Anda di halaman 1dari 20

PRESENTASI KASUS

SINDROMA NEFRITIK AKUT

PENYUSUN
dr. Rika Zakia Kusnurhasanah

PENDAMPING
dr. H. Soesanto S.H., Sp. A

INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSU PAKUWON SUMEDANG
2020
STATUS RUANGAN

IDENTITAS PASIEN
 Nama : An. R
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Tempat, Tanggal Lahir : Sumedang, Desember 2003
 Umur : 16 tahun
 Ruang Perawatan : Perawatan
 Tanggal Dirawat : 12 Desember 2019
 Tanggal Pemeriksaan : 14 Desember 2019

PENANGGUNG JAWAB
 Nama : Ny. I
 Usia : 42 tahun
 Pendidikan Terakhir : SD
 Pekerjaan : Ibu rumah tangga
 Alamat : Desa Cisalak Sumedang

ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA : Nyeri kepala
ANAMNESIS KHUSUS :
Heteroanamnesis dari ibu pasien, tanggal 14 Desember 2019
Ibu pasien datang membawa anaknya ke IGD dengan keluhan nyeri kepala
sejak 1 hari SMRS, nyeri seluruh kepala muncul tiba-tiba dirasakan hilang timbul
terutama pada saat beraktivitas, berkurang ketika istirahat. Nyeri kepala tidak disertai
dengan rasa berputar. Ibu pasien juga mengeluhkan anaknya demam naik turun sejak
2 hari yang lalu, lemas badan, bintik-bintik merah dan gatal di seluruh tubuh. Tidak
ada riwayat gatal setelah minum obat, terkena paparan sinar matahari, atau makan
makanan tertentu sebelum timbul keluhan. Riwayat nyeri tenggorokan dan batuk
kering seminggu yang lalu.
Bengkak pada tubuh, kejang, kuning, sesak napas, muntah, penglihatan gelap
saat memulai untuk berdiri, penurunan kesadaran, sesak napas, nyeri perut, mual,
muntah, nyeri dada, jantung berdebar, mimisan, perdarahan gusi, keluhan BAK
kemerahan dan BAB disangkal oleh ibu pasien. Pasien mulai menstruasi sejak usia 13
tahun, riwayat mens teratur siklus 28-29 hari
Karena keluhan tidak kunjung menghilang maka pasien dibawa ke RS
Pakuwon Sumedang.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien tidak pernah memiliki keluhan serupa sebelumnya. Riwayat alergi obat dan makanan
disangkal oleh ibu pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada anggota keluarga lain yang memiliki keluhan serupa, tidak ada riwayat alergi,
kencing manis atau darah tinggi pada keluarga pasien.

Riwayat Pengobatan:
Pasien belum pernah berobat ataupun meminum obat di rumah untuk mengatasi keluhannya.

Riwayat Perinatal:
Pasien lahir spontan, cukup bulan 37 minggu secara normal dibantu bidan, langsung
menangis, dengan BBL 3000 gram.

Riwayat Imunisasi:
IMUNISASI USIA
Hepatitis B 0 bulan
BCG, Polio 1 1 bulan
DPT/HB 1, Polio 2 2 bulan
DPT/HB 2, Polio 3 3 bulan
DPT/HB 3, Polio 4 4 bulan
Campak 9 bulan

Riwayat Tumbuh Kembang:


Ibu pasien mengaku anaknya aktif. Saat ini pasien bersekolah di SMA. Pasien punya banyak
teman dan sering bermain dengan teman-temannya.

Riwayat Asupan Nutrisi:


ASI eksklusif selama 6 bulan. Diberikan ASI hingga usia 2 tahun dan didampingi makanan
pendamping ASI. Saat ini pasien mengonsumsi makanan keluarga 3 kali sehari (nasi dan lauk
seperti sayur dan ayam atau telur). Pasien juga terkadang diberi selingan susu sapi.

PEMERIKSAAN FISIK (dilakukan pada 12 Desember 2019)


Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital ;
 Tekanan Darah : 160/110 mmHg
 Nadi : 89x, kuat, reguler
 Respirasi : 17x
 Suhu : 36,4oC
Pengukuran Antropometri ;
 Umur : 16 tahun
 Berat badan : 49kg
 Tinggi badan : 155cm
 BMI : 20,4 Normal

STATUS GENERALIS
Kepala
 Bentuk : Normosefali
 Wajah : tidak ada kelainan
 Mata : conjunctiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat, isokor, RC +/+
 Hidung : tidak ada kelainan
 Telinga : bentuk normal, sekret (-)
 Mulut : sianosis (-), lidah basah bersih
 Leher : KGB tidak teraba membesar
Thoraks
Paru
 Inspeksi : bentuk normal, retraksi intercostal (-)
 Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan
 Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
 Auskultasi : VBS kanan=kiri, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
 Inspeksi : ictus cordis terlihat
 Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan
 Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
 Auskultasi : BJ normal, regular
Abdomen
 Inspeksi : datar
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Palpasi : soepel
 Perkusi : tympani
Ekstremitas
 Akral hangat, capillary refill time < 2 detik
Refleks fisiologis : +/+
Refleks patologis : -/-

PEMERIKSAAN LABORATORIUM (12 Desember 2019)


Pemeriksaan Darah Rutin
 Hemoglobin : 12,8 gr/dl
 Hematokrit : 37,7%
 Leukosit : 9.000/uL
 Trombosit : 318.000/mm3

Pemeriksaan Fungsi Ginjal


 Ureum : 23.0 mg/dl
 Kreatinin : 0,62 mg/dl

Pemeriksaan Urin Lengkap


Makroskopis Urin
 Warna : Kuning muda
 Kejernihan urin : Jernih
Kimia Urin
 pH urin : 7.0
 Berat jenis urin : 1.005
 Nitrit urin : Negatif
 Protein urin : Negatif
 Glukosa urin : Negatif
 Keton urin : Negatif
 Urobilinogen urin : Negatif
 Bilirubin urin : Negatif
 Blood urin : Positif 4
Mikroskopis urin
 Sel epitel : 0-1
 Eritrosit : Penuh
 Leukosit : 5-10
 Kristal : Negatif
 Silinder : Negatif
 Bakteri : Negatif
 Lain-lain :-
DIAGNOSIS KERJA
 Sindroma nefritik akut

DIAGNOSIS BANDING
 Sindrom nefrotik

DIAGNOSIS TAMBAHAN
 Urtikaria

PENATALAKSANAAN
 Nonfarmakologi
o Rawat inap
o IVFD RL 8gtt makro
o TD III rendah garam

 Farmakologi
Rawat inap
o Cefotaxime 2x1 gr IV
o Furosemid 2x1 IV
o Amlodipin 5mg extra IGD
o Captopril 3x12,5mg PO
o Lasix 2x1mg
o B1 2x1
o B6 2x1
o Cetirizine 2x1 PO
FOLLOW UP
Tanggal rawat Pemeriksaan Terapi
12 Desember 2019 S: Nyeri kepala(+), beruntus  IVFD RL 8gtt makro
gatal di seluruh tubuh (+)  Furosemide 2x1 IV
 Amlodipin 5mg extra
O: sakit sedang, CM  Cetirizine 2x1
TD: 160/110; N=90, RR=17,
 TD III
S=36oC
kepala: ca -/- si-/-
Thorax: VBS +/+, rh-/-, wh-/-
Cor S1 S2 murni regular
Abdomen: soepel, BU (+) N
Ekstremitas: Akral hangat,
edema (-)
A: Hipertensi + Urtikaria
13 Desember 2019 S: Nyeri kepala(+), beruntus  IVFD RL 8gtt makro
gatal di seluruh tubuh (+)  Furosemide 2x1 IV stop
 Amlodipin 5mg extra
O: sakit sedang, CM  Cetirizine 2x1
TD: 130/110; N=90, RR=17,
 Captopril 2x12,5mg
o
S=36 C
 Lasix 2x1
kepala: ca -/- si-/-
 B1 2x1
Thorax: VBS +/+, rh-/-, wh-/-
 B6 2x1
Cor S1 S2 murni regular
 TD III
Abdomen: soepel, BU (+) N
Ekstremitas: Akral hangat,
edema (-)
A: Hipertensi + Urtikaria

14 Desember 2019 S: Nyeri kepala(-), beruntus  IVFD RL 8gtt makro


gatal di seluruh tubuh (+)  Amlodipin 5mg extra
 Cetirizine 3x1
O: sakit sedang, CM  Captopril 2x12,5mg
TD: 120/80; N=88, RR=17,  Lasix 2x1
o
S=36,2 C  B1 2x1
kepala: ca -/- si-/-  B6 2x1
Thorax: VBS +/+, rh-/-, wh-/-  TD III
Cor S1 S2 murni regular
Abdomen: soepel, BU (+) N
Ekstremitas: Akral hangat,
edema (-)
A: Hipertensi + Urtikaria
15 Desember 2019 S: Nyeri kepala(-), beruntus  Terapi lanjut
gatal di seluruh tubuh berkurang

O: sakit sedang, CM
TD: 120/70; N=90, RR=17,
S=36,9oC
kepala: ca -/- si-/-
Thorax: VBS +/+, rh-/-, wh-/-
Cor S1 S2 murni regular
Abdomen: soepel, BU (+) N
Ekstremitas: Akral hangat,
edema (-)
A: Hipertensi + Urtikaria
16 Desember 2019 S: Nyeri kepala(-), beruntus  Pulang atas persetujuan
gatal di seluruh tubuh berkurang dokter spesialis
 Obat pulang:
O: sakit sedang, CM - Captopril 2x12,5mg
TD: 120/70; N=90, RR=17, - B-comp 2x1
S=36,9oC - Cefadroxil 2x1
kepala: ca -/- si-/-
Thorax: VBS +/+, rh-/-, wh-/-
Cor S1 S2 murni regular
Abdomen: soepel, BU (+) N
Ekstremitas: Akral hangat,
edema (-)
A: Hipertensi + Urtikaria

TEORI

SINDROMA NEFRITIK AKUT


DEFINISI
Sindroma nefritik akut adalah suatu kumpulan gejala klinik berupa proteinuria,
hematuria, azotemia, red blood cast, oliguria dan hipertensi (PHAROH) yang terjadi secara
akut. Sindroma Nefritik Akut (SNA) seringkali digunakan sebagai diagnosis jika ditemukan
sekumpulan gejala diatas sebelum/tanpa dilakukan pemeriksaan ASTO dan C3 sebagai
marker untuk penegakan diagnosis yang lebih spesifik yakni GNAPS.
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS) adalah suatu bentuk peradangan
glomerulus yang secara histopatologi menunjukkan proliferasi dan inflamasi glomeruli yang
didahului oleh infeksi Streptococcus β hemolyticus grup A yang terjadi secara akut.
Dalam kepustakaan istilah GNA merupakan istilah yang lebih bersifat histologik,
sedangkan SNA lebih bersifat klinik.

ETIOLOGI
1. Faktor infeksi
a. Nefritis yang timbul setelah infeksi streptococcus beta hemolyticus
(glomerulonefritis pasca infeksi streptococcus), sindroma nefritik akut dapat
timbul setelah suatu infeksi oleh streptococcus, misalnya strepythroat (radang
tenggorokan). Glomeruli mengalami kerusakan akibat penimbunan antigen
dari gumpalan bakteri streptococcus yang mati dan antibodi yang
menetralisirnya. Gumpalan ini membungkus selaput glomeruli dan
mempengatuhi fungsinya. Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu (rata-rata 2
minggu) setelah infeksi dan pemberian antibiotik.
b. Nefritis yang berhubungan dengan infeksi sistemik lain: endokarditis
bakterialis subakut dan shunt nefritis penyebab post infeksi lainnya adalah
virus seperti cytomegalovirus, epstain barr virus, dll serta parasit yaitu
toxoplasma gondii, filariasis maupun malaria.
c.
2. Penyakit multi sistemik antara lain:
a. Lupus erythematosus sistemik
b. Purpura Henoch-Schonlein (HSP)
c. Endokarditis bakterial subakut (SBE)
3. Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria: Nefropati IgA-IgG

EPIDEMIOLOGI
Sindrom Nefritik Akut lebih sering terjadi pada anak usia 6-15 tahun, dan jarang terjadi pada
umur dibawah 2 tahun.penyakit ini dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan, namun pada
laki-laki dua kali lebih sering daripada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan
perempuan adalah 2:1. Suku dan ras tidak berhubungan dengan prevalensi penyakit ini.
Kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga
lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.

PATOGENESIS
Sebenarnya bukan streptococcus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga
terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur
membran plasma streptococcal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah
dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap
dalam membran basalis, selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan
peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat
lesi. Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti
sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel yang mengakibatkan semakin meningkatnya
kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke
dalam urin yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Pada
pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan
terpisah atau gumpalan karateristik pada mesangium, subendotel, dan epimembranosa.
Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan
molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti
C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang
dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi. Streptokinase yang
merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya Sindroma Nefritik Akut.
Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini
diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem
komplemen.

Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan


adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik
mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen
antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis
ginjal
GEJALA KLINIK
Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala yang
khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik.
 GNAPS Asimtomatik
Dapat diketahui bila pada terdapat kelainan sedimen urin terutama hematuria pada
pemeriksaan mikroskopik.
 GNAPS Simtomatik
1. Periode laten
Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten antara infeksi streptokokus
dan timbulnya gejala klinik, periode ini berkisar 1-3 minggu; periode 1-2
minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA, sedangkan
periode 3 minggu didahului infeksi kulit/piodermi.
2. Edema
Gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan menghilang
pada akhir minggu pertama.paling sering edema palpebra, disusul daerah
tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat maka edema timbul di daerah perut
(asites) dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva)
3. Hematuria
Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS sedangkan
hematuria mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian
multisenter di Indonesia mendapatkan hematuria makroskopik berkisar 46-
100%, sedangkan hematuria mikroskopik berkisar 84-100%. Urin tampak
coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian daging atau
berwarna seperti cola. Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam minggu
pertama dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung sampai
beberapa minggu. Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama,
umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang-kadang masih dijumpai
hematuria mikroskopik dan proteinuria walaupun secara klinik GNAPS sudah
sembuh. Bahkan hematuria mikroskopik bisa menetap lebih dari satu tahun,
sedangkan proteinuria sudah menghilang.
4. Hipertensi
Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Albar
mendapati hipertensi berkisar 32-70%. Umumnya terjadi dalam minggu
pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang
lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-
90 mmHg). Hipertensi ringan tidak perlu diobati sebab dengan istirahat yang
cukup dan diet yang teratur, tekanan darah akan normal kembali.
5. Oliguria
terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan produksi urin kurang dari 350
ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul
kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya
timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya
diuresis pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang
menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang
jelek.
6. Edema paru
Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat bendungan
sirkulasi. Kelainan ini bisa bersifat asimtomatik, artinya hanya terlihat secara
radiologik. Gejala-gejala klinik adalah batuk, sesak napas, sianosis. Pada
pemeriksaan fisik terdengar ronki basah kasar atau basah halus. Keadaan ini
disebut acute pulmonary edema yang umumnya terjadi dalam minggu pertama
dan kadang-kadang bersifat fatal.
7. Gejala-gejala lain
dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi dan anoreksia. Gejala
pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat edema atau akibat
hematuria makroskopik yang berlangsung lama.

KELAINAN LABORATORIUM
Urin:
 Proteinuria
Secara kualitatif proteinuria berkisar antara negatif sampai dengan ++, jarang terjadi
sampai dengan +++. Bila terdapat proteinuria +++ harus dipertimbangkan adanya
gejala sindrom nefrotik atau hematuria makroskopik. Secara kuantitatif proteinuria
biasanya kurang dari 2 gram/m2 LPB/24 jam, tetapi pada keadaan tertentu dapat
melebihi 2 gram/m2 LPB/24 jam.
 Hematuria mikroskopik
Hematuria mikroskopik merupakan kelainan yang hampir selalu ada, karena itu
adanya eritrosit dalam urin ini merupakan tanda yang paling penting untuk melacak
lebih lanjut kemungkinan suatu glomerulonefritis.

Darah:
 Reaksi Serologis
Infeksi streptokokus pada GNA menyebabkan reaksi serologis terhadap produk-
produk ekstraselular streptokokus, sehingga timbul antibodi yang titernya dapat
diukur, seperti antistreptolisin O (ASO), antihialuronidase (AH ase) dan
antideoksiribonuklease (AD Nase-B). Titer ASO merupakan reaksi serologis yang
paling sering diperiksa, karena mudah dititrasi. Titer ini meningkat 70-80% pada
GNAPS. Sedangkan kombinasi titer ASO, AD Nase-B dan AH ase yang meninggi,
hampir 100% menunjukkan adanya infeksi streptokokus sebelumnya. Kenaikan titer
ini dimulai pada hari ke-10 hingga 14 sesudah infeksi streptokokus dan mencapai
puncaknya pada minggu ke- 3 hingga 5 dan mulai menurun pada bulan ke-2 hingga 6.
 Aktivitas komplemen
Komplemen serum hampir selalu menurun pada GNAPS, karena turut serta berperan
dalam proses antigen-antibodi sesudah terjadi infeksi streptokokus yang nefritogenik.
Di antara sistem komplemen dalam tubuh, maka komplemen C3 (B1C globulin) yang
paling sering diperiksa kadarnya karena cara pengukurannya mudah.
 Laju Endap Darah
LED umumnya meninggi pada fase akut dan menurun setelah gejala klinik
menghilang. Walaupun demikian LED tidak dapat digunakan sebagai parameter
kesembuhan GNAPS, karena terdapat kasus GNAPS dengan LED tetap tinggi
walaupun gejala klinik sudah menghilang.

KRITERIA DIAGNOSIS

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2
macam, yaitu penatalaksanan umum dan khusus (IDAI, 2012);
 Umum
o Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak napas hilang
o Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit
o Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena
 Khusus
o Mukolitik, ekspektoran, dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan
pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik
awal.
o Obat penurun panas diberikan hanya pada pasien dengan suhu tinggi,
takikardia, atau penderita kelainan jantung.
o Pemberian antibiotik berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis, (Garna, 2014).
 Usia 4 bulan – 5 tahun
 Rawat jalan  amoksisilin 90 mg/kg/hari oral dalam dosis
terbagi tiap 8 jam selama 7 -10 hari. Alternatif  Co-
amoxiclav, azitromisin, sefaklor, klaritromisin, eritromisin.
 Tanpa komplikasi Cefotaxim 50 mg/kg/kali. Pertimbangkan
penambahan klindamisin IV bila tidak diapatkan perbaikan.
 Komplikasi (sepsis, infiltrate, efusi pleura)  Sefotaksim
200mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi, ditambah kloksasilin 25-
50 mg/kg IV setiap 6 jam selama 10-14 hari.

KOMPLIKASI
1. Ensefalopati Hipertensi
EH adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak > 6 tahun dapat
melewati tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi dengan memberikan nifedipin
(0,25 – 0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral atau sublingual pada anak dengan kesadaran
menurun. Bila tekanan darah belum turun dapat diulangi tiap 15 menit hingga 3 kali.
Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap. Bila tekanan darah telah
turun sampai 25%, seterusnya ditambahkan kaptopril (0,3 – 2 mg/kgbb/hari) dan
dipantau hingga normal.

2. Gangguan ginjal akut (Acute kidney injury/AKI)


Pengobatan konservatif :
a. Dilakukan pengaturan diet untuk mencegah katabolisme dengan memberikan kalori
secukupnya, yaitu 120 kkal/kgbb/hari
b. Mengatur elektrolit :
- Bila terjadi hiponatremia diberi NaCl hipertonik 3%.
- Bila terjadi hipokalemia diberikan :
• Calcium Gluconas 10% 0,5 ml/kgbb/hari
• NaHCO3 7,5% 3 ml/kgbb/hari
• K+ exchange resin 1 g/kgbb/hari
• Insulin 0,1 unit/kg & 0,5 – 1 g glukosa 0,5 g/kgbb

3. Edema paru
Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering disangka
sebagai bronkopneumoni

4. Posterior leukoencephalopathy syndrome


Merupakan komplikasi yang jarang dan sering dikacaukan dengan ensefalopati
hipertensi, karena menunjukkan gejala-gejala yang sama seperti sakit kepala, kejang,
halusinasi visual, tetapi tekanan darah masih normal.

PENATALAKSANAAN

1. Istirahat
2. Diet
Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan
makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi
sebanyak 0,5-1 g/hari.
3. Antibiotik
Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu
Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari.
4. Simptomatik
a. Bendungan sirkulasi
Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan, dengan kata
lain asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat atau tanda-tanda
edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila tidak berhasil, maka
dilakukan dialisis peritoneal.
b. Hipertensi
Pada hipertensi ringan dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik,
tekanan darah bisa kembali normal dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang
atau berat tanpa tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau
furosemid atau kombinasi keduanya.
c. Gangguan ginjal akut
Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian kalori yang
cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi natrium bikarbonat
dan bila terdapat hiperkalemia diberi Ca glukonas atau Kayexalate untuk mengikat
kalium.

PROGNOSIS
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam 1-2 minggu bila tidak ada penyulit, sehingga
sering digolongkan ke dalam self limiting disease. Walaupun sangat jarang, GNAPS dapat
kambuh kembali.
DAFTAR PUSTAKA

Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http:/emedicine.medscape.com/article/967822-


overview. (7 Desember 2017).

Bradley J. S., Byington C.L., Shah S. S., Alverson B., Carter E. R., Harrison C., Kpalan S. L.,
Mace S. E., McCracken . 2011. The Management of Community Acquired Pneumonia in
Infants adn Children Older than 3 Months of Age: Clinical Practice Guidelines by The
Pediatric Infectious Disease Society and The Infectious Disease Society of America. Clin
Infect Dis. 53 (7): 617-630.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta: Penerbit: IDAI.

Garna, Herry., Melinda, Heda. 2014. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak
Edisi Ke-5. Bandung: Penerbit: Departemen/ SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran/ RSUP Dr. Hasan Sadikin.

Pathol, Am J Clin. 2013. New Developments in Prenatal Screening for Down Syndrome.
http:/ajcp.ascpjournals.org. (7 Desember 2017

Anda mungkin juga menyukai