kepemimpinan budaya. Hegemoni digunakan untuk menunjukkan kekuasaan dari suatu kelas
sosial ke kelas sosial lainya, yang tidak hanya membahas ekonomi dan politik saja, tetapi juga
menunjukan kemampuan suatu kelas sosial yang dominan untuk menunjukan bagaimana cara
pandang mereka terhadap sesuatu.
Kata Kunci: Gramsci, Teori, Hegemoni

Abstract:
In a society there must be historical order, but according to Gramsci the development of the
history of society is not something that is automatic and inevitable. Gramsci said that for the
revolution to take place the people must act, but before they act they must be able to understand
the nature and situation of their existence, in a system in which they live. Antanio Gramsci is a
western philosopher in the 20th century trying to contribute an idea of the theory of hegemony,
saying that hegemony does not automatically come from those who are dominated by a ruling
society, but is something that must be built and fought for. This domination is not only caused by
economic conditions, but also the construction of moral leadership and cultural leadership.
Hegemony is used to show power from one social class to another, which not only discussed
economics and politics, but also show the ability of a dominant social class to show how they
view things.
Key Word: Gramsci, Theory, Hegemoni

A. Pendahuluan
Gramsci adalah seorang Hegelian, sebab ia memiliki sebuah konsep besar yang dapat
mencerminkan Hegelianismenya yaitu konsep hegemoni. Menurutnya setiap mereka yang
berada di kelas kontrol itu hegemonik, yang tidak hanya mengontrol harta benda dan
kekuasaan, tetapi juga ideologi masyarakat. Gramci memaknai hegemoni sebagai
kepemimpinan budaya yang dijalankan oleh pihak yang berkuasa. Menurutnya hegemoni
berbeda dengan koersi, yang dijalankan oleh pemilik kekuasaan baik eksekutif maupun
legislatif.
Teori hegemoni merupakan sebuah teori politik yang amat penting pada abad ke-XX,
teori yang dikemukakan oleh Antanio Gramsci ini, dapat dipandang sebagai teori pemikir
politik terpenting setelah Marx. Gagasannya yang cemerlang tentang hegemoni, banyak
dipengaruhi oleh filsafat hukum Hegel, yang dianggap sebagai landasan paradigma
alternatif terhadap teori Marxis tradisional, mengenai paradigma base-superstructure (basis-
suprastruktur). Teori Gramsci ini muncul sebagai kritik daan alternatif bagi pendekatan dan
teori perubahan sosial sebelumnya, yang didominasi oleh determinisme kelas dan ekonomi
Marxisme tradisional. Teori hegemoni sebenarnya bukanlah hal yang baru bagi tradisi
Marxis, menurut Femia pengertian semacam ini sudah dikenal oleh orang Marxis lain
sebelum Gramsci. Yang membedakan teori hegemoni Gramsci dengan penggunaan istilah
serupa sebelumya adalah, pertama, Gramsci menerapkan konsep itu lebih luas bagi
supermasi satu kelompok atau lebih atas lainya dalam setiap hubungan sosial, sementara itu
pemakaian istilah itu sebelumnya hanya menunjuk pada relasi antara proletariat dan
kelompok lainnya. Kedua, Gramsci juga menyebut hegemoni dengan istilah “pengaruh
kultural”, tidak hanya dianggapnya dengan sebutan “kepemimpinan politik dalam sebuah
sistem aliansi”, sebagaimana yang dipahami generasi Marxis terdahulu.
Sebelumnya, jauh sebelum gagasan hegemoni, istilah yang sama telah disuarakan oleh
Karl Marx yang disebut dengan alienasi, dalam gagasannya tersebut Marx diilhami oleh
perkembangan ilmu ekonomi yang pada saat itu sempat ia geluti yang kemudian disebut
dengan ekonomi politik.1dengan gagasan-gagasannya tersebut, akhirnya Marx menyelami
ekonomi politik, akhirnya Marx menyimpulkan bahwa aliensi telah mengantarkan
manusiakepada satu titik yang mana manusia sudah tidak lagi mengenal dirinya. Marx
memahami bahwa keterasingan manusia dari kesosialannya diproduksi dalam pekerjaan di
bawah sistem ekonomi kapitalis.2
Teori hegemoni Gramsci ini sebenarnya merupakan hasil pikirannya ketika dipenjara,
dan akhirnya dibukukan dengan judul “Selection from The Prissons Notebook” yang banyak
dijadikan rujukan atau acuhan bahkan sebagai pembanding khususnya dalam mengkritik
pembangunan. Teori hegemoni ini, dibangun Gramsci diatas preis pentingnya ide dan tidak
mencukupinya fisik kekuatan belaka dalam control sipil politik. Gramsci mengemukakan
bahwa agar yang dikuasai mematuhi penguasa, maka yang dikuasai tidak harus hanya
merasa mempunyai dan menginternalisasi nilai-nilai serta norma penguasa, melainkan
mereka harus melakukan lebih dari itu, yakni memberikan persetujuan atau subordinasi
mereka. Inilah yang dimaksud Gramsci dengan “hegemoni” atau menguasai dengan
“kepemimpinan moral dan intelektual” secara konsensual. Dalam konteks ini, Gramsci
secara berlawanan mendudukkan hegemoni sebagai satu bentuk supremasi satu kelompok
atau beberapa kelompok atas lainnya dengan bentuk supremasi lain yang ia namakan
dominasi, yaitu kekuasaan yang ditopang oleh kekuatan fisik.3
B. Biografi Antanio Gramsci
Antanio Gramsci lahir pada 22 Januari 1891 di sebuah kota kecil bernama Ales di
Sardinia, dan meninggal pada 27 April 1937. Ia disebut-sebut sebagai salah satu calon
revolusioner dan pemikir penting dari Italia, yakni sebagai filsuf, penulis, dan teoritikus
politik. Gramsci pernah memasuki jeruji besi pada masa kepemimpinan rezim Fasis Benito
Mussolini, selain itu ia juga dikenal sebagai penemu konsep hegemoni budaya sebagai salah
satu cara untuk menjaga keberlangsungan sebuah Negara dalam masyarakaat kapitalisme.

1
Zezen Zainudin Ali, “Pemikiran Hegemoni Antanio Gramsci”, Yaqzhan, Vol. 3, No. 2, (Desember 2017), hal. 65
2
Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx dan Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revolusioner, (Jakarta: PT
SUN), hlm. 88
3
Muhadi Sugiono, Kritik Antanio Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1999), hal. 13
Dalam dunia politik ia dikenal sebagai teoritikus politik, ia tidak bisa dilepaskan dari
kepolitikan sebab mimpi ayahnya yang tak terwujud yaitu ingin menjadi seorang pengacara.
Mimpi tersebut dikubur oleh ayah Gramsci sebab paksaan dari kakeknya, seorang colonel di
Carabinieri.4 Kemudian ia menjadi seorang panitera di Ghiralza, salah satu kota kecil di
Sardinia. Ada mimpi yang terkubur akan tetapi sebuah pertemuan muncul yang
menyebabkan lahirnya seorang Gramsci, pertemuan ini terjadi di Ghiralza pada saat ayah
Gramsci tengah bekerja. Ibu Gramsci adalah putri dari seorang inspektur pajak dan
merupakan salah satu dari beberapa orang (bagian dari 10 persen orang di Ghiralza) yang
bisa membaca dan menulis, sementara 90 persen lainnya adalah para korban kekuasaan
terpusat yang menyebabkan mereka buta huruf.5
Perbedaan sosial yang terjadi pada saat itu melatih ayah Gramsci untuk mulai perlawanan
politik, hingga akirnya pada tahun 1897 ayah Gramsci diskors dari pekerjaannya tanpa
ddibayar, karena dianggap bersikap berbeda dari masyarakaat pada umumnya. Tahun 1900
menjadi tahun yang sangat mengenaskan bagi Gramsci dan ibunya, pasalnya sang ayah harus
dipenjara dengan tuduhan korupsi untuk menutupi kebusukan pemerintahan tirani yang
mulai takut dengan perlawanan politik yang dilakukan oleh ayah Gramsci. Kemudian
sepertinya tampaklah pepatah “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”, Gramsci memang tidak
seberapa tahu dengan politik ayahnya, namun jika mendengar cerita dari ibunya yang
merawatnya selama enam tahun dengan keadaan yang seadanya telah mlahirkan seorang
pemikir revolusioner. Ayah gramci dinyatakan bebas pada tahun 1906, saat itu Gramsci
tengah mengalami masalah kesehatan akibat cacat tulang belakang yang dideritanya.
Keadaan seperti ini sudah dialami gramci sejak kecil, yang membuatnya harus mengabiskan
banyak waktu diranjang, hingga akhirnya ia dapat berjalan namun dalam keadaan
membungkuk. Penyakit ini kemudian mengantarkannya pada kematian diusia 46 tahun.
Sejak tahun1898 gramsci harus berhenti sekolah, karena ia harus bekerja menyambung
hidup untuk keluarganya. Beruntung ketika ayahnya dibebaskan ia bisa melanjutkan sekolah
kembali di Santalussurugu dan lulus pada tahun 1908, kemudian ditahun yang sama ia
diterima untuk melajutkan sekolah di Cagliari.6 Kakak Gramsci, Gennaro yang bekerja
sebagai seorang sosialis militan di Cagliari, memberi pengaruh besar bagi Gramsci dalam

4
Emhaf, Gramsci Pikiran yang Terbebas dalam Jeruji, (Yogyakarta: Sociality, 2018), hlm. 3
5
Ibid, 4
6
Ibid, 5
mengenal dunia politik. Pasalnya sebelum Gramsci bersekolah di Cigliari, kakaknya sering
mengirim brosur yang berisi nilai-nilai sosialisme. Terlebih lagi Gramsci dipengarui oleh
gerakan sosialis yang melakukan protes di Sardinia, serta adanya penindasan yang kejam
yang dilakukan oleh militer dan penguasa italia terhadap gerakan tersebut. Kemudian
Gramsci tertarik pada gerakan nasionalisme Sardinia untuk menentang penindasan yang
dilakukan militer dan hokum Italia.
Pada tahun 1911, Gramsci mendapat beasiswa untuk berkuliah di Univeritas Turin, yang
merupakan beasiswa bagi pelajar miskin dari Sardinia. Namun terulang kembali, karena sakit
yang dideritanya lagi-lagi harus mengahambat studinya. Akhirnya pada tahun antara 1913-
1915 sakit yang dideritanya semakin parah, dan terpaksa ia harus mengabaikan studinya.
Namun, dalam keadaan ini tidak membuat Gramsci menyerah, justru sebaliknya ia mulai
memunculkan kesadaran dalam dirinya untuk berpolitik. Gramsci memulai perlawanan
politiknya melalui P.C.I. (Partai Komuis Selatan) pada tahun 1923 yang terkenal
semboyannya “Karena… kita harus memberi pesan penting kepada selatan.” Kritik tajam
Gramsci mulai mengusut keculasan politikus reformasi Libya, yang dengan leluasa
membiarkan ekspedisi militer menciptakan imperialisme di Libya. Pertentangannya terhadap
imperialisme dan militerisme semakin menjadi-jadi, dukungan untuknya pun semakin hari
semakin banyak. Pergerakannya yang mengerilyapun semakin masif, sehingga membuatnya
dianggap sebagai sebuah ancaman bagi tirani yang berkuasa pada zamannya.7
Selama hidupnya, Gramsci dikenal sebagai teoritikus sekaligus penulis, beberapa
karyanya adalah teori marxis, teori kritis dan teori lain yang mengenai pendidikan.
Sebenarnya karya-karya Gramsci ini dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok
berdasarkan masa hidupnya, yakni masa sebelum di penjara (1910-1926) dan masa selama di
penjara (1929-1935). Berikut ini beberapa judul buku paada masa sebelum di penjara:
1. Men or machine (1916)
2. Split or disorder (1920)
3. Caporetto (1921)
4. Gramsci to togliati (1924)
5. Once again on the organic capacities of the working class (1926)
Adapun karya-karya beliau semasa di penjara, antara lain:

7
Ibid, 9
1. Revolusi pasif
2. Sejarah dan budaya
3. The intelektual
4. Tentang pendidikan dan pembelajaran
5. Negara dan hegemoni
C. Filsafat Antanio Gramsci
Pemikiran Gramsci sebagai pertanda bahwa pemikiran kritis di Italia tidak bisa diabaikan
begitu saja.8 Tidak bisa dipugkiri lagi bahwa Gramsci adalah rekonstruksi ulang dari historio-
intelektual, ia juga tetap menjadi bagian dialektika yang berantai. Pemikiran Gramsci tidak
mati, bahkan pemikirannya lebih hidup dalam kedaannya yang berkonfrontasi secar politik
dengan kaum-kaum tiran. Tiran dihuni oleh mereka yang merasa kesejahteraan adalah
keabadian personal yang harus dijaga dan tidak untuk dibagikan. Manusia diciptakan dengan
ketidakpuasan yang tanpa memiliki ujung, namun ketidakpuasan inilah yang justru membuat
manusia semakin kelaparan, sehingga mimpi-mimpi untuk melampaui dirinya sendiri dengan
penguasaan terhadap ide-ide, menggunakan alam sebagai medianya, mengolahnya serta
menciptakan ideology atasnya. Berikut diantara pemikiran filsafat Antanio Gramsci:
1. Filsafat Praksis Lepas dari Sensor
Filsafat adalah sesuatu yang berhubungan dengan manusia dan apa yang melingkupinya.
Pada kenyataannya, filsafat diciptakan oleh sebab manusia memikirkan konsep-konsep
dasar kehidupan dan sekelilingnya. Filsafat juga menjadi dasar pertama dan terakhir dari
kebutuhan sebuah pemikiran logis. Di sini Gramsci memperkenalkan filsafat praksis,
sebuah pemikiran filsafat yang memiliki pengaruh besar dari Marxisme. Pergerakan yang
dilakukan oleh Gramsci dalam partai komunisnya mengangkat nilai-nilai sosialisme yang
diajarkan oleh karl marx, seperti lahirnya pemikir-pemikir, esai-esai yang diacu oleh
Gramsci, juga bagian-bagian pemikiraan Marxisme yang telah difermentasi. Dalam
memperkenalkan filsafat praksis, Gramsci menyesuaikan lingkungan terhadap kehidupan
manusia. Gramsci memperkenalkan dari ranah sosial, bagaimana susunan sosial yang
baru bisa meluruhkan pemikiran sosial yang lama. Namun, Gramsci mengarahkan
pemikirannya ke arah totalitarian sehingga pemikiran lampau tidak selalu menjadi
acuhan. Lingkungan sosial baru yang apabila terus-menerus bercermin pada masa

8
Ibid, 83
lampau, hanya akan menimbulkan sifat ketebelakangan dalam sejarah. Manusia seolah
tidak memiliki kemampuan untuk berinovasi, yang sekiranya dapat menciptakan sejarah
baru. Ketergantungan terhadap sistem-sistem lampau, yang dipertahankan tanpa
mempertimbangkan perubahan zaman hanya akan menggambarkan bekunya otak
manusia. Dari sistem filsafat yang baru terbentuk, unsur-unsur kelas tidak bisa diabaikan,
hal ini kembali lagi pada Marxisme, class struggle. Berbagai pandangan politis kemudian
muncul di sini, hingga lahirlah filsafat sebagai saringan niai-nilai, utamanya yang berbau
politis, sebab pada dasarnya manusia diisi oleh berbagai macam kepentingan. Dalam
membahas filsafat praksis ini pemikiran filsafat Gramsci tidak bisa diabaikan, oleh sebab
itu, tidak heran jika Gramsci lebih banyak mengangkat konstruksi-konstruksi
kepentingan.9 Manusia memiliki hal yang dituju, untuk mencapainya manusia yang
berpemikiran modern tidak hanya akan berkeinginan, melainkan akan melakukan
berbagai cara tanpa menghiraukan baik buruknya, dan cara politis adalah sebuah metode
untuk mencapai itu. Gramsci menekankan pada ekonomi murni, dimana dalam
melaksanakan suatu hal, pandangan-pandangan akuntabilitas yang diverbalkan akan
digunakan. Dunia modern dapat dimaknai susunan idologi-ideologi baru, dalam memilih
ideologi setiap manusia punya cara sendiri-sendiri. Namun manusia tidak bisa seenaknya
memilih sesuatu tanpa memikirkan sepenting apa itu untuk dirinya, bahkan untuk alasan
hiburan semata. Dalam hal memilah dan memilih, manusia mencoba mencapai sesuatu
yang ideal baginya. Tercapainya sesuatu yang idel adalah bentuk dari sintesis sebuah
proses pemahaman, proses ini melihat simbol-simbol psikologis, sosial, dan regional,
yang kiranya cocok dengan tubuh dan pikirannya. Contohh kecilnya, manusia yang hidup
di kota atau di pedesaan adalah sebuah pilihan. Manusia memilih satu filsafat, sebuah
aliran, yang nantinya akan diideologikan yang juga sebagai sebuah pilihan. Sebab mau
bagaimanapun, dengan memilih sebuah pemikiran, ia sedang berada dalam sebuah
konstruksi yang terorganisasi. Organisasi pemikiran yang dikendalikan oleh konstruksi
organisme filosofis ini, sedang menanamkan berbagai pandangan. Yang nantinya hal ini
disebut dengan “Pandangan Dunia”. Dengan ideologi yang berbeda, tentu “Pandangan
Dunia” yang dilahirkan juga akan berbeda. Gramssci menekankan bahwa keragaman
sebagai sebuah kesuburan. Pandangan dunia yang beragam justru dianggap sebagai

9
Ibid, 50
taman bunga dengan beragam jenisnya yang menawan. Perbedaan pandangan dunia yang
diawaali dengan perbedaan ideologisme tidak dapat dihindari, sebab tidak dapat
dipaksakan untuk menjadi satu pandangan yang tak terbantahkan.10
2. Hegemoni Demokrasi
Seseorang tidak dapat dilihat dari mana ia berasal, tetapi apa yang bisa ia lakukan,
sehingga kedudukannya di masyarakat dipertimbagkan. Teori ini muncul pada zaman
pencerahan, Aufklarung untuk mengajarkan keseimbangan. Sikap perbudakan masih saja
menyisa pada pekerja-pekerja zaman industri, meskipun orang-orang kaya telah
bermunculan menggeser tuan-tuan tanah yang memperbudak. Demokrasi merupakan
sistem baru yang berkembang dalam arena sosiologis, sistem ini hanya melakukan
susunan baru dari pemerintahan yang ada sebelumnya.11 Pada dasarnya demokrasi
hanyalah ruang legitimasi kekuasaan, utopia Gramsci tentang demokrasi adalah sebagai
berikut “dalam sejarah, kesepadanan yang nyata yaitu tingkat spiritual. Diraih dengan
proses historis dari sifat alami manusia yang diidentifikasikan dalam sistem asosiasi
umum dan pribadi, eksplisit dan implisi, yang menggabungkan ikatan-ikatan dalam suatu
Negara bagian dan dalam sistem politik dunia”. Secara filosofis, memang demikianlah
seharusnya demokrasi. Namun, sejarah melihat demokrasi dalam konsep-kosep politik
yang pernah dituliskan Plato, juga dituliskan dalam kematian Socrates, bagaimana
Athena memanfaatkan embrio demokrasi untuk melegitimasikan nama-nama dewi
Olimpus. Kemudian kekeuasaannya seperti dimutlakkan, segala kuasanya adalah kuasa
dewa, sehingga yang muncul adalah dominasi kekuasaan mengatasnamakan demokrasi.
Ungkapan gramci yang filosofis itu, sejalan dengan konsep Kantian tentang akal-budi.
Namun gramci mengambil istilah lain yang lebih dekat dengan Rene Descartes, cagito
egosum, unsur spiritual yang ditekankan mengandung makna, manusia kembali pada
hakikat keberadaan jiwa yang dijadikan fondasi untuk meniadakan keberadaan raga dan
segala yang melekat padanya. Jiwa-jiwa yang bergerak disamakan dengan kejernihan
atau kekeruhan yang sejalan. Apabila demokrasi berada dalam ruang filsafat, maka
Gramsci meletakkannya diatas semua hal. Filsafat yang menerangkaan dan
mengimplementasikan sesuai yang commonsense, menjadi keindahan yang sebelumnya

10
Ibid, 56
11
Ibid, 64
tak terlihat. Atau malah sebaliknya, keindahan itu sudah ada dan tidak disadari, kemudian
filsafatlah yang menerjemahkannya. Hal ini membuat filsafat sebagai biji yang mengakar
yang menumbuhkembangkan semua ilmu pengetahuan. Demokrasi sebagai buah dari
salah satu intelektual tidak dapat dilepaskan dariny, konsep ini sangat praktis. Filsafat
hadir bersama dengan keberadaan dan fungsinya, filsafat bukan lagi sekedar arena
interpretasi atas semua hal, atau penemuan-penemuan definitif di atas definisi-definisi
perkamusan. Filsafat dengan sudut pandang berbeda akan menghasilkan pergerakan yang
berbeda, pada selatanisme Gramsci menyatakan bahwa demokrasi bagi kau petani
“selatan” akan berbeda dengan demokrasi kaum pekerja “utara”. Inilah kemudian yang
menjadi pekerjaan rumah bagi seorang pemimpin, keberpihakan pada salah satu pihak
dapat menghasilkan kenihilan dalam konsep par excellence dalam filsafat. Hal ini
berusaha diterapkan atau sekedar ditunjukkan dalam sebuah pemerintahan yang
demokrasi, Jalan tengah adalah tuntunan demokrasi. Jika jalan tengah tidak ada,
kesadaran hegemonic diperlukan, dari pada opresi yang nantinya akan menjadi kerja
dominatif. Jika hegemoni demokrasi diterapkan, maka pemerinttah akan meletakkan
kebebasan intelektual di atas kepentingan. Bahayanya apabila kepentingan mengalahkan
kebebasan intelektual, filsafat hidup yang common sense di masyarakat mulai diikat
undang-undang. Selain itu, beberapa hal akan dihapuskan sehingga keberadaan filsafat
yang par excellence akan lenyap dala bayang-bayang demokrasi semu. Melihat idiom
Gramsci yang terkonsep “water is pure, free and it self, when it is running between the
two banks of a stream or a river, not when it is messily spread on the ground, or when it
released, ratified, into the atmosphere”.12 Ia melihat air sebagai filsafat hidup, apabila
diamati lebih dalam air sebagai komponen utama dalam manusia. Maka air sendiri adalah
pergerakan yang tidak hanya terlihat di sungai secara riil menurut Gramsci, tetapi juga
sebuah pergerakan aliran dalam diri manusia. Kejernihan air dilihat oleh Gramsci saat air
masih berada dalam aliran sungai yang tanpa polusi dan sampah, sebelum air tersebut
menciprat ke tanah dan dialirkan ke tempat yang lain. Hal ini digambaran oleh Gramsci
sebagai manusia, menurutnya manusia semacam ini memandang dunia sebagai hakikat
adanya jiwa tanpa adanya proses yang diimbuhkan. Untuk apa manusia sibuk
menciptakan suatu proses yang baru, sedangkan alam telah memperosesnya, hal ini

12
Ibid, 69
disamakan oleh Gramsci dengan bersih dan jernihnya air sungai.13 Dengan lebih
sederhananya, manusia yang tumbuh dalam masyarakat dengan pengaruh-pengaruh yang
baik diibaratkan oleh Gramsci dengan air sungai yang mengalir jernih. Dalam aliran yang
jernih tersebut, manusia mampu membawa ideology filsafat yang tak tergoyahkan dengan
menyebarkan teladan kebaikan kepada setiap jalan airnya. Menurut Gramsci pergerakan
politik sangat diperlukan, tanpa tindakan-tindakan politik semua filsafat ini tidak
memiliki arti apa-apa.
3. Sosialisme-Komunis
Kekuasaan republik demokrasi selalu dihantui oleh momok komunisme, namun sistem
dari hasil menyontek komunisme lah yang selalu dilupakan oleh demokrasi. Pada
dasarnya hal ini bersumber dari pemikiran sosialis, yaitu keinginan untuk meniadakan
perbedaan kelas sekaligus kesadaran bahwa akan selalu ada kelas-kelas sosial. Dalam
menyikapi hal ini, Gramsci yang berpartai komunis memilih pemikiran jalur tengah untuk
menyadarkan bahwa perjuangan kelas itu tetap ada dan niscaya, akan tetai yang
dipersoalkan adalah kesetaraan dan keadilan sesama manusia tentang bagaimana setiap
kelas memandangnya. Perbandingan kasta sangat diterapkan disini, misalnya saja bila
seorang petani berjumpa dengan pegawai kantor, bisa jadi si petani tidak lagi menunduk
malu terhadap pegawai kantor, atau bahkan pegawai kantor tidak lagi berjalan
mengangkat kepalanya dengan angkuh dan memilih berjalan beriringan dengan para
petani. Dalam salah satu esay Gramsci yang berjudul Worker’s Democracy, beliau
menuturkan “Concrete solution to the problems of socialist life can be provided only by
communist practice: a collective, friendly debate, which modifies people’s consciousness,
uniting them and filling them with an overwhelming enthusiasm for action”.14 Maksud
Gramsci dalam tulisan ini adalah ingin menitipkan sedikit harapan bagi siapapun yang
membenci komunis di negeri ini tanpa dasar. Garmsci menuturkan bahwa mereka
seharusnya memahami, bahwa sejatinya bukalah komunisme yang salah melainkan
kekeliruan dalam menerapkannya. Sebagaimana dituturkan Gramski dalam esaynya
bahwa ada beberapa ciri dalam praktik komunis, pertama a collective, satu tujuan sangat
diperlukan untuk menampung pendapat atau aspirasi bersama dalam menjalankan sesuatu

13
Ibid., 70
14
Cambridge Texts in The History of Political Thought. Antanio Gramsci: Pre-Prison Writtings. Series Editor:
Raymond Geuss. Hlm. 99. Diunduh pada 15 Juni 2020, pukul 08:00
yang diperlukan. Perbedaan merupakan suatu keniscayaan, akan tetapi memiliki jalan
tengah sebagai penengah dari semua perbedaan adalah misi terpenting organ-organ
politik demi tercapainya suatu sistem yang sempurna dalam suatu tubuh. Di sini dapat
diartikan bahwa meniru kepentingan dengan tujuan menyamakan kepentingan tersebut
bukanlah merupakan sebuah pilihan. Kedua friendly debate, atau yang sering disebut
musyawarah yang mufakat sebagai ciri yang kedua masih sangat jarang ditemui dalam
suatu politik, sebab masih maraknya politik yang disertai dengan kepentingan-
kepentingan individu. Suatu pendapat dapat diterima, apabila msuyawarah tersebut
disertai dengan adanya data atau bukti yang selaras dengan pendapat tersebut. Akan
tetapi dalam perbincangan kali ini yang menjadi fokus pembahasan adalah sosialis-
komunis, maka rakyatlah yang menjadi pusat kepentingan dari semua kepentingan yang
berlaku, dan rakyat di disini tidak memandang tingkatan kelas lagi. Dalam hal ini cara
yang tepat untuk memperoleh solusi dari tiap-tiap persoalan maupun masalah yang
tengah terjadi dan dihadapi yang menjadi fokus perdebatan, dan bukan persoalan adu
mulut yang penuh akan kesombongan yang menjadi pusat permasalahan. Ketiga modifies
people’s consciousness, pada tahapan ini masyarakan memperoleh sumber pengetahuan
intelektual yanga sama atau serupa, dan para masyarakat tidak lagi menjadi terbelakang
yang buta akan tulisan atau bahkan berada didalam kegelapan yang pura-pura sadar.
Dalam ciri ini, uang tidak lagi menjadi penentu bobot pendidikan yang dituangkan
kepada masyarakat, pendidikan tidak lagi mempersoalkan uang untuk mendapatkannya.
Dengan demikian, setiap masyarakat berhak menerima pendidikan yang sama layaknya
tanpa ada perbedaan kelas. Keempat filling them with an overwhelming enthusiasm for
action, tahap ini merupakan ciri terakhir. Pengetahuan intelektuan yang senada atau
sejajar menjadi latarbelakang tindakan yang terwujud, kekurangan sudah tidak lagi
tampak dalam tingkat ini, sebab para pemilik modal membuka ruang horizon yang sangat
luas bagi masa depan. Beragam ide yang masuk tidak lagi dipertimbangkan dalam hal
siapa yang mencetuskan ide tersebut, disini lebih mengarah pada bagaimana mereka
dalam mewujudkan ide tersebut. Ideology berkerja dalam sebuah harmoni berciri-ciri
yang dituliskan Gramsci ini.
Para penganut komunis dapat menyatukan pikiran dalam kolektivitas ini sebagai jalan
paksa, dengan cara mengahapuskan pespektif mereka yang menganggap bahwa
kesetaraan dari suatu kelaslah yang menentuhkan keadilan, sehingga perbedaan berangsur
terabaikan.15 Musyawarah telah tersingkirkan dan diktasi pemikiran lah yang berperan
aktif dalam menyamkan satu jalur. Pemilik ideology sangat berwenang, pasalnya
merekalah yang menggerakkan kesadaran para masyarakat serta setiap tindakan yang
dilakukan oleh masyarakat, dibawah kontrol merekalah masyarakat dijadikan sebagai alat
dan akan terulang kembali mimpi buruk yang pernah masyarakat alami. Sering kali
masyarakat kaget dengan kehadiran demokrasi, mereka memiliki bayangan bahwa
demokrasi dapat mengahncurkan keadaan yang tertutup menajdi suatu kebebasan yang
sangat terbuka. Banyak yang acuh terhadap aturan yang berlaku, sikap-sikap tidak
bertanggung jawab, serta muncul berbagai macam sikap acuh lainya yang sangat
bertentangan dengan peraturan. Ideologi layaknya ladang jagung yang ditumbuhi oleh
berbagai macam jenis jagung yang jumlahnya tidak dapat dikendalikan. Masyarakat yang
berperadaban tidak lagi menggunakan bahu-bahu untuk saling menolong, melainkan
lebih memilih mempertajam taring mereka dan berlaku seolah-olah sebagi rimba.
Salahnya penggunaan demokrasi inilah sumber dari segalanya, awalnya mengatakan
bersama rakyat namun pada faktanya demokrasi dimanfaatnya dengan cara yang
sebaliknya. Doktrin-doktrin yang tertanam dibenah para masyarakat terlanjur
mempengaruhi otak mereka, masyarakat terlanjur percaya akan apa yang dijanjikan, akan
tetapi pada akhirnya kepercayaan mereka hanya berujung sebagai gambaran angan-angan
belaka. Untuk memahami sistem sosialisme-komunis yang ditawarkan Gramsci ini, perlu
ditanamkan pemahaman tentang sosialisme dan pemanfaatan fasisme, tujuannya adalah
sebagai salah satu cara agar tidak terjadi kesalahpahaman yang sering atau bahkan hampir
tidak pernah tidak terjadi dalam penerapan hingga pengambilan sikap pada komunisme.
Dalam salah satu esaynya Gramsci menuliskan tentang fasisme, menurutnya fasisme ini
menunjukkan pada sebuah kengerian dominasi otoriter, dalam pergerakannya fasisme
memilih bergerak dengan cara ditaksi sehingga tidak akan terbantahkan bagi anggotanya.
Ketakutan dan kekuatan dijadikan sebagai jalan pemersat, yang mana kekuatan atau
ppenguasaan ini diwujudkan dalam wujud tindakan fisik yang bersifat ideologis. Fasisme
pada dasarnya mengandung makna penguasa atau pemegang jabatan-jabatan penting,
yang tidak hanya pada politik saja, melainkan hingga ke ranah organ-organ keamanan

15
Emhaf, Gramsci Pikiran yang Terbebas dalam Jeruji.., 76
Negara. Organ-organ keamanan Negara ini berperan dalam menanmkan kekuasaan
militer sebuah kewajiban, ketautan yang justru dibanggakan. Sementara itu pengeuasaan
politik menggunakan modal Negara sebagaai alat untuk mencitakan senjata-senjata dan
bukan lagi dijadikan sebagaai hambatan untuk pelaksanaannya.16
D. Teori Hegemoni Gramsci
Sejarah awal menunjukkan secara historis gagasan hegemoni pertama kali
dikumandangkan dan diimplementasikan di Rusia pada tahun 1885 oleh seorang Marxis
Rusia-Plekanov.17
Istilah hegemoni ini merupakan sebuah konsep karya pemikiran Anthonio Gramsci (1891-
1937) seorang pemikir sosial berkebangsaan Italia.18 Pemikiran Gramsci berakar pada Marx
dan Lewin, dia membuat semua asumsi-asumsi marxis tentang asal usul material dari kelas
dan peranan pejuang kelas dan kesadaran dalam perubahan sosial peranannyaa dalam
mengeksplorasi pemikiran Marx pada tema hegemoni bourjuis dalam masyaarakat sipil,
seperti yang telah diungkapkan Marx dan Engles dalam German Ideology dan mengolahnya
menjadi tema ini menurut sistemnya tentang bekerjannya sistem kapitalis.19 Gramsci
merupakan tokoh Marxis Italia yang cenderung melihat masyarakat sebagai dasar perjuangan
antar kepentingan melalui dominasi dari sebuah ideology lainnya. 20 Pada dasarnya Gramsci
tidak pernah menyebutkan secara rinci apa itu makna hegemoni, namun kebanyakan istilah ini
digunakan oleh para teoritis, untuk menjelaskan fenomena terjadinya usaha mempertahankan
kekuasaan oleh pihak penguasa. Kekuatan hegemoni, lebih banyak dilakukan bukan melalui
kekuatan bersenjata, melainkan lebih efektif melalui kekuatan politik dan kebudayaan,21
Sehingga pemikiran Gramsci tentang hegemoni ini seringkali disandingkan sebagai teori
kebudayaan kontemporer. Melalui konsep hegemoni, Gramsci beragumentasi bahwa
kekuasaan itu dapat tumbuh abadi dan langgeng, paling tidak harus memiliki dua perangkat
kerja. Pertama, kekuasaan membutuhkan perangkat kerja yang bernuansa law enforcement,

16
Ibid., 81
17
Robert Bocock, Pengantar Komperhensif untuk Memahami Hegemoni (terj.), (Yogyakarta: Jalasutra, 2007), hlm.
22
18
Antanio Gramsci, Prison Notebooks Catatan-catatan dari Penjara, Terj. Teguh Wahyu Utomo, (Yokyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013), hal. xxvi
19
Patria Nezar dan Andi Arif, Antanio Gramsci Negara dan Hegemoni, (Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 13
20
Zezen Zainudin Ali, Op. Cit.,hlm. 68
21
Brown Tent, “Gramsci dan Hegemoni” dalam link, International Jurnal of Socialist Renewal, 2009, diakses dari
http://link.org.au/node/1351 pada tanggal 22/04/2020
maksudnya adalah perangkat kerja yang bersifat memaksa untuk melakukan tindak kekerasan.
Perangkat kerja ini biasanya dilakukan oleh pranata Negara (staf) melalui lembaga-lembaga
seperti hukum, militer, polisi, atau bahkan penjara. Kedua, perangkat kerja yang mampu
membujuk masyarakat beserta pranata-pranata untuk taat terhadap mereka yang berkuasa,
melalui berbagai macam kehidupan layaknya agama, pendidikan, kesenian dan bisa juga
keluarga. Perangkat kerja semacam ini biasanya dilakukan oleh pranata masyarakat sipil (civil
society) melalui berbagai macam lembaga masyaarakat, layaknya LSM, organisasi sosial dan
keagamaan, paguyupan-paguyupan, kelompok-kelompok kepentingan (interst groups). Kedua
perangkat kerja ini, pada satu sisi secara langsung berkaitan dengan fungi hegemoni, dimana
kelompok dominan menangani keseluruhan masyarakat, dan di sisi lain berkaitan dengan
dominasi langsung atau perintah yang dilakukandi seluruh Negara dan pemerintah yuridis.
Istilah hegemoni sebelumnya digunakan oleh kaum Marxis untuk menunjukkan
kepemimpinan politik kelas pekerja dalam revolusi demokratik. Marxisme ortodoks telah
meramalkan bahwa revolusi sosialis tidak terhindarkan dalam masyarakat kapitalis, pada awal
abad ke-20 revolusi semacam ini tidak dijumpai pada negara-negara maju. Melainkan
kapitalisme tampak lebih mengakar dari sebelumnya. Bagi Gramsci politik bukan sekedar
cara untuk mencapai kekuasaan tetapi lebih dari itu, politik adalah bagaiman kita mampu
mengakomodasi semua kepentingan dari kelompok-kelompok masyarakat tersebut dalam
sebuah aktifitas yang mempunyai sinergisitas.22 Gramsci menyarankan kapitalisme dengan
mempertahankan kontrol tidak harus melalui kekerasan dan paksaan ekonomi dan politik,
tetapi juga melalui ideologi. Kaum borjuis mengembangkan budaya hegemonik yang
menyebarkan nilai-nilai dan norma-norma sendiri, sehingga mereka menjadi nilai-nilai “akal
sehat” semua. Orang-orang di kelas pekerja (dan kelas-kelas lain) mengidentifikasi kebaikan
mereka sendiri dengan kebaikan kaum borjuis, dan membantu mempertahankan status quo
dari pada memberontak. Untuk melawan gagasan bahwa nilai-nilai borjuis mewakili nilai-
nilai alami atau normal untuk masyarakat, kelas pekerja perlu mengembangkan budaya
sendiri. Dalam pandangan Gramsci suatu kelas tidak dapat mendominasi dalam kondisi
modern hanya dengan memajukan kepentingan ekonominya sendiri yang sempit, tidak juga
bisa mendominasi murni melalui kekuataan dan paksaan. Bahkan sebaliknya ia harus

22
Gramsci, Selection From The prison Notebook, (New York: International Publisher, 1976), hlm. 442
mengarahkan kepemimpinan intelektual dan moral, dan membuat aliansi dan kompromi
dengan berbagai kekuatan.
Konsep hegemoni ini bisa dilacak melalui penjelasan Gramsci tentang supremasi kelas.
Menurutnya supremasi dalam sebuah kelompok terwujud melalui dua cara, dominasi dan
kepemimpinan intelektual. Hegemoni menunjuk pada kuatnya pengaruh kepemimpinan dalam
bentuk moral atau intelektual , yang membentuk sikap kelas yang dipimpin. Ini terjadi dalam
citra konsensual, consensus yang terjadi antara dua kelas ini diciptakan melalui pemaksaan
atau pengaruh terselubung lewat pengetahuan yang disebarkan melalui perangkat-perangkat
kekuasaan. Dengan makna lain hegemoni diartikan sebagai sebuah rantai kemenangan yang
didapat melalui mekanisme consensus ketimbang melalui penindasan terhadap kelas sosial
lainnya. Pada hakikatnya, hegemoni merupakan upaya untuk menggiring orang agar menilai
dan memandang problematika sosial dalam kerangka yang ditentukan.23
Kemudian Gramsci menyatakan bahwa tugas awal dari partai revolusioner adalah
membuat hegemoni sipil. Sehingga kemudian muncul istilah “perang posisi” dan “revolusi
pasif”. Melalui kedua istilah ini partai mengusahakan perubahan kesadaran masyarakat dan
membuat kelas-kelas sosial lain mau menerima nilai-nilai moral dan kultural kaum pekerja.
Apabila kaum pekerja sudan memapankan kepemimpinan intelektual dan moralnya maka
sesungguhnya mereka sudah memiliki hegemoni dan memiliki kuasa. Hal ini dikarenakan
kaum buruh sudah mendapatkan sebuah dukungan dari kelas-kelas sosial lainya. Gramsci
menambahkan bahwa, tidak perlu mengandalkan kekerasan fisik dan unsur paksaan untuk
merebut kekuasaan seperti yang dilakukan oleh kaum komunis di Rusia. Teori hegemoni
Gramsci ini bukan sekedar memastikan bahwa kaum pekerja lebih berkuasa dibandingkan
kelas lain yang menjadi sekutunya, melainkan suatu kekuasaan berdasarkaan suatu consensus
sungguh-sungguh. Perebutan kekuasaan tidak berarti dengan melakukan penindasan para
musuh dan kontra revolusi, melainak perebutan hati dan pikiran masyarakat oleh pandangan
dunia, nilai-nilai dan keyakinan kaum buruh.24
Ada tiga tingkatan ekonomi yang diemukakan oleh Gramsci, yaitu hegemoni total
(integral), hegemoni merosot (decadent), dan hegemoni yang minimum. Kaitanya dalam
konteks ini, dapat disimpulan bahwa konsep hegemoni merujuk pada pengertian tentang

23
Nezar dan Andi, Op. Cit., hlm. 121
24
Frans Magnis Suseno, dalam Bayangan Lenin, Enam Pemikir Marxisme dari Lenin Sampai Tan Malaka, (Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 197
situasi sosial politik. Dalam terminologiny, “momen” filsafat dan praktek sosial masyarakat
menyatu dalam keadaan seimbang, dominasi merupakan lembaga dan manifestasi
peroraangan. Pengaruh “roh” ini membentuk moralitas, adat, religi, prinsip-prinsip politik,
dan semua relasi sosial, terutama dari intelektual dan hal-hal yang menunjuk pada moral.
E. Hegemoni Masyarakat Meruntuhan Tiran
Pada zaman Gramsci para penguasa besar cenderung banyak yang mengharapan
keabadian dari pada apa yang dikuasainya. Hal ini justru menimbulkan serangan bali dari
subjek terkuasai. Berbagai macam senjata digunakan, dan yang terkuat adalah idealism
imanensi. Para penguasa Lilim telah menjadikan senjata tentang balasan menakutkan setelah
kiamat dan iming-iming kenikmatan surga sebagai ancaman. Pengendalian subjek religious
serta alirannya yang dididakasi kepada masyarakat selalu menjadi pengharapan mujarabnya
“air keabadian” kepemimpinannya. Para pengguna jasa idealism imanensi justru malah
merasakan kenyataan pahit, menurut Gramsci hal ini justru menjadi bumerang, dikarenakan
kalangan bawah biasanya hanyan sebagai medan gaya yang mengembalian bumerang kepada
pemiliknya.penggunaan idealime imanensi selalu terlihat hanya dimilki kalangan
berkepentingan atas penguasa politis, baik penguasa di zamannya atau para borjuis yang
membutuhan aliran uang dan jasa sang penguasa.25 Disisi lain, alangan bawah tidak dapat
merasakan kebenarannya melalui kompleksitas terindra, melainkan mereka hanya bisa
merasakan iming-iming dan ketakutan. Kebutaan yang dialami oleh masyarakat bawah,
dikhawatirkan akan menimbulkan bangkitnya perlawanan, hal tersebut sering terjadi dan juga
sering dilakukan. Kebebasan sangat diharapkan oleh generasi-generasi baru yang lahir di
bawah bendera kekuasaan, tetapi diktatis terus diberlakukan agar mereka tetap berada dalam
kurungan. Baik gerakan tiran ataupun kebebasan sebenarnya sama-sama membutuhkan
gerakan massif, akan tetapi penguasaan wilayah atasnya dalam cakupan yang luas, lebih dari
negaranya sendiri dan sangat sukar dilakukan.26 Kesadaran terhadap hal inilah yang
sebenarnya sangat perlu ditegakkan, namun pada kenyataanya keduaanya saling melakuan
dengan kesadaran, sehingga tidak ada kebebasan atau tiran yang dengan tenang dapat benar-
benar berkuasa.

25
Emhaf, Op.Cit., hlm. 131
26
Ibid, 132
Filsfat memandang, bahwa suatu daerah dikuasai oleh yang memiliki kekuasaan. Namun,
bagaimana cara penguasa berhasil menyatukan semua kebutuhan kehidupan yang tersistem
dengan masyarakat sebagai pengisinya adalah sebuah tanda Tanya besar. Karena pada
kenyataannya tidak demikian, inilah salah satu kelemahan filsafat yang diimanensikan. Setiap
penguasa yang berkuasa berusaha menanamkan sebuah ideologi yang penuh, untuk mengisi
seluruh alam sadar bahkan juga alam bawah sadar masyarakatnya. Akan tetapi, sebab
ketidakpuasan yang terlalu sering terjadi, maka celah-celah selalu diciptakan dimana-mana.
Dengan menghancurkan celah-celah tersebut, maka ebebasan baru dapat dicari. Atas dasar
filsafat yang semacam inilah, penguasa yang terbatas intelektual diciptakan, namun dengan
terciptanya penguasa yang semacam ini malah menimbulkan suatu pertanyaan, adakah batas
dari sebuah pengetahuan? Para pemilik pengetahuan mencoba menelesi lebih dalam aan hal
tersebut, dengan cara memberikan pengajaran kepada “kaum sederhana”, yang mana kaum
tersebut sangat menyukaai kebaruan intelektual. Disinilah penguasa selalu ditantang, akankah
dia mampu untuk terus menjaga secara penuh akan utuhnya intelektual yang didiktasinya atau
bahkan akan menyerah begitu saja pada perjuangan kebebasan.
Keruntuhan tirani terjadi pada masa kolonialisme, yang mana kolonialisme hanya dapat
menyatukan kepentingan penguasa dan para elite, bangsawan dan orang-orang politik yang
berada di dalamnya. Rakyat yang terkuasai selalu merasakan ketakutan, sebab adanya militer
yang dijadikan sebagai senjata utamanya, dengan kata lain militer sebagai senjata yang
menakutkan. Sebenarnya masyarakat tidak hanya ingin dikuasai, namun mereka
menginginkan kekuasaan yang dapat dinikmati, jika penguasa telah menyadari dan mampu
melakukan hal ini, maka kekuasaan tersebut bisa dikatakan telah menghegemoni. Salah satu
hal yang menjadi penyebab terhambatnya untuk mewujudkan hal ini adalah adanya rasa
enggan untuk bersetara dalam hak. Para elite dan penguasanya dengan keadannya yang
mewah, sementara rakyat yang dikuasai berada dalam lorong-lorong sempit tanpa
kenikmatan. Hal semacam ini selalu terjadi, sebab anomali jiwa penguasa yang menyukai
tontonan kesengsaraan dan ketertindasan.
Ada dua poin penting yang dicatat Gramsci, yang disebut sebagai usaha masyarakat
dalam pergerakan untuk meruntuhkan tiran. Dua hal ini menuntut masyarakat untuk
melakukan tindak revolutif secara hegemonik. Pertama, pentingnya menjaga formasi sosial.
Untuk menjaga formasi sosial ini biasanya didapat atas dasar kesatuan pendapat dan kesatuan
rasa atas ketertindasan. Gerakan dengan landasan intelektual dan politik kemungkinan besar
akan berkembang, sebab terdapat beragam usaha yang akan dilakukan dalam satu kebutuhan
revolutif yang sama. Dan perlawanan terbaik adalah dengan mengalahkan kemapanan filsafat
pengetahuan yang ditanamkan penguasa tiran.27 Dengan adanya pergerakan yang pertama ini,
maka pergerakan kedua akan dapat dilakukan, yaitu hegemoni itu sendiri. Dalam hal ini
pergerakan masyarakat sudah tidak dianggap lagi sebagai perintah tercatat atau lonceng yang
dibunyikan sebagai pertanda, melainkan dengan sendirinyalah masyarakat telah bergerak.
Situasi yang terjajah pelan-pelan dikendalikan oleh kekuatan sosial, ketautan dan kekuatan
penekanan dihilangkan dengan adanya rasa kesadaran akan kebutuhan bersama. Mesipun
berada di bawah ketautan masyarakat akan tetap terus bergerak dengan berani. Sehingga
dengan semua hal itu, tiga hal kemungkinan besar dapat terjadi. Hilangnya ketakutan atas
tekanan militer akan kekuasaan. Keamanan akan dirasakan ketika militer bukan lagi menjadi
panglima yang menakutkan, disinilah kekuatan akan tekanan terus tetap akan diingat sebagai
tombol yang menggerakkan jika tirani kembali berkuasa sewaktu-waktu. Kini politik menjadi
sarana yang digerakkan oleh masyarakat, dan akhirnya ketika politik dan militer telah
bergerak dalam ruang terbuka masyarakat, keseimbangan atasnyapun terjadi dalam sebuah
proses yang tak berujung.28
F. Kesimpulan
Antanio Gramsci merupakan seorang pemikir penting dari Itali yang lahir pada tahun
1891, di sebuah kota kecil yang bernama Ales di Sardinia. Ayahnya seorang panitera atau
asisten hakim di Ghiralza, sedangkan kakeknya adalah seorang colonel di Carabinieri. Sejak
tahun 1898 Gramsci harus berhenti sekolah sebab ia harus bekerja untuk menyambung hidup,
namun pada akhirnya ia bersekolah kembali dan lulus pada tahun 1908.
Gramsci adalah salah satu revolusioner sekaligus tokoh filsafat berebangsaan Italian
denge pemikiran pentingnya yaitu teori hegemoni. Hegemoni adalah sebuah rantai
kemenangan yang didapat melalui mekanisme consensus dari pada melalui penindasan
terhadap kelas sosial lain. Hegemoni pada hakikatanya adalah upaya untuk menggiring orang
agar menilai dan memandang problematika sosial dalam kerangka yang ditentuhkan. Dalam
konteks tersebut, Gramsci lebih menekankan pada aspek kultural (ideologis).

27
Ibid, 135
28
Ibid, 136
Yang membedakan teori hegemoni Gramsci dengan pemikiran para tokoh yang semakna
dengan hegemoni adalah, pertama, Gramsci menerapkan lebih luas konsepnya bagi supermasi
satu kelompok atau lebih atas lainnya dalam setiap hubungan sosial. Sedangan pemakain
istilah sebelumnya hanya merujuk pada relasi antar kelompok. Kedua, Gramsci
mengkarakteristikkan hegemoni dengan istilah “pengaruh kurtural” bukan hanya
“kepemimpinan politik dalam sebuah sistem aliansi” sebagaimana dipahami generasi
sebelumnya yakni generasi Marxis terdahulu.
Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan, bahwa hegemoni satu kelompok atas
kelompok lainnya dalam pengertian Gramsci bukanlah sesuatu yang dipaksa. Karena
hegemoni itu dapat dirah melalui upaya-upaya politis, kultural dan intelektual dengan tujuan
mrnciptakan pandangan dunia bersama bagi seluruh masyarakat.
Teori hegemoni ini meruntuhkan tiran pada masa kolonialisme yang hanya dapat
menyatuan kepentingan penguasa dan para elite, bangsawan dan termasuk orang-orang politik
yang ada di dalamnya. Militer dijadikan sebagai salah satu senjata yang digunakan kecemasan
dan ketakutan pada rakyat yang menjadi sasarannya.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zezen Zainudin. 2017. “Pemikiran Hegemoni Antanio Gramsci” dalam Yaqzhan, Vol. 3, hal.
65.

Antanio Gramsci: Pre-Prison Writtings. Cambridge Texts in The History of Political Thought. Series
Editor: Raymond Geuss. Hlm. 99. Diunduh pada 15 Juni 2020, pukul 08:00

Bocock, Robert. 2007. Pengantar Komperhensif untuk Memahami Hegemoni (terj.). Yogyakarta:
Jalasutra.

Emhaf. 2018. Gramsci Pikiran yang Terbebas dalam Jeruji. Yogyakarta: Sociality.

Gramsci, Antanio. 2013. Prison Notebooks Catatan-catatan dari Penjara, Terj. Teguh Wahyu
Utomo. Yokyakarta: Pustaka Pelajar.

Gramsci, Selection From The prison Notebook. 1976. New York: International Publisher.

Patria, Nezar dan Andi Arif. 2009. Antanio Gramsci Negara dan Hegemoni. Yokyakarta: Pustaka
Pelajar.

Sugiono, Muhadi. 1999. Kritik Antanio Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suseno, Frans Magnis. 2003. dalam Bayangan Lenin, Enam Pemikir Marxisme dari Lenin
Sampai Tan Malaka. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Suseno, Franz Magnis. 2012. Pemikiran Karl Marx dan Sosialisme Utopis ke Perselisihan
Revolusioner. Jakarta: PT SUN.

Tent, Brown. 2009. “Gramsci dan Hegemoni” dalam link, International Jurnal of Socialist
Renewal, 2009, diakses dari http://link.org.au/node/1351 pada tanggal 22/04/2020

Anda mungkin juga menyukai