Anda di halaman 1dari 5

UPACARA GALUNGAN

Oleh
Vherendio Novtha Varidy 1806214771

1. Arti kata Galungan


Kata “galungan” berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti bertarung,
namun seringkali disebut “dungulan” yang berarti menang. Berdasarkan arti kata
tersebut upacara Galungan adalah suatu upacara untuk merayakan kemenangan
kebaikan (dharma) yang melawan kejahatan (adharma). Sebagai ucapan syukur, umat
Hindu memberi dan melakukan persembahan pada Sang Hyang Widhi dan Dewa
Bhatara dan para leluhur. Dengan dilaksanakannya upacara ini, diharapkan
masyarakat Bali dapat mengingat agar selalu melawan adharma dan menegakkan
dharma.  

2. Rangkaian Upacara Galungan


Dalam upacara Galungan sendiri terdapat rangkaian acara yang dilakukan
sebelum dan sesudah upacara Galungan. Rangkaian acara tersebut antara lain Tumpek
Wariga, Sugihan Jawa, Sugihan Bali, Hari Penyekeban, Hari Penyajan, Hari
Penampahan, Hari Raya Galungan, Hari Umanis Galungan, Hari Pemaridan Guru,
Ulihan, Hari Pemacekan Agung, Hari Kuningan, dan Hari Pegat Wakan. Rangkaian
upacara Galungan sendiri cukup banyak karena upacara Galungan sendiri merupakan
upacara yang sakral setelah hari raya Nyepi.

2.1. Tumpek Wariga


Tumpek wariga dilakukan 25 hari sebelum Galungan. Pada hari Tumpek
Wariga Ista Dewata yang dipuja adalah Sang Hyang Sangkara sebagai Dewa
Kemakmuran dan Keselamatan Tumbuh-tumbuhan. Tradisi masyarakat untuk
merayakannya yaitu dengan memberikan sesaji berupa bubuh (bubur sumsum),
berwarna putih, merah, dan kuning. Pada hari Tumpek Wariga, semua pohon
disiram dengan air suci di sebuah Pura dan diberi banten (sesaji) beruba bubuh
tersebut disertai canang pesucian, sesayut tanem tuwuh dan diisi sasat. Pemilik
pohon akan bermonolog dengan mengucap sebuah mantra yang berisi harapan
agar pohon tersebut berbuah atau menghasilkan, sehingga dapat digunakan untuk
upacara hari raya Galungan.
2.2. Sugihan Jawa
Sugihan Jawa merupakan hari penyucian. Pada hari ini, dilaksanakan
upacara mererebu atau mererebon. Mererebon dilaksanakan dengan tujuan untuk
menetralisisr segala sesuatu yang negative pada manusia (Bhuana Agung) yang
dilakukan dengan pembersihan Merajan dan rumah. Pada hari ini biasanya
wilayah Pura akan membuat Guling Babi sebagai haturan dan dibagikan untuk
masyarakat sekitar.

2.3. Sugihan Bali


Seperti halnya sugihan Jawa, Sugihan Bali juga merupakan bentuk
penyucian diri, namun Sugihan Bali dilaksanakan dengan cara mandi atau
pembersihan secara fisik. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan memohon
penyucian jiwa raga demi melaksanakan hari Gulungan yang semakin dekat.

2.4. Hari Penyekaban


Hari penyekaban berarti menyekab diri atau mengekang diri agar tidak
melakukan hal yang tidak dibenarkan dalam agama.

2.5. Hari Penyajan


Hari penyajan merupakan hari yang bertujuan untuk memantapkan diri
untuk merayakan hari raya Galungan. Menurut kepercayaan umat akan digoda
oleh Sang Bhuta Dungulan untuk menguji pengendalian firi umat Hindu.

2.6. Hari Penampahan


Hari penampahan dilaksanakan sehari sebelum Galungan. Pada hari
penampahan dibuat penjor (bambu yang dihias dan dipasang di sepanjnag jalan)
sebagai ungkapan syukur atas anugerah yang diterima. Selain membuat penjor,
umat juga menyembelih babi. Masyarakat Bali percaya, pada hari Penampahan
para leluhur akan mendatangi keturunannya yang ada di dunia. Oleh karena itu,
masyarakat juga membuat suguhan khusus berupa nasi, lauk-pauk, jajanan, buah,
kopi, lekesan (daun sirih dan pinang) atau rokok untuk para leluhur.
2.7. Hari Raya Gulungan
Hari raya Gulungan dimulai dengan umat yang bersembahyang di rumah
kemudian di Pura. bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga Mangkisan di
Pertiwi (mependem/dikubur), maka umat tersebut wajib berziarah dengan
membawakan banten atau sesaji ke kuburan (Mamunjung ka Setra). Banten
tersebut berisi kain dan air kumkuman (air bunga)

2.8. Hari Umaris Gulungan


Pada hari ini, umat akan bersembahyang terlebih dahulu dan dilanjutkan
dengan Dharma Santi serta mengunjungi sanak saudara. Anak-anak akan
melakukan tradisi ngelawang. Anak-anak akan menari barong ke rumah
penduduk kemudian pemilik rumah akan keluar dengan membawa canang dan
sesari atau uang.

2.9. Ulihan
Hari ini dipercayai sebagai hari kembalinya para leluhur ke kahyangan.

2.10. Hari Pemacekan Agung


Kata pemecekan berasal dari kata pacek yang artinya tekek (bahasa Bali)
atau tegar, yang berarti symbol keteguhan iman atas segala godaan selama
perayaan hari Galungan.

2.11. Hari Kuningan


Hari Suci Kuningan dirayakan umat dengan cara memasang
tamiang,kolem, dan endong.Tamiang adalah simbol senjata Dewa Wisnu karena
menyerupai Cakra, Kolem adalah simbol senjata Dewa Mahadewa, sedangkan
Endong tersebut adalah simbol kantong perbekalan yang dipakai oleh Para
Dewata dan Leluhur kita saat berperang melawan adharma. Tamiang kolem
dipasang pada semua palinggih, bale, dan pelangkiran, sedangkan endong
dipasang hanya pada palinggih dan pelangkiran. Tumpeng  pada sesaji yang
biasanya berwarna putih diganti dengan tumpeng berwarna kuning yang dibuat
dari nasi yang dicampur  dengan kunyit yang telah dicacah dan direbus bersama
minyak kelapa dan daun pandan harum.
Keunikan hari raya Kuningan selain penggunaan warna kuning adalah
yaitu persembahyangan harus sudah selesai sebelum jam 12 siang (tengai tepet),
sebab persembahan dan persembahyangan setelah jam 12 siang hanya akan
diterima Bhuta dan Kala karena para Dewata semuanya telah kembali ke
Kahyangan. Hal ini sebenarnya mengandung nilai disiplin waktu dan kemampuan
untuk memanajemen waktu. Warna kuning yang identik dengan hari raya
Kuningan memiliki makna kebahagiaan,keberhasilan, dan kesejahtraan.

2.12. Pegat Wakan


Pegat Wakan adalah runtutan terakhir dari perayaan Galungan.
Dilaksanakan dengan cara melakukan persembahyangan, dan mencabut penjor
yang telah dibuat pada hari Penampahan. Penjor tersebut dibakar dan abunya
ditanam di pekarangan rumah. Pegat Wakan dilaksanakan sebulan setelah
galungan.
REFERENSI

Novita, Sella. 2017. Studi Tentang Komunitas Agama Hindu di Desa Wajak
Kidul,
Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung. Skripsi. Tidak
Diterbitkan. Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan. Universitas
Nusantara
PGRI Kediri: Jawa Timur.

unud.ac.id. 06 April 2017. “Memaknai Galungan dan Kuningan”. Diakses pada


22
Oktober 2019, dari
https://www.unud.ac.id/in/berita1769-Memaknai
Galungan-danKuningan.html

Ardiyasa, I. 2018. Makna Filosofi Hari Raya Galungan Pada Era Globalisasi.
Genta Hredaya vol 2. No. 1.

Phddisumsel.or.id. rangkaian hari raya Galungan. Diakses pada 22 Oktober


2019.,
dari
http://www.phdisumsel.or.id/phdi/sejarah-rangkaian-hari-raya
galungan-dan-kuningan-di-bali/#

Anda mungkin juga menyukai