Disusun Oleh :
Rika Fatmawati
NIM. PB1801045
2. Etiologi PEB
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori
telah dikemukakan tentang terjadinya preeklamsia, tetapi tidak ada satupun teori
tersebut yang dianggap mutlak benar. Menurut Prawirohardjo (2009). Teori tentang
etiologi preeklamsia yang sekarang banyak dianut adalah :
a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Tidak terjadinya invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan
jaringan matriks di sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan
keras, sehingga relatif mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan remodeling
arteri spiralis.
b. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, disfungsi endotel
Terjadinya kegagalan remodeling arteri spiralis mengakibatkan plasenta
mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan
menghasilkan oksidan dan radikal bebas.
c. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
d. Teori adaptasi kardiovaskular genetik
Faktor Predisposisi
a. Usia : primigravida dengan usia di bawah 20 tahun dan semua ibu dengan usia
di atas 35 tahun dianggap lebih rentan.
b. Paritas : primigravida memiliki insiden hipertensi hampir dua kali lipat.
c. Komplikasi obstetrik : kehamilan kembar, kehamilan mola atau hydrops fetalis.
d. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya : hipertensi kronis, penyakit ginjal,
diabetes mellitus, sindrom antifosfolipid antibodi (Edwin, 2013)
Faktor risiko
a. Primigravida, primiparitas
b. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan ganda, diabetes mellitus,
hidropsfetalis, bayi besar
c. Riwayat keluarga pernah preeklamsia/eklamsia
d. Penyakit-penyakit ginjal atau hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
e. Obesitas
3. Tanda dan Gejala PEB
Menurut Cuningham (2013) beberapa tanda dan gejala preeklamsia berat yaitu :
a. Gejala : Gejala-gejala disfungsi sistem saraf pusat (sakit kepala berat, penglihatan
kabur) dan Gejala-gejala peregangan kapsul hati (nyeri kuadran kanan atas
dan/atau epigastrik).
b. Tanda Klinis : Peningkatan tekanan darah yang berat (didefinisikan sebagai
TD>160/110 mmHg), Edema paru dan Cedera serebrovaskular.
c. Temuan laboratorium, berupa :
4. Patofisiologi PEB
Pada ibu bersalin dengan preeklamsia berat terjadi beberapa gejala klinik seperti
tekanan darah tinggi, oedema pada ekstremitas dan muka, serta protein urine positif.
Pada kasus preeklamsia berat terjadi spasme hebat arteriola glomerulus pada biopsi
ginjal. Lumen arteriola menjadi sempit sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah
merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah
akan naik. (Sofian, 2012)
Protein urine disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi kerusakan pada
glomerulus yang akan meningkatkan permeabilitas membran basalis dan menyebabkan
terjadinya kebocoran pada filtrasi glomerulus. (Sofian, 2012)
Pada kasus persalinan dengan preeklamsia, dapat menyebabkan iskhemia plasenta
yaitu terjadi vasospasmus yang menyeluruh termasuk spasmus dari arteriol spiralis
deciduae dengan akibat menurunya aliran darah ke plasenta. Dengan demikian terjadi
gangguan nutrisi maupun oksigenasi bagi janin. (Sofian, 2012)
5. Penatalaksanaan PEB
Tujuannya : mencegah kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan
suportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan saat yang tepat untuk persalinan :
a. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
b. Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan.
c. Pemberian obat antikejang.
d. Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah
jantung. Diuretikum yang dipakai adalah furosemid.
e. Pemberian antihipertensi
Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut off) tekanan darah, untuk
pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut offyang dipakai
adalah ≥ 160/110 mmHg dan MAP ≥ 126 mmHg. Di RSU Soetomo Surabaya batas
tekanan darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥ 180 mmHg
dan/atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg.
f. Pemberian glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.
Diberikan pada kehamilan 32 – 34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan
pada sindrom HELLP.
B. Masa Nifas
1. Pengertian Persalinan Spontan
Persalinan adalah suatu proses yang dialami, peristiwa normal, namun apabila
tidak dikelola dengan tepat dapat berubah menjadi abnormal (Mufdillah & Hidayat,
2008). Persalinan adalah suatu proses terjadinya pengeluaran bayi yang cukup bulan
atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari
tubuh ibu (Mitayani, 2009). Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu
maupun pada janin (Prawirohardjo, 2009). Persalinan spontan adalah persalinan
seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
Dalam masa nifas, alat-alat genitalia intena maupun eksterna akan berangsur-
angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat
genetalia ini dalam keseluruhannya involusio. Perubahan-perubahan yang lain yang
penting yakni hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi. Yang terakhir ini karena
pengaruh hormon laktogenik dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar
mammae.
a. Involusi uterin
Involusi uterin terjadi 4-6 minggu dengan prinsip pengecilan sel miometrium dan
kondisi normal setelah kelahiran bayi pada ukuran dan kondisi normal setelah
kelahiran bayi.
Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa involusi.
Sebesar normal
b. Kontraksi uterin
Intesintas konstraksi uterin meningkat secara bermakna setelah persalinan bayi
merupakan respon untuk mengurangi jumlah volume intra uterin, biasanya
berlangsung 2-4 hari pasca persalinan.
d. Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina dalam masa
nifas. Pada awal pemulihan uterin post persalinan adalah merah terang tua
kemudian coklat kemerahan. Menurut Rustam Mochtar (2010) lochea ada :
a. Lochea rubra (kruenta) keluar dari 1-3
pasca persalinan. Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel
desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
b. Lochea sanguinolenta (keluar 3-7 pasca
persalinan) berwarna merah kuning berisi darah dan lendir.
c. Lochea serosa (keluar hari ke 7-14 pasca
persalinan) berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi.
d. Lochea alba, cairan putih, setelah 2
minggu.
e. Serviks
Bagian atas serviks sampai segmen bagian bawah uterin menjadi sedikit oedem,
menipis dan flagii untuk beberapa hari setelah persalinan seperti corong berwarna
merah kehitaman, konsistensinya lunak kadang-kadang terdapat perlukaan-
perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah
2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
7. Perineum
Setelah melahirkan perineum menjadi kendur karena sebelumnya terenggang oleh
tekanan kepala bayi bergerak maju.
8. Ligamen-ligamen
Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah
bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak
jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi kendor, setelah melahirkan kebiasaan
wanita Indonesia melakukan “berkusuk” atau berurut dimana sewaktu melahirkan
ligamenta, fasia dan jaringan penunjang menjadi kendor. Jika dilakukan kusuk/
urut banyak wanita akan mengeluh kandungannya turun atau terbalik untuk
memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan-latihan dan gimnastik pasca
persalinan.
10. Payudara
Sekresi dan eksresi kolostrum berlangsung beberapa hari setelah persalinan pada
hari ke 4 atau ke 5 payudara menjadi penuh, tegang, bengkak, keras, perih dan
hangat ketika disentuh. Menghadapi masa laktasi (menyusukan) sejak dari
kehamilan telah menjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mammae, yaitu :
6. Pathway
Terlampir
8. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada masa nifas adalah sebagai berikut
a. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (trauma jalan lahir, epiostomi)
b. Perubahan pola eleminasi BAK (disuria) b/d trauma perineum dan saluran kemih.
c. Perubahan pola eleminasi BAB (konstipasi) b/d kurangnya mobilisasi; diet yang
tidak seimbang; trauma persalinan.
d. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d peregangan perineum; luka episiotomi; involusi
uteri; hemoroid; pembengkakan payudara.
e. Gangguan pemenuhan ADL b/d kelemahan; kelelahan post partum.
f. Resiko defisit volume cairan b/d pengeluaran yang berlebihan; perdarahan;
diuresis; keringat berlebihan.
g. Resiko infeksi b/d trauma jalan lahir.
h. Resiko gangguan proses parenting b/d kurangnya pengetahuan tentang cara
merawat bayi.
i. Resiko infeksi b.d. episiotomi, laserasi jalan lahir, bantuan pertolongan persalinan.
9. Intervensi Keperawatan
DX NOC NIC
Nyeri b/d 1. Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri
agen injury 1. Lakukan pengkajian nyeri
fisik 2. Tingkat Nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi,
3. Pemulihan pembedahan : segera
frekuensi, kualitas, intensitas atau
setelah operasi
beratnya nyeri dan factor pencetus
2. Pastikan perawatan analgesic bagi
Setelah dilakan tindakan Asuhan
pasien dilakukan dengan
keperawatan yang diberikan kepada
pemantauan yang ketat
pasien selama 3 x 24 jam
diharapkan nyeri berkurang dengan 3. Tentukan akibat dari pengalaman
Kriteria Hasil : nyeri terhadap kualitas hidup
1. Sering menunjukkan mengenali pasien (misalnya, tidur, nafsu
kapan nyeri terjadi, makan, pengertian, perasaan,
menggambarkan factor hubungan, performa kerja, dan
penyebab, menggunakan tanggung jawab peran)
tindakan tanpa analgesik,
melaporkan nyeri yang 4. Berikan informasi mengenai nyeri
terkontrol dan menggunakan
5. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen
analgesic yang di
nyeri
rekomendasikan
6. Ajarkan penggunaan Teknik non
2. Tidak ada nyeri yang
farmakologi
dilaporkan, ekspresi nyeri
wajah, ketegangan otot dan 7. Berikan individu penurun nyeri
mengerluarkan keringat. yang optimal dengan persepan
analgesic
3. Deviasi ringan dari kisaran
normal dengan kepatenan jalan 8. Evalusai keefektifan dari tindakan
nafas, tekanan darah, tekanan pengontrolan nyeri yang dipakai
nadi, suhu tubuh, irama selama pengkajian nyeri dilakukan
pernafasan, tingkat kesadaran
dan integritas jaringan
4. Tidak ada nyeri, perdarahan,
cairan merembes pada balutan
dan pembengkakan pada sisi
luka
Monitor Cairan
1. Tentukan jumlah dan jenis
intake/asupan cairan serta
kebiasaan eliminasi
2. Periksa isi ulang kapiler
3. Periksa turgor kulit
4. Monitor membran mukosa, turgor
kulit, dan respo haus
5. Pastikan bahwa semua IV dan
asupan enteral berjalan dengan
benar
Daftar Pustaka
Rika Fatmawati
Mengetahui
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik