d. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang berhubungan
dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, regression, dan magical thinking.
Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping
alternatif.
Respon adaptif Respon maladaptif
Peningkatan diri Beresiko Destruktif diri Pencederaan diri Bunuh diri
destruktif tidak langsung
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri
mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi
masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri
seseorang.
C.
a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar
terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang
mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan
ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku
destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan
diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal
terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat
(maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya,
karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi
tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang. Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009)
dibagi menjadi tiga kategori yang sebagai berikut.
1. Upaya bunuh diri (scucide attempt) yaitu sengaja kegiatan itu sampai tuntas akan
menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan.
Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar ingin mati
mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
2. Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanakan untuk
usaha mempengaruhi perilaku orang lain.
3. Ancaman bunuh diri (suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara langsung
verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri. Orang tersebut
mungkin menunjukkan secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar kita lagi atau juga
mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian hadiah, wasiat, dan sebagainya. Kurangnya
respon positif dari orang sekitar dapat dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan
tindakan bunuh diri.
O
b
j
e
k
t
i
f
I
m
p
askep resiko bunuh diri
I. Contoh Kasus
Tn. B berusia 35 tahun, bekerja di sebuah perusahaan swasta bernama PT. Bagindo. Status
menikah, tapi belum memiliki anak. Perusahaan tempatnya bekerja mengalami masalah,
akibatnya sebagian besar para pekerjanya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), termasuk
salah satunya Tn. B. Akibatnya kondisi keuangan Tn. B memburuk, sehingga membuat istrinya
meminta cerai karena Tn. B tidak bisa memberikan nafkah lagi kepada istrinya. Dan Tn. B pun
menjadi putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
II. Teori
A. Pengertian
Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengaja, yang tahu akan akibatnya
dapat mengakhiri hidupnya dalam waktu yang singkat (Maramis, 1998).
Ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif, sering terjadi
pada remaja (Harold Kaplan, Sinopsis Psikiatri, 1997).
Pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, Keperawatan Jiwa & Psikiatri,
2004).
Definisi suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan individu secara
sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri meliputu
isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau
mernyakiti diri sendiri.
B. Bunuh Diri sebagai Masalah Dunia
Pada laki-laki tiga kali lebih sering melakukan bunuh diri daripada wanita, karena laki-laki
lebih sering menggunakan alat yang lebih efektif untuk bunuh diri, antara lain dengan pistol,
menggantung diri, atau lompat dari gedung yang tinggi, sedangkan wanita lebih sering
menggunakan zat psikoaktif overdosis atau racun, namun sekarang mereka lebih sering
menggunakan pistol. Selain itu wanita lebih sering memilih cara menyelamatkan dirinya sendiri
atau diselamatkan orang lain.
Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan bahwa satu juta
orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau setiap 40 detik, bunuh diri juga satu dari tiga
penyebab utama kematian pada usia 15-34 tahun, selain karena faktor kecelakaan.
C. Faktor yang berkontribusi pada anak dan remaja
Keluarga dan lingkungan terdekat menjadi pilar utama yang bertanggung jawab dalam upaya
bunuh diri pada anak dan remaja, pernyataan ini ditunjang oleh teori Vygotsky bahwa lingkungan
terdekat anak berkontribusi dalam membentuk karakter kepribadian anak, menurut Stuart
Sundeen jenis kepribadian yang paling sering melakukan bunuh diri adalah tipe agresif,
bermusuhan, putus asa, harga diri rendah dan kepribadian antisosial. Anak akan lebih besar
melakukan upaya bunuh diri bila berasal dari keluarga yang menerapkan pola asuh otoriter atau
keluarga yang pernah melakukan bunuh diri, gangguan emosi dan keluarga dengan alkoholisme.
Faktor lainnya adalah riwayat psikososial seperti orangtua yang bercerai, putus hubungan,
kehilangan pekerjaan atau stress multiple seperti pindah, kehilangan dan penyakit kronik
kumpulan stressor tersebut terakumulasi dalam bentuk koping yang kurang konstruktif, anak
akan mudah mengambil jalan pintas karena tidak ada lagi tempat yang memberinya rasa aman,
menurut Kaplan gangguan jiwa dan suicide pada anak dan remaja akan muncul bila stressor
lingkungan menyebabkan kecemasan meningkat.
E. Pengkajian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk
mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan bunuh diri, ada
tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri,
misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau
“Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun
tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan
perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien juga
mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati disertai
dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana
tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan
percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat
harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk melaksanakan
rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri.
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung
diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.
TUK 1
Kriteria Evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan,mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Rencana Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
TUK 2
Kriteria evaluasi :
Rencana Tindakan :
2. Tempatkan klien diruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
TUK 3
Kriteria evaluasi :
Rencana Tindakan :
4. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.
TUK 4
Kriteria evaluasi :
Rencana Tindakan :
TUK 5
Kriteria evaluasi :
Rencana Tindakan :
2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayangi dan pentingnya terhadap
kehidupan orang lain.
Kriteria evaluasi :
Rencana Tindakan :
TUK 7
Kriteria evaluasi :
Rencana Tindakan :
1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan oleh klien.
Tindakan Keperawatan
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat
melakukan tindakan berikut :
1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman.
2) Menjauhi semua benda yang berbahaya ( misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang).
3) Memeriksa apakah pasien benar-benar bahwa saudara akan melindungi pasien sampai
tidak ada keinginan bunuh diri.
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B kenalkan saya adalah perawat A yang bertugas di ruang Mawar ini,
saya dinas pagi dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang.”
“Bagaimana perasaan B hari ini?”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang B rasakan selama ini. Dimana dan
berapa lama kita bicara?”
KERJA
“Bagaimana perasaan B setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana ini B merasa
paling menderita di dunia ini? Apakah B kehilangan kepercayaan diri? Apakah B merasa tak
berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain? Apakah B merasa bersalah atau
mempersalahkan diri sendiri? Apakah B sering mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah
B berniat menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau B berharap bahwa B mati? Apakah B
pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang B
rasakan?” Jika pasien telah menyampaikan ide bunuh dirinya, segera dilanjutkan dengan
tindakan keperawatan untuk melindungi pasien, misalnya dengan mengatakan: “Baiklah,
tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri
hidup”. “Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan tidak ada benda-
benda yang membahayakan B.”
“Nah B, Karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup
B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
“Apa yang akan B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu
muncul, maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat
diruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi B jangan sendirian ya?
Katakan pada perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri
kehidupan”.
“Saya percaya B dapat mengatasi masalah, OK B?”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan B sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh
diri?”
“Coba B sebutkan lagi cara tersebut?”
“Saya akan menemui B terus sampai keinginan bunuh diri hilang”
(jangan meninggalkan pasien)
KERJA
“Bapak/Ibu, B sedang mengalami putus asa yang berat karena kehilangan pekerjaan dan
ditinggal istrinya, sehingga sekarang B selalu ingin mengakhiri hidupnya. Karena kondisi B
yang dapat mengakhiri kehidupannya sewaktu-waktu, kita semua perlu mengawasi B terus-
menerus. Bapak/Ibu dapat ikut mengawasi ya.. pokoknya kalau dalam kondisi serius seperti
ini B tidak boleh ditinggal sendirian sedikitpun”
“Bapak/Ibu bisa bantu saya untuk mengamankan barang-barang yang dapat digunakan B
untuk bunuh diri, seperti tali tambang, pisau, silet, tali pinggang. Semua barang-barang
tersebut tidak boleh ada disikitar B.” “Selain itu, jika bicara dengan B fokus pada hal-hal
positif, hindarkan pernyataan negatif”.
“Selain itu sebaiknya B punya kegiatan positif seperti melakukan hobbynya bermain sepak
bola, dll supaya tidak sempat melamun sendiri.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh
diri?”
“Coba Bapak/Ibu sebutkan lagi cara tersebut?” “Baik mari sama-sama kita temani B, sampai
keinginan bunuh dirinya hilang.”
b. Tindakan keperawatan:
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta bantuan
dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
(1) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
(2) Berikan oujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang posittif.
(3) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting.
(4) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan.
3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
(1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya.
(2) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian masalah.
(3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik.
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B!, masih ingat dengan saya kan? Bagaimana perasaan B hari ini? O..
jadi B merasa tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah B ada perasaan ingin bunuh diri?
Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara mengatasi
keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana? Disini saja yah!”
KERJA
“Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk
mengakhiri hidup.” “Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan tidak
ada benda-benda yang membahayakan B.”
“Nah B, karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup
B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
“Apa yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul,
maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat atau keluarga
dan teman yang sedang besuk. Jadi usahakan B jangan pernah sendirian ya..?”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa yang telah
kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagaimana masih ada dorongan untuk bunuh diri? Kalau
masih ada perasaan/dorongan bunuh diri, tolong panggil segera saya atau perawat yang lain.
Kalau sudah tidak ada keinginan bunuh diri, saya akan ketemu B lagi, untuk membicarakan
cara meningkatkan harga diri setengah jam lagi dan disini saja.”
4. Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien.
a. Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan.
b. Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara teratur untuk
mengatasi masalah bunuh dirinya.
c. Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip 5 benar yaitu
benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara penggunaannya, dan benar waktu
penggunaannya.
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu. Bagaimana keadan Bapak/Ibu?”
“Hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara melindungi
dari bunuh diri.”
“Dimana kita akan diskusi? Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa lama Bapak/Ibu
punya waktu untuk diskusi?”
KERJA
“Apa yang Bapak/Ibu lihat dari perilaku atau ucapan B?”
“Bapak/Ibu sebaiknya memperhatikan benar-benar munculnya tanda dan gejala bunu diri.
Pada umunya orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukan tanda melalui
percakapan misalnya “Saya tidak ingin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya.”
Apakah B pernah mengatakannya?”
“Kalau Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, maka sebaiknya Bapak/Ibu
mendengarkan ungkapan perasaan dari B secara serius. Pengawasan terhadap B
ditingkatkan, jangan biarkan dia sendirian di rumah atau jangan dibiarkan mengunci diri di
kamar. Kalau menemukan tanda dan gejala tersebut, dan ditemukan alat-alat yang akan
digunakan untuk bunuh diri, sebaiknya dicegah dengan meningkatkan pengawasan dan
memberi dukungan untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Katakan bahwa Bapak/Ibu
sayang pada B. Katakan juga kebaikan-kebaikan B.”
“Usahakan sedikitnya 5 kali sehari Bapak/Ibu memuji B dengan tulus.”
“Tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan
orang lain. Apabila tidak dapat diatasi segeralah rujuk ke Puskesmas atau rumah sakit
terdekat untuk mendapatkan perawatan yang lebih serius. Setelah kembali ke rumah,
Bapak/Ibu perlu membantu agar B terus berobat untuk mengatasi keinginan bunuh diri.”
TERMINASI
“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang mau ditanyakan? Bapak/Ibu dapat ulangi kembali cara-cara
merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri?”
“Ya bagus. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan bunuh diri
segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan yang akan datang tentang
cara-cara meningkatkan harga diri B dan penyelesaian masalah.”
SP 3 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat bunuh diri
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum pak, bu, sesuai janji kita minggu lalu kita sekarang ketemu lagi”
“Bagaimana pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan minggu
lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak, bu?”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B ya?”
“Berapa lama bapak dan ibu mau kita latihan?”
KERJA
“Sekarang anggap saya B yang sedang mengatakan ingin mati saja, coba bapak dan ibu
praktekkan cara bicara yang benar bila B sedang dalam keadaan yang seperti ini”
“Bagus, betul begitu caranya”
“Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada B”
“Bagus, bagaimana kalau cara memotivasi B minum obat dan melakukan kegiatan positifnya
sesuai jadual?”
“Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat B”
“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada B?”
(Ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada pasien)
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat B di rumah?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan
ibu membesuk B”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita
akan mencoba lagi cara merawat B sampai bapak dan ibu lancar melakukannya”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”
SP 3 Pasien: Untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri.
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B! Bagaiman perasaan B saat ini? Masih adakah dorongan mengakhiri
kehidupan? Baik, sesuai janji kita 2 jam yang lalu sekarang kita akan membahas tentang
rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih B miliki. Mau berapa lama? Dimana?”
KERJA
“Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan rugi
kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan B. Keadaan yang
bagaimana yang membuat B merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan B masih ada yang
baik yang patut B syukuri. Coba B sebutkan kegiatan apa yang masih dapat B lakukan selam
ini?.” “Bagaimana kalau B mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari kita latih.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa-apa saja
yang B patut syukuri dalam hidup B? Ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam kehidupan
B jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan (afirmasi). Bagus B. Coba B ingat-ingat lagi
hal-hal lain yang masih B miliki dan perlu disyukuri!. Nanti jam 12 kita bahas tentang cara
mengatasi masalah dengan baik. Tempatnya dimana? Baiklah. Tapi kalau ada perasaan-
perasaan yag tidak terkendali segera hubungi saya ya!”
4 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga dengan pasien risiko bunuh diri
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum pak, bu, hari ini B sudah boleh pulang, maka sebaiknya kita
membicarakan jadual B selama dirumah.”
“Berapa lama kita bisa
diskusi?” “Baik mari kita
diskusikan.”
KERJA
“Pak, bu, ini jadwal B selama dirumah sakit, coba perhatikan, dapatkah dilakukan dirumah?’
tolong dilanjutkan dirumah, baik jadual aktivitas maupun jadual minum obatnya.”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh B
selama di rumah. Kalau misalnya B terus menerus mengatakan ingin bunuh diri, tampak
gelisah dan tidak terkendali serta tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat
atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, tolong bapak dan ibu segera
hubungi Suster C dirumah sakit harapan peduli,rumah sakit terdekat dari rumah ibu dan
bapak, ini nomor telepon rumah sakitnya: (0771) 12345. Selanjutnya suster C yang akan
membantu memantau perkembangan B”
TERMINASI
“Bagaimana pak/bu? Ada yang belum jelas?”
“Ini jadwal kegiatan harian B untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat C di
rumah sakit harapan peduli. Jangan lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau ada
gejala yang tampak. Silahkan selesaikan administrasinya.”
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun suicide
adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi,
penyalahgunaan NAPZA, skizofrenia, gangguan kepribadian (paranoid, borderline, antisocial),
suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental.
Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan
diantaranya adalah : pertama, suicide merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam seting
rawat inap di rumah sakit jiwa, Kedua, faktor – faktor yang berhubungan dengan staf antara lain :
kurang adekuatnya pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah,
kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien. Ketiga,
pengkajian suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah sakit baik
saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen lainnya. Keempat,
hubungan saling percaya antara perawat dan pasien serta kesadaran diri perawat terhadap
cues perilaku pasien yang mendukung terjadinya resiko bunuh diri adalah hal yang penting
dalam menurunkan angka suicide di rumah sakit.
Oleh karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu
penanganan yang cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai faktor resiko
terjadinya bunuh diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya dengan
pendekatan proses keperawatanya.
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Alasan Masuk
Klien dibawa kerumah sakit jiwa karena mencoba gantung diri di kamar mandi rumah pasien
3. Faktor Predisposisi
Klien frustasi karena baru mengalami kehilangan pekerjaan/di PHK oleh perusahaan tempat ia
bekerja dan di tinggal oleh istrinya. Ada anggota keluarga yang juga mengalami gangguan jiwa.
4. Faktor Presipitasi
Klien mengatakan hidupnya tak berguna lagi dan lebih baik mati saja
Masalah Keperawatan:
1. Resiko bunuh diri
2. Risiko perilaku kekerasan
3. Harga diri rendah
5. Fisik
Ada bekas percobaan bunuh diri pada leher dan pergelangan tanggan, BB pasien menurun dan
klien tampak lemas tak bergairah, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit. N: 80x/mnt, TD
120/90 mmHg, S: 37 C, RR: 20x/mnt, BB: 56 Kg dan TB 170cm.
6. Psikososial
Genogram :
Keterangan: laki-laki
perempuan
klien
7. Konsep diri
1. Gambaran diri
Klien merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari dirinya.
2. Identitas
Klien sudah menikah mempunyai seorang istri.
3. Peran Diri
Klien adalah kepala rumah tangga dengan 3 orang anak yang masih kecil-kecil
4. Ideal Diri
Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang/sembuh klien bingung harus mendapat
pekerjaan dimana untuk menghidupi keluarga dan bagaimana membangun keluarganya seperti
dulu.
5. Harga diri
Klien Agresif, bermusuhan, implisif, depresi dan jarang berinteraksi dengan orang lain.
8. Hubungan Sosial
Menurut klien orang yang paling dekat dengannya adalah Tn. M teman sekamar yg satu agama.
Klien adalah orang yang kurang perduli dengan lingkungannya, klien sering diam, menyendiri,
murung dan tak bergairah, jarang berkomunikasi dan slalu bermusuhan dengan teman yang
lain, sangat sensitive.
9. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan: pasien percaya akan adanya Tuhan tetapi dia sering mempersalahkan
Tuhan atas hal yang menimpanya.
b. Kegiatan ibadah: Klien mengaku jarang beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Koping maladaptif
2. Koping maladaptif
DS: menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
DO: nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.
Pasien:
a. Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.
b. Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1.1. Perkenalkan diri dengan klien
1.2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
1.3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
1.4. Bersifat hangat dan bersahabat.
1.5. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
2. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan:
2.1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan
lain-lain).
2.2. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
2.3. Awasi klien secara ketat setiap saat.
Keluarga
1. Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau
mencoba bunuh diri.
Tindakan:
1.1. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan pasien
sendirian
1.2.Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya
disekita pasien
1.3.Mendiskusikan dengan keluarga untuk tidak sering melamun sendiri
1.4.Menjelaskan kepada keluarga pentingnya passion minum obat secara
teratur.
2. Tujuan: pasien mampu merawat pasien dengan resiko bunuh
diri Tindakan:
1.1.Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
a. Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah muncul pada pasien
b. Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien beresiko bunuh
diri
1.2.Mengajarkan keluarga tentang cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
a. Mengajarkan keluarga tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien
memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
b. Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
- Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien ditempat yang mudah di awasi, jangan
biarkan pasien mengunci diri dikamarnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian dirumah
- Menjauhkan barang-barang yang bias digunakan untuk bunuh diri. Jauhkan pasien dari
barang-barang yang bias digunakan untuk bunuh diri, seperti tali, bahan bakar minyak/bensin,
api, pisau atau benda tajam lainnya, zat yang berbahaya seperti racun nyamuk atau racun
serangga.
- Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apa bila ada tanda dan gejala
bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak
menunjukkan tanda dan gejala untuk bunuh diri.
c. Menganjurkan keluarga untuk malaksanakan cara tersebut diatas.
1.3.Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apa bila pasien
melakukan percobaan bunuh diri, antara lain:
a. Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan upaya
bunuh diri tersebut
b. Segera membawa pasien kerumah sakit atau puskesmas untuk mendapatkan bantuan medis.
1.4. Mencari keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
a. Memberikan informasi tentang nomor telpon darurat tenaga kesehatan
b. Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/control secara teratur
untuk mengatasi masalah bunuh dirinya
c. Menganjurkan keluarga uuntuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip lima
benar pemberian obat.
CATATAN PERAWATAN DAN PERKEMBANGAN
Sp IV Pasien
1. Membuat rencana masa depan
yang realistis bersama pasien
2. Mengidentifikasi cara mencapai
rencana masa depan yang realistis
3. Memberi dorongan pasien
melakukan kehiatan dalam rangka
meraih masa depan yang realistis
SP 1 Keluaga
1. Mendiskusikan massalah yang
dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan pengertia, tanda dan
gejala resiko bunuh diri, dan jenis
prilaku yang di alami pasien beserta
proses terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat
pasien resiko bunuh diri yang
dialami pasien beserta proses
terjadinya.
SP II Keluarga
1. Melatih keluarga
mempraktekan cara merawat pasien
dengan resiko bunuh diri
2. Melatih keluarga melakukan cara
merawat langsung kepada pasien
resiko bunuh diri.
SP III Keluarga
1. Membantu keluarga membuat
jadual aktivitas dirumah termasuk
minum obat\
2. Mendiskusikan sumber rujukan
yang bias dijangkau oleh keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT Refrika Aditama
Mustofa, Ali. 2010. Asuhan Keperawatan Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram
Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman
untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta
Ø Sp II Pasien: meningkatkan harga diri dan menidentifikasi aspek positif pasien isyarat
bunuh diri
Oriantasi
“Assalamualaikumba M’ba Ayu, Bagaimna perasaan M’ba di pagi yang cerah ini? Bagaimana,
Masi adakah doorongan M’ba Ayu untuk mengaihiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita kemarin
sekarang kita akan membahas tentang rasa syukur atas pemberian tuhan yang masih M’ba
miliki serta aspek positif dalam diri M’ba, bukannya M’ba masih punya keluarga dan teman
yang sayang dengan M’ba serta calon bayi yang Mba’kandung. Berapa lama kita akan bercakap
dan mau dimana?
Tahap Kerja
“Menurut M’ba, apa saja dalam hidup M’ba yang perlu disyukuri, siapa saja yang akan sedih dan
merasa rugi jika M’ba meninggal. Coba sekarang M’ba Ayu ceritakan hal-hal yang baik dalam
kehidupan M’ba. Keadaan yang bagaimana yang membuat M’ba merasa puas? Bagus!. Ternyata
kehidupan M’ba Ayu masih ada yang baik dan patut di syukuri. Coba M’ba sebutkan kegiatan
apa yang masih M’ba lakukan selama ini” Bagaimana kalau M’ba mencoba melakukan kegiatan
tersebut lagi, mari kita berlatih.”
Terminasi
““Bagaimana perasaan M’ba Ayu sekarang setelah kita bercakap-cakap? Bisa M’ba sebutkan
kembali apa–apa saja yang patut M’ba syukuri dalam hidup M’ba?. Ingat dan ucapkan selalu hal-
hal yang baik dalam hidup M’ba jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan. Bagus M’ba Ayu!
Coba inggat-ingat lagi hal-hal lain yang masih M’ba Ayu miliki dan perlu syukuri nanti jam 12
kita bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik? Tempatnya dimana. Namun, jika ada
perasaan-perasaan yang tak terkendali segera hubungi saya ya M’ba. Permisi.
Tahap Kerja
“ Coba ceritakan situasi yang membuat M’ba Ayu ingin bunuh diri. Selain bunuh diri, apa kira-
kira jalan keluar dari masalah yang M’ba alami. Hemm… ternyata banyak juga yah. Nah,
sekarang coba kita diskusikan keuntungan dan kerugian masing-masing cara tersebut. Mari kita
pilih cara mengatasi masalah yang paling menguntungkan!, kalau menurut M’ba Ayu yang
mana? Ya, saya setuju, Bisa di coba! “ Mari kita buat rencana kegiatan dan memasukkannya
kedalam jadwal kegiatan harian baM’ba.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan M’ba Ayu sekarang setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mengatasi
masalah yang akan M’ba Ayu gunakan? Coba dalam satu hari ini, M’ba menyelesaikan masalah
yang M’ba alami dengan cara yang M’ba pilih tadi. Besok dijam yang sama kita akan bertemu
lagi disini untuk membahas pengalaman M’ba Ayu menggunakan cara yang dipilih’.
KELUARGA
Ø SP I Keluarga: mendiskusikan masalah dan mengajarkan keluarga tentang cara merawat
anggota keluarga yang beresiko bunuh diri
Orientasi:
“Assalamu’alakum Bapak/Ibu, kenalkan saya perawat Nova yang merawat Anak Bapak/Ibu di
rumah sakit ini”.
“ Bagaiman kalua kita berbincang-bincang tentang cara merawat agar M’ba Ayu tetap selamat
dan tidak melukai dirinya sendiri. Bagaimana apa Bapak/Ibu bersedia? Bagaimana kalau disini
saja kita berbincang-bincangnya Pak/Bu?” Sambil kita mengawasi terus M’ba Ayu.
Tahap Kerja
‘Apa masalah atau kesulitan yang Bapak/Ibu rasakan dalam merawat M’ba Ayu?.
“Oww….Begini Bapak/Ibu, M’ba Ayu sedang mengalami putus asa yang sangat berat akibat
kekasihnya yang telah menghamili dan meninggalkannya menikah dengan wanita lain ini terjadi,
sehingga sekarang ia selalu inggin mengaikhiri hidupnya karena merasa tak berguna.
“Bapak/Ibu sebaiknya baM’ba dan M’ba memperhatikan benar-benar munculnya dan tanda dan
gejala bunuh diri. Pada umumnya orang yang melakukan bunuh diri menunjukan gejala melalui
percakapan misalnya”saya tidak inggin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya. Apakah
Bapak/Ibu pernah mendengar M’ba Ayu mengatakan hal tersebut?”
“ Jika Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala seperti itu, mata sebaiknya Bapak/Ibu
mendengarkan ungkapan perasaan dari M’ba Ayu secara serius. Pengawasan terhadap M’ba Ayu
pun harus ditingkatkan, Jangan tinggalkan atau biarkan beliau sendiri dirumah atau jangan
biarkan mengunci diri dikamar. Kalau menemukan dan tanda dan gejala tersebut, dan
menemukan alat-alat yang akan digunakan untuk bunuh diri. Seperti tali tambang, silet, gunting,
ikat pinggang, pisua serta benda tajam lainnya yang mungkin bisa di gunaka untuk melukai diri,
sebaiknyan dicegah dengan meningkatkan pengawasan dan memberi dukungan untuk tidak
melakukan hal tersebut. Katakana Bapak/Ibu serta keluarga bahwa sayang pada M’ba Ayu dan
katakana juga kebaikan-kebaikannya.
“ Selain itu usahakan 5x sehari Bapak/Ibu memuji beliau dengan tulus tapi tidak berlebihan”.
“Tetapi jika sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan orang
lain. Apabila tidak bisa diatasi segera rujuk kepuskesmas untuk mendapatkan peraeatan yang
serius. Setelah kembali kerumah, Bapak/Ibu perlu membantu agar M’ba Ayu terus berobat untuk
mengatasi keingginan bunuh dirinya.
Karena kondi M’ba Ayu yang dapat saja nekat mengakhiri hidupnya sewaktu-waktu, kita semua
harus mengawasi M’ba Ayu terus menerus. Bapak/Ibu Bapak/Ibu juga kami minta partisipasinya
untuk juga dapat mengawasi M’ba Ayu ya… pokoknya baM’ba Ayu tidak boleh ditinggal
sendiri sedikitpun untuk sementara karena dalam kondisi serius”
“Jika Bapak/Ibu berbicara pada M’ba Ayu focus pada hal-hal positif, hindarkan pernyataan
negative”. “Selain itu sebaiknya M’ba Ayu pumya kegiatan positif seperti melakukan hobinya
bermain music, menyulam dll supaya M’ba Ayu tidak sempat melamun sendiri”.
Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mengetahui cara untuk mengatasi perasaan inggin
bunuh diri dan merawat pasien resiko bunuh diri?”
Bagaimana Bapak/Ibu? Ada yang belum jelas atau mau ditanyakan?. Bapak/Ibu tolong bisa
diulangi lagi cara-cara merawat anggota keluarga yang inggin bunuh diri?”. Ya, Bagus jika
Bapak/Ibu sudah mengerti. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan
bunuh diri segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk membicarakan cara-cara
meningkatlkan harga diri M’ba Ayu dan penyelesaian masalahnya pada pertemuan akan datang”.
“ Bagaimana Bapak/Ibu setuju?” Kalau begitu sampai bertemu lagi besok disini”. Terima kasih
atas waktunya.
Ø SP II Keluarga: Melatih dan mempraktekan cara merawat pasien resiko bunuh diri
Orientasi:
“Assalamu’alakum Bapak/Ibu, sesuai janji kitakemarin lalu alhamdullah kita sekarang bisa
bertemu lagi”. Bagaimana Bapak/Ibu ada pertanyaan tentang cara merawat pasien resiko bunuh
diri yang kita bicarakan minggu lalu?”.
“ Sekarang kita akan mempraktekkan cara-cara merawat tersebut ya Bapak/Ibu?” “ Kita akan
coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke M’ba Ayu ya?”
“Bapak/Ibu berapa lama waktu mau kita latihan?”
Tahap Kerja
“Sekarang anggap saya M’ba Ayu yang mengatakan inggin mati saja, coba baM’ba dan M’ba
praktikan cara berkomunikasi yang benar jika sedang berada dalam keadaan seperti ini”
“Bagus, cara Bapak/Ibu sudah benar”
“Sekarang coba praktekan cara member pujian kepada M’ba Ayu?”
“Bagus, Kemudian bagaimna jika cara memotivasi M’ba Ayu minum obat dan melakukan
kegiatan positifnya sesuai jadual?”
“Bagus sekali, ternyata Bapak/Ibu sudah mengerti cara merawat M’ba Ayu?”
“Bagaimana Jika sekarang kita mencobanya langsung kepada M’ba Ayu?” (Ulangi lagi semua
cara diatas langsung kepada klien)
Terminasi
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu berlatih cara merawa M’ba Ayu di Rumah?” “Setelah ini coba
Bapak/Ibu lakukan apa yang sudah kita lakukan tadi setiap kali membesuk M’ba Ayu” “ Baiklah
bagaimana kalau 2/3 hari lagi Bapak/Ibu datang kembali kesini dan kita kan mencoba lagi cara
merawat M’ba Ayu sampai Bapak/Ibu lancr melakukannya”. “Jam berapa Bapak/Ibu bisa
kemari?” “Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya Bapak/Ibu”
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun suicide adalah
perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi, penyalahgunaan
NAPZA , skizofrenia, gangguan kepribadian( paranoid, borderline, antisocial), suicide tidak bisa
disamakan dengan penyakit mental.
Beberapa hambatan dalam melakukan managemen klien dengan bunuh diri adalah pasien yang
dirawat dalam waktu yang cukup singkat sehingga membuat klien kurang mampu
mengungkapkan perasaannya tentang bunuh diri. Kurang detailnya tentang pengkajian resiko
bunuh diri pada saat masuk dan banyak perawat kurang melakukan skrening akan resiko bunuh
diri. Disamping itu 2 dari 3 orang yang melakukan suicide diketahui oleh perawat dalam
beberapa bulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa tenaga kesehatan kurang
memberikan intervensi yang adekuat. Lebih lanjut banyak perawat mungkin takut untuk
menanyakan tentang masalah bunuh diri pada pasien atau bahkan tidak mengetahui bagaimana
untuk menanyakan jika pasien memiliki pikiran untuk melakukan suicide.
Oleh karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu penanganan yang
cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai factor resiko terjadinya bunuh
diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya dengan pendekatan proses
keperawatanya.
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan gambaran secara
umum tentang perilaku bunuh diri (suicide)
1.2.2 Tujuan Khusus
• Untuk mengetahui perilaku percobaan bunuh diri pada seseorang
• Untuk mengetahui askep perilaku percobaan bunuh diri
• Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa.
BAB II
LANDASAN TEORI
Self enhancement Growth promoting Indirect self- Self injury. Suicide risk taking destruktive
behaviour . Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh
stress Perilaku bunuh diri berkembang dalam beberapa rentang diantaranya :
• Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah
metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan
mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari
bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
• Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang
konkrit untuk melakukan bunuh diri,
• Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam ,
bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
• Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk
melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan,
misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi
karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati.
Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang
mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab individu ini
sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
• Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi
individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan .
walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
• Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh
beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri
adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini
merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang
mendalam.
2.3 Penyebab Bunuh Diri
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
1. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, mempunyai
hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko
untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat kepribadian, tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
3. Lingkungan psikososial, Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat keluarga/factor genetik, Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri
pada keturunannya serta merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.. Disamping
itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko
buuh diri.
5. Faktor biokimia, Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik
menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah :
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan
hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
2.4 Psikopatologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap membunuh diri
adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana
spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 4
kategori :
a. Isyarat Bunuh Diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berprilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri,
misalnya dengan mengatakan:”tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau” segala
sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak
disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan
seperti rasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal
negative tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
b. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal/nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri.
Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian, kurangnya respon positif dapat
ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Ancaman bunuh diri pada umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati,disertai
dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana
tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan
percobaan bunuh diri.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERILAKU BUNUH DIRI
3.1 Pengkajian
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
1. Riwayat masa lalu :
Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial
Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami.
3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.
4. Riwayat pengobatan.
5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan.
6. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu
dengan gangguan mood.
7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh
diri : Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang
sulit.
Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur dan cara-cara
melaksanakan rencana tersebut.
Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah, keparahan gangguan
mood).
Sistem pendukung yang ada.
Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik psikiatrik maupun
medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat penyalahgunaan zat.
Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien, atau keluarga
tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan mood, tanda-tanda kekambuhan
dan tindakan perawatan diri.
8. Symptom yang menyertainya
a. Apakah klien mengalami :
Ide bunuh diri
Ancaman bunuh diri
Percobaan bunuh diri
Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia dimana hal ini
merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.
Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri.
Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan untuk melakukan
aksinya yang sesuai dengan rencananya.
Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan mengagas
akan suicide
Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien.
Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan
mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :
Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong komunikasi
terbuka.
Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang dimengerti klien
Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya
Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
Peroleh riwayat penyakit fisik klien
Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien yang memiliki resiko apabila menunjukkan
perilaku sebagai berikut :
Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri
Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol
Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
Menunjukkan impulsivitas dan agressif
Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan
secara bersamaan
Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat, racun.
Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan
Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.
Banyak instrument yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh diri
diantaranya dengan SAD PERSONS
NO SAD PERSONS Keterangan
1 Sex (jenis kelamin) Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih tinggi dibanding
wanita, meskipun wanita lebih sering 3 kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh diri
2 Age ( umur) Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih muda, 45 tahun atau lebih tua
dan khususnya umur 65 tahun lebih.
3 Depression 35 – 79% oran yang melakukan bunuh diri mengalami sindrome depresi.
4 Previous attempts (Percobaan sebelumnya) 65- 70% orang yang melakukan bunuh diri sudah
pernah melakukan percobaan sebelumnya
5 ETOH ( alkohol) 65 % orang yang suicide adalah orang menyalahnugunakan alkohol
6 Rational thinking Loss ( Kehilangan berpikir rasional) Orang skizofrenia dan dementia lebih
sering melakukan bunuh diri disbanding general populasi
7 Sosial support lacking ( Kurang dukungan social) Orang yang melakukan bunuh diri biasanya
kurannya dukungan dari teman dan saudara, pekerjaan yang bermakna serta dukungan spiritual
keagaamaan
8 Organized plan ( perencanaan yang teroranisasi) Adanya perencanaan yang spesifik
terhadap bunuh diri merupakan resiko tinggi
9 No spouse ( Tidak memiliki pasangan) Orang duda, janda, single adalah lebih rentang
disbanding menikah
10 Sickness Orang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi melakukan bunuh diri.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk dalam
melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal –
hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :
1. Tentukan tujuan secara jelas : Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi
secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada
investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi
non verbal. Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress
yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.
3. Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan
mempengaruhi penilaian profesional.
4. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu
membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.
5. Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional
klien.
6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur
penilaian profesional.
Berikan lingkungan yang aman ( safety) berdasarkan tingkatan resiko , managemen untuk klien
yang memiliki resiko tinggi;
Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat ruang perawatan
yang mudah di monitor oleh perawat.
Mengidentifikasi dan mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan klien misalnya
: pisau, gunting, tas plastic, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya.
Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak melakukan tindakan
yang mencederai diri Misalnya : ”Saya tidak akan mencederai diri saya selama di RS dan apabila
muncul ide untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat.”
Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan catatan
• Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat
• Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan.
• Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya.
Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum.
Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu.
Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli.
Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan ( yakinkan untuk tidak memberikan
makanan dalam tas plastic)
Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit.
Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan
Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian yang menutup
seluruh tubuhnya. Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya.
Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri perlu adanya
komunikasi oral dan tertulis pada semua staf.
3.4 Pelaksanaan
Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah
disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat perlu memvalidasi
dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan kebutuhannya saat ini (here and
now). Perawat juga meniali diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal,
intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah
aman bagi klien, jika aman maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.
3.5 Evaluasi
Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem dari klien telah berkurang dalam sifat, jumlah asal
atau waktu.
Klien menggunakan koping yang adaptif.
Klien terlibat dalam aktivitas peningkatan diri.
Prilaku klien menunjukan kepedualiannya terhadap kesehatan fisik, psikologi dan kesejahteraan
sosial.
Sumber koping klien telah cukup dikaji dan dikerahkan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan
dan Pada umumnya merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress dan berkembang dalam
beberapa rentang.
Banyak penyebab/alasan seseorang melakukan bunuh diri diantaranya kegagalan
beradaptasi,perasaan marah dan terisolasi, dan lainnya
Bunuh diri biasanya didahului oleh isyarat bunuh diri,ancaman bunuh diri serta percobaan
bunuh diri
Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak membuat
rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut
4.2 Saran
Hendaknya perawat memiliki pengetahuan yang cukup cirri-ciri pasien yang ingin mengakhiri
hidupnya sehingga dapat mengantisipasi terjadinya perilaku bunuh diri pasien
Hendaknya perawat melibatkan keluarga dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan jiwa
REFERENSI
Pendahuluan
Bunuh diri, Tindakan merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan.
Ratio kejadiaan antara pria dan wanita = 3 : 1 ( ss, 1995 ).Menurut Stuart & Sandeen ( 1995 )
penyebab bunuh diri :
• Perceraian * Pengangguran * Isolasi sosial
Dalam hidup, orang berhadapan dengan banyak risiko dan harus mengambil risiko yang sesuai
dengan pertimbangannya. Kadang pilihannya rasional, kadang tidak rasional. Merusak diri atau
bunuh diri merupakan pilihan yang tidak rasional.
Bunuh diri merupakan kedaruratan → Kecemasan yang tinggi & koping yang mal daptif.
Situasi gawat pada bunuh diri → saat ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana
spesifik.
Depresi
• Dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan
• Ditandai oleh kesedihan dan rendah diri
• Bunuh diri → saat individu keluar dari depresi berat
Bunuh diri
• Tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan
• koping terakhir untuk memecahkan masalah yang dihadapi
b. Tidak langsung
- Aktif merusak kesehatan tubuhnya sehingga pada akhirnya kematian datang. Individu tidak
menyadari perilakuya dan mungkin meenyangkal bila dikonfrontasi. Misalnya : pecandu rokok,
obat, anoreksia nervosa, bulimia
Pengkajian
• Dibutuhkan observasi melekat dan keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda dan
rencana spesifik.
Faktor Predisposisi
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri
kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, kita mengenal
tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu:
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak
disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan
seperti rasa bersalah / sedih / marah / putus asa / tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-
hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah
Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus
dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana
bunuh dirinya.
• Setiap kejadian bisa menjadi faktor pencetus, perilaku merusak diri dilakukan karena ingin
lepas dari perasaan tidak nyaman, tidak mampu bertoleransi lagi dan adanya kecemasan.
• Stresor fisiologis
Karena peningkatan dopamin ( menyebabkan menurunnya nafsu makan). Sering terjadi pada
anoreksia nervosa
• Stresor psikologis
- Despair (Kesedihan yang mendalam). Situasi dimana individu mencoba memecahkan
masalah yang berat tapi tidak menemukan jalan keluar)
- Gangguan emosional, misalnya pada remaja yang tidak bisa menerima perubahan dirinya,
harga diri rendah, depresi
• Stresor psikologis
- Kemarahan yang terpendam sehingga mengarahkan kepada dirinya.
- Merusak dirinya juga bermaksud untuk menunjukkan kemarahan kepada orang lain
Perilaku
Merusak diri tidak langsung :
Ciri – ciri : 1. progresif dan merusak kesejahteraan individu 2. Individu menyadari bahwa
perilakunya berisiko. 3. Menyangkal bahwa perilakunya menyebabkan orang lain menderita.
Misal : Kelainan pola makan, ketidakpatuhan pada program pengobatan, pencideraan diri (stres ;
tusuk-tusuk tangan dengan jarum),
Mekanisme koping
- Pengrusakan diri : Denial
- Koping yang menonjol : Rasionalisasi, Intelektualisasi & regresi
Faktor penyebab
a. Kegagalan adaptasi b. Perasaan terisolasi
c. Perasaan marah / bermusuhan d. Cara untuk mengakhiri keputusan
e. Tangisan minta tolong
Masalah keperawatan
1. Risiko bunuh diri
2. Keputus asan
3. Ketidak berdayaan
4. Gangguan konsep diri : HDR
5. Gangguan konsep diri : Gangguan citra tubuh.
6. Kecemasaan.
7. Berduka disfungsional
8. Koping individu tak efektif.
9. Penatalaksanaan regimen therapeutik in efektif
10. Koping keluarga tak efektif : Ketidakmampuan.
- Depresi Mayor
Ada 5 gejala yang timbul setiap hari selama 2 minggu yaitu :
- Mood depresi, kehilangan minat & kesenangan.
- Berat badan turun, insomnia, hipersomnia, gangguan
psokomotur, kelelahan, merasa tidak berharga atau bersalah, tidak
mampu berpikir, sering ingin mati.
Perencanaan.
Tujuan :
1. Mencegah menyakiti diri sendiri.
2. Meningkat harga diri klien
3. Menggali masalah dalam diri klien.
4. Mengajarkan koping yang sehat.
Intervensi
Perawat harus menyadari responsnya terhadap suicide supaya bersikap obyektif.
Pada klien yang anoreksia & bulimia, awasi klien pada saat makan, biar banyak yang dimakan.
4. Eksplorasi perasaan.
Tujuan membuat klien memahami proses penyakitnya/ masalahnya.
- Mengeksplorisasi faktor predisposisi & pencetus.
- Mengikuti terapi kelompok.
- Mengarah pada masalahnya.
Misal : Klien marah, belajar marah konstruktif.
7. Pendidikan mental
- Pendidikan gizi bagi A. Nervosa dan bulimia.
- Pentingnya patuh pada prigram pengobatan.
- Penyakit kronis yand diderita.
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat
melakukan tindakan berikut:
1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman
2) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang)
3) Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan obat
4) Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak
ada keinginan bunuh diri
SP 3 Keluarga: Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat bunuh diri
SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan Pulang bersama keluarga dengan pasien risiko bunuh diri
Evaluasi
- Perhatikan hari – demi hari.
- Libatkan klien dalam mengevaluasi prilakunya.
LATAR BELAKANG
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri
kehidupannya (Stuart dan Laraia, 1998). Alasan individu mengakhiri kehidupan adalah: 1)
kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, 2) perasaan terisolasi,
dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang
berarti, 3) perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri,
4) cara untuk mengakhiri keputusasaan, 5) tangisan minta tolong. Selain itu adanya stigma
masyarakat bahwa kecendrungan bunuh diri adalah karena keturunan (Keliat, 1993). Dimana
individu tersebut oleh masyarakat sudah dicap dan tidak perlu ditolong. Penyebab perilaku
bunuh diri pada individu gangguan jiwa karena stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme
koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat, 1993).
Penelitian Black dan Winokur (1990) bahwa lebih dari 90% tiap menit individu yang mengalami
gangguan jiwa melakukan bunuh diri (Stuart dan Laraia, 1998). Dan lebih dari 90% orang
dewasa dengan gangguan jiwa mengakhiri hidup dengan bunuh diri (Stuart dan Sundeen, 1995).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 bahwa 185 dari 1000 anggota rumah tangga
mengalami gangguan jiwa dengan angka bunuh diri 1,6 sampai dengan 1,8 per 100.000
penduduk (Panggabean, 2003). Sedangkan penelitian yang dilakukan Westa (1996) bahwa
percobaan bunuh diri di Unit Gawat Darurat RS Sanglah Bali pada individu gangguan jiwa
terbanyak adalah dewasa muda, wanita dan alat yang digunakan untuk usaha bunuh diri adalah
zat pembasmi serangga (http://members.tripod.com/~cyberpsy/P13.htm).
RS X merupakan rumah sakit jiwa yang merupakan rumah sakit rujukan jiwa tingkat nasional.
Hasil studi dokumentasi ditemukan bahwa belum ada dokumentasi tentang faktor risiko perilaku
mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa. Sedangkan hasil wawancara didapatkan
bahwa belum pernah dilakukan penelitian tentang faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh
diri pada klien gangguan jiwa di RS Jiwa X.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menguraikan faktor-faktor risiko perilaku mencederai
diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa di rumah sakit jiwa.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi psikososial dan klinik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan,
suku bangsa, metode) klien gangguan jiwa
2. Mengidentifikasi diagnostik (jenis/riwayat diagnosa medis, terapi pengobatan) klien gangguan
jiwa
3. Mengidentifikasi riwayat keluarga dan (percobaan bunuh diri, riwayat keluarga)
klien gangguan jiwa
Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien
gangguan jiwa di RS Jiwa X ?
Rancangan Penelitian
Penelitian adalah penelitian survei dengan metode kuantitatif, menggunakan rancangan cross
sectional (Creswell, 1994).
Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data berupa kuesioner yang meliputi data primer dan data sekunder
yang dibuat peneliti sendiri, terdiri dari 1) psikososial dan klinik (usia, jenis kelamin, pendidikan,
status pernikahan, suku bangsa, metode), 2) riwayat (percobaan bunuh diri, riwayat keluarga), 3)
diagnostik (jenis/riwayat diagnosa medis, terapi pengobatan) (Stuart dan Sundeen, 1995;
Townsend, 1996; Stuart dan Laraia, 1998).
Pengolahan dan Analisis data
Pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan komputer melalui tahapan editing,
coding, entri dan cleaning. Setelah data siap dilanjutkan dengan analisis univariat untuk
mengidentifikasi masing-masing variabel dengan bentuk tampilan distribusi frekuensi.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian terhadap 27 klien gangguan jiwa di RS Jiwa X disajikan sesuai dengan tujuan
penelitian.
Tabel 1.
Distribusi Responden menurut Psikososial dan Klinik Klien Gangguan Jiwa di RS Jiwa X
(n = 27)
Hampir sama jumlah responden penelitian ini yang laki-laki mapun perempuan, namun lebih
banyak klien berusia < 30 tahun (66,7%) dibandingkan berusia > 30 tahun (33,3%). Sebagian
besar responden adalah 51,9% berpendidikan SMU, 77,8% belum menikah, 40,7% suku Sunda
dan 55,6 % metode yang digunakan adalah lain-lain yaitu sebanyak: 5 orang membenturkan
kepala; 5 orang minum obat tidur; 2 orang menceburkan ke sumur; 1 orang menabrakkan diri ke
jalan; 1 orang membakar diri dan 1 orang menelan peniti.
B. Diagnostik
Tabel 2 menunjukkan lebih banyak klien gangguan jiwa dengan diagnosa medis Skizofrenia
(92,6%) dan terapi pengobatan yang didapatkan klien adalah clorpromazine, haloperidol dan
triheksilfenidil (81,5%).
Tabel 2.
Distribusi Responden menurut Diagnostik Klien Gangguan Jiwa di RS Jiwa X (n = 27)
C. Riwayat
Sebagian besar responden yang dirawat di RS Jiwa X berisiko berulang melakukan perilaku
mencederai diri: bunuh diri adalah sudah pernah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak < 3
kali (81,5%). Namun berdasarkan riwayat keluarga bahwa tidak ada anggota keluarga yang
melakukan bunuh diri sama dengan responden (92,6%), tapi hanya 7,4% keluarga yang
melakukan perilaku mencederai diri: bunuh diri dengan menggunakan metode bunuh diri yaitu
membenturkan kepala (hubungan dengan klien/ responden adalah 1 orang ibu dan 1 orang adik).
Tabel 3.
Distribusi Responden menurut Riwayat Klien Gangguan Jiwa di RS Jiwa X (n = 27)
PEMBAHASAN
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan.
Perilaku bunuh diri yang tampak pada seseorang disebabkan karena stress yang tinggi dan
kegagalan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat, 1993). Perilaku
bunuh diri atau destruktif diri langsung terjadi terus menerus dan intensif pada diri kehidupan
seseorang. Perilaku yang tampak adalah berlebihan, gejala atau ucapan verbal ingin bunuh diri,
luka atau nyeri (Rawlin dan Heacock, 1993).
Penelitian yang dilakukan oleh Black dan Winokur (1990) bahwa lebih dari 90% tiap menit
individu yang mengalami gangguan jiwa melakukan bunuh diri (Stuart dan Laraia, 1998).
Dimana faktor risiko penyebab perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa
meliputi: 1) psikososial dan klinik 2) riwayat 3) diagnostik (Stuart dan Sundeen, 1995; Stuart dan
Laraia, 1998).
Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di RS Jiwa X tahun 2004 tentang faktor-faktor
risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa adalah: 1) psikososial dan
klinik klien gangguan jiwa sebagian besar (66,7%) berusia < 30 tahun, jenis kelamin hampir
sama untuk laki-laki dan perempuan, pendidikan SMU/sederajat, 77,8% belum menikah, 40,7%
suku Sunda dan 55,6 % metode yang digunakan adalah lain-lain yaitu sebanyak: 5 orang
membenturkan kepala; 5 orang minum obat tidur; 2 orang menceburkan ke sumur; 1 orang
menabrakkan diri ke jalan; 1 orang membakar diri dan 1 orang menelan peniti; 2) diagnostik
klien gangguan jiwa adalah sebagian besar (92,6%) diagnosa medis Skizofrenia; dan 3) riwayat
klien gangguan jiwa sebagian besar (81,5%) percobaan bunuh diri yang pernah dilakukan
sebanyak < 3 kali, dan 92,6% tidak ada anggota keluarga yang pernah melakukan percobaan
bunuh diri. Tetapi sebagian kecil metode yang dilakukan untuk bunuh diri pada keluarga adalah
membenturkan kepala sebanyak 2 orang (7,4%) yaitu 1 orang ibu dan 1 orang adik.
Penelitian yang dilakukan Westa (1996) bahwa dari 104 kasus klien gangguan jiwa (31 orang
laki-laki dan 73 orang perempuan) di Unit gawat darurat RSUP Sanglah Denpasar-Bali
didapatkan terbanyak adalah golongan dewasa muda, pendidikan SLTP-SLTA, belum menikah,
masalah hubungan interpersonal, dan keluarga sebagai faktor pencetus terbanyak. Sedangkan
zat/alat (metode) yang digunakan untuk usaha bunuh diri obat pembasmi serangga
(http://members.tripod.com/~cyberpsy/P13.htm).
Jika melihat perbandingan hasil penelitian di RS Jiwa X (2004) dan Westa (1996) maka perilaku
mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan sangat membahayakan dan berdampak pada
produktivitas. Hal ini dapat dilihat dari cara atau metode yang digunakan dalam melakukan
bunuh diri langsung dapat menyebabkan kematian dan ditemukannya usia yang produktif (< 30
tahun), masih berstatus pelajar serta belum menikah. Berdasarkan Hasil Survei Kesehatan
Rumah Tangga tahun 1995 bahwa 185 dari 1000 anggota rumah tangga mengalami gangguan
jiwa dengan angka bunuh diri 1,6 sampai dengan 1,8 per 100.000 penduduk (Panggabean, 2003).
Untuk itu maka bunuh diri dalam ilmu keperawatan jiwa merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya (Stuart dan Laraia, 1998). Alasan klien
mengakhiri kehidupannya karena: 1) merasa gagal dalam beradaptasi dan tidak dapat
menghadapi stress, 2) merasa terisolasi karena gagal berhubungan dengan orang lain, 3) perasaan
marah/ bermusuhan 4) putus asa. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yaitu adanya cemas
tinggi, tidak berdaya, kurang mampu melakukan ADL, tidak ada orang penting dekat, pernah
melakukan percobaan bunuh diri.
Hal lain yang juga sangat mendukung tentang perilaku klien gangguan jiwa yang melakukan
perilaku mencederai bunuh diri dari segi medis adalah berdasarkan DSM-III-R conditions bahwa
diagnosis medis perilaku bunuh diri pada klien gangguan jiwa salah satunya skizofrenia (Rawlin
dan Heacock, 1993). Murphy (1994) menyatakan bahwa pada klien gangguan jiwa sebagian
besar adalah dengan diagnosis Skizofrenia (Stuart dan Sundeen, 1995).
KESIMPULAN
Sebagian besar faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri yaitu terjadi pada : 1)
remaja dan dewasa muda; 2) laki-laki; 3) SMU; 4) belum menikah; 5) suku sunda; 6) metode
yang digunakan untuk bunuh diri adalah minum obat serangga, membenturkan kepala, minum
obat tidur, menceburkan ke sumur, menabrakkan diri ke jalan, membakar diri dan menelan peniti,
7) diagnostiknya adalah Skizofrenia. Percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh klien lebih dari 1
kali.
REKOMENDASI
q Perlunya kewaspadaan dan penanganan secara intensif pada klien perilaku mencederai diri:
bunuh diri, yaitu perlindungan bagi klien (menjauhkan dari hal-hal/benda-benda yang
memudahkan klien untuk bunuh diri)
q Perlunya peningkatan pengetahuan dan kemampuan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien bunuh diri.
q Perlunya pendekatan khusus pada klien bunuh diri, misalnya dengan membina hubungan
saling percaya antara perawat dan klien sehingga klien mau menceritakan permasalahannya dan
perawat dapat mencarikan jalan keluarnya
q Perlunya meningkatkan dukungan sosial seperti keluarga, teman dekat dan lain-lainnyanya
q Perlunya penyediaan hotline service, home care atau pelayanan 24 jam
q Perlunya penelitian lanjutan berupa penelitian kualitatif untuk mempertajam hasil penelitian
yang telah dilakukan