Disusun Oleh:
Dr. RIVANLI POLII
Dokter Pendamping:
Dr. Hellen Manorek, M.Kes
Dr. Venny Tiho
1
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Dokter Internsip
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Hematemesis adalah muntah darah yang berwarna hitam yang berasal dari saluran
cerna bagian atas. Melena yaitu buang air besar berwarna hitam ter yang berasal
dari saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas
adalah saluran cerna di atas (proksimal) dari ligamentum Treitz, mulai dari jejenum
proksimal, duodenum, gaster dan esofagus.
B. EPIDEMIOLOGI
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan keadaan gawat
darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk di
Indonesia. Perdarahan dapat terjadi antara lain karena pecahnya varises esofagus,
gastritis erosif, atau ulkus peptikum. Delapan puluh persen dari angka kematian
akibat perdarahan SCBA di bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM berasal dari
pecahnya varises esofagus akibat penyakit sirosis hati dan hepatoma.
Berdasarkan laporan di SMF Penyakit Dalam RSU dr. Sutomo Surabaya,
dari 1673 kasus perdarahan SCBA, penyebab terbanyak adalah 76,9% pecahnya
varises esofagus, 19,2% gastritis erosif, 1,0% tukak peptikum, 0,6% kanker
lambung dan 2,6% karena sebab-sebab lain. Laporan dari RS Pemerintah di
Jakarta, Bandung dan Yogyakarta urutan 3 penyebab terbanyak perdarahan SCBA
sama dengan di RSU dr. Sutomo. Sedangkan laporan dari RS Pemerintah di Ujung
Pandang menyebutkan tukak peptikum menempati urutan pertama penyebab
SCBA. Laporan kasus di RS Swasta yakni RS Darmo Surabaya perdarahan karena
tukak peptikum 51,2%, gastritis erosif 11,7%, varises esofagus 10,9%, keganasan
9,8%, esofagitis 5,3%, sindrom Mallori-Weiss 1,4%, tidak diketahui 7%, dan
penyebab-penyebab lain 2,7%. Di negara barat tukak peptikum menempati urutan
pertama penyebab perdarahan SCBA dengan frekuensi sekitar 50%.
5
C. DIAGNOSIS
Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat bermanifestasi sebagai
hematemesis, melena atau keduanya.
Dalam anamnesis yang perlu ditekankan adalah : 1). Sejak kapan terjadinya
perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar, 2). Riwayat perdarahan
sebelumnya, 3). Riwayat perdarahan dalam keluarga, 4). Ada tidaknya perdarahan
di bagian tubuh lain, 5). Riwayat penggunaan obat-obatan NSAIDs dan anti
koagulan, 6). Kebiasaan minum alkohol, 7). Mencari kemungkinan adanya
penyakit hati kronik, demam berdarah, demam tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes
melitus, hipertensi, alergi obat-obatan, 8). Riwayat transfusi sebelumnya.
Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan stigmata penyebab perdarahan,
seperti stigmata sirosis, anemia, akral dingin dan sebagainya. Status hemodinamik
saat masuk ditentukan dan dipantau karena hal ini akan mempengaruhi prognosis.
Untuk keperluan klinik, maka harus dibedakan apakah perdarahan beeasal dari
varises esofagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan
dalam pengelolaan dan prognosisnya.
Untuk membedakan apakah perdarahan yang terjadi berasal dari saluran
cerna bagian atas atau bawah dapat dilakukan cara praktis yaitu sebagai berikut.
Tabel 1. Perbedaan perdarahan SMB dan SMBB
Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB
Manifestasi klinik pada Hematemesis Hematokesia
Umumnya dan/melena
Aspirasi nasogastrik Berdarah jernih
Rasio (BUN/Kreatinin) Meningkat > 35 < 35
Auskultasi usus Hiperaktif Normal
D. SARANA DIAGNOSTIK
Sarana diagnostik yang biasa digunakan pada kasus perdarahan saluran
cerna ialah endoskopi gastrointestinal, radiografi dengan barium, radionuklid, dan
anguografi. Pada semua pasien dengan tanda-tanda perdarahan saluran cerna
bagian atas atau yang asal perdarahannya masih meragukan pemeriksaan endoskopi
SCBA merupakan prosedur pilihan. Dengan pemeriksan ini sebagian besar kasus
diagnosis penyebab perdarahan bisa ditegakkan. Selain itu dengan endoskopi bisa
6
juga dilakukan upaya terapeutik. Bila perdarahan masih tetap berlanjut atau asal
perdarahan sulit dididentifikasi perlu pertimbangan pemeriksaan dengan
radionuklid atau angiografi yang sekaligus bisa digunakan untuk menghentikan
perdarahan.
Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab serta asal
perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan. Forest membuat
klasifikasi perdarahan tukak peptikum atas dasar temuan endoskopi yang
bernmanfaat untuk menentukan tindakan selanjutnya.3
Tabel 2. Klasifikasi Aktivitas Perdarahan tukak Peptik Menurut Forest
Aktivitas Perdarahan Kriteri Endoskopis
Forest 1a : perdarahan aktif Perdarahan arteri menyembur
Forest 1b : perdarhan aktif Perdarahan merembes
Forest 1c : perdarahan berhenti dan Gumpalan darah pada dasar tukak
masih terdapat sisa-sisa perdarahan atau terlihat pembuluh darah
Forest 1d : perdarahan berhenti tanpa Lesi tanpa tanda sisa perdarahan
sisa-sisa perdarahan
Terapi endoskopi dibagi atas modalitas, yaitu terapi topikal, terapi mekanik,
terapi injeksi, dan terapi termal. Pada terapi mekanik digunakan hemoklip untuk
menjepit tempat perdarahan atau melalui kabel elektrokauter. Teknik pengikatan
dengan rubber band banyak digunakan dalam proses pengikatan varises.
E. PENATALAKSANAAN
Langkah resusitasi berupa pemasangan jalur intravena dengan cairan
fisiologis, bila perlu transfusi PRC, darah lengkap (whole blood), mpacked cell,
dan FFP.
Tindakan yang paling sederhana untuk menghentikan perdarahan saluran
cerna bagian atas adalah bilas lambung dengan air es melalui pipa nasogastrik.
Pemasangan pipa nasogastrik dikerjakan melalui lubang hidung pasien, kemudian
dilakukan aspirasi isi lambung. Bila pada aspirasi terdapat darah, selanjutnya
dulakukan bilas lambung dengan air es sampai isi lambung tampak bersih dari
darah atau tampak lebih jernih warnanya. Tindakan tersebut disebut gastric
spooling. Ada 5 manfaat dari tindakan ini, yaitu :
1. Tindakan diagnostik dan pemantauan apakah perdarahn masih berlangsung
7
terus atau tidak.
2. Menghentikan perdarahan (efek vasokontriksi dari es)
3. Memudahkan pemberian obat-obatan oral ke dalam lambung.
4. Membersihkan darah dari lambung untuk mencegah koma hepatik.
5. Persiapan endoskopi.
- Bilas lambung juga dapat dilakukan dengan menggunakan air suhu
kamar.
Berdasarkan percobaan pada hewan, kumbah lambung dengan air es kurang
menguntungkan, waktu perdarahan jadi memanjang, perfusi dinding lambung
menurun, dan bisa timbul ulserasi pada mukosa lambung.
Pada perdarahan saluran cerna ini dianggap terdapat gangguan hemostasis
berupa defisiensi kompleks protrombin sehingga diberikan vitamin K parenteral
dan bila diduga terdapat fibrinolisis sekunder dapat diberikan asam traneksmat
parenteral.
Produksi asam lambung yang meningkat karena stress fisik maupun psikis
ditekan dengan pemberian antasida dan antagonis reseptor H2 (ranitidine,
famotidine, atau roksatidine). Antasid diharapkan bermanfaat untuk menekan asam
lambung yang sudah berada di lambung sedangkan antagonis reseptor H 2 untuk
menekan produksi asam lambung. Selain itu dengan pertimbangan bahwa proses
koagulasi atau pembentukan fibrin akan terganggu oleh suasana asam, maka
diberikan antisekresi asam lambung, mulai dari antagonis reseptor H 2 sampai
penghambat pompa proton (omeprazole, lansoprazole, pantoprazole). Di samping
itu terdapat obat-obatan yang bersifat meningkatkan defense mukosa (sukralfat)
yang dapat dipakai sebagai regimen alternatif.
Pemberian obat yang bersifat vasoaktif akan mengurangi aliran darah
splanknikus sehingga diharapkan proses perdarahan berkurang atau berhenti. Dapat
dipakai vasipresin, somatostatin, atau okreotid. Vasopresin bekerja sebagai
vasokonstriktor pembuluh splanknik, sedangkan somatostatin dan okreotid melalui
efek menghambat sekresi asam lambung dan pepsin, menurunkan aliran darah di
lambung, dan merangsang sekresi mukus lambung.2
Pemasangan Sengstaken-Blakemore tube (SB tube) dapat dikerjakan pada
kasus yang diduga terdapat varises esofagus. SB tube terdiri dari 2 balon (lambung
dan esopfagus). Balon lambung berfungsi sebagai jangkar agar SB tube tidak
8
keluar saat balon esofagus dikembangkan. Balon esofagus tersebut secara mekanik
menekan langsung pembuluh darah varises yang robek dan berdarah. Balon SB
tube memiliki 3 lumen, yaitu untuk balon lambung, balon esifagus, dn untuk
memasukkan obat-obatan atau makann ke dalam lambung atau untuk membilas
lambung dengan air es. Komplikasi yang dapt terjadi adalah pneumonis aspirasi.
9
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny.YT
Jenis Kelamin : perempuan
Usia : 70 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Rinegetan
Agama : kristen
Tanggal Masuk RS : 7 juli 2020
II. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara auto anamnesis dan alloanamnesis
a. Keluhan Utama : Muntah darah dan BAB hitam
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien perempuan 70 tahun datang ke IGD RSUD Sam Ratulangi Tondano
dengan keluhan muntah darah sebanyak 5x sejak 1 hari yang lalu, mual (+),
pasien juga mengeluhkan BAB hitam sebanyak 1x sejak 1 hari yang lalu,
nyeri ulu hati juga dirasakan pasien, nyeri kepala (+), demam (-), sesak (-),
BAK dalam batas normal. Pasien sebelumnya sering merasakan nyeri ulu
hati tetapi baru sekarang merasakan keluhan seperti ini. Pasien riwayat
sering minum obat NSAID untuk mengobati nyeri pada kaki akibat gout
artritis
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Gout artritis sejak 10 thn lalu
Hiperurisemia sejak 15 tahun lalu minum obat allopurinol 100mg
malam hari
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus di sangkal
Riwayat batuk kronis disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang serupa dengan
pasien.
10
e. Riwayat kebiasaan
Merokok (-), alkohol (-)
.
2. Kimia klinik:
- GDS: 100 mg/dl
- Ureum: 15 mg/dl
- Creatinin : 1,9 mg/dl
- Asam urat: 8,0 mg/dl
- Kolestrol total: 180 mg/dl
12
- SGOT: 30 U/I
- SGPT: 31 U/I
3. Radiologi
Foto Thorax Hasil : normal
V. DIAGNOSIS
Hematemesis Melena e.c gastritis erosif akut + anemia berat e.c GIT bleeding
VI. TERAPI
- Terapi Farmakologis:
- Infus NACL 0,9% 20 tpm
- Injeksi omeprazole 2x1
- Sucralfat syr 3x2 sendok makan
- Injeksi asam traknesamat 3x500mg
- Injeksi ceftriaxone 2x1gr
- Transfusi PRC sampai HB > 10 gr/%
- Diet makanan asam dan pedas
VIII. PROGNOSIS
Baik
13
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari anamnesis di dapati muntah darah sebanyak 5x sejak 1 hari yang lalu, mual
sebelum muntah (+), pasien juga mengeluhkan BAB hitam sebanyak 1x sejak 1 hari yang
lalu, nyeri ulu hati juga dirasakan pasien, nyeri kepala (+), demam (-), sesak (-), BAK
dalam batas normal. Pasien riwayat sering minum obat NSAID untuk mengobati nyeri
pada kaki akibat gout artritis. Berdasarkan pemeriksaan fisik di dapati conjungtiva anemis
+/+, dan nyeri ulu hati.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan diagnosa sementara
yaitu Hematemesis Melena et causa Gastritis erosif. Terdapat tanda-tanda fisis pada pasien
yang mengarahkan diagnosa pada Hematemesis Melena et causa Gastritis erosif yaitu
muntah darah yang berwarna hitam pekat seperti kopi, BAB yang berwarna hitam seperti
ter, mual dan muntah, nyeri tekan epigastrium , pernah mengalami riwayat gastritis
sebelumnya, serta terdapat riwayat pemakaian obat-obatan dan jamu untuk mengurangi
pegel-pegel dalam jangka waktu yang lama.
Muntah darah yang berwarna hitam pekat seperti kopi diakibatkan oleh perdarahan
yang berasal dari saluran cerna bagian atas yaitu lambung, yang telah tercampur dengan
asam lambung. Warna darah terganung pada jumlah asam lambung yang ada dan lamanya
kontak dengan darah. Darah dapat berwarna merah segar bila tidak tercampur dengan asam
lambung atau merah gelap, coklat, ataupun hitam bila telah bercampur dengan asam
lambung atau enzim pencernaan sehingga hemoglobin mengalami proses oksidasi menjadi
hematin. BAB yang berwarna hitam seperti ter juga diakibatkan oleh tercampurnya darah
dengan asam lambung. BAB hitam (melena) baru dijumpai apabila terjadi paling sedikit
perdarahan sebanyak 50-100 mL. Perdarahan saluran cerna bagian atas juga dapat
bermanifestasi sebagai hematokesia bila perdarahan banyak dan aktif serta waktu transit
saluran cerna yang cepat.
Berdasarkan anamnesis juga, diperoleh data bahwa pasien merasa sakit di daerah
ulu hati. Sakit ini sudah dirasakan sejak beberapa bulan terakhir dan hilang timbul. Sakit
dirasakan seperti menusuk-nusuk dan perih. Sakit hilang bila pasien makan. Kadang-
kadang pasien merasa mual. Cepat merasa kenyang dan terkadang terasa kembung.
14
Berdasarkan keterangan ini disimpulkan bahwa pasien pernah menderita gastritis. Gastritis
adalah inflamasi dari mukosa lambung. Gambaran klinis yang ditemukan berupa dispepsia
yang dikeluhkan pasien ini. Gastritis terjadi karena terjadi gangguan keseimbangan faktor
agresif dan defensif. Gastritis akut dapat disebabkan oleh NSAIDs, alkohol, gangguan
mikrosirkulasi mukosa lambung maupun stress. Gastritis kronik disebabkan oleh
Helicobacter pylori.
Kemungkinan terjadi gastritis Akut pada pasien ini karena terdapat riwayat
pemakaian obat-obat. Umumnya obat-obatan tersebut mengandung bahan-bahan yang
dapat mengakibatkan perangsangan asam lambung yang berlebihan ataupun menghambat
serta mengganggu dari fungsi perlindungan mukosa lambung terhadap asam lambung
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan lambung. Kandungan obat-obatan
tersebut diantaranya yang terbanyak adalah NSAIDs (Asam mefenamat) dan berbagai jenis
steroid (prednisone, deksametason dll). Efek samping NSAIDs pada saluran cerna tidak
terbatas pada lambung. Efek samping pada lambung memang yang paling sering terjadi.
NSAIDs merusak mukosa lambung malalui 2 mekanisme yakni : tropikal dan sistemik.
Kerusakan mukosa secara tropikal terjadi karena NSAIDs bersifat asam dan lipofilik,
sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan
kerusakan. Efek sistemik NSAIDs tampaknya lebih penting yaitu kerusakan mukosa
terjadi akibat produksi prostaglandin menurun, NSAIDs secara bermakna menekan
prostaglandin. Seperti diketahui prostaglandin merupakan substansi sitiprotektif yang amat
penting bagi mukosa lambung. Efek sitiproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran
darah mukosa, meningkatkan sekresi mukus, dan ion bikarbonat dan meningkatkan
epithelial defense. Aliran darah mukosa yang menurun menimbulkan adhesi neutrofil pada
endotel pembuluh darah mukosa dan memacu lebih jauh proses imunologis. Radikal bebas
dan protease yang dilepaskan akibat proses imunologis tersebut akan merusak mukosa
lambung.
Berdasarkan penelitian, terbukti sebagai faktor resiko untuk mendapatkan efek
samping semakin besar dari penggunaan NSAIDs adalah digunakan secara bersama-sama
dengan steroid, usia lanjut > 60 tahun, dan masih mengkonsumsi obat-obatan tersebut
walaupun telah menderita penyakit gastritis sebelumnya tanpa diberikan obat-obatan
pelindung untuk mukosa lambung.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa pasien mengalami
Hematemesis Melena et causa Gastritis Akut erosif. Namun untuk menegakkan diagnosis
15
secara pasti harus dilakukan pemeriksaan dengan endoskopi. Secara endoskopi akan
dijumpai kongesti mukosa, eresi-erosi kecil, dan kadang-kadang disertai dengan
perdarahan kecil-kecil.Menentukan status hemodinamik pada saat pasien datang sangatlah
penting karena hal ini akan mempengaruhi prognosis. Di samping itu, tanda-tanda
gangguan sirkulasi perifer juga harus diwaspadai. Pada saat pemeriksaan, tidak didaparkan
tanda-tanda hipovolemik sampai syok, yaitu tekanan darah masih dalam batas normal, nadi
dan napas juga dalam batas normal serta akral tidak dingin. Hanya ditemukan konjungtiva
pucat yang menandakan terjadi anemia, dan hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan Hb
yang hanya 3,5 gr/dl.
Hal ini kemungkinan dikarenakan jumlah darah yang hilang tidak teralu banyak
dan pasien telah mendapatkan penaganan sebelumnya di IGD serta telah mendapat satu
kolf transfusi PRC.
Diagnosis banding pasien ini adalah Hematemesis Melena et causa Tukak
Peptikum dan Hematemesis Melena et causa varises esofagus. Berdasarkan penelitian
bahwa penyebab terbanyak dari hematemesis melena adalah diakibatkan oleh pecahnya
varises esofagus, gastritis erosif dan tukak peptikum. Gejala-gejala yang timbul hampir
sama.
Pada Hematemesis Melena yang diakibatkan oleh varises esofagus terdapat riwayat
penyakit atau kelainan hati sebelumnya, dan umumnya darah yang dimuntahkan berwarna
merah segar karena berasal dari pembuluh darah esofagus yang pecah walaupun terdapat
juga warna muntahan darah berwarna hitam karena ada darah yang mengalir ke lambung
dan bercampur dengan asam lambung. Untuk ,mengetahui apakah terdapat kelainan pada
hati dapat dilakukan pemeriksaan fungsi hati seperti SGPT, SGOT dan apabila diperlukan
dapat dilakukan USG hati.
Sedangkan Hematemesis Melena yang dikibatkan oleh Tukak Peptikum, untuk
membedakannya dengan gastritis erosif dapat dilakukan pemeriksaan dengan endoskopi.
Pada gastritis erosif dapat dijumpai kongesti mukosa, eresi-erosi kecil, dan kadang-kadang
disertai dengan perdarahan kecil-kecil. Sedangkan pada tukak peptik dapat dijumpai erosi
yang lebih luas dan dalam atau luka terbuka.
Nyeri pada tukak duedonum umumnya tidak terlokalisasi, rasa sakit timbul waktu
merasa lapar, biasanya terjadi setelah 90-3 jam post prandial dan nyeri dapat berkurang
sementara sesudah makan, minum susu atau minum antasida. Nyeri spesifik timbul dini
hari, antara tengah malam dan jam 3 dini hari yang
16
dapat membangunkan pasien, dan rasa sakit terletak pada daerah sebelah kanan garis
tengah perut. Sedangkan rasa sakit pada tukak lambung timbul setelah makan., dan terjadi
pada daerah sebelah kiri dari garis tengah perut
Pemeriksaan penunjang yang diusulkan adalah Darah lengkap, hemostasis (waktu
perdarahan, pembekuan, protrombin), elektrolit (Na, K, Cl), Fungsi hati (SGPT/SGOT,
albumin, globulin), endoskopi dan USG hati.
Pemeriksaan darah berguna untuk menilai keadaan sekaligus sebagai panduan
untuk terapi. Sebagai contohnya kadar Hb dapat digunakan untuk panduan kapan harus
dilakukan tranfusi darah. Karena pasien mengalami kehilangan darah baik melalui muntah
ataupun feses, atau perdarahan di dalam lambung maka pada pemeriksaan Hb yang
diharapkan adalah terjadinya penurunan kadar Hb. Elektrolit juga diperiksa karena ketika
pasien muntah akan terjadi juga defisit elektrolit yang hilang bersama muntahan tersebut.
Defisit elektrolit ini juga harus dikoreksi.
Pemeriksaan fungsi hati diperlukan, untuk menilai apakah telah terjadi kelainan
pada hati dan sebagai pertimbangan dalam pemberian terapi khususnya pada obat-obatan
yang di metabolisme di hati.
Endoskopi dilakukan untuk mengetahui asal tempat terjadinya sumber perdarahan,
penyebab perdarahan, aktivitas perdarahan dan sebagai diagnostik pasti. USG hati
dilakukan apabila ada indikasi untuk melihat gambaran keadaan hati.
Terapi kausal yang diberikan pada pasien ini adalah golongan obat penghambat
pompa proton seperti omeprazole. Mekanisme kerja PPI adalah memblokir enzim
K+H+ATP ase yang akan memecah K +H+ATP menghasilkan energi yang akan digunakan
untu mengeluarkan enzim HCL dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung.
Selain itu diberikan juga obat-obatan pelindung mukosa lambung seperti sucralfate
yang mekanisme kerjanya melalui pelepasan kutub alumunium hidroksida yang berikatan
dengan kutub positif molekul protein membentuk lapisan fisiokokemikal pada daerah
erosi, yang melindunginya dari pengaruh agresif asam lambung. Selain itu diberikan juga
obat-obatan antasida yang mempunyai kemampuan untuk menetralkan asam lambung atau
mengikatnya, seperti Magnesium hidroksida atau Alumunium hidroksida.
Pemberian vitamin K pada kasus-kasus perdarahan saluran cerna bagian atas
diperbolahkan, dengan peetimbangan pemberian tersebut tidak merugikan dan relatif
murah. Vitamin K bermanfaat dalam proses pembekuan darah dan dapat mengembalikan
masa protrombin menjadi normal. Faktor pembekuan darah yang bergantung pada vitamin
17
K adalah faktor II, VII, IX, dan X. Apabila terjadi defisiensi vitamin K maka proses
pembekuan akan berlangsung lama dan perdarahan dapat terjadi terus-menerus.
Pemberian obat-obatan antasida dan antagonis reseptor H2 tidak boleh diberikan
pada waktu yang bersamaan, karena obat-obatan antasida dapat menghambat absorbsi dari
obat-obatan lain. Pemberian dapat dilakukan dengan tenggang waktu 1-2 jam. Sebagai
contoh pemberian antasida dilakukan 1 jam sebelum makan dan obat-obatan antihistamin
H2 diberikan 1 jam setelah makan. Untuk obat-obatan antagonis H2 dan cytoprotective
agent pemberiannya boleh dilakukan secara bersama-sama. Apabila kita menggunakan
sucralfate, maka pemberiannya juga jangan diberikan bersamaan dengan antasida, karena
sucralfate membutuhkan PH asam untuk aktivasi.
18
DAFTAR PUSTAKA
19