Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batik merupakan budaya Indonesia yang mulai


diperhitungkan oleh masyarakat dunia sebagai warisan bangsa
indonesia, setelah diakui oleh UNESCO dan dimasukkan dalam
Daftar Representatif sebagai Budaya Tak-benda Warisan Manusia
(Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity)
[1].
Beberapa daerah di negeri kita tercinta ini mempunyai batik
dengan karakteristiknya sendiri sendiri. Sebagai contoh, batik
Pekalongan, batik Solo, dan lain lain [2]. Salah satu batik yang
terkenal adalah batik Cirebon. Daerah Trusmi di Cirebon adalah
daerah yang terkenal akan produksi batiknya, yaitu batik trusmi.
Sejarah membatik Desa Trusmi dimulai dari Ki Gede Trusmi. Salah
seorang pengikut setia Sunan Gunung Jati ini mengajari rakyat seni
membatik sambil mengajarkan islam. Oleh sebab itu banyak
ditemukan toko – toko batik di Cirebon, di jalan poros yang berjarak
1,5 km dari Desa Panembahan sampai Desa Trusmi.
Teknik dan bahan yang digunakan pada proses proses yang
dilalui saat pembuatan batik yang berbeda beda antara satu
produsen batik dengan produsen lainnya sangat mempengaruhi
kualitas batik. Sebagai contoh, penggunaan bahan pewarna yang
bagus akan memberi pengaruh pada kualitas batik yang dihasilkan
produsen. Misalnya, batik yang dihasilkan tahan lama dan tidak
cepat luntur. Selain itu, teknik pengeringan dan penjemuran batik
setelah proses pewarnaan, juga mempengaruhi kualitas batik
dalam hal keawetan dan kecerahan warna.
Mengeringkan batik adalah langkah akhir dalam pembuatan
batik. Proses pengeringan batik ada dua jenis, yaitu proses
pengeringan secara alami dan proses pengeringan secara buatan.
Proses pengeringan alami menggunakan Sumber Daya Alam
berupa matahari. Sedangkan proses pengeringan buatan
menggunakan oven. Mayoritas pebatik menggunakan proses
pengeringan alami dikarenakan lebih murah dan warna batik cerah
tidak kecoklatan seperti jika menggunakan oven [3].
1.2 Rumusan Masalah

Beberapa masalah yang dibahas dalam Karya Tulis Ilmiah ini


adalah:

1.2.1 Apa yang mebuat batik Trusmi lebih awet?


1.2.2. Mengapa suhu berpengaruh pada tingkat penguapan zat
pewarna batik?
1.2.3 Apakah cahaya berpengaruh pada proses penguapan?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah:


1.3.1 Untuk mengukur pengaruh proses penguapan pada
keawetan batik Trusmi
1.3.2 Untuk mengetahui pengaruh suhu pada keawetan batik
Trusmi
1.3.3 Untuk mengetahui pengaruh cahaya pada proses penguapan

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan Karya Tulis ilmiah ini adalah:


1.4.1 Memberi informasi tentang hubungan suhu, cahaya, dan
tingkat penguapan
1.4.2 Memberi pandangan kewirausahaan alternatif pada
santriwan dan santriwati
1.4.3 Memberi pengalaman menulis karya tulis ilmiah kepada para
penulis
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Suhu
“Pengertian Suhu adalah besaran termodinamika yang
menunjukkan besarnya energi kinetik translasi rata-rata molekul
dalam system gas” [4]. Suhu secara umum menunjukan besaran
derajat panas suatu benda. Semakin panas suatu benda,
dikarenakan meningkatnya suhu daripada benda tersebut. Suhu bisa
juga didefinisikan sebagai ukuran panas dinginnya suatu benda.
Suhu sangat berpengaruh dalam proses pembuatan batik.
Dalam proses perendaman untuk menyusutkan batik misalnya, batik
direndam dalam beberapa tahap perendaman dengan suhu berbeda.
Suhu suhu tersebut antara lain; ”air suhu kamar (30⁰C), air mendidih
(100⁰C), larutan batang sabun 5 g/L suhu 30⁰C, larutan batang
sabun 5 g/L suhu 65⁰C, larutan batang sabun 5 g/L suhu 10⁰C” [5].
Proses proses yang penting dari pembuatan batik seperti
pengecapan, pewarnaan dan pengeringan sangat memperhatikan
suhu sebagai faktor yang penting menentukan kualitas batik yang
dihasilkan. Dalam tahap pengecapan batik, lilin dipertahankan pada
kisaran suhu 60-70⁰C sehingga lilin tersebut tidak membeku atau
mengeras. Kemudian dalam proses pewarnaan, suhu adalah faktor
penting untuk menunjang keawetan dan kecerahan warna batik
(batikyogya.wordpress.com, Fithriana). Selanjutnya dalam tahap
pengeringan, suhu dari panas matahari dipertahankan pada keadaan
yang optimal dengan cara tidak menjemur batik langsung di bawah
sinar matahari. Hal ini disebabkan karena pemaparan langsung
dengan sinar matahari dapat mempengaruhi kecerahan warna batik.
Suhu sangat berhubungan dengan proses penguapan
(Evaporasi). Karena semakin bertambahnya suhu udara, semakin
mudah terjadi suatu proses evaporasi.
2.2. Penguapan
Penguapan atau evaporasi merupakan perubahan molekul dari
keadaan cair dengan spontan berubah menjadi gas. Penguapan dapat
diketahui melalui hilangnya suatu zat cair dengan perlahan ketika
terkena gas dengan volume tertentu. Proses ini merupakan cara
perubahan air dari bentuk yang cair menjadi gas. Lebih spesifik lagi
bahwa “penguapan adalah proses perpindahan suatu zat cair dari
permukaan bumi ke atmosfer” [6]. Penguapan hanya terjadi jika
terdapat perbedaan tekanan uap air antara permukaan dan udara.
Laju penguapan alami (dengan sinar matahari) dpat diakibatkan
oleh faktor – faktor meterologis tertentu, yaitu: temperatur lokasi,
kelembaban relatif, serta kecepatan angin [7].

2.2.1 Temperatur Lokasi


Menurut Kamaraj, dkk (2008) laju penguapan suatu daerah
tergantung suhu di daerah tersebut. Pada penelitian di india selama
20 hari, hasil menunjukkan suhu berkisar antara 27C sampai
32C. Laju penguapan relatif dihitung dan plotnya digambar
berdasar pada laju penguapan dan suhu PP(Plain Pan) dan
PPGA(Plain Pan With Gunny Bag Arragement). PP dan PPGA
adalah alat alat yang digunakan untuk mengukur proses
penguapan alami oleh cahaya matahari pada suatu daerah [7].

Gmbr.1: Efek dari suhu dalam laju penguapan untuk PP dan PPGA

Gambar 1 menunjukkan efek daripada suhu untuk sistem PP dan


PPGA pada suatu daerah di india. Telah diamati bahwa laju penguapan
akan meningkat bersamaan dengan meningkatnya suhu.
2.2.2 Kelembaban Relatif

Kamaraj, dkk (2008) juga menunjukkan kelembaban relatif suatu


daerah menentukan suhu di daerah tersebut berdasarkan penelitian yang
dilakukan di suatu daerah di India [7]. Kelembaban relatif dihitung antara
laju penguapan dengan kelembaban relatif.

Gmbr. 2: Efek Kelembaban relatif pada laju sistem penguapan PP


dan PPGA

Hasil penelitian Kamaraj, dkk (2008) menunjukkan bahwa laju penguapan


menurun dengan meningkatnya kelembaban relatif.

2.2.3 Efek Kecepatan Angin Pada Laju Penguapan

Percobaan yang dilakukan Kamaraj, dkk (2008) pada suatu


daerah di india dalam jangka waktu 27 hari serta dengan kecepatan
angin berkisar antara 4 – 5 kmph menghasilkan kesimpulan bahwa
laju penguapan akan meningkat seiring meningkatnya laju
kecepatan angin [7].

Penguapan yang terjadi menyebabkan udara di atas


permukaan evaporasi menjadi lebih lembab, sampai
akhirnya udara menjadi jenuh terhadap uap air dan proses
evaporasi terhenti. Agar proses penguapan dapat berjalan
terus lapisan udara yang telah jenuh tersebut harus diganti
dengan udara kering. Penggantian tersebut dapat terjadi
apabila ada angin. Oleh karena itu kecepatan angin
merupakan faktor penting dalam evaporasi. Di daerah
terbuka dan banyak angin, penguapan akan lebih besar
daripada di daerah yang terlindung dan udara diam [10].

2.3 Cahaya

Cahaya merupakan energi dalam bentuk gelombang


elektromagnetik yang tampak oleh mata manusia dan bertanggung
jawab atas indra penglihatan. Cahaya merupakan bentuk energi yang
paling dikenal, gelombang cahaya tampak berkisar antara 380nm
(nanometer) sampai 740nm. Waktu yang dibutuhkan agar sebuah
gelombang cahaya dari matahari sampai ke bumi kira kira 7 menit [8].

Dibawah ini adlah beberapa definisi cahaya menurut para ahli fisika
yang mendunia [9].

 Menurut Maxwell, cahaya adalah suatu gelombang


elektromagnetik karena kecepatan gelombang elktromagnetik
dikarenakan kecepatan gelombang elktromagnetik sama dengan
kecepatan cahaya yaitu 3x108 m/s
 Menurut Huygens, cahaya merupakan suatu gelombang
dikarenakan sifat gelombang cahaya mirip dengan sifat gelombang
bunyi
 Menurut Isaac Newton, cahaya adalah partikel kecil yang disebut
korpuskel. Jika suatu sumber cahaya memencarkan cahaya maka
pertikel tersebut akan mengenai mata dan menimbulkan pantulan
suatu benda

Berdasarkan teori partikel cahaya, cahaya terdiri dari pertikel partikel


berupa photon. Setiap masing masing photon mempunyai energi yang
berasosiasi dengannya tergantung pada frekuensi cahaya. Cahaya
memiliki warna tersendiri tergantung pada pita sempit panjang gelombang.
Sebagai contoh, lampu jalan berwarna kuning hanya meliputi satu panjang
gelombang. Kombinasi cahaya yang tampak dengan sinar infra merah
menimbulkan radiasi panas yang dapat menyebabkan naiknya suhu suatu
objek. Radiasi panas, yang berupe sebuah gelombang elektromagnetik,
memiliki energi (panas) yang lebih besar jika dibandingkan dengan sinar
bergelombang pendek. Oleh sebab itu energi cahaya dan panas dapat
diubah dari satu menjadi yang lainnya [8].
Daftar Pustaka

1. Surya, 2009 Batik Indonesia Resmi Diakui UNESCO,


www.antaranews.com/berita/156389/batik-indonesia-resmi-diakui-
unesco

2. Sabariasih dkk, 2012 Karya Tulis Ilmiah : Batik Tegalan,


http://sugar-science.blogspot.co.id/2012/05/v-
behaviorurldefaultvmlo_27.html

3. Pengeringan / Menjemur Batik, 2013,


http://www.parasantique.com/index.php?content=berita&id=25

4. Widayati, 2014 Pengertian Suhu Dalam Ilmu Fisika, www.g-


excess.com/pengertian-suhu-dalam-ilmu-fisika.html

5. Wahyuningsih, Sri Endah. Pengaruh Suhu pada Proses


Perendaman terhadap Daya Susut Kain Batik dari Serat Kapas.
Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 1, No. 1,hal. 254, November 2009

6. Scout, 2015 “PENGUAPAN” Teknik sipil Universitas islam Riau,


slideplayer.info/slide/2983012/

7. Kamaraj, P dkk. 2015. Performance evaluation of plain pan with


gunny bag arrangement (PPGA) solar evaporation systems for
treating textile dye effluent. Research India Publications:
International Journal of Applied Engineering Research

8. Tutor Vista Crew, 2015 Light, physics.tutorvista.com/light.html

9. Pengertian Cahaya Menurut Para Ahli, 2014,


dilihatya.com/2583/pengertian-cahaya-menurut-para-ahli

10. http://brainly.co.id/tugas/320158

Anda mungkin juga menyukai