Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PEREKONOMIAN INDONESIA

“PENGELUARAN PEMERINTAH DAN APBN”

KELOMPOK 5

DISUSUN OLEH :

1. WIJAYANTO (185503359)

2. ROSALINA INGRID PRAMUDITA (185503337)

DOSEN PENGAMPU : PRIHARTINI BUDI ASTUTI, S.E., M.Acc.,Ak.


KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas kami ucapkan terkecuali syukur kepada yang Maha Kuasa
atas rahmat dan berkatnya kepada saya dalam menyusun dan menyelesaikan makalah ini.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi persyaratan
Mata Kuliah Manajemen Pemasaran. Selain itu, isi makalah dapat dijadikan
pembelajaran dan pedoman dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam kesempatan ini saya
mengucapkan terimakasih kepada Ibu Prihartini Budi Astuti, S.E., M.Acc.,Ak sebagai
Dosen pengampu mata kuliah ini yang telah memberi tugas pembuatan makalah ini, yang
mana bagi saya sebagai suatu nilai tambah untuk pengetahuan dan juga pengembangan
kpribadian saya.

Saya sangat menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna terutama mengenai masalah dalam
penyampaian bahasa dan struktur isi makalah ini. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat saya harapkan dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua.

Kebumen, 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Rumusan Masalah

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kebijakan Fiskal

2.2 Bentuk Bentuk Kebijakan Fiskal Di Indonesia

2.3 Analisis Kebijakan Fiskal D indonesia

BAB 3 PENUTUP

3.1 Simpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang


berkaitan dengan pendapatan dan pengeluaran negara yang di Indonesia lebih
dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Tujuan kebijakan
fiskal yaitu untuk mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik.
Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran
konsumsi pemerintah, jumlah transfer pemerintah dan jumlah pajak yang
diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional.
(Nizar, 2009)

Dari sudut ekonomi makro kebijakan fiskal dapat dilihat dari dua sisi,
kebijakan yang bersifat kontraktif (ketat) dan kebijakan yang bersifat ekspansif
(longgar). Umumnya kebijakan kontraktif dijalankan ketika perekonomian sedang
mengalami pemanasan dengan tujuan meredam perekonomian biasanya dilakukan
untuk menekan laju inflasi. Kebijakan fiskal kontraktifl juga bisa dilakukan
dalam upaya konsolidasi fiskal guna mewujudkan ketahanan fiskal yang
berkelanjutan atau dengan kata lain menciptkan kesinambungan fiskal.
Kesinambungan fiskal berkaitan dengan keseimbangan primer dan kondisi utang
suatu negara. Posisi fiskal akan aman apabila PDB tumbuh lebih tinggi dari
pertumbuhan stok utang dan bersifat continue . Buiter dan Graf (2002)
mendefinisikan kesinambungan fiskal suatu negara sebagai ketiadaan resiko gagal
bayar. Sementara Ntamatungiro (2004) menekankan kebijakan fiskal dapat
disebut berkesinambung apabila kebijakan fiskal dimaksud dapat memelihara
rasio utang terhadap PDB minimal konstan, atau secara bertahap menurun. Jika
pertambahan utang diiringi dengan kenaikan PDB yang sama ataupun lebih besar
bukanlah merupakan ancaman bagi kesinambungan fiskal.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari Kebijakan Fiskal ?

2. Apa saja bentuk bentuk kebijakan fiscal yang ada di Indonesia ?

3. Bagaimana analisis kebijakan fiskal yang ada di Indonesia ?


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kebijakan Fiskal

Pengertian kebijakan Fiskal yaitu merujuk pada sebuah kebijakan yang dibuat oleh
sebuah pemerintah untuk dapat mengarahkan pada ekonomi suatu negara yang melalui
pengeluaran dan pendapatan ( berupa pajak ) pemerintah. Kebijakan fiskal ini sangat berbeda
sekali dengan kebijakan moneter yang bertujuan men-stabilkan suatu perekonomian dengan
cara mengontrol dalam tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama
kebijakan fiskal ialah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan
pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi variable-variable berikut ini :

 Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi


 Pola persebaran sumber daya
 Distribusi pendapatan

Pemerintahan menjalankan kebijakan fiskal ialah dengan maksud untuk


mempengaruhi jalannya sebuah perekonomian atau dengan perkataan yang lain, dengan
kebijakan fiskal pemerintah berusaha mengarahkan jalannya perekonomian menuju keadaan
yang diinginkannya. Dengan melalui kebijakan fiskal, antara lain pemerintah dapat
mempengaruhi tingkat pendapatan nasional, dapat mempengaruhi kesempatan kerja dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya investasi nasional dan dapat mempengaruhi distribusi
penghasilan nasional.

Kebijakan Fiskal Menurut Para Ahli

 Menurut Alam ( 2007: 57 ) menyatakan kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang


menyesuaikan pengeluaran dan penerimaan pemerintah untuk memperbaiki kondisi
ekonomi.
 Menurut Ahman ( 2007: 126 ) Kebijakan fiskal merupakan kebijakan dalam ekonomi
yang digunakan pemerintah untuk mengendalikan atau mengarahkan perekonomian
ke arah yang lebih baik.
 Menurut Tim Visi Adiwidya ( 2015: 92 ) Kebijakan fiskal ialah kebijakan yang dibuat
oleh suatu pemerintah untuk mengarahkan ekonomi negara melalui pendapatan dan
pengeluaran negara, pendapatan tersebut berupa pajak.
 Menurut Haryadi ( 2014: 82 ) Menyatakan kebijakan fiskal merupakan kebijakan
ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengarahkan perekonomian suatu negara
ke arah yang lebih baik atau sesuai dengan yang diinginkan dengan cara mengubah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
 Menurut Zain ( 2008: 12 ) Instrumen yang digunakan untuk kebijakan fiskal yaitu
pengeluaran pemerintah dan pajak. Menyatakan pajak adalah pungutan yang
dilakukan oleh negara, baik pemerintah pusat maupun daerah yang diatur oleh
undang-undang untuk pembiayaan umum dari pemerintah dalam rangka menjalan
fungsi pemerintah dan tidak mengandung unsur imbalan individual oleh pemerintah
terhadap pembayaran pajak

2.2 Bentuk Bentuk Kebijakan Fiskal Di Indonesia

Kebijakan fiskal umumnya dibagi atas tiga kategori, yaitu :

1. Kebijakan yang Menyangkut Pembelian Pemerintah atas Barang dan Jasa

Pembelian pemerintah atau belanja negara merupakan unsur di dalam pendapatan


nasional yang dilambangkan dengan huruf “G”.Pembelian atas barang dan jasa pemerintah
ini mencakup pemerintah daerah, dan pusat.Belanja pemerintah ini meliputi pembangunan
untuk jalan raya, jalan tol, bangunan sekolah, gedung pemerintahan, peralatan kemiliteran,
dan gaji guru sekolah.

2. Kebijakan yang Menyangkut Perpajakan

Pajak merupakan pendapatan yang paling besar di samping pendapatan yang berasal
dari migas.Baik perusahaan maupun rumah tangga mempunyai kewajiban melakukan
pembayaran pajak atas beberapa bahkan seluruh kegiatan yang dilakukan.Pajak yang
dibayarkan digunakan semata-mata untuk pembangunan negara tersebut.Kebijakan
pemerintah atas perpajakan mengalami pembaharuan dari waktu ke waktu, hal ini disebut tax
reform (pembaharuan pajak).Tax reform yang dilakukan pemerintah mengikuti adanya
perubahan di dalam masyarakat, seperti meningkatnya pendapatan, meningkatnya.

3. Kebijakan yang Menyangkut Pembayaran Transfer

Pembayaran transfer meliputi kompensasi pengangguran, tunjangan keamanan sosial,


dan tunjangan pensiun. Jika dilihat pembayaran transfer merupakan bagian belanja
pemerintah tetapi sebenarnya pembayaran tansfer tidak masuk dalam komponen “G” di
dalam perhitungan pendapatan nasional. Alasannya yaitu karena transfer bukan merupakan
pembelian sesuatu barang yang baru diproduksi dan pembayaran tersebut bukan karena jual
beli barang dan jasa.
Pembayaran transfer mempengaruhi pendapatan rumah tangga, namun tidak
mencerminkan produksi perekonomian. Karena PDB dimaksudkan untuk mengukur
pendapatan dari produksi barang dan jasa serta pengeluaran atas produksi barang dan
jasa, pembayaran transfer tidak dihitung sebagai bagian dari belanja pemerintah.

Salah satu gagasan utama Keynes pada tahun 1930-an adalah kebijakan fiskal
dapat dan hendaknya digunakan untuk menstabilkan tingkat keluaran dan peluang
kerja. Secara spesifik menurut Keynes, terdapat dua hal yang dapat dilakukan oleh
pemerintah dalam kebijakan fiskal yaitu:

1. Kebijakan fiskal ekspansioner yaitu memotong pajak dan/atau menaikkan


pengeluaran untuk mengeluarkan perekonomian dari penurunan.
2. Kebijakan fiskal kontraksioner yaitu menaikkan pajak dan/atau memangkas
pengeluaran untuk mengeluarkan perekonomian dari inflasi.

Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh
pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan
meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya
kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output
industri secara umum.

Kebijakan fiskal mempunyai pengaruh baik jangka panjang maupun jangka


pendek. Kebijakan fiskal mempengaruhi tabungan, investasi, dan pertumbuhan
ekonomi dalam jangka panjang, sedangkan dalam jangka pendek mempunyai
pengaruh terhadap permintaan agregat barang dan jasa.

Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia

Penerapan kebijakan fiskal tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan


Belanja Daerah (APBN). Perkembangan APBN di Indonesia  dari tahun 2006 sampai
tahun 2010 dipengaruhi oleh beberapa perubahan mendasar. Perubahan tersebut
terjadi baik dalam faktor ekonomi, seperti variabel-variabel ekonomi makro maupun
faktor nonekonomi, seperti perubahan kondisi sosial-politik di dalam negeri dan luar
negeri.

Menurut Gambar 2.1, penerimaan negara di Indonesia dari tahun 2006 sampai
tahun 2008 selalu meningkat diiringi dengan belanja negaranya. Namun pada tahun
2008 terjadi krisis keuangan global Amerika yang kemudian berdampak pada APBN
Indonesia, yaitu terjadi penurunan penerimaan negara dan belanja negara pada tahun
2009.

Krisis keuangan global mengakibatkan turunnya nilai tukar rupiah sehingga


penerimaan negara yang berasal dari pajak perdagangan internasional mengalami
penurunan. Dampak krisis keuangan global lainnya adalah terjadinya peningkatan
laju inflasi yang menyebabkan beberapa perusahaan terpaksa harus melakukan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap para pekerjanya, maka penerimaan
negara berkurang dari sisi pajak dalam negeri. Oleh karena itu, pada tahun 2009
terjadi defisit APBN yang sangat besar dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya, yaitu sebesar 88,6 triliun rupiah.

Defisit APBN menandakan pengeluaran negara yang lebih besar daripada


penerimaannya. Rasio defisit APBN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar
0,9 % artinya, Indonesia dapat menghimpun dana sebesar 0,9 % dari PDB untuk
menutup defisit APBN  pada tahun 2006. Semakin besar nilai persentase defisit
APBN terhadap PDB semakin membahayakan keadan perekonomian di negara
Indonesia. besarnya tingkat prosentase tersebut.
Pada tahun 2010 penerimaan negara kembali meningkat sebesar 992,3 triliun
rupiah dari yang sebelumnya sebesar 847,1 triliun rupiah pada tahun 2009.
Pengeluaran negara juga ikut mengalami peningkatan seiring pulihnya penerimaan
negara sedangkan defisit APBN mengalami penurunan sebesar 46,8 triliun rupiah.
Kondisi APBN yang membaik ini disebabkan adanya penerapan kebijakan oleh
pemerintah dengan nama “Program Stimulus Fiskal” pada tahun 2009. Program
pemerintah ini bertujuan untuk:

1. Memelihara serta meningkatkan daya beli masyarakat agar konsumsi rumah


tangga tumbuh 4,0 sampai dengan 4,7 persen. Stimulus fiskal diberikan dalam
bentuk penurunan tarif pajak penghasilan, pemberian berbagai subsidi (misal:
subsidi harga), peningkatan gaji pokok PNS, TNI, Polri.
2. Menjaga daya tahan sektor usaha dalam menghadapi krisis global. Stimulus
perpajakan diberikan dalam bentuk penurunan tarif tunggal PPh badan,
pemberian subsidi berupa pembebasan bea masuk, fasilitas PPN, fasilitas PPh
pasal 21 karyawan, potongan tarif listrik untuk industri, dan penurunan harga
solar.

Menciptakan kesempatan kerja dan menyerap dampak PHK melalui


kebijakan pembangunan infrastruktur padat karya. Pemerintah
mengalokasikan stimulus fiskal pada belanja infrastruktur dan pada Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM).
2.3 Analisis Kebijakan Fiskal Di Indonesia

Bagi negara-negara yang sedang membangun, stabilisasi ekonomi


merupakan syarat bagi terlaksananya pembangunan ekonomi agar tujuan
pembangunan dapat tercapai secara efisien dan efektif. Ada dua kebijakan yang biasa
digunakan dalam ekonomi makro yaitu, kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.
Kebijakan moneter merupakan kebijakan ekonomi yang terkaitan dengan jumlah
uang yang beredar dalam mengatasi permasalahan perekonomian. Sedangkan
kebijakan fiskal dalam mempengaruhi perekonomian lebih mempersentasikan
pilihan-pilihan pemerintah dalam menentukan besarnya jumlah pengeluaran dan
pendapatan negara yag tertuang dalam anggaran pemerintah atau APBN (Anggaran
Penerimaan da Belanja Negara).

Terjandinya krisis ekonomi 1997 membuat pemerintah mengalami defisit


finansial. APBN mengalami penurunan pendapatan secara drastis namun pengeluaran
semakin tinggi akibat besarnya beban penangulangan krisis. Sehingga terjadi krisis
fiskal di Indonesia yang ditandai dengan meningkatnya belanja pemerintah terutama
untuk kewajiban kontinjensi. Keadaan di atas membuat pemerintah Indonesia terbelit
beban utang yang berat untuk menutup defisit APBN. Pascakrisis Indonesia masih
bergantung pada utang dalam negeri guna membiayai defisitnya APBN. Defisit
anggaran yang terjadi sangat membatasi ruang gerak pemerintah dalam melakukan
pembangunan di dalam negeri. Hal ini disebabkan karena defisit yang dibiayai
dengan surat utang akan menimbulkan efek crowding-out

Selain masalah defisit anggaran, aspek lain yang penting adalah masalah
sinkronisasi kebijakan fiskal dengan siklus bisnis perekonomian. Idealnya, kebijakan
fiskal memiliki sifat sebagai automatic stabilizer perekonomian. Artinya, dalam
kondisi perekonomian sedang mengalami ekspansi, maka pengeluaran pemerintah
seharusnya berkurang atau penerimaan pajak yang bertambah. Sebaliknya, jika
perekonomian sedang mengalami kontraksi, kebijakan fiskal seharusnya ekspansif
melalui peningkatan belanja atau penurunan penerimaan pajak.

Untuk kasus Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Akitoby, et.al. (2004)
dan Baldacci (2009) belum menemukan adanya countercyclicality dalam kebijakan
fiskal. Karakter kebijakan fiskal Indonesia lebih cenderung asiklikal atau bahkan
prosiklikal. Kesimpulan tersebut juga diperkuat oleh riset di Bank Indonesia
(2009) bahwa kebijakan fiskal Indonesia cenderung bersifat asiklikal secara agregat
atau justru prosiklikal jika berdasarkan pengelompokan pengeluaran. Sifat siklikalitas
yang demikian berpotensi memberikan tekanan instabilitas dalam perekonomian ,
seperti kenaikan inflasi. Plotting antara rasio pengeluaran pemerintah, dengan tidak
memasukkan pembayaran bunga, dengan pertumbuhan ekonomi menunjukkan
adanya hubungan yang searah pada periode setelah krisis 1998. Sebelum krisis
ekonomi 1998, hubungan diantara kedua variabel tersebut cenderung berlawanan
arah. Grafik 1 menggambarkan pengeluaran pemerintah terhadap PDB dan
pertumbuhan PDB yang menggambarkan hubungan searah pada periode setelah krisis
1998. Sebelum krisis ekonomi 1998, hubungan kedua variable tersebut cenderung
berlawanan arah.

Dalam menangani kedua permasalahan tersebut diantaranya ada empat solusi yaitu:

1. Mengurangi / menghapus anggaran yang tidak diserap kembali ke kas negara


(Subsidi BBM)
Sebagai contoh tahun 2008 contoh, beban tambahan untuk subsidi BBM yang
harus ditanggung APBN sebesar Rp93,8 triliun. Hal ini terjadi lantaran
realisasi subsidi BBM meningkat tajam hingga sebesar Rp135,9 triliun,
padahal dalam APBN alokasi yang tersedia hanya sebesar Rp42,1 triliun.

2. Perbaikan sistem dan kelembagaan pelaksana anggaran


Laporan terkini dari IMF bahkan menunjukkan bahwa dalam praktinya pola
kebijakan fiskal di Indonesia bahkan tak tergolong dalam tipe countercyclical
(pengetatan) dan tidak pula procyclical , melainkan acyclical, atau meminjam
istilah IMF sebagi “ neither sailing against the wind, nor going with the flow ”
yakni kebijakan fiskal yang tak ada korelasinya dengan gerak siklus ekonomi.
3. Perluasan basis penerimaan pajak non-migas
Solusi kegita menurut penulis adalah perluasan basis penerimaan pajak non-
migas khususnya pajak penghasilan (PPh) melalui reformasi administrasi dan
modernisasi system perpajakan. Penerimaan perpajakan nonmigas yang
semakin tinggi akan menunjang daya fleksibilitas kebijakan fiskal dalam
meredam dampak negatif fluktusi ekonomi.

4. Kedua memasukan zakat kedalam kas negara.


Ada beberapa alasan mengapa negara perlu campur tangan dalam pengelolaan
zakat. Pertama, zakat bukanlah bentuk charity biasa atau bentuk
kedermawanan sebagaimana infak, wakaf, dan hibah. Zakat hukumnya wajib
(imperatif) sementara charity atau donasi hukumnya mandub (sunnah).
Menurut sebuah sumber, potensi zakat di Indonesia mencapai hampir 20
triliun per tahun. Hasil penelitian Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif
Hidayatullah dan Ford Foundation tahun 2005 mengungkapkan, jumlah
potensi filantropi (kedermawanan) umat Islam Indonesia mencapai Rp 19,3
triliun. Di antara potensi tersebut, Rp 5,1 triliun berbentuk barang dan Rp 14,2
triliun berbentuk uang. Jumlah dana sebesar itu, sepertiganya masih berasal
dari zakat fitrah (Rp 6,2 triliun) dan sisanya zakat harta Rp 13,1 triliun. Salah
satu temuan menarik dari hasil penelitian tersebut adalah bahwa 61 persen
zakat fitrah dan 93 persen zakat maal diberikan langsung kepada penerima.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sumber Keuangan Negara Republik Indonesia adalah semuanya yang


berhubungan dengan penerimaan dan pengeluaran Negara Indonesia. Sumber
keuangan tersebut berdampak besar terhadap perekonomian negara kita secara
keseluruhan.

Sumber Keuangan Negara akan selalu menarik untuk diperbincangkan, kerena


keuangan negara digunakan untuk membiayai dan menjalankan setiap program
program pemerintah. Artinya keuangan negara akan digunakan untuk membiayai
pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat.

3.2 Saran

Demikian makalah yang dapat penyusun paparkan, temtunya dalam


penyusunan makalah ini masih banyak kata kata atau penyampaian yang kurang jelas
ataupun dalam penyajiannya yang kurang lengkap, pastinya makalah ini jauh dari
kata sempurna, maka kritik dan saran sangatlah penyusun harapkan untuk menjadikan
pelajaran pada masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2013/12/19/analisis-kebijakan-
fiskal-di-indonesia-620852.html

https://www.dosenpendidikan.co.id/kebijakan -fiskal/

Anda mungkin juga menyukai