Anda di halaman 1dari 9

AL BIRUNI

1. Biografi Al-Biruni
Namanya tak diragukan lagi di pentas sains dan ilmu
pengetahuan abad pertengahan. Dunia ilmu pengetahuan
mengenalnya sebagai salah seorang putra Islam terbaik dalam
bidang astronomi, fisika, filsafat, sejarah, farmasi, dan
matematika. Wawasan pengetahuannya yang demikian luas,
menempatkannya sebagai pakar dan ilmuwan Muslim terbesar
awal abad pertengahan. Ilmuwan itu tak lain adalah Al Biruni.
Bernama lengkap Abu Raihan Muhammad ibn Ahmad Al Biruni, ilmuwan besar ini
dilahirkan pada 362 H (15 September 973–13 Desember 1048), di desa Khath yang
merupakan ibukota kerajaan Khawarizm, Turkmenistan (kini kota Kiva, wilayah
Uzbekistan). Ia lebih dikenal dengan nama Al Biruni. Nama “Al Biruni” sendiri berarti
‘asing’, yang dinisbahkan kepada wilayah tempat tanah kelahirannya, yakni Turkmenistan.
Kala itu, wilayah ini memang dikhususkan menjadi pemukiman bagi orang-orang asing.
Dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama, Al Biruni tumbuh dan besar dalam
lingkungan yang mencintai ilmu pengetahuan. Meski tak banyak diketahui tentang masa
mudanya, termasuk pendidikan formalnya, namun ulama yang tawadlu ini dikenal amat
mencintai ilmu dan gemar membaca dan menulis sejak remaja. Tak heran bila kemudian
masih di usia muda ia sudah tersohor sebagai seorang ahli di banyak bidang ilmu.
Al-Biruni (juga dikenal di dunia Barat dengan sebutan Aliboron) adalah salah satu
ilmuwan terbesar dalam sejarah Islam. Sebagian ahli bahkan tak ragu menyebutnya sebagai
ilmuwan terbesar yang pernah ada. Namanya dikenal luas jauh melampaui jamannya, baik di
dunia Islam maupun Barat. Sejarawan sains sekelas George Sarton menyebut abad ke sebelas
Masehi sebagai era Al-Biruni.
Bidang keahlian al-Biruni meliputi fisika, antropologi, geografi, geodesi, geologi,
matematika, farmasi, filosofi dan ia juga seorang guru agama. Ia dikenal sebagai kritikus
ilmu kimia dan astrologi, penyususn ensiklopedi, penjelajah, dan seorang ulama pengikut
aliran Asy’ariyah. Ia adalah sarjana Muslim pertama yang secara khusus mempelajari seluk-
beluk tradisi dan kehidupan bangsa India sehingga dinobatkan sebagai Bapak Indologi. Al-
Biruni juga dikenal sebagai Bapak Geodesi  dan antropolog pertama di dunia. Dalam bidang
metode eksprimen Ilmiah, ia adalah salah satu pelopor yang menerapkan metode  tersebut
dalam ilmu mekanika. Dialah orang yang pertama menggunakan berbagai eksprimen  yang
berhubungan dengan dengan fenomena astronomis, dan juga seorang pelopor dalam bidang
psikologi eksprimental.

2. Penemuan dan pemikiran Al Biruni


a. Astronomi
Al-Biruni adalah orang pertama yang melakukan eksperimen untuk memahami
fenomena astronomis. Di Khurasan ia mengamati dan menjelaskan secara rinci peristiwa
gerhana bulan, sekaligus memberikan posisi bintang-bintang secara akurat pada saat
gerhana bulan. Penemuan-penemuannya di bidang astronomi dimuat dalam salah satu
karya terbesarnya, yaitu kitab Al-Qanaun al- Mas’udi fii al-Hai’ah wa al-Nujum
(didedikasikan pada Mas’ud, putra Mahmud al-Ghaznawi) yang dikenal dalam bahasa
latin sebagai Canon Mas’udicus. Dalam buku ini, al-Biruni membuat tabel astronomi
sekaligus mengkritisi tabel astronomi yang dibuat oleh para ilwuwan  pendahulunya.
Buku ini juga memperkenalkan teknik perhitungan  matematis untuk menganalisa 
percepatan gerak planet, sekaligus menegaskan bahwa jarak antara bumi dan matahari
lebih besar daripada yang dikemukakan oleh Ptolemeus.
Kitab Al-Qanun al-Mas’udi pertama kali dibuat untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan Mas’ud al-Ghaznawi yang begitu tertarik pada sains dan mempertanyakan
sebab-sebab terjadinya perbedaan siang dan malam di berbagai tempat di dunia. Sebagai
ucapa terima kasih atas pembuatan kitab yang tebalnya nyaris 1500 halaman itu, Ma’ud
memberikan koin perak sebanyak muatan seekor gajah. Al-Biruni menolak pemberian
tersebut dan memberikannya kepada bait al-maal serta meyakinkan  Mas’ud bahwa ia
bisa hidup tanpa kekayaan tersebut.
Al-Biruni memperkenalkan metode observasi astronomi baru yang disebut
sebagai “observasi tiga titik”. Sebelum era al-biruni para astronom  menggunakan metode
Hipparchus yang relatif tidak akurat, yaitu menggunakan  interval musim untuk
memperhitungkan  berbagai parameter yang berkaitan dengan matahari. Metode
perhitungan dengan observasi tiga titik ala Al-Biruni  adalah kontribusi yang sangat
penting dan masih digunakan enam abad setelahnya oleh para astronom, antara lain
Taqiyuddin al-Dimasyqi, Tyco Brahe dan Nicolaus Copernicus.
Selain menyumbang berbagai metode perhitungan dalam bidang astronomi, al-
Biruni juga menciptakan berbagai instrumen. Ia merumuskan pembuatan astrolab dan
planisfernya sendiri, juga merancang sextant yang pertama. Al-Biruni juga menciptakan 
hodometer  sederhana, dan kalemder lunisolar mekanik pertama yang  merupakan contoh
awal dari  dari mesin pemroses data. Dengan berbagai peralatan dan metode yang
diciptakannya sendiri, al-Biruni dapat menentukan kiblat  dari tempat manapun di muka
bumi dan menentukan  waktu shalat secara tepat.
Ide dan penjelasan mengenai ‘tabung observasi’ telah ditemukan dalam sebuah
karya al-Biruni. Meskipun tabung observasi sederhana ini tidak menggunakan lensa,
namun memungkinkan  pengamat untuk  memfokuskan pengamatan pada sebuah bagian
langit dengan  menyingkirkan  gangguan-gangguan cahaya. Tabung observasi ini
kemudian diadopsi oleh para  ilmuwan setelahnya dan mempengaruhi perkembangan
teleskop modern.
Al-Biruni banyak membaktikan waktunya untuk mengamati matahari,
pergerakannya, dan fenomena gerhana. Ia juga salah seorang ilmuwan pertama  yang
berpendapat bahwa bumi berotasi  terhadap sumbunya dan terlibat dalam berbagai
diskusi mengenai teori heliosentris.
Al-Biruni secara tegas menarik garis antara astronomi dan astrologi. Ia adalah
astronom yang secara tegas menolak astrologi karena metode yang digunakan lebih
berdasarkan asumsi belaka dan juga karena pandangan-pandangan astrologi yang
bertentangan dengan ajaran Islam
b. Ilmu-Ilmu Kebumian
Al-Biruni memberikan banyak kontribusi dalam ilmu-ilmu kebumian. Karena
jasa-jasanya di bidang perpetaan, ia dinobatkan menjadi Bapak Geodesi. Ia juga
memberikan kontribusi yang sangat banyak  dalam bidang ilmu kartografi, geografi,
geologi dan mineralogi. Pada usia 22 tahun, al-Biruni telah menulis berbagai karya
ilmiah, termasuk sebuah penelitian  mengenai proyeksi peta atau kartografi, yang di
dalamnya tercakup sebuah metode memproyeksikan  sebuah hemisfer ke sebuah bidang
datar. Al-Biruni adalah salah satu ilmuwan  pertama yang menemukan metode untuk
menentukan garis lintang dan bujur secara akurat.
Pada usia 17 tahun, al-Biruni menghitung ketinggian kota Kath di Khwarizm. Ia
juga memecahkan persamaan geodesi yang rumit untuk menghitung diameter bumi. Hasil
perhitungannya (yaitu 6.339.9 km) hanya meleset 16.8 km dari hasil perhitungan modern,
yaitu 6.356, 7 km. Sementara para pendahulunya menghitung diameter bumi
dengan mengamati matahari secara terus menerus dari dua lokasi yang berbeda, al-Biruni
mengembangkan metode baru dengan perhitungan trigonometri berdasarkan sudut antara
suatu tempat di dataran rendah dengan puncak gunung yang menghasilkan perhitungan
yang lebih akurat dan memungkinkan untuk dihitung oleh seorang pengamat dari satu
lokasi saja.
Al-Biruni terkenal sebagai ilmuwan yang paling ahli dalam soal memetakan kota-
kota dan mengukur jarak di antaranya. Buku Al-Qanun al-Mas’udi-nya mencantumkan
koordinat lebih dari enam ratus tempat di dunia. Ia seringkali memadukan hasil
pengamatan astronomi dengan perhitungan matematis dalam mengembangkan metode-
metode untuk menentukan lokasi secara akurat. Teknik-teknik serupa juga digunakannya
untuk mengukur ketinggian gunung, kedalaman lembah, dan luas horizon.
Dalam bidang geologi, Al-Biruni memberikan banyak sumbangan dalam
menentukan masa lalu sebuah negeri. Dengan mengamati bebatuan India, ia
berkesimpulan bahwa dataran India dulunya adalah lautan yang emudian mendangkal
oleh endapan. Ia juga menjelaskan bagaimana jazirah Arab dahulunya pernah tenggelam
di bawah laut dengan mengamati bekas-bekasnya pada batu dan karang.
Dalam bidang pertambangan, Al-Biruni menggagas dasar-dasar ilmiah bagi cara
menambang dalam bukunya Al-Jamaahir fii Ma’rifat al-Jawaahir. Buku ini menjelaskan
berbagai macam logam, tempat-tempat asalnya, cara mengeluarkannya dari tambang,
campuran dan jenis kotoran yang ada padanya dan berbagai manfaatnya. Al-Biruni
melakukan ratusan eksprimen untuk menghasilkan pengukuran yang terdokumentasikan
dengan baik dalam berbagai bahasa. Perhitungan berat mineral yang dilakukannya 
akurat hingga tiga angka desimal , dan nyaris sama akuratnya seperti pengukuran
modern untuk jenis-jenis mineral yang sama.
c. Fisika dan Matematika
Al-Biruni sejak dulu telah merumuskan gravitasi sebagai gaya yang menarik
segala benda ke arah pusat bumi. Ia adalah ilmuwan pertama yang melakukan
eksperimen dalam bidang statika dan dinamika, khususnya dalam menentukan berat
spesifik. Melalui eksperimennya Al-Biruni berhasil menunjuk kan perbedaan berat antara
air tawar dan air laut, antara air panas dan air dingin.
Bersama Ibn al-Haitsam, al-Biruni adalah ilmuwan pertama yang  menyadari
bahwa kecepatan cahaya dapat diukur. Ia juga pertama kali menyatakan bahwa kecepatan
cahaya jauh lebih cepat daripada kecepatan suara. Al-Biruni menyanggah pendapat
Galenus yang menyatakan bahwa cahaya bersumber dari mata ke objek benda yang
dilihat dan bukan sebaliknya.
Al-Biruni memberikan sumbangan yang sangat besar dalam disiplin ilmu
matematika, terutama dalam bidang aljabar, geometri, trigonometri, kalkulus dan
aritmetika. Dalam bidang aljabar al-Biruni meneruskan pekerjaan al-Khwarizmi dan
memberikan banyak tambahan. Dalam bidang geometri, al-Biruni adalah pelopor dalam
merumuskan metode untuk menggambar pada permukaan, juga menghitung diameter
bumi dengan rumus-rumus matematika. Sebagaimana Abu Nashr Manshur, al-Biruni
juga mahir menggunakan rumus-rumus trigonometri. Al-Biruni-lah yang pertama kali
memperkenalkan konsep tangen dan kotangen. Al-Biruni juga menggunakan prinsip-
prinsip geometri untuk membuktikan rumus kalkulus yang ditemukan oleh Tsabit bin
Qurah. Penemuan ini di kemudian hari di klaim oleh sebagai temuan Isaac Newton oleh
dunia Barat. Selain itu al-Biruni menulis beberapa buku tentang aritmetika. Ia juga
memaparkan sejarah angka India dan perpindahannya ke Arab serta pengembangannya
kemudian.
d. Kimia, Biologi dan Farmakologi
Al-Biruni hidup sezaman dengan Ibnu Sina dan Al-Kindi. Walaupun lebih dikenal
sebagai astronom, namun sebenarnya ia juga seorang yang ahli dalam bidang kimia. Ia
menulis sebuah kitab yang merupakan ensiklopedi farmakologi yang merupakan
gabungan dari seni pengobatan Islam dan India. Dalam bukunya itu ia memaparkan
penggunaan berbagai jenis tanaman, termasuk berbagai jenis jamur untuk keperluan
pengobatan. Ia juga seorang ahli biologi, dan termasuk ilmuwan generasi awal yang 
mengamati fenomena-fenomena menyimpang pada tumbuhan , hewan dan manusia,
termasuk fenomena kembar siam. Ia juga mengamati fenomena perkawinan pada
beberapa jenis bunga. Pada tahun 1051 M, al-Biruni menulis sebuah kitab berjudul Kitab
As-Saydalah (The of Drugs). Kitab ini adalah salah satu karya ilmuwan muslim paling
berharga di bidang farmakologi. Dalam buku ini ia memberikan penjelasan mendetail
tentang kandungan obat-obatan dan menggarisbawahi peranan farmasi dan tugas-tugas
seorang ahli farmasi.
e. Ilmu Sosial dan Sastra
Di masa mudanya, yaitu ketika masih tinggal di Istana Jurjan, al-Biruni telah
meneliti dan memperbandingkan banyak aspek dalam kehidupan berbagai bangsa. Ia
merangkum perbedaan sistem kalender dan hari raya bagi  bagi berbagai bangsa di dunia
dalam bukunya berjudul :Al-Atsar al-Baqiyah min al-Qurun al-Khaliyah. Berkat
penelitiannya yang komprehensif terhadap kehidupan masyarakat India, gelar antropolog
diberikan kepadanya. Al-Biruni lama tinggal di India, selama di India dia menuliskan
catatan lengkap tentang negeri itu termasuk sejarah politik, militer dan budaya, corak
sosial, keagamaan, filsafat, sastra dan adat istiadat. Hasil penelitiannya dirangkum dalam 
mater piecenya yang berjudul Tahqiq maa lii al-Hindi min Maqulah Maqbulah fi Al-‘Aqli
aw Mardzwilah. Buku Al-Biruni tentang India dijadikan rujukan para ahli hingga
berabad-abad. Sebagai cabang ilmu, indologi sendiri baru ditekuni pada abad 18 masehi
atau tujuh abad setelah era Al-Biruni.
f. Agama dan Pemikiran
Selain sebagai ilmuwan, Al-Biruni juga dikenal sebagai ahli agama. Ia memahami
filsafat Yunanai dan Filsafat India, sekaligus juga  memberikan berbagai kritik 
terhadapnya. Al-Biruni terlibat perdebatan yang hangat dengan Ibnu Sina mengenai
pemikiran filsafat dan sufi. Al-Biruni adalah pengikut aliran Asy’ariyah dan kerap terlibat
dalam perdebatan dengan aliranMu’tazilah. Karena keseriusannya dalam mempelajari
agama, al-Biruni pun dianggap sebagai pelopor yang mengilhami lahirnya ilmu
perbandingan agama sebagaimana yang dikenal selama ini.
Al-Biruni juga tidak memisahkan antara agama dan sains. Baginya, mempelajari
fenomena-fenomena alam adalah sebuah kewajaran bagi manusia dalam usahanya
memahami kebesaran Allah SWT. Berbagai penemuan di bidang sains semakin
membuatnya yakin bahwa ada sumber kekuatan yang maha besar yang mengatur alam
semesta ini sehingga tercapai keteraturan yang sedemikian rupa. Menurutnya, Al-Quran
tidak pernah bertentangan dengan sains. Indera pendengaran dan penglihatan
dianggapnya sebagai modal terpenting karena keduanya adalah alat bantu yang
memungkinkan manusia untuk mengamati tanda-tanda kekuasaan Allah SWT.
Karena keyakinannya terhadap ajaran Islam, al-Biruni senantiasa menolak segala
asumsi yang lahir dari khayalan. Dengan alasan tersebut ia menolak ilmu astrologi dan
filsafat India yang menurutnya lebih condong kepada ilmu kira-kira belaka. Dalam segala
hal, Al-Biruni menghendaki dasar pemikiran yang logis dan dapat dibuktikan secara
empiris. Hasil pemikiran semacam ini adalah metode ilmiah yang selalu dipergunakan al-
Biruni dalam setiap penelitiannya. Al-Biruni adalah pelopor metode eksperimental ilmiah
dalam bidang mekanika, astronomi, bahkan psiklogi. Ia menghendaki agar setiap teori
dilahirkan dari eksperimen  dan bukan sebaliknya.
Al-Biruni juga menekankan pentingnya melakukan eksperimen berulang-ulang.
Hal itu diangap perlu untuk meminimalkan kesalahan yang terjadi akibat kesalahan
sistematis atau acak. Metode yang digunakan oleh al-Biruni eksperimennya nyaris tak
berbeda dengan metode yang digunakan dewasa ini.
Dalam segala hal al-Biruni memandang penting sikap objektif dan melepaskan
diri dari hawanafsu yang dapat melalaikan manusia dari mendapat pemahaman yang
benar. Meskipun menyibukkan diri dengan mempelajari berbagai bidang keilmuan
dengan serius, al-Biruni juga dikenal karena sifat humorisnya yang seringkali
mengejutkan, namun digunakannya secara efektif. Salah satu contohnya adalah kata-kata
yang ia gunakan untuk memperkenalkan metodenya dalam menghitung diameter bumi.
“Inilah metode lainnya untuk menentukan diameter bumi. Metode ini tidak
mengharuskan kita untuk berjalan menembus padang pasir”.
Sebagai seorang fisikawan, A1-Biruni memberikan sumbangan penting bagi pengukuran
jenis berat (specific gravity) berbagai zat dengan hasil perhitungan yang cermat dan akurat.
Konsep ini sesuai dengan prinsip dasar yang ia yakini bahwa seluruh benda tertarik oleh gaya
gravitasi bumi. Teori ini merupakan pintu gerbang menuju hukum-hukum Newton 500 tahun
kemudian. Al Biruni juga mengajukan hipotesa tentang rotasi bumi di sekeliling sumbunya.
Konsep ini lalu dimatangkan dan diformulasikan oleh Galileo Galilei 600 tahun setelah
wafatnya Al Biruni. Sebagai sosok yang gemar membaca dan menulis, kepakaran Al-Biruni tak
hanya di bidang ilmu eksakta. Ia juga mahir dalam disiplin filsafat. Karena itu, ia dikenal sebagai
salah seorang filsuf Muslim yang amat berpengaruh. Pemikiran filsafat Al-Biruni banyak
dipengaruhi oleh pemikiran filsafat Al-Farabi, A1-Kindi, dan Al-Mas'udi (w. 956 M). Hidup
sezaman dengan filsuf besar dan pakar kedokteran Muslim, Ibnu Sina, Al-Biruni banyak
berdiskusi dengan Ibnu Sina, baik secara langsung maupun melalui surat menyurat. Keduanya
tak jarang terlibat debat sekitar pemikiran filsafat. Ia misalnya menentang aliran paripatetik yang
dianut oleh Ibnu Sina dalam banyak aspek. AlBiruni memperlihatkan ketidaktergantungan yang
agak besar terhadap filsafat Aristoteles dan kritis terhadap beberapa hal dalam -fisika paripatetik,
seperti dalam masalah gerak dan tempat. Semua yang dilakukannya itu selalu ia landaskan pada
prinsip-prinsip Islam, serta meletakkan sains sebagai sarana untuk menyingkap rahasia alam.
Hasil eksperimen dan penelitiannya selalu bermuara pada pengakuan keberadaan Sang Pencipta
(Allah). Ketika seorang ilmuwan, kata Al-Biruni, akan memutuskan untuk membedakan
kebenaran dan kepalsuan, dia harus menyelidiki dan mempelajari alam. Kalau pun ia tidak
membutuhkan hal ini, maka ia perlu berpikir tentang hukum alam yang mengatur cara-cara kerja
alam semesta. Ini akan dapat mengarahkannya untuk mengetahui kebenaran dan membuka jalan
baginya untuk mengetahui Wujud' yang mengaturnya.

Anda mungkin juga menyukai