PENYUSUN
dr. Rika Zakia Kusnurhasanah
PENDAMPING
dr. H. Soesanto S.H., Sp. A
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Sumedang, Desember 2003
Umur : 16 tahun
Ruang Perawatan : Perawatan
Tanggal Dirawat : 12 Desember 2019
Tanggal Pemeriksaan : 14 Desember 2019
PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. I
Usia : 42 tahun
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Desa Cisalak Sumedang
ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA : Nyeri kepala
ANAMNESIS KHUSUS :
Heteroanamnesis dari ibu pasien, tanggal 14 Desember 2019
Ibu pasien datang membawa anaknya ke IGD dengan keluhan nyeri kepala
sejak 1 hari SMRS, nyeri seluruh kepala muncul tiba-tiba dirasakan hilang timbul
terutama pada saat beraktivitas, berkurang ketika istirahat. Nyeri kepala tidak disertai
dengan rasa berputar. Ibu pasien juga mengeluhkan anaknya demam naik turun sejak
2 hari yang lalu, lemas badan, bintik-bintik merah dan gatal di seluruh tubuh. Tidak
ada riwayat gatal setelah minum obat, terkena paparan sinar matahari, atau makan
makanan tertentu sebelum timbul keluhan. Riwayat nyeri tenggorokan dan batuk
kering seminggu yang lalu.
Bengkak pada tubuh, kejang, kuning, sesak napas, muntah, penglihatan gelap
saat memulai untuk berdiri, penurunan kesadaran, sesak napas, nyeri perut, mual,
muntah, nyeri dada, jantung berdebar, mimisan, perdarahan gusi, keluhan BAK
kemerahan dan BAB disangkal oleh ibu pasien. Pasien mulai menstruasi sejak usia 13
tahun, riwayat mens teratur siklus 28-29 hari
Karena keluhan tidak kunjung menghilang maka pasien dibawa ke RS
Pakuwon Sumedang.
Riwayat Pengobatan:
Pasien belum pernah berobat ataupun meminum obat di rumah untuk mengatasi keluhannya.
Riwayat Perinatal:
Pasien lahir spontan, cukup bulan 37 minggu secara normal dibantu bidan, langsung
menangis, dengan BBL 3000 gram.
Riwayat Imunisasi:
IMUNISASI USIA
Hepatitis B 0 bulan
BCG, Polio 1 1 bulan
DPT/HB 1, Polio 2 2 bulan
DPT/HB 2, Polio 3 3 bulan
DPT/HB 3, Polio 4 4 bulan
Campak 9 bulan
STATUS GENERALIS
Kepala
Bentuk : Normosefali
Wajah : tidak ada kelainan
Mata : conjunctiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat, isokor, RC +/+
Hidung : tidak ada kelainan
Telinga : bentuk normal, sekret (-)
Mulut : sianosis (-), lidah basah bersih
Leher : KGB tidak teraba membesar
Thoraks
Paru
Inspeksi : bentuk normal, retraksi intercostal (-)
Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : VBS kanan=kiri, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : BJ normal, regular
Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : soepel
Perkusi : tympani
Ekstremitas
Akral hangat, capillary refill time < 2 detik
Refleks fisiologis : +/+
Refleks patologis : -/-
DIAGNOSIS BANDING
Sindrom nefrotik
DIAGNOSIS TAMBAHAN
Urtikaria
PENATALAKSANAAN
Nonfarmakologi
o Rawat inap
o IVFD RL 8gtt makro
o TD III rendah garam
Farmakologi
Rawat inap
o Cefotaxime 2x1 gr IV
o Furosemid 2x1 IV
o Amlodipin 5mg extra IGD
o Captopril 3x12,5mg PO
o Lasix 2x1mg
o B1 2x1
o B6 2x1
o Cetirizine 2x1 PO
FOLLOW UP
Tanggal rawat Pemeriksaan Terapi
12 Desember 2019 S: Nyeri kepala(+), beruntus IVFD RL 8gtt makro
gatal di seluruh tubuh (+) Furosemide 2x1 IV
Amlodipin 5mg extra
O: sakit sedang, CM Cetirizine 2x1
TD: 160/110; N=90, RR=17,
TD III
S=36oC
kepala: ca -/- si-/-
Thorax: VBS +/+, rh-/-, wh-/-
Cor S1 S2 murni regular
Abdomen: soepel, BU (+) N
Ekstremitas: Akral hangat,
edema (-)
A: Hipertensi + Urtikaria
13 Desember 2019 S: Nyeri kepala(+), beruntus IVFD RL 8gtt makro
gatal di seluruh tubuh (+) Furosemide 2x1 IV stop
Amlodipin 5mg extra
O: sakit sedang, CM Cetirizine 2x1
TD: 130/110; N=90, RR=17,
Captopril 2x12,5mg
o
S=36 C
Lasix 2x1
kepala: ca -/- si-/-
B1 2x1
Thorax: VBS +/+, rh-/-, wh-/-
B6 2x1
Cor S1 S2 murni regular
TD III
Abdomen: soepel, BU (+) N
Ekstremitas: Akral hangat,
edema (-)
A: Hipertensi + Urtikaria
O: sakit sedang, CM
TD: 120/70; N=90, RR=17,
S=36,9oC
kepala: ca -/- si-/-
Thorax: VBS +/+, rh-/-, wh-/-
Cor S1 S2 murni regular
Abdomen: soepel, BU (+) N
Ekstremitas: Akral hangat,
edema (-)
A: Hipertensi + Urtikaria
16 Desember 2019 S: Nyeri kepala(-), beruntus Pulang atas persetujuan
gatal di seluruh tubuh berkurang dokter spesialis
Obat pulang:
O: sakit sedang, CM - Captopril 2x12,5mg
TD: 120/70; N=90, RR=17, - B-comp 2x1
S=36,9oC - Cefadroxil 2x1
kepala: ca -/- si-/-
Thorax: VBS +/+, rh-/-, wh-/-
Cor S1 S2 murni regular
Abdomen: soepel, BU (+) N
Ekstremitas: Akral hangat,
edema (-)
A: Hipertensi + Urtikaria
TEORI
ETIOLOGI
1. Faktor infeksi
a. Nefritis yang timbul setelah infeksi streptococcus beta hemolyticus
(glomerulonefritis pasca infeksi streptococcus), sindroma nefritik akut dapat
timbul setelah suatu infeksi oleh streptococcus, misalnya strepythroat (radang
tenggorokan). Glomeruli mengalami kerusakan akibat penimbunan antigen
dari gumpalan bakteri streptococcus yang mati dan antibodi yang
menetralisirnya. Gumpalan ini membungkus selaput glomeruli dan
mempengatuhi fungsinya. Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu (rata-rata 2
minggu) setelah infeksi dan pemberian antibiotik.
b. Nefritis yang berhubungan dengan infeksi sistemik lain: endokarditis
bakterialis subakut dan shunt nefritis penyebab post infeksi lainnya adalah
virus seperti cytomegalovirus, epstain barr virus, dll serta parasit yaitu
toxoplasma gondii, filariasis maupun malaria.
c.
2. Penyakit multi sistemik antara lain:
a. Lupus erythematosus sistemik
b. Purpura Henoch-Schonlein (HSP)
c. Endokarditis bakterial subakut (SBE)
3. Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria: Nefropati IgA-IgG
EPIDEMIOLOGI
Sindrom Nefritik Akut lebih sering terjadi pada anak usia 6-15 tahun, dan jarang terjadi pada
umur dibawah 2 tahun.penyakit ini dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan, namun pada
laki-laki dua kali lebih sering daripada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan
perempuan adalah 2:1. Suku dan ras tidak berhubungan dengan prevalensi penyakit ini.
Kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga
lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.
PATOGENESIS
Sebenarnya bukan streptococcus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga
terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur
membran plasma streptococcal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah
dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap
dalam membran basalis, selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan
peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat
lesi. Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti
sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel yang mengakibatkan semakin meningkatnya
kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke
dalam urin yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Pada
pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan
terpisah atau gumpalan karateristik pada mesangium, subendotel, dan epimembranosa.
Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan
molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti
C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang
dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi. Streptokinase yang
merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya Sindroma Nefritik Akut.
Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini
diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem
komplemen.
KELAINAN LABORATORIUM
Urin:
Proteinuria
Secara kualitatif proteinuria berkisar antara negatif sampai dengan ++, jarang terjadi
sampai dengan +++. Bila terdapat proteinuria +++ harus dipertimbangkan adanya
gejala sindrom nefrotik atau hematuria makroskopik. Secara kuantitatif proteinuria
biasanya kurang dari 2 gram/m2 LPB/24 jam, tetapi pada keadaan tertentu dapat
melebihi 2 gram/m2 LPB/24 jam.
Hematuria mikroskopik
Hematuria mikroskopik merupakan kelainan yang hampir selalu ada, karena itu
adanya eritrosit dalam urin ini merupakan tanda yang paling penting untuk melacak
lebih lanjut kemungkinan suatu glomerulonefritis.
Darah:
Reaksi Serologis
Infeksi streptokokus pada GNA menyebabkan reaksi serologis terhadap produk-
produk ekstraselular streptokokus, sehingga timbul antibodi yang titernya dapat
diukur, seperti antistreptolisin O (ASO), antihialuronidase (AH ase) dan
antideoksiribonuklease (AD Nase-B). Titer ASO merupakan reaksi serologis yang
paling sering diperiksa, karena mudah dititrasi. Titer ini meningkat 70-80% pada
GNAPS. Sedangkan kombinasi titer ASO, AD Nase-B dan AH ase yang meninggi,
hampir 100% menunjukkan adanya infeksi streptokokus sebelumnya. Kenaikan titer
ini dimulai pada hari ke-10 hingga 14 sesudah infeksi streptokokus dan mencapai
puncaknya pada minggu ke- 3 hingga 5 dan mulai menurun pada bulan ke-2 hingga 6.
Aktivitas komplemen
Komplemen serum hampir selalu menurun pada GNAPS, karena turut serta berperan
dalam proses antigen-antibodi sesudah terjadi infeksi streptokokus yang nefritogenik.
Di antara sistem komplemen dalam tubuh, maka komplemen C3 (B1C globulin) yang
paling sering diperiksa kadarnya karena cara pengukurannya mudah.
Laju Endap Darah
LED umumnya meninggi pada fase akut dan menurun setelah gejala klinik
menghilang. Walaupun demikian LED tidak dapat digunakan sebagai parameter
kesembuhan GNAPS, karena terdapat kasus GNAPS dengan LED tetap tinggi
walaupun gejala klinik sudah menghilang.
KRITERIA DIAGNOSIS
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2
macam, yaitu penatalaksanan umum dan khusus (IDAI, 2012);
Umum
o Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak napas hilang
o Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit
o Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena
Khusus
o Mukolitik, ekspektoran, dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan
pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik
awal.
o Obat penurun panas diberikan hanya pada pasien dengan suhu tinggi,
takikardia, atau penderita kelainan jantung.
o Pemberian antibiotik berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis, (Garna, 2014).
Usia 4 bulan – 5 tahun
Rawat jalan amoksisilin 90 mg/kg/hari oral dalam dosis
terbagi tiap 8 jam selama 7 -10 hari. Alternatif Co-
amoxiclav, azitromisin, sefaklor, klaritromisin, eritromisin.
Tanpa komplikasi Cefotaxim 50 mg/kg/kali. Pertimbangkan
penambahan klindamisin IV bila tidak diapatkan perbaikan.
Komplikasi (sepsis, infiltrate, efusi pleura) Sefotaksim
200mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi, ditambah kloksasilin 25-
50 mg/kg IV setiap 6 jam selama 10-14 hari.
KOMPLIKASI
1. Ensefalopati Hipertensi
EH adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak > 6 tahun dapat
melewati tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi dengan memberikan nifedipin
(0,25 – 0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral atau sublingual pada anak dengan kesadaran
menurun. Bila tekanan darah belum turun dapat diulangi tiap 15 menit hingga 3 kali.
Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap. Bila tekanan darah telah
turun sampai 25%, seterusnya ditambahkan kaptopril (0,3 – 2 mg/kgbb/hari) dan
dipantau hingga normal.
3. Edema paru
Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering disangka
sebagai bronkopneumoni
PENATALAKSANAAN
1. Istirahat
2. Diet
Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan
makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi
sebanyak 0,5-1 g/hari.
3. Antibiotik
Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu
Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari.
4. Simptomatik
a. Bendungan sirkulasi
Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan, dengan kata
lain asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat atau tanda-tanda
edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila tidak berhasil, maka
dilakukan dialisis peritoneal.
b. Hipertensi
Pada hipertensi ringan dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik,
tekanan darah bisa kembali normal dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang
atau berat tanpa tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau
furosemid atau kombinasi keduanya.
c. Gangguan ginjal akut
Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian kalori yang
cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi natrium bikarbonat
dan bila terdapat hiperkalemia diberi Ca glukonas atau Kayexalate untuk mengikat
kalium.
PROGNOSIS
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam 1-2 minggu bila tidak ada penyulit, sehingga
sering digolongkan ke dalam self limiting disease. Walaupun sangat jarang, GNAPS dapat
kambuh kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Bradley J. S., Byington C.L., Shah S. S., Alverson B., Carter E. R., Harrison C., Kpalan S. L.,
Mace S. E., McCracken . 2011. The Management of Community Acquired Pneumonia in
Infants adn Children Older than 3 Months of Age: Clinical Practice Guidelines by The
Pediatric Infectious Disease Society and The Infectious Disease Society of America. Clin
Infect Dis. 53 (7): 617-630.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta: Penerbit: IDAI.
Garna, Herry., Melinda, Heda. 2014. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak
Edisi Ke-5. Bandung: Penerbit: Departemen/ SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran/ RSUP Dr. Hasan Sadikin.
Pathol, Am J Clin. 2013. New Developments in Prenatal Screening for Down Syndrome.
http:/ajcp.ascpjournals.org. (7 Desember 2017