11137026IV With TB
11137026IV With TB
DARURAT
PADA KLIEN HIV DENGAN
TUBERCULOSIS PARU (TBC)
OLEH :
Per 100.000
Negara Semua kasus
populasi
India 1.983.000 168
Cina 1.301.000 97
Indonesia 430.000 189
Nigeria 458.000 303
Afrika Selatan 477.000 960
Tabel 1. TB statistik untuk "beban tinggi" negara, 2008
4. Patofisiologi Penyakit
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M. Tb).
Tempat masuk kuman M. Tuberkulosis adalah saluran pernapasan, saluran
perncernaan (GI), dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB
terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi doplet yang mengandung
kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama bagi jenis bovin, yang
penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi. Infeksi dimulai dengan
inhalasi droplet nuklei yang mengandung M. Tb yang tidak dapat ditangkap oleh
sistem pertahanan mukosilier bronkus dan masuk ke alveoli.
Pada individu normal terjadi keseimbangan yang rentan antara imunitas host dan
M. Tb. Sel CD4 dan makrofag sangat berperan dalam respon imunitas terhadap
M. Tb. Infeksi HIV menyebabkan depresi dan disfungsi progresif sel CD4 dan
defek pada fungsi makrofag. Akibatnya pasien HIV mempunyai risiko tinggi
untuk reaktivasi TB laten menjadi TB aktif dan peningkatan risiko terinfeksi baru
TB. Pada infeksi HIV lanjut kadar CD4 sangat rendah sehingga terjadi gangguan
respon imunitas baik CMI dan DTH, akibatnya replikasi M. Tb meluas tanpa
disertai pembentukan granuloma, nekrosis perkejuan maupun kavitas. Ini
menyebabkan diagnosis TB lebih sulit karena gambaran radiologisnya tidak
seperti umumnya penderita TB tanpa HIV. TB diseminata atau TB ekstra paru
sering terjadi tetapi kelainan TB paru masih merupakan kelainan TB yang lebih
sering terjadi. Status HIV negatif meningkatkan risiko berkembangnya TB 5-
10%, sedangkan status HIV positif meningkatkan risiko berkembangnya TB
50%. Dibandingkan individu yang tidak terinfeksi HIV, individu dengan HIV
mempunyai risiko 10 kali lebih besar untuk berkembangnya TB.
Lesi primer paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer disebut kompleks Ghon. Kompleks
Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang yang sehat
yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Namun,
kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat secara klinis atau dengan
radiografi.
Respons lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu
bahan cair lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan
kavitas. Bahan tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk
ke dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat berulang, atau basil
dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Walaupun peradangan dapat mereda, kavitas yang kecil dapat menutup dan
meninggalkan jaringan parut fibrosis. Bila peradangan mereda, lumen
bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat
dengan taut bronkus dan rongga. Bahan perkejuan dapat mengental dan
tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh
dengan bahan perkijuan dan lesi mirip dengan kapsul yang tidak terlepas.
Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan
aktif.
Penyakit ini dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran lomfo
hematogen yang biasanya sem buh sendiri.(Price, 2005:852-853)
5. Klasifikasi
Klasifikasi I (berdasarkan bagian tubuh yang terinfeksi) (Depkes,
2003)
a) Tuberculosis paru
Merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80%
dari semua penderita. Tuberculosis yang menyerang parenkim paru
ini merupakan satu-satunya bentuk tuberculosis yang paling mudah
menular.
b) Tuberculosis ekstra paru
Merupakan bentuk Tubeculosis yang menyerang organ lain selain
paru, seperti pleura, kelenjar limfe, persendian tulang belakang,
saluran kencing, susunan saraf pusat, dan perut. Pada dasarnya
penyakit Tuberculosis ini tidak pandang bulu karena kuman ini
menyerang semua organ tubuh.
Klasifikasi III
a) Tuberculosis Primer
• Tuberculosis primer adalah bentuk penyakit yang terjadi
pada orang yang belum pernah terpajan (orang yang belum
pernah mengalami TB) atau peradangan terjadi sebelum tubuh
mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
• Dampak utama dari tuberculosis primer adalah
1. penyakit ini memicu timbulnya hipersensitivitas dan
resistensi.
2. fokus jaringan parut mungkin mengandung basil
hidup selama bertahun-tahun bahkan seumur hidup
3. penyakit ini (meskipun jarang) dapat menjadi
tuberculosis primer progresif. Hal ini terjadi ada orang yang
mengalami gangguan akibat suatu penyakit (terutama
penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh, seperti
AIDS dan biasanya terjadi pada pada anak yan mengalami
malnutrisi atau usia lanjut).
b) Tuberculosis Sekunder (Tuberculosis Post Primer)
• Merupakan penyakit yang terjadi pada seseorang yang telah
terpajan penyakit tuberculosis atau peradangan jaringan paru
oleh karena terjadi penularan ulang di mana di dalam tubuh
terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium
tersebut. Penyakit ini mungkin terjadi segera setelah tuberculosis
primer, tetapi umumnya muncul karena reaktivasi lesi primer
dorman beberapa dekade setelah infeksi awal, terutama jika
sistem pertahanan penjamu (seseorang yang pernah terkena TB
sebelumnya) melemah.
Klasifikasi IV
Klasifikasi TB Paru berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik
dan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif
1 kali disokong biakan positif satu kali atau disokong
radiologik positif 1 kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru
aktif
2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
1. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative
2. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan
paru.
3. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif,
menunjukkan serial foto yang tidak berubah.
4. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih
mendukung).
Klasifikasi V
Berdasarkan tipe penderita. Tipe penderita ditentukan berdasarkan
riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe penderita :
a) Kasus baru : penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari
satu bulan.
b) Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian
kembali berobat dengan hasil pemeriksaan BTA positif.
c) Pindahan (transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat
pengobatan di suatu kabupaten lain kemudian pindah berobat ke
kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat
rujukan/pindah.
d) Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang
sudah berobat paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2 bulan
atau lebih, kemudian datang kembali berobat.
6. Gejala Klinis
Penyakit tuberculosis sering dijuluki “the great imitator”
yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan
penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan
demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2
golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik.
1. Gejala Respiratorik
a) Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.
b) Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin
tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah
atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak
terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk
darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang
pecah.
c) Sesak nafas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas
atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d) Nyeri dada
Nyeri dada pada Tuberculosis paru termasuk nyeri pleuritik yang
ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura
terkena.
2. Gejala Sistemik
a) Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada
sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan
makin lama makin panjang serangannya.
b) Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah berkeringat pada malam hari, sakit
kepala, anoreksia, penurunan berat badan, keletihan, dan
malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa
minggu-bulan.
7. Pemeriksaan Fisik
• Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat
badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernapasan. RR meningkat (>24 x/menit). Adanya
dyspnea, sianosis, distensi abdomen, batuk dan barrel chest.
• Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas
yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani.
Bila mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.
• Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas
tambahan berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi
ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler
melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, auskultasi
memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura, auskultasi
memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama
sekali.
• Palpasi
badan teraba hangat (demam), denyut nadi meningkat (>100x/menit),
turgor kulit menurun, fremitus raba meningkat disisi yang sakit.
(Amin, 2007 : 990-991)
8. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
• Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis
pada tahap aktif penyakit.
Pemeriksaan dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam ( AFB)
yang terdapat pada sediaan. Sediaan yang positif memberikan
petunjuk awal untuk menekankan diagnosa, tetapi suatu sediaan
yang negative tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi
penyakit. Pemeriksaan biakan harus dilakukan pada semua biakan.
Mikrobakteri akan tumbuh lambat dan membutuhkan suatu sediaan
kompleks. Koloni matur akan berwarna krem atau kekuningan,
seperti kulit dan bentuknya seperti kembang kol. Jumlah sekecil 10
bakteri/ml media konsentrasi yang telah diolah dapat dideteksi oleh
media biakan ini (Price,2005:857).
• Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk
usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
• Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi
intradermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya
antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa
TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh
mikobakterium yang berbeda.
Tes mantoux adalah dengan menyuntikan tuberculin (PPD) sebanyak
0,1 ml mengandung 5 unit (TU) tuberculin secara intrakutan pada
sepertiga atas permukaan volar atau dorsal lengan bawah setelah
kulit dibesihkan dengan lalkohol. Untuk memperoleh reaksi kulit
yang maksimal diperlukan waktu antara 48 sampai 72 jam sesudah
penyuntikan dan reaksi harus dibaca dalam peiode tersebut.
Interpretasi tes kulit menunjukan adanya beberapa tipe reaksi :
Indurasi ≥ 5 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok
berikut :
a) Orang dengan HIV positif.
b) Baru saja kontak dengan orang yang menderita TB.
c) Orang dengan perubahan fibrotic pada radigrafi dada yang
sesuai dengan gambaran TB lama yang sudah sembuh.
d) Pasien yang menjalani tranplanstasi organ dan pasien yang
mengalami penekanan imunitas ( menerima setara dengan ≥
15 mg/hari prednisone selama ≥1 bulan).
Indurasi ≥ 10 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok
berikut :
a) Baru tiba ( ≤ 5 tahun ) dari Negara yang
berprevalensi tinggi.
b) Pemakai obat-obat yang disuntikkan.
c) Penduduk dan pekerja yang berkumpul pada
lingkungan yang berisiko tinggi. Penjara, rumah-rumah
perawatan, panti jompo, fasilitas yang disiapkan untuk
pasien dengan AIDS, dan penampungan untuk tuna wisma
d) Pengawai laboratorium mikrobakteriologi.
e) Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka
yang berisioko tinggi.
f) Anak di bawa usia 4 tahun atau anak-anak dan
remaja yang terpajan orang dewasa kelompok risiko tinggi.
Indurasi ≥ 15 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok
berikut :
a) Orang dengan factor risiko TB.
b) Target program-program tes kulit seharusnya hanya
dilakukan di anatara kelompok risiko tinggi.
(Price,2005:855)
• Uji tuberculin : Menggunakan standar tuberkulin 1:10.000/5
TU PPD-S intrakutan yang dibaca 48-72 jam dengan indurasi > 5
mm. Uji tuberkulin negatif belum dapat menyingkirkan TB. False
negatif pada pemeriksaan uji tuberkulin sering ditemukan pada
pasien HIV dan kejadiannya meningkat sebanding dengan
peningkatan imunosupresi.
• Histologi atau Culture jaringan (termasuk kumbah lambung,
urine dan CSF, biopsi kulit) : positif untuk Mycobacterium
tuberculosis
• Pemeriksaan Darah :
a) Hb dapat ditemukan menurun. Anemia bila penyakit berjalan
menahun
b) LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai
tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan.
c) GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa
kerusakan paru.
• Biopsi jarum pada jaringan paru (Needle Biopsi of Lung Tissue):
Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
• Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan
beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya
retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
• Tes antibody serum: Skrining Human Immunodeficiency
Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan
diagnosa. Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi
antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12
minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini
menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak
memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak
efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency
Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan
memudahkan evaluasi diagnostic.
• limfosit CD4
Jumlah CD4 : Mencerminkan status imunitas pasien. Penderita
HIV/AIDS perlu diperiksa jumlah CD4 karena infeksi HIV
menyerang sistem ini. Hasil pemeriksaan jumlah CD4 berguna
untuk menentukan pengobatan TB-HIV/AIDS selanjutnya.
• Tes blot western: Mengkonfirmasi diagnosa Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
• Sel T4 helper: Indikator system imun (jumlah <200)
• T 8 ( sel supresor sitopatik ): Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau
lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 )
mengindikasikan supresi imun.
• P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus
(HIV): Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi
progresi infeksi
• Kadar Ig: Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal
atau mendekati normal
• Reaksi rantai polimerase: Mendeteksi DNA virus dalam
jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
• Pasien TB yang perlu dilakukan pemeriksaan HIV adalah
pasien yang mempunyai risiko tinggi terinfeksi HIV, hasil
pengobatan OAT yang tidak memuaskan (contoh: TB kronik), multi
drug resistance (MDR) TB. Demikian juga bila di fasilitas kesehatan
menemukan pasien terinfeksi HIV/AIDS perlu dibuktikan ada
tidaknya TB paru. Dengan adanya kerjasama yang baik antara
program TB dan program HIV/AIDS dapat menurunkan beban
pasien TB-HIV/AIDS. Setiap pemeriksaan HIV harus disertai
konseling sebelum dan sesudah pemeriksaan, oleh karena itu
diperlukan VCT (Voluntary Counselling Test) dan PITC (Provider
Initiated Testing and Counselling) di setiap pelayanan kesehatan.
b. Radiologi
• Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru oleh
simpanan kalsium lesi yang sembuh primer atau efusi cairan.
Perubahan mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup
area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang
sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
• Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk
melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
• Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC paru
adalah penebalan pleura, efusi pleura atau empisema,
penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau
pleura).
c. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio
udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural.
j) MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen lipoarabinomannan yang
direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian
dicelupkan dalam serum pasien. Bila terdapat antibody spesifik
dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah.
(Mansjoer, 1999 : 472-473)
Tunda ARV
Pencegahan
Ada vaksin terhadap TB. Namanya BCG, diberikan dengan suntikan di
bawah kulit. Namun vaksin ini tampaknya hanya efektif pada anak yang
baru lahir, untuk mencegah penyakit TB yang berat, termasuk meningitis
TB, pada usia kanak-kanak. BCG tidak mempunyai dampak dalam
mengurangi jumlah kasus TB pada orang dewasa. Saat ini belum ada vaksin
terhadap TB yang efektif untuk orang dewasa.
Belum jelas apakah BCG tetap efektif pada anak dengan HIV. Di negara
dengan prevalensi TB yang tinggi (termasuk Indonesia), WHO
mengusulkan BCG diberikan pada semua anak kecuali yang mempunyai
gejala penyakit HIV/AIDS.
BCG juga dapat menyebabkan pembacaan palsu-positif pada tes tuberkulin
kulit. Jika diberikan kepada orang dewasa yang HIV positif atau anak-anak
dengan sistem kekebalan sangat lemah, BCG kadang-kadang dapat
menyebabkan penyakit BCG diseminata, yang sering fatal.
11. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
menimbulkan komplikasi lanjut.
1. Komplikasi dini : Pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis.
2. Komplikasi lanjut : Kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru,
sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering
terjad pada TB milier dan kavitas TB. (Amin,
2000:993)
12. Prognosis
TB adalah IO yang pada urutan kedua dalam daftar frekuensi IO di Indonesia,
dan adalah penyebab kematian kebanyakan Odha. Namun TB dapat
disembuhkan dan dicegah.
Perkembangan dari infeksi TBC dengan penyakit TBC terjadi ketika bakteri
TB mengatasi pertahanan sistem kekebalan tubuh dan mulai berkembang biak.
Pada TB primer 1-5% dari kasus-penyakit ini terjadi segera setelah infeksi.
Namun, dalam sebagian besar kasus, infeksi laten terjadi yang tidak memiliki
gejala yang jelas. Ini basil TBC yang tidak aktif dapat menghasilkan dalam 2-
23% dari kasus-kasus laten, sering bertahun-tahun setelah infeksi. Risiko
meningkat reaktivasi dengan imunosupresi, seperti yang disebabkan oleh
infeksi HIV. Pada pasien koinfeksi M. TB dan HIV, risiko reaktivasi
meningkat sampai 10% per tahun. Pasien dengan TB ini disebarluaskan
memiliki tingkat kematian mendekati 100% jika tidak diobati. Namun, Jika
diobati, tingkat kematian berkurang hingga hampir 10%.
1. Pengkajian
Tgl/ Jam : Oktober 2012 No. RM :14045
Triage : P1/ P2/ P3 Diagnosis Medis : Tuberkulosis Paru
Transportasi : Ambulan/Mobil Pribadi/ Lain-lain … …
Masalah Keperawatan:
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Masalah Keperawatan:
1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral
EXPOSURE
Jejas : Ada
Deformitas : Ada √Tidak
Tenderness : Ada √Tidak
Crepitasi : Ada √ Tidak
Laserasi : Ada √ Tidak
Lain-lain : ... ...
Masalah Keperawatan: -
2. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
sekresi yang kental atau sekresi yang berlebihan sekunder akibat TBC
ditandai dengan batuk tak efektif, ketidakmampuan untuk mengeluarkan
sekresi jalan napas, bunyi napas ronchi, RR> 20 x/menit, irama dan
kedalaman napas abnormal.
2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru sekunder akibat penumpukan cairan ditandai dengan
dispnea, RR>20 x/menit, adanya penggunaan otot bantu pernapasan,
irama napas tidak teratur.
3) Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan
peningkatan metabolisme tubuh sekunder akibat tuberkulosis ditandai
dengan TD 90/50 mmHg, turgor kulit menurun.
4) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan penurunan aliran darah ke serebral ditandai dengan klien
mengeluh pusing, tekanan darah klien 90/60mmHg, nadi klien
124x/menit, nadi teraba lemah, RR klien 20x/menit, suhu tubuh klien
35° C.
5) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
kapasitas difusi paru ditandai dengan adanya dispneu saat melakukan
aktivitas, SaO2 <95%, pH asam (<7,35).
a) Perencanaan Perawatan
No. DX Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Bersihan jalan nafas Setelah diberikan Mandiri :
tidak efektif asuhan - Lakukan suction Membantu
berhubungan dengan keperawatan membersihkan jalan
sekresi yang kental selama ... x 24 jam nafas dari cairan
atau sekresi yang diharapkan sehingga udara dapat
berlebihan sekunder bersihan jalan mengalir ke paru
akibat TBC ditandai napas klien efektif dengan baik
dengan batuk tak dengan outcome
efektif, - klien mampu - kaji fungsi penurunan bunyi nafas
ketidakmampuan mengeluarkan pernafasan (bunyi dapat menimbulkan
untuk mengeluarkan sekret nafas, kecepatan atelektasis. Ronki,
sekresi jalan napas, - klien dapat nafas, dan mengi menunjukkan
bunyi napas ronchi, batuk efektif kedalaman) akumulasi sekret /
RR> 20 x/menit, - bunyi nafas ketidakmampuan
irama dan kedalaman normal, tidak membersihkan jalan
napas abnormal. ada ronchi, nafas yang dapat
mengi dan menimbulkan
stridor peningkatan kerja
- tidak ada pernafasan.
dipsnea
- RR dalam batas - catat kemampuan Pengeluaran sulit bila
normal (12-20 untuk sekret sangat tebal.
x/menit), irama mengeluarkan Sputum berdarah
dan kedalaman mukosa / batuk kental / darah cerah
napas normal. efektif (catat diakibatkan oleh
karakter, jumlah kerusakan paru atau
sputum, adanya luka bronkial.
hemoptisis)
- beri obat-obatan
sesuai indikasi
- Mukolitik menurunkan
mukolitik (contoh kekentalan sekret /
asetilsistein) sputum sehingga
mudah untuk
dikeluarkan.
Bronkodilator
- meningkatkan ukuran
bronkodilator lumen percabangan
(contoh trakeobronkial
okstrifilin) sehingga menurunkan
tahanan terhadap aliran
udara.
Berguna pada saat
respon inflamasi
- mengancam hidup.
kortikosteroid
(prednison)
2. Ketidakefektifan pola Setelah diberikan • Kaji kualitas, • Dengan
napas berhubungan asuhan frekuensi dan mengkaji kualitas,
dengan penurunan keperawatan kedalaman frekuensi dan
ekspansi paru selama ...x24 jam pernafasan, kedalaman
sekunder akibat diharapkan pola laporkan setiap pernafasan, kita
penumpukan cairan napas efektif perubahan yang dapat mengetahui
ditandai dengan dengan kriteria terjadi. sejauh mana
dispnea, RR>20 hasil : perubahan kondisi
x/menit, adanya • Irama, • Baringkan pasien.
penggunaan otot bantu frekuensi dan pasien dalam • Penurunan
pernapasan, irama kedalaman posisi yang diafragma
napas tidak teratur. pernafasan nyaman, dalam memperluas daerah
dalam batas posisi duduk, dada sehingga
normal dengan kepala ekspansi paru bisa
(RR=12-20 tempat tidur maksimal.
x/menit). ditinggikan 60 –
• Pada 90 derajat.
pemeriksaan • Peningkatan
sinar X dada • Observasi RR dan tachcardi
tidak tanda-tanda vital merupakan indikasi
ditemukan (suhu, nadi, adanya penurunan
adanya tekanan darah, fungsi paru.
akumulasi RR dan respon • Pemberian
cairan. pasien). oksigen dapat
• Bunyi menurunkan beban
nafas vesikuler • Kolaborasi pernafasan dan
• Tidak ada dengan tim medis mencegah
penggunaan lain untuk terjadinya sianosis
otot bantu pemberian O2 dan akibat hiponia.
pernapasan obat-obatan serta Dengan foto thorax
foto thorax. dapat dimonitor
kemajuan dari
berkurangnya
cairan dan
kembalinya daya
kembang paru.
Membantu mengoreksi
- berikan oksigen hipoksemia yang
tambahan yang terjadi sekunder
sesuai hipoventilasi dan
penurunan permukaan
alveolar paru.
3. Evaluasi
Evaluasi dibuat berdasarkan kriteria hasil
C. PENDIDIKAN KESEHATAN YANG DIBERIKAN KEPADA PASIEN
MAUPUN KELUARGA PASIEN