Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan  rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan makalah ‘’Patofisiologi 6’’ ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya yang berjudul “Alzheimer”.
Makalah ini berisikan tentang pengertian, etiologi, epidemiologi,
patofisiologi, manifestasi klinik, gejala klinik, pemeriksaan penunjang, prognosa,
terapi dan mekanisme kerja obat Alzheimer. Diharapkan Makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang pengertian, etiologi, epidemiologi,
patofisiologi, manifestasi klinik, gejala klinik, pemeriksaan penunjang, prognosa,
terapi dan mekanisme kerja obat Alzheimer. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penyusun mengucapkan banyak terima kasih dan semoga makalah
ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita.

Palembang, November 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demensia ( demensia senil, sindroma otak kronis ) lebih merupakan
gejala dan bukanlah suatu kondisi penyakit yang jelas. Biasanya bersifat
progesif dan ireversibel dan bukan merupakan bagian normal dari proses
penuaan. Ditandai dengan penurunan  umum umum fungsi intelektual yang
bisa meliputi kehilangan ingatan, kemampuan penalaran abstrak,
pertimbangan dan bahasa, terjadi perubahan keperibadian dan kemampuan
menjalankan aktifitas hidup sehari-hari semakin memburuk.

Gejala biasanya tidak jelas pada saat awitan dan kemudian


berkembang secara perlahan sampai akhirnya menjadi sangat jelas dan
mengganggu. Tiga jenis demensia nonreversibel yang paling sering adalah
penyakit Alzheimer, demensia multi infark, dan campuran penyakit
Alzheimer dan demensia multi infark.

Penyakit Alzheimer adalah suatu penyakit progesif yang ditandai oleh


kematian luas neuron-neuron otak terutama didaerah otak yang disebut
nukleus basalis. Saraf-saraf dari daerah ini biasanya berproyeksi melalui
kemusfer serebrum ke daerah-daerah otak yang bertanggung jawab untuk
ingatan dan pengenalan. Saraf-saraf ini mengeluarkan asetikolin, yang penting
peranannya dalam membentuk ingatan jangka pendek di tingkat biokimiawi.

Penyakit Alzheimer kadang disebut sebagai demensia degeneratif


primer atau demensia senil jenis Alzheimer, dibandingkanmerekan yang
meninggal akibat sebab-sebab lain, pada otak pasien yang meninggal akibat
penyakit Alzheimer terjadi penurunan sampai 90% kadar enzim yang berperan
dalam pembentukan asetikolin, kolin asetiltransferase. Dengan demikian,
dengan tidak adanya asetilkolin paling tidak ikut berperan menyebabkan 
penyakit Alzheimer seperti : mudah lupa dan mengalami penurunan fungsi
kognitif. Pada para pengiap penyakit ini, neurotransmitter lain juga tampaknya
berkurang.

Penyakit Alzheimer biasanya timbul pada usia setelah 65 tahun dan


menimbulkan demensia senilis. Namun penyakit ini dapat muncul lebih dini
dan menyebabkan demensia prasenilis. Tampaknya terdapat predisposisi
genetik untuk penyakit ini, terutama pada penyakit awitan dini. Pada 1%
sampai 10% kasus, biasanya diderita 0 % bayi, angka prevalensi berhubungan
erat dengan usia. Bagi individu diatas 65 tahun penderita dapat mencapai
10%, sedang usia 85 tahun angka ini meningkat mencapai 47,2%. Dengan
meningkatnya populasi lansia, maka penyakit Alzheimer menjadi penyakit
yang bertambah banyak.

Sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya


penyakit ini, tetapi ada 3 teori utama mengenai penyebabnya : virus lambat,
proses otoimun, dan keracunan aluminium. Akhir-akhir ini teori yang paling
populer (meskipun belum terbukti) adalah yang berkaitan dengan virus
lambat. Virus-virus ini mempunya masa intubasi 2 – 30 tahun; sehingga
transmisinya sulit dibuktikan. Teori otoimun berdasarkan pada adanya
peningkatan kadar antibodi-antibodi reaksi terhadap otak pada penderita
penyakit Alzheimer. Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena
aluminium bersifat neuro toksik, maka dapat menyebabkan perubahan
neurofibrilar pada otak. Deposit aluminium telah di identifikasi menyertai
penyakit ini berbeda dengan yang terlihat pada kercunan aluminium.
1.2 Perumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan alzheimer ?


2. Apa penyebab alzheimer ?
3. Bagaimana patofisiologi dari penyakit alzheimer ?
4. Bagaimana manifestasi klinik penyakit alzheimer ?
5. Bagaimana penatalaksanaan penyakit alzheiemer ?
6. Bagaimana mekanisme kerja obat alzheimer ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari alzheimer

2. Untuk mengetahui penyebab dari alzheimer

3. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit alzheimer

4. Untuk mengetahui manifestasi klinik penyakit alzheimer

5. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit alzheimer

6. Untuk mengetahui mekanisme kerja obat alzheimer


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan
gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan
kemampuan untuk merawat diri. (Brunner &,Suddart, 2002 ).

Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan


penurunan daya ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan,
pengobatan ditujukan untuk menghentikan progresivitas penyakit dan
meningkatkan kemandirian penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008)

Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan


kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofi
siologi : konsep klinis proses- proses penyakit, juga merupakan penyakit
dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan
gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan
menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun. (Perawatan
Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003) Sehingga dengan demikian Alzheimer
adalah penyakit kronik, degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya
ingat, intelektual, kepribadian yang dapat mengakibatkan berkurangnya
kemampuan merawat diri. Penyakit ini menyerang orang berusia 65 tahun
keatas.

2.2 Etiologi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada penyakit Alzheimer terjadi


akibat kehilangan sel saraf otak di area yang berkaitan dengan fungsi daya
ingat, kemampuan berpikir, serta kemampuan mental lainnya. Hal  diperburuk
oleh penurunan zat neurotransmiter, yaitu suatu zat yang berfungsi untuk
menghantarkan sinyal dari satu sel saraf ke sel saraf  lainnya. Kondisi inilah
yang mengakibatkan gangguan pada proses berpikir dan mengingat pada
penderita. 
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab
yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas,
infeksi virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi
sel-sel filament, presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit
alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan
otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya
ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino
dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut
mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium
intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau
terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit alzheimer
adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana
faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika.

Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan


seseorang untuk menderita Alzheimer: Umur, Kemungkinan menderita
Alzheimer meningkat dua kali lipat tiap lima tahun setelah umur 65 tahun.
Setelah umur 85 tahun, resiko meningkat hingga 50%.Riwayat
Keluarga, Penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai orang
tua, saudara atau anak yang   menderita Alzheimer, lebih berisiko untuk
terkena Alzheimer dibandingkan dengan orang yang   tidak mempunyai
riwayat keluarga.Cedera kepala, Ada hubungan yang erat antara cedera kepala
yang berat dan peningkatan resiko terjadinya Alzheimer.Hubungan jantung-
otak, Setiap kerusakan/gangguan pada jantung dan pembuluh darah akan
meningkatkan risiko terjadinya Alzheimer Gaya hidup, Gaya hidup yang baik
biasanya akan menghasilkan otak yang sehat dan memberikan perlindungan
terhadap kemungkinan berkembangnya Alzheimer.

2.3 PATOFISIOLOGI

Patologi anatomi dari Penyakit Alzheimer meliputi dijumpainya


Neurofibrillary Tangles (NFTs), plak senilis dan atropi serebrokorteks yang
sebagian besar mengenai daerah asosiasi korteks khususnya pada aspek
medial dari lobus temporal.Meskipun adanya NFTs dan plak senilis
merupakan karakteristik dari Alzheimer, mereka bukanlah suatu
patognomonik. Sebab, dapat juga ditemukan pada berbagai penyakit
neurodegeneratif lainnya yang berbeda dengan Alzheimer, seperti pada
penyakit supranuklear palsy yang progresif dan demensia pugilistika dan pada
proses penuaan normal.

Distribusi NFTs dan plak senilis harus dalam jumlah yang signifikan
dan menempati topograpfik yang khas untuk Alzheimer. NFTs dengan berat
molekul yang rendah dan terdapat hanya di hippokampus, merupakan tanda
dari proses penuaan yang normal. Tapi bila terdapat di daerah medial lobus
temporal, meski hanya dalam jumlah yang kecil sudah merupakan suatu
keadaaan yang abnormal.Selain NFTs dan plak senilis, juga masih terdapat
lesi lain yang dapat dijumpai pada Alzheimer yang diduga berperan dalam
gangguan kognitif dan memori, meliputi

 Degenerasi granulovakuolar Shimkowich


 Benang-benang neuropil Braak
 Degenerasi neuronal dan sinaptik.

Berdasarkan formulasi di atas, tampak bahwa mekanisme


patofisiologis yang mendasari penyakit Alzheimer adalah terputusnya
hubungan antar bagian-bagian korteks akibat hilangnya neuron pyramidal
berukuran medium yang berfungsi sebagai penghubung bagian-bagian
tersebut, dan digantikan oleh lesi-lesi degeneratif yang bersifat toksik
terhadap sel-sel neuron terutrama pada daerah hipokampus, korteks dan
ganglia basalis. Hilangnya neuron-neuron yang bersifat kolinergik tersebut,
menyebabkan menurunnya kadar neurotransmitter asetilkolin di otak. Otak
menjadi atropi dengan sulkus yang melebar dan terdapat peluasan ventrikel-
ventrikel serebral.

2.4 Manifestasi Klinik

Gejala umum penyakit alzheimer :

1. Kehilangan daya ingat/memori, terutama memori jangka pendek. Pada


orang tua normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu orang itu
adalah tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia bukan saja lupa nama
tetangganya tetapi juga lupa bahwa orang itu adalah tetangganya.

2. Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa, seperti tidak tahu


bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu urutan-urutan menyiapkan
makanan.

3. Kesulitan berbahasa, umumnya pada usia lanjut didapat kesulitan untuk


menemukan kata yang tepat, tetapi penderita Alzheimer lupa akan kata-kata
yang sederhana atau menggantikan suatu kata dengan kata yang tidak biasa.

4. Disorientasi waktu dan tempat. Kita terkadang lupa kemana kita akan pergi
atau hari apa saat ini, tetapi penderita Alzheimer dapat tersesat pada tempat
yang sudah familiar untuknya, lupa di mana dia saat ini, tidak tahu bagaimana
cara dia sampai di tempat ini, termasuk juga apakah saat ini malam atau siang.
5. Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif, misalnya
tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat untuk cuaca dingin atau
sebaliknya.

6. Salah menempatkan barang. Seseorang secara temporer dapat salah


menempatkan dompet atau kunci. Penderita Alzheimer dapat meletakkan
sesuatu pada tempat yang tidak biasa, misal jam tangan pada kotak gula.

7. Perubahan tingkah laku. Seseorang dapat menjadi sedih atau senang dari
waktu ke waktu. Penderita Alzheimer dapat berubah mood atau emosi
secara tidak biasa tanpa alas an yang dapat diterima.

8. Perubahan perilaku Penderita Alzheimer akan terlihat berbeda dari


biasanya, ia akan menjadi mudah curiga, mudah tersinggung, depresi,
apatis atau mudah mengamuk, terutama saat problem memori menyebabkan
dia kesulitan melakukan sesuatu.

9. Kehilangan inisiatif duduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari


biasanya atau tidak menunjukan minat pada hobi yang selama ini
ditekuninya.

2.5 Epidemiologi

Penyakit Alzheimer mengenai sekitar 5 juta orang di Amerika Serikat


dan lebih dari 30 juta orang di seluruh dunia. Peningkatan jumlah penderita
penyakit Alzheimer di negara-negara industri adalah seiring dengan
peningkatan angka harapan hidup usia tua yang kian pesat di negara-negara
tersebut. Beberapa hal yang berkaitan dengan epidemiologi :
a. Faktor Demografi

Insiden demensia meningkat sesuai umur, dimana mengenai 15-20 %


individu di atas usia 65 tahun, dan 45 % di atas usia 80 tahun. Berdasarkan
gender, terdapat perbedaan frekuensi etiologi dimana untuk pria terdapat
angka yang tinggi untuk demensia yang disebabkan oleh kelainan vaskular
dibanding yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer. Secara keseluruhan
frekuensi demensia adalah sama pada wanita dan pria, meski beberapa studi
menunjukkan bahwa resiko untuk terkena Alzheimer adalah lebih tinggi pada
wanita dibanding pria oleh karena hilangnya efek neurotropik dari estrogen
pada wanita di usia menopause.

b. Tren

Secara dramatis, peningkatan angka harapan hidup juga meningkatkan


angka penyakit demensia. Mereka yang memiliki keluarga dekat yang
menderita demensia, memiliki kecendruangan lebih tinggi untuk terkena
demensia dibandingkan populasi lainnya. Dan mereka yang menderita Down
Syndrome cenderung untuk terkena Demensia Alzheimer suatu saat nanti.

2.6 Gejala Klinik


Awalan dari perubahan mental penderita alzheimer sangat perlahan
lahan,sehingga pasien dan keluarganya tidak mengetahui secara pasti kapan
penyakit ini mulai muncul. Terdapat beberapa stadium perkembangan
penyakit alzheimer, yaitu:
 Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun)
a. Memory : new learning defective, remote recall
mildly impaired
b. Visuospatial skills : topographic disorientation, poor
complex contructions
c. Language : poor woordlist generation, anomia
d. Personality : indifference,occasional irritability
e. Psychiatry feature : sadness, or delution in some
f. Motor system : normal
g. EEG : normal
h. CT/MRI : normal
i. PET/SPECT : bilateral posterior hypometabolism atau
hyperfusion
 Stadium II (lama penyakit 3-10 tahun)
a. Memory : recent and remote recall more severely
impaired
b. Visuospatial skills : spatial disorientation, poor contructions
c. Language : fluent aphasia
d. Calculation : acalculation
e. Personality : indifference, irritability
f. Psychiatry feature : delution in some
g. Motor system : restlessness, pacing
h. EEG : slow background rhythm
i. CT/MRI : normal or ventricular and sulcal enlargeent
j.PET/SPECT : bilateral parietal and frontal hypometabolism
atau hyperfusion
 Stadium III (lama penyakit 8-12 tahun)
a. Intelectual function : severely deteriorated
b. Motor system : limb rigidity and flexion poeture
c. Sphincter control : urinary and fecal
d. EEG : diffusely slow
e. CT/MRI : ventricular and sulcal enlargeent
f. PET/SPECT : bilateral parietal and frontal
hypometabolism/hyperfusion
2.7 Pemeriksaan Penunjang
 Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya
konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang
bilateral, simetris, sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-
1250gr). Beberapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol
pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks
oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh
(Jerins 1937). Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit
alzheimer terdiri dari:
a. Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-
filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine,
epitoque. NFT ini juga terdapat pada neokorteks, hipokampus,
amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang
otak. NFT selain didapatkan pada penyakit alzheimer, juga ditemukan
pada otak manula, down syndrome, parkinson, SSPE, sindroma
ektrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan
beratnya demensia.
b. Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi
nerve ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid
ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amloid prekusor protein yang
terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile
plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus,
korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik
primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile
plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987)
mengatakan densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan
kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque)
merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit
alzheimer.

c. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian
neuron pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada
neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal
dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus
batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia
nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis
dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta
sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum
dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron
kolinergik yang berdegenerasi pada lesi eksperimental binatang dan ini
merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer.

d. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan
dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara
bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering
didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak
pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital,
hipokampus, serebelum dan batang otak.
e. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak
terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan
amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis,
oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas
yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi
penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan
variant dari penyakit alzheimer.

2. Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia.
Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau
tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum danmengetahui secara
rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk
menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang
berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi,
kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa. Evaluasi
neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang
penting, karena:
a. Adanya defisit kognisi yang berhubungan dgndemensia awal yang
dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat
penuaan yang normal.
b. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan
untuk membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan
defisit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik,
dangangguan psikiatri.
c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang
diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab. The Consortium
to establish a Registry for Alzheimer Disease (CERALD) menyajikan
suatu prosedur penilaian neuropsikologis dengan mempergunakan alat
batrey yang bermanifestasi gangguan fungsi kognitif, dimana
pemeriksaannya terdiri dari:
1. Verbal fluency animal category
2. Modified boston naming test
3. mini mental state
4. Word list memory
5. Constructional praxis
6. Word list recall
7. Word list recognition
Test ini memakn waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada kontrol
3. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk
melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita
alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam
menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya
selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal
menyeluruh danpembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran
marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi
gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti
multiinfark, parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk
membedakan dengan penyakit alzheimer. Penipisan substansia alba
serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala
klinik danhasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan
peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler
(Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan
predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di
kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti
adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis
dan fissura sylvii. Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitif untuk
membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain,
dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
4. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang
suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatkan perubahan
gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik
5. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan
aliran darah, metabolisma O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take
I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat
berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi danselalu dan sesuai
dengan hasil observasi penelitian neuropatologi
6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita
alzheimer. Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan
fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan
PET) tidak digunakan secara rutin.
7. Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada
penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk
menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti
pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan
hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody yang
dilakukan secara selektif.
2.8 Prognosa

Dari pemeriksaan klinis 42 penderita probable alzheimer menunjukkan


bahwa nilai prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu:
1. Derajat beratnya penyakit
2. Variabilitas gambaran klinis
3. Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jeniskelamin

Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang
paling mempengaruhi prognostik penderita alzheimer. Pasien dengan penyakit
alzheimer mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah
diagnosis dan biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder.

2.9 Terapi

Pendekatan terapi pada penyakit Alzheimer didasarkan pada teori yang


berkembang sesuai patogenesis dan patofisiologis penyakit dan kebutuhan
untuk memperbaiki gejala-gejala kognitif dan tingkah laku yang mengalami
gangguan, meskipun hingga saat ini belum ada terapi yang benar-benar secara
meyakinkan mencegah Alzheimer ataupun memperlambat perjalanannya.
Terapi medis untuk Alzheimer meliputi :

A. Terapi non-farmakologi

1. Mengoptimalkan dan mengasah kemampuan otak yang masih ada

 Daya ingat
Terapi non-farmakologi dapat kita lakukan dengan mengoptimalkan
daya ingat pasien, seperti membuat catatan kecil agar dia mengingat.
 Inkontinesia
Terapi dengan menggunakan kemampuan kebiaan yang sering
dilakukan pasien.
 Komunikasi
Pasang alat bantu untuk terapi non-farmakologi dan berusaha untuk
membuat pasien memusatkan perhatian dengan cara menepuk bahu
atau menyentuh tangan
2. Berupaya mengatasi masalah perilaku
Penatalaksanaan dengan menemukan perubahan tingkah laku sedini
mungkin. Langkah awal yang dapat ditempuh untuk mengatasi
perubahan tingkah laku sebagai berikut.
 Periksa kemungkinan adanya infeksi atau dehidrasi
 Evaluyasi terhadap perubahan fisik
 Cegah lingkungan yang terlalu ramai seperti banyak orang
 Lakukan pendekatan seperti mengalihkan perhatian pasien.

B. Terapi farmakologi

1. Inhibitor kolinesterase
• Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti
kolinesterase yang bekerja secara sentral
• Contoh: fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept),
galantamin (Razadyne), & rivastigmin
• Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia
selama pemberian berlangsung
• ESO: memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita
Alzheimer, mual & muntah, bradikardi, ↑ HCl, dan ↓ nafsu makan.

2. Thiamin
pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin
pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan
transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus
basalis.
• contoh: thiamin hydrochlorida
• dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral,
• tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo
selama periode yang sama.

3. Nootropik
• Nootropik merupakan obat psikotropik.
• Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi pemberian
4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang
bermakna.

4. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan
kerusakan noradrenergik kortikal.
• Contoh: klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor
agonis
• Dosis:maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu
• Tujuan: kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif

5. Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi:
• gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian oral
Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut
• depresi : tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)

6. Acetyl L-Carnitine (ALC)


Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria
dengan bantuan enzym ALC transferase.
• Tujuan: meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase.
• Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan,
• Efek: memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi
kognitif.

2.10 Mekanisme Kerja Obat Alzheimer

Pada umumnya, obat bekerja dengan berinteraksi dengan reseptor pada


permukaan sel atau enzim (yang mengatur laju reaksi kimia) dalam sel.
Reseptor dan molekul enzim memiliki struktur tiga-dimensi khusus yang
memungkinkan hanya zat yang cocok tepat untuk melampirkan itu. Ini sering
disebut sebagai kunci dan model tombol. Kebanyakan obat bekerja karena
dengan mengikat situs reseptor target, mereka dapat memblokir fungsi
fisiologis protein, atau meniru efek itu. Jika obat menyebabkan reseptor
protein untuk merespon dengan cara yang sama sebagai zat alami, maka obat
ini disebut sebagai suatu agonis. Contoh agonis adalah morfin, nikotin,
fenilefrin, dan isoproterenol. Antagonis adalah obat yang berinteraksi secara
selektif dengan reseptor tetapi tidak menyebabkan efek yang diamati.
Sebaliknya mereka mengurangi aksi agonist sebuah di situs reseptor yang
terlibat. antagonis reseptor dapat diklasifikasikan sebagai reversibel atau
ireversibel. Reversible antagonis mudah memisahkan dari reseptor mereka.
antagonis ireversibel membentuk ikatan kimia yang stabil dengan reseptor
mereka (misalnya, dalam alkilasi). Contoh obat antagonis adalah: beta-
blocker, seperti propranolol. Alih-alih reseptor, obat beberapa enzim target,
yang mengatur laju reaksi kimia. Obat yang enzim target diklasifikasikan
sebagai inhibitor atau aktivator (induser). Contoh obat yang enzim target:
aspirin, cox-2 inhibitor dan inhibitor protease HIV.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan


kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofi
siologi : konsep klinis proses- proses penyakit, juga merupakan penyakit
dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan
gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan
menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun. (Perawatan
Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003) Sehingga dengan demikian Alzheimer
adalah penyakit kronik, degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya
ingat, intelektual, kepribadian yang dapat mengakibatkan berkurangnya
kemampuan merawat diri. Penyakit ini menyerang orang berusia 65 tahun
keatas.
MAKALAH ALZHEIMER

PATOFISIOLOGI VI

Disusun oleh:

Kelompok 2

1. Dhensy Novi Lorenza Brassa ( 15 01 01 052 )

2. Elvera Rossa ( 15 01 01 054 )

3. Nadiyah Atikah Della Putri ( 15 01 01 066 )

4. Nadya Farisma ( 15 01 01 067 )

5. Pernanda ( 15 01 01 070 )

6. Tia Vionasari ( 15 01 01 080 )

7. Veriza Aprilita ( 15 01 01 084 )

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI BHAKTI PERTIWI

PALEMBANG

2018

Anda mungkin juga menyukai