Deteksi Dini Laboratorium TB PDF
Deteksi Dini Laboratorium TB PDF
PENDAHULUAN
1
vasculer dan penyakit pernafasan lainnya, hal yang sama juga dinyatakan dari
(4)
hasil SKRT terakhir di Indonesia tahun 1995 . Rini S.H melaporkan
tuberkulosis merupakan satu diantara penyebab kematian utama di Indonesia
yang tidak pernah hilang dari deretan ke 5 penyebab utama kematian di
Indonesia. Publikasi resmi WHO tahun 1997 menyatakan insiden di Indonesia
adalah 220/100.000 penduduk, artinya diantara 100.000 penduduk setiap
tahunnya akan timbul kasus baru sebanyak 220. Pada temu ilmiah FKUP yang
disampaikan tahun 1998 di Bandung mengatakan bahwa insiden TB didapati
3,43 per 10.000 penduduk. Setiap tahunnya diperkirakan ada sekitar 500.000
orang menderita tuberkulosis paru dengan BTA positif. Jumlah penderita dengan
BTA negatif lebih banyak dari pada BTA positif, jika tidak diobati 50% kasus BTA
negatif akan menjadi BTA positif. Prevalensi BTA positif ini diperkirakan sebesar
(3)
0,29% dan diharapkan pada tahun 2000 dapat diturunkan menjadi 0,2% .
Target : - Angka keberhasilan > 85%.
- Angka kesalahan laboratorium < 5 %.
(12)
- Angka penemuan > 70% .
Beberapa alasan yang dapat membuat situasi memburuk:
- Penggunaan metode yang tidak adekuat dalam menegakkan
diagnosa.
- Penggunaan regimen yang tidak standart.
- Penggunaan dosis obat yang tidak benar.
- Penggunaan pengobatan yang lama.
- Gagal dalam memonitor pasien.
- Kegagalan dalam memberikan pengetahuan kepada pasien dan
keluarganya.
- Kegagalan untuk memutuskan mata rantai.
Secara keseluruhan menghasilkan :
Misdiagnosis.
Peningkatan resistensi obat.
(4)
Perluasan epidemik .
2
oleh karena itu diperlukan usaha terpadu untuk penanggulangan TB termasuk
bidang diagnostik. Penemuan secara dini sangat bermanfaat untuk memutuskan
mata rantai penularan TB, sehingga dapat menurunkan insiden tuberkulosis dan
(3)
resiko penyakit lebih lanjut . Selama ini diagnosis tuberkulosis luar paru sering
sekali sukar ditegakkan. Tuberkulosis paru lebih mudah ditegakkan melalui
(5)
radiologik, pemeriksaan sputum langsung atau biakan . Tuberkulosis
merupakan penyakit sistemik yang dapat mengenai hampir seluruh organ tubuh,
yaitu organ pernafasan (TB paru) atau organ di luar paru (TB ekstra pulmoner).
Kuman TB dapat hidup lama tanpa aktifitas dalam jaringan tubuh (dormant)
hingga sampai saat ia aktif kembali. Lesi TB dapat sembuh tetapi dapat juga
berkembang progresif atau mengalami proses kronik dan serius. Lesi ini dapat
dijumpai secara bersamaan di organ paru dan ekstrapulmoner ataupun secara
sendiri-sendiri. Selama ini umumnya perhatian terarah kepada penatalaksanaan
TB paru hingga efek terapi diukur dari penyembuhan TB paru saja tanpa
perhatian yang cukup pada kesembuhan TB ekstrapulmoner yang menyertainya.
Timbul kesan seolah-olah penanganan TB paru sudah dianggap inklusif tanpa
menyelesaikan masalah penanganan TB ekstrapulmoner yang mungkin
menyertainya. Sikap ini tentu menyebabkan penatalaksanaan TB tidak
sempurna karena mungkin TB ekstrapulmoner belum tuntas. Dengan demikian
haruslah sekaligus mencapai kesembuhan TB paru dan TB ekstrapulmoner (Tb
yang mempengaruhi organ selain paru yang umumnya pada pleura, lymph node,
(13,14)
tulang belakang, sendi, genitourinary tract, nervous system, abdomen) .
Keberhasilan terapi dipengaruhi antara lain oleh ketepatan dan kecepatan
(3)
diagnosis . Pasien yang tidak didiagnosa dan diberikan pengobatan yang baik
tidak dapat berkarya/bekerja, sehingga akan meningkatkan kemiskinan dan
mempengaruhi produktifitas nasional, dimana akan muncul lingkaran setan,
penderita TB tidak dapat berkarya kemiskinan TB meningkat TB dst
(4)
. Demi tercapainya tujuan pengobatan, usaha penaggulangan penyakit
tuberkulosis memerlukan sarana diagnostik yang tepat dan terpercaya. Berbagai
pemeriksaan penunjang tersedia untuk membantu, baik menegakkan diagnosis
maupun memantau hasil terapi tuberkulosis (5).
3
GAMBARAN KLINIK
B. Sistemik : - Demam ,
- Nafsu makan berkurang,
- Berat badan menurun,
(1,15,16)
- Malaise .
Pada penderita infeksi primer sebagian besar gejala demam tidak ditemukan,
demam yang tidak terlalu tinggi kadang-kadang timbul disertai batuk non
(15)
produktif .
PATOGENESIS
4
berlanjut menjadi TB, sebagiannya pertama kira-kira tahun 1 - 2 setelah
(17)
terinfeksi . Didalam tubuh, kuman hidup sebagai parasit intraseluler dalam
sitoplasma makrofag, makrofag ini mulanya bertugas memfagosit kuman, tetapi
selanjutnya merupakan media terbaik bagi kuman, karena banyak mengandung
lipid. Selanjutnya dibentuk tuberkel untuk memblokade penyebaran kuman,
kuman ini bersifat aerob sehingga lebih menyenangi jaringan dengan kandungan
oksigen yang tinggi seperti paru, juga jaringan lainnya. Invasi kuman kedalam
tubuh membangkitkan sistim pertahanan tubuh. Pertama adalah pergerakan
neutrofil untuk memfagosist kuman walaupun kuman tidak hancur dan mati oleh
karenanya, bahkan kuman hidup dan berada didalam sel neutrofil yang berumur
pendek tersebut, berikutnya makrofag bertugas untuk memfagositosis kuman.
Dalam makrofag kuman mengalami endositosis yang akan berdifusi dengan
lisosom yang mengandung enzim penghancur kuman. Mycobacterium yang
patogen dan virulen akan tahan terhadap proses penghancuran oleh makrofag
karena memiliki dinding tebal, menghasilkan senyawa sulfatida yang
menghalangi difusi antara lisosom dan fagosom dan tahan terhadap peroksida (5).
5
Tuberkulosis pada manusia merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, M. bovis dan M. africanum, ketiganya tergolong
(6,13)
dalam M. tuberculosis complex . Penyakit ini hampir mengenai seluruh
(11)
organ tubuh dalam bentuk TB paru dan TB ekstrapulmoner . Mycobacterium
Tuberculosa panjangnya 1 - 4 mikron, lebarnya 0,3 - 0,6 mikron. Kuman akan
tumbuh optimal pada suhu sekitar 37°C dengan tingkat pH optimal pada
6,4 – 7,0. Untuk membelah dari satu sampai dua (generation time) kuman
membutuhkan waktu 14 – 20 jam. Kuman tuberkulosis terdiri dari lemak dan
protein. Lemak merupakan komponen lebih dari 30% berat dinding kuman dan
terdiri dari asam stearat, asam mikolik, mycosides, sulfolipid serta cord factor,
sementara komponen protein utamanya adalah tuberkuloprotein (tuberkulin).
Secara eksperimental, populasi M. tuberkulosis di dalam lesi dapat
dikelompokkan menjadi 4 golongan yaitu:
• Populasi A, yaitu terdiri atas kuman yang secara aktif berkembang biak
dengan cepat, kuman ini banyak terdapat pada dinding kavitas atau dalam
lesi yang pH nya netral.
• Populasi B, terdiri dari atas kuman yang tumbuhnya sangat lamban dan
berada dalam lingkungan pH yang rendah. Lingkungan asam inilah yang
menlindunginya terhadap obat anti-tuberkulosis tertentu.
6
CARA PENULARAN DAN PERJALANAN PENYAKIT
TUBERKULOSIS
Infeksi primer biasanya terjadi didalam paru, hal ini disebabkan karena penularan
sebagian besar melalui udara. Masuknya basil TB kedalam tubuh tidak selalu
menimbulkan penyakit, karena faktor-faktor virulensi dan banyaknya basil TB
serta daya tahan tubuh berpengaruh terhadap timbulnya infeksi. TB primer
biasanya mulai secara perlahan-lahan sehingga sukar menentukan saat
timbulnya gejala pertama, kadang-kadang terdapat demam yang tidak diketahui
penyebabnya dan sering disertai tanda-tanda infeksi saluran nafas bagian atas,
oleh karena itu bila ditemukan gejala seperti diatas biasanya tidak diperkirakan
kearah diagnosis TB. TB primer cenderung sembuh sendiri, tetapi sebagian
akan menyebar lebih lanjut dan dapat menimbulkan komplikasi, selain dapat
meluas dalam jaringan paru, basil TB dapat masuk kedalam aliran darah secara
langsung/malaui kelenjar getah bening, sebagian besar komplikasi TB primer
(2)
terjadi dalam 12 bulan setelah terjadinya penyakit .
7
Puncak pembentukan antibodi terjadi pada bulan ke 2 setelah pengobatan
berhasil, kemudian menurun sampai mencapai batas normal bila penderita
(2,5)
telah sembuh . Pada proses kronik hanya Ig G yang bertahan pada kadar
tinggi sehingga dapat memberikan titer yang berbeda secara bermakna dengan
kelompok orang yang pernah kontak dengan kuman tetapi tetap sehat (tertular).
Pada pengobatan TB yang berhasil, bakteri akan hancur atau terhambat
perkembangannya, ditandai pada tahap awal dengan hancurnya dinding sel
bakteri yang mempunyai sifat imunosupresif, tidak spesifik dan menutupi antigen
sitoplasmik yang lebih spesifik, akibatnya akan merangsang produksi Ig G
spesifik yang biasanya mencapai puncak 2 bulan setelah pengobatan. Pada
tahap berikutnya yaitu setelah sekitar 2 minggu pengobatan, sejumlah besar
kuman musnah, sehingga perangsangan terhadap pembentukan antibodi
menurun , akibatnya titer Ig G pun menurun, hingga pada akhir pengobatan
titernya kembali titer individu yang tertular. Kekambuhan penyakit akibat
tertularnya kembali/berkembangbiaknya kuman mycobacterium tuberculosis
akan menimbulkan rangsangan kembali pada sel imunokompeten untuk
(5)
memproduksi Ig G spesifik dalam jumlah banyak dan dalam waktu cepat .
DIAGNOSIS TUBERKULOSIS
8
(5,15,18)
yang cukup lama yaitu 6 – 8 minggu , sedangkan gambaran klinik dan
(13)
radiologik tidak dapat dijadikan pegangan . Pada kasus TB aktif pemeriksaan
(19)
hapusan/smear dapat meleset/kekeliruan hingga 60% . Di Indonesia sediaan
hapusan/mikroskopik dan biakan BTA hanya 30% – 70% saja dari seluruh kasus
TB paru yang dapat didiagnosis secara bakteriologik. Maka keharusan adanya
BTA positif untuk membuat diagnosis akan menyebabkan banyak penyakit TB
paru yang tidak terdiagnosis, sebaliknya bila diagnosis boleh ditegakkan tanpa
keharusan penemuan BTA, maka akan banyak kasus TB paru yang tidak aktif
(13)
yang mendapat terapi . Pemeriksaan BTA sputum memberikan kepositifan
10% pada penderita yang klinis dan radiologis menunjukkan TB paru sedangkan
(11)
biakan memberikan kepositifan 18-20% . Untuk hasil hapusan/smear positif,
kultur juga merupakan hal yang penting terhadap M. tuberkulosis dan
mycobacteria lainnya. Kultur dapat membuktikan untuk informasi kesensitifan
obat dalam tujuan penatalaksanaan kegagalan pengobatan. Bahan diagnostik
lainnya bisa didapatkan dari bilasan bronkoskopi, biopsi transbronkial, needle
(15) (18)
aspirasi dan cairan lambung . Secara keseluruhan kecepatan hasil
(15)
diagnostik akan meningkatkan kecepatan hasil diagnosis .
Pada abad terakhir ini peralatan yang tersedia untuk diagnosis TB telah
mengalami sedikit perubahan. Pewarnaan bakteri tahan asam lebih cepat
walaupun peralatannya kurang spesifik/khusus, peralatan lainnya foto toraks,
test tuberkulin tidak langsung membuktikan didapatinya TB, tehnik kultur
konvensional untuk melengkapi diagnosis (menggunakan berbagai media yang
biasanya dengan bahan dasar telur-kentang { Lowenstein Jensen} atau bahan
dasar agar { Middlebrook 7H-11}) yang sering memakan waktu berminggu-
minggu (3 – 6 minggu) untuk konfirmasi kultur yang positif terhadap M.tb, kultur
konvensional ini mempunyai spesifik dan sensitifitas yang tinggi dan mungkin
(17)
lebih baik dari hapusan BTA . System BACTEC adalah tehnik kultur
radiometrik yang cepat dengan menggunakan spesimen klinik, dimana
mycobacterial yang tumbuh dapat terdeteksi dalam waktu 5 – 8 hari dan
m. tuberculosis dapat dibedakan dari mycobacteria lainnya dalam waktu 3 – 5
hari. Pemeriksaan teknologi deoxyribonucleic acid (DNA) merupakan metoda
9
yang sangat cepat yang mana mendeteksi adanya mycobacteria pada bahan
yang dikultur dan penggunakan spesimen (sputum) adalah yang terbaik, tehnik
ini telah memberikan kespesifikan dan kesensitifan yang tinggi (15). Kesulitan dan
keterbatasan test kulit dan analisis mikrobiologi dari sputum (spesimen lainnya)
sangat lama sehingga dilakukan pemeriksaan test serologi terhadap TB.
Penggunaan antigen purified, test enzym linked immunoabsorbent assay
(ELISA) untuk menunjukkan antibody immunoglobulin G (IgG) mempunyai angka
kespesifikan hingga 97% dan kesensitifan 65%. Test ini dapat digunakan pada
pasien dalam populasi yang tinggi dan dapat secara khusus dilakukan pada
(15)
extrapulmonary tuberculosis . Dengan demikian perkembangan merupakan
yang utama dalam tehnologi diagnostik , peralatan diagnostik terbaik tetap
banyak bermanfaat dan akan secara terus-menerus digunakan dalam
(17)
mengevaluasi penderita TB .
10
Struktur antigen Mycobacteria tersusun atas protein/polipeptida, polisakarida dan
lipid. Proses identifikasi dan pemurniannya dilakukan dengan berbagai cara
seperti imunoelektroforesis, kultur, imunodifusi, dsb. Tidak seluruh antigen
tersebut spesifik terhadap M. tuberculosis complex, sehingga pemilihan antigen
yang paling spesifik dan imunogenik terhadap TB complex akan meningkatkan
spesifisitas uji. Penggunaan lebih dari satu macam antigen murni dapat
(6)
meningkatkan sensitifitas uji .
INTERPRETASI LABORATORIUM
UJI TUBERKULIN
Test tuberkulin ini kini dipakai untuk mendeteksi adanya riwayat infeksi
(7)
tuberkulosis . Dengan memperhatikan tehnik yang tepat, uji tuberkulin
sangat berguna untuk memperkirakan prevalensi tuberkulosis di masyarakat.
Uji tuberkulin merupakan pemeriksaan immunologik yang mengukur
(5)
immunitas seluler . Uji tuberkulin memberikan suatu informasi apakah
(19)
terinfeksi TB atau menyatakan ada/tidaknya aktifitas TB . Tuberkulin positif
menunjukkan bahwa seseorang sedang / pernah mengalami infeksi oleh m.
tuberkulosis, m. bovis, mycobacterium patogen lainnya. Serta pernah
mendapat vaccin BCG. Pada anak uji tuberkulin merupakan sarana yang
(5,9)
penting dalam menegakkan diagnosa . Dinegara-negara miskin hal ini
kurang bermakna karena uji dapat negatif pada malnutrisi atau penyakit-
penyakit lain walaupun penderita menderita tuberkulosis aktif. Suatu uji positif
yang kuat tentu merupakan petunjuk adanya tuberkulosis tetapi bila uji
negatif, belum dapat disingkirkan (perlu diketahui bahwa uji positif yang kuat
hanya suatu petunjuk), banyak orang tanpa tuberkulosis aktif menghasilkan
(1)
uji yang positif . Penelitian pada TB milier yang dilaporkan, test tuberkulin
(15)
positif pada 60 –90% pasien .
2 Masalah pada penggunaan uji tuberkulin:
a. Pada banyak negara, infeksi yang disebabkan oleh non patogenik
mikobakteria dapat menghasilkan uji tuberkulin yang positif, biasanya
positif lemah.
11
b. Masalah penyimpanan yang salah, pengenceran yang salah, absorbsi
tuberkulin pada gelas, kontaminasi dsb. Dapat menyebabkan uji tidak
dapat dipercaya. Bila bukti-bukti lain menunjukkan kearah diagnostis
tuberkulosis, suatu uji yang negatif belum tentu menyingkirkan
tuberkulosis.
Dipihak lainnya uji positif, bahkan positif kuat, hanya menunjukkan bahwa
penderita sebelumnya terinfeksi. Uji ini tidak membuktikan bahwa ia
menderita tuberkulosis aktif. Hal tersebut hanya memperkuat dugaan saja.
Uji yang positif dapat dipercaya pada anak yang umurnya lebih muda
(1)
pada komunitas anak yang jarang positif , indurasi diameter ( sekitar
10 –15 mm). Kriteria positif pada nilai test kulit tuberkulin tergantung pada
apakah anak sebelumnya mendapatkan vaksin BCG / tidak, oleh karena
reaksi terhadap tuberkulin biasanya terjadi setelah beberapa tahun
mendapatkan BCG sebelumnya. Reaksi biasanya positif lemah (diameter
< 10 mm). Pada anak yang tidak mendapat BCG, test tuberkulin positif
saat diameter 10 mm. Pada anak yang telah di BCG test positif
dengan indurasi 15 mm (9).
12
- Tidak ada infeksi M.tuberkulosis.
- Test ini negatif pada 3-10% pasien dengan tubekulosis aktif, terutama
yang sakit berat, orang tua yang mengalami tuberkulosis milier atau
meningitis tuberkulosis (19).
- Supresi sepintas pada reaksi yang sebelumnya positif mungkin pula
terjadi selama ada infeksi virus seperti influenza atau measle.
- Depresi reaksi yang sebelumnya positif pada pasien yang menderita
sarkoidosis, penyakit hodgkin, limfoma lainnya yang diberikan terapi
kortikosteroid sistemik dosis tinggi, Malnutrisi (KKP).
- Test dilakukan tidak benar atau materi yang digunakan tidak adequat
(2,19)
.
13
(Basil Tahan Asam) langsung ini adalah cara Ziehl Neelsen atau Tan
(2,16)
Thiam Hok (Kinyoun Gabbett) . Hanya smear dapat
(15)
meleset/kekeliruan hingga 60% dari kasus TB aktif . Pemeriksaan BTA
ini kurang peka dengan sensitivitas rendah, karena hasil positif ditentukan
bila jumlah kuman 5.000 – 10.000/ml sputum, sehingga hasil negatif
(2,3,16)
belum berarti tidak ada kuman . Di Magelang telah dilakukan
pemeriksaan BTA dengan apusan tenggorokan yang memberikan hasil
BTA positif sebesar 28,9%, sedangkan pemeriksaan dengan dahak BTA
positif 19%, namun pemeriksaan apusan tenggorokan memberikan hasil
positif palsu yang tinggi. Selain itu dengan bahan dari aspirasi lambung
(3)
memberikan hasil positif 40 – 60% .
Kelemahan :
14
terlihat lebih besar dan lebih jelas karena daya pandang diperluas dan
(2,16)
adanya fluoresensi dari zat warna auramin rhodamin .
15
Kultur untuk TB hanya dibuat pada penderita dengan suspek TB, dimana
dilakukan untuk menegakkan diagnosis kasus-kasus ringan yang hasil
(1)
mikroskopisnya negatif . Pada kasus TB milier yang dilaporkan
pemeriksaan dengan kultur dan smear sputum terlihat positif pada
(15)
30 – 60 % pasien .
Prinsip tehnik adalah deteksi DNA kuman. DNA direplikasi mengikuti prinsip
alami yang terjadi pada saat sel membelah. PCR merupakan metode yang
sensitif, spesifik dan cepat (6 – 8 jam).
Bahan pemeriksaan untuk PCR-TB umumnya sama seperti kultur yaitu
sputum yang diproses terlebih dahulu. Disamping itu teknik PCR sangat
berguna pada TB ekstra pulmoner, yang pada umumnya organisme sulit
dideteksi dan memerlukan biakan untuk konfirmasi diagnosis. Deteksi PCR
untuk mycobacterium yang tersedia saat ini adalah terhadap Mycobacterium
tuberkulosis kompleks , yang dapat membedakan mycobacterium kompleks
(3,8,15)
dari mycobacterium lainnya . Sensitivitas dan spesifisitas metode PCR
masing-masing 90% dan >90%. Kendala metode ini adalah memerlukan
peralatan yang mahal dan keahlian khusus, juga memberikan hasil positif
(3)
palsu yang tinggi (3-20%) . Kelemahannya ialah tidak dapat membedakan
(16)
tuberkulosis aktif dan tidak aktif .
Pada evaluasi efektifitas yang dilakukan dengan standar “Cobas Amplicor
MTB system” untuk pemeriksaan PCR dengan membandingkan
pemeriksaan mikroskopik (Ziehl Nielsen) dan kultur standar dengan
spesimen sputum, BAL dari penderita diduga menderita tuberkulosis dari 576
spesimen dimana 40 sampel menunjukkan hasil pemeriksaan PCR (+)
dengan 8 sampel diantaranya (20%) menunjukkan hasil (+) pada
pemeriksaan mikroskopik. Tetapi, korelasi antara hasil Amplicor dan kultur
terjadi pada 544 kasus (korelasi 94,4%). Perbedaan hasil antara Amplicor
16
dan kultur kemungkinan terjadi akibat berbagai hal yaitu penderita yang
pernah mendapat pengobatan TB secara lengkap sebelumnya, infeksi
Mycobacterium non TB, negatif palsu akibat manipulasi sampel karena
(20)
spesimen yang tidak homogen .
Pada pemeriksaan PCR:
- Hasil yang negatif palsu dapat disebabkan oleh adanya inhibitor terhadap
DNA polymerase.
17
untuk memperoleh hasil positif sekitar 3 minggu , sistem ini dapat menjadi
(3,7)
salah satu alternatif pemeriksaan secara cepat .
Prinsip kultur radiometrik adalah penggunaan medium middlebrook 7H12 cair
(yang berisi Middlebrook 7H9 Broth, kasein hidrolisat, bovin serum albumin,
katalase dan substrat 14 C), yang spesifik untuk pertumbuhan
Mycobacterium. yang diperkaya dengan subtrat (asam lemak) yang dilabel
karbon radioaktif (14C) dimana Mycobacterium tuberkulosis memetabolisme
14
asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 ke dalam lapisan udara
diatas vial medium yang akan dideteksi nilai growth indexnya oleh alat
(2,7,8,21)
secara kuantitatif . Peningkatan GI (Growth Index) dari hari ke hari
menunjukkan kecepatan dan jumlah pertumbuhan mycobacterium di dalam
medium. Dalam Bactec TB system digunakan pula kombinasi beberapa
antimikroba penghambat pertumbuhan kuman lain untuk menghambat
recovery Mycobacteria. Ditambah lagi dengan adanya polioksietilen stearat
didalam pelarut antimikroba yang dapat bersifat sebagai pemacu
(21)
pertumbuhan basil TB dari pasien kronis yang telah diobati . Dengan
metode kultur radiometrik, selain pembiakan kuman menjadi lebih cepat juga
dapat melakukan diferensiasi antara Mycobacterium tuberkulosis dengan
mycobacterium atypical (MOTT) dan juga dapat dilakukan uji resistensi
terhadap obat-obat anti TB seperti Steptomycin, Isonoazid, Rifampicin dan
(8)
Ethambutol (SIRE) dan Pyrazinamid . Pada uji resistensi, adanya OAT
dalam medium akan menghambat metabolisme Mycobacteria yang akan
14
ditunjukkan oleh berkurangnya produksi CO2 (GI) bila dibandingkan
dengan medium kontrol yang tidak mengandung OAT. Prinsip ini juga
dipakai pada tahap diferensiasi M. tuberculosis dan MOTT dengan
(21)
penambahan zat penghambat pertumbuhan M. tuberculosis kompleks .
Dengan menggunakan metode ini proses pendeteksian kuman dan uji
resistensi obat anti TB hanya membutuhkan waktu 12 – 20 hari sejak sampel
(2,16)
diterima . Metode cepat lainnya yang telah tersedia saat ini adalah MGIT
(Mycobacteria Growth Indicator Tube) yang dapat mendeteksi M. tuberculosis
18
dalam waktu 4 – 6 hari, hasil positif ditunjukkan oleh fluoresensi jingga pada
(2)
dasar tabung .
Dengan demikian pemeriksaan bakteriologik pada Bactec TB system
meliputi:
• Tahap lanjutan:
19
Tehnik ini dikenal sebagai tehnik finger printing atau identifikasi “sidik jari” .
Pemeriksaan ini ialah untuk mendeteksi perbedaan satu kuman tuberkulosis
dengan kuman tuberkulosis lainnya (8,16). Martin dari Universidad de Zarogoza
- Spanyol menyampaikan bahwa strain specific markers untuk mengenal M.
tuberkulosis kompleks ternyata sangat berguna dalam penilaian epidemiologi
tuberkulosis. Metode RFLP dengan IS6110, dapat memberikan informasi
yang berguna dalam menilai pengaruh berbagai faktor yang berhubungan
dengan transmisi tuberkulosis. Proses penilaian sidik jari secara sistematis
pada resistensi ganda (MDR) sangat berguna dalam mendeteksi terjadinya
ledakan kasus serta untuk kegiatan surveilens (7).
Pada teknik dengan test ini dapat dilakukan test resistensi yang ditujukan
oleh timbulnya cahaya yang dapat dideteksi pada kuman yang resisten
terhadap obat tertentu, dan bila kuman masih sensitif/peka terhadap obat
(2,7,8,16)
maka cahaya itu tidak akan tampak/terdeteksi .
Kesulitan dan keterbatasan dari test kulit dan analisa mikrobiologi dari
sputum (spesimen klinik lainnya) menjadi lama menyebabkan dilakukan
pemeriksaan test serologi untuk TB yang merupakan alternatif pemeriksaan
lainnya. Pemeriksaan serologi adalah pemeriksaan untuk mendeteksi adanya
(3,15)
antibodi spesifik terhadap tuberkulosis didalam serum penderita .
Penggunaan antigen merupakan salah satu perhatian utama, ketidak
murnian antigen dapat menimbulkan reaksi silang yang mengganggu
diagnosis. Metode ini adalah merupakan metode ELISA (Enzyme Linked
Immunosorbent Assay) yang merupakan salah satu test serologi yang dapat
mendeteksi respon humoral berupa proses terjadinya antigen-antibodi yang
merupakan serodiagnosis TB paru dan dianggap cukup baik, praktis serta
20
tidak rumit dan murah yang merupakan tehnik mikroelisa dimana
(3,7,8)
menggunakan antigen dengan kemurnian yang tinggi .
Bermacam-macam antigen (Ag) ELISA yang digunakan yaitu:
- Crude bacillary antigens (TB filtrate, BCG sonicate, TB sonicate).
- Purified protein derivative (PPD).
- Lipoarabinomannan (LAM).
- Purified dan semipurified antigen ( Ag 5, Ag 6, SAG-A1, SAG-B1, TB-
C1, plasma membrane antigen).
- Glikopipid, Sulphatide, polar lipid.
- Ag 19 kDa.
- Ag 60 kDa.
• Ag 38 k Da
Pemeriksaan IgG anti TB dengan metode EIA adalah antigen yang
merupakan protein 38 k Da merupakan antigen dengan kemurnian yang
tinggi yang sangat spesifik untuk mycobacteria tuberculosis kompleks
(M. tuberculosis var human M. tuberculosis var bovis, M. tuberculosis var
african). Pemeriksaan IgG anti TB dengan metode EIA ini memberikan
kemudahan kerja seperti lazimnya prosedur immunoassay lain dan
selesai dalam waktu 2 jam. Dengan penggunaan antigen Mycobacterium
tuberculosis yang lebih murni diharapkan serodiagnosis TB dapat
diperoleh dengan spesifitas yang tinggi dan sensivitas yang lebih baik
(8,22)
.
Pathozyme – TB.
Hanya berisi antigen 38 kDa yang merupakan antigen spesifik
terhadap M. tuberkulosis komplex yang tersiri dari M.uberculosis, M.
bovis, M. Africanum.
Pathozyme – Myco.
Mengandung antigen lipo-polysacharide (LPS) dan antigen 38 kDa.
Antigen LPS ini terdapat pada semua genus mikobakterium.
21
Diharapkan dengan penambahan antigen LPS pada Pathozyme-Myco
(22)
akan meningkatkan sensitiviti hasil pemeriksaan .
Test uji serap imun – rapid imunokromatografi ( ICT- TB).
Test uji serap imun - rapid imunokromatografi dengan menggunakan
5 antigen murni hasil sekresi M. tuberculosis selama infeksi aktif
dikenal dengan ICT - Tuberculosis. Ke 5 antigen tersebut adalah
antigen 38 k Da dan ditambah dengan 4 antigen lain yang spesifik
ditemukan dalam membran sitoplasma M. Tuberculosis yang belum
dapat dipublikasikan. Penggunaan 5 antigen ini dimaksudkan untuk
meningkatkan sensitifitas pemeriksaan sebelumnya yang
(3)
menggunakan antigen 38 k Da . Pemeriksaan IgG anti TB secara
kromatografi dapat disebut sebagai test cepat (Rapid IgG anti TB)
karena waktunya yang singkat. Pemeriksaan yang tersedia saat ini
menggunakan antigen 38 kDa dan 4 antigen murni lainnya (AMRAD
ICT Diagnosis, Australia) hasil reaksi sekresi M. tuberculosis selama
infeksi aktif. Tehnik pemeriksaan ini memungkinkan penggunaan
antigen lebih dari satu jenis dan waktu pemeriksaan menjadi lebih
singkat (5-15 menit). Di Indonesia menunjukkan sensitifitas 60-80%
dan spesifisitas 70-95% pada kasus tuberculosis paru. Pemeriksaan
Rapid IgG anti TB diharapkan dapat menunjang diagnosis infeksi aktif
tuberkulosis secara luas karena harganya relatif murah dan hasilnya
(6)
lebih cepat . Pada penelitian yang dilakukan di poliklinik RSUP Dr.
Hasan sadikin Bandung tahun 1998 menyimpulkan sensitifitas
pemeriksaan ICT –TB pada penderita tuberkulosis paru sebesar 90%
dan spesifisitas 86,67%. Hasil positif pada penderita TB paru
sebanyak 90% dan penyakit selain tuberkulosis paru sebanyak
(3)
13,33% .
22
memperlihatkan/menunjukkan spesifisitas 97% dan sensitifitas 65%. Test
tersebut memberikan kemanfaatan pada pasien dalam populasi
(15)
prevalensi yang tinggi dan dapat bermafaat pada TB ekstrapulmoner .
Penelitian uji interferon gamma darah yang dicampurkan dengan PPD
(protein purified derivat) avian dan bovis , atau phytohaemogglutinin
(PHA) yang dibandingkan dengan reaktivitas uji tuberkulin serta tampilan
klinik. Respon interferon gamma (UI/ml) yang ditunjukkan dengan ratio
persentase PPD/PHA. Hasil menunjukkan bahwa uji proporsi responden
yang terdeteksi baik oleh pemeriksaan interferon gamma maupun uji kulit
tuberkulin tidaklah berbeda bermakna bila respon PPD adalah 15%. Hasil
spesifisitas pemeriksaan interferon gamma 98% (yang tidak ada riwayat
terpajan TB) dan sensitivitasnya 90% (orang dengan uji tuberkulin positif
dan tidak mendapat terapi). Uji ini mendeteksi respon positif 83% (10/12)
pada mereka yang terbukti menderita sakit, 59% (24/41) pada mereka
yang sebelumnya mendapat terapi, 80% (134/168) mereka yang
menderita TB aktif tetapi belum diterapi dan 43% (55/128) mereka yang
terpajan tetapi hasil uji tuberkulinnya negatif, sehingga pengukuran
interferon gamma yang dikeluarkan oleh limposit yang telah distimulasi
oleh PPD adalah merupakan uji yang spesifik, sensitif dan cepat dalam
mendeteksi infeksi M. tuberkulosis. Pemeriksaan interferron gamma
mungkin akan dapat berguna dan merupakan uji praktis dalam deteksi dini
(23)
infeksi tuberkulosis, khususnya pada individu yang imunokompeten .
• LAM ( Lipoarabinomannan )
Test yang menggunakan antigen lipoarabinomannan adalah Test
Mycodot, merupakan test lain yang mendeteksi antibodi antimikobakterial,
yang mana bila didalam serum penderita ada antibodi spesifik anti LAM
dalam jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktifitas penyakit, maka
akan timbul perubahan warna pada alat (berbentuk sisir plastik) yang
dapat dideteksi dengan mudah (16).
23
Uji serologi ini sederhana, sangat sensitif, tidak mahal dan mempunyai
kelebihan untuk memeriksa spesimen dari berbagai lokasi penyakit.
Pada penelitian yang dilakukan terhadap 907 penderita rawat inap dengan
infeksi Tuberkulosis melalui pemeriksaan ELISA IgG TB A60
(serodiagnostic antigen Tuberkulosis A60 ) :
- pada infeksi Tuberkulosis didapatkan sensitifitas 69,2% dan
spesifisitas 92,1% ; nilai dugaan positif 67,9% dan nilai dugaan negatif
89,2%. Sedangkan sensitivitas Ig M adalah 10,5% dan spesifisitas
99,4%. Titer IgG serum berkorelasi baik dengan luasnya penyakit.
- Penderita dengan sputum BTA (+) mempunyai persentase kepositifan
yang tinggi, (IgG seropositif 83%) dibandingkan dengan sputum BTA
(-) (70,6%) dan TB ekstra pulmoner (58,9%).
24
tidak, serta tidak dapat menentukan lokasi dan luasnya penyebaran penyakit
(5)
. Prosedur pemeriksaan PAP-TB memerlukan kecermatan dan
reproduksibilitas kerja serta bahan baku (sumber antigen dsb) yang baik
(8,16)
sehingga hasil kerja menjadi lebih baik . Uji PAP-TB umumnya bukan
peralatan yang canggih. Uji PAP-TB relatif lebih murah dibandingkan uji
Pathozyme-TB Complex. Ika Pratanu dan Indro Handojo mengatakan dalam
penelitiannya bahwa spesifisitas uji Pathozym-TB Complex memang lebih
tinggi dari pada uji PAP-TB, walaupun dengan analisa statistik tidak
menunjukkan perbedaan yang bermakna, Sensitivitas uji Pathozyme-TB
Complex lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan uji PAP-TB
(18)
.
Intepretasi hasil
Hasil menunjukkan positif (+), baik pada tuberkulosis dengan dahak positif
maupun dahak negatif.
Uji PAP-TB merupakan test serologi yang memenuhi 4 kriteria dari 5 kriteria
uji serologi tuberkulosis yang ideal, seperti yang ditemukan oleh Diena, 1968.
25
B. Pemantauan hasil terapi.
1. Kesembuhan ditandai dengan turunnya kadar IgG spesifik
(serokonversi) sebagai akibat berkurangnya populasi kuman yang
merangsang pembentukan antibodi.
- Pada akhir bulan pengobatan:
Nilai test negatif pada 60% penderita yang sembuh.
26
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada penderita paru dan diluar paru
menunjukkan bahwa uji serologik PAP-TB memberikan sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi adanya proses tuberkulosis yang
aktif. Namun pada pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk
membedakan tuberkulosis yang menular dengan yang tidak serta tidak dapat
(5)
menentukan lokasi serta luasnya penyebaran penyakit .
Handoyo dalam penelitiannya melaporkan bahwa dengan pemeriksaan PAP-
(3)
TB diperoleh sensitivitas 98,3% dan spesifisitas 94,7% .
Pemeriksaan fisik
Dan
Gejala klinis TB paru
Foto toraks
Sputum (-) Sputum (+) Sputum (+) Sputum (+) Sputum (-)
IgG anti TB(+) IgG anti TB (-) IgG anti TB (+)
27
Sputum BTA Silent bacterial
(+) (-) (+) palsu shadding
IgG anti TB (-) IgG anti TB (+) IgG anti TB (-) IgG anti TB (+)
Kompl. Imun (-) Kompl.Imun (-) Kompl. Imun (+) Kompl. Imun (+)
PATHOGENESIS TUBERKULOSIS
28
Dikutip dari “25”
KESIMPULAN
1. Kendala dalam pemeriksaan dahak adalah sulitnya mendapatkan dahak
yang tepat dan jumlah yang cukup.
2. Kultur hanya dilakukan untuk penderita dengan foto rontgen toraks
dengan TB tersangka, dimana dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis kasus-kasus ringan yang hasil mikroskopisnya negatif.
3. Dalam mempercepat dan menegakkan diagnosis tuberkulosis, hasil
penelitian Gough A,Chow C dan Kumarasinghe G menunjukkan bahwa
Cobas Amplicor MTB System dalam pemeriksaan PCR memberikan hasil
yang baik bila dibandingkan dengan pemeriksaan kultur dan mikroskopik.
Teknik PCR sangat berguna pada TB ekstra pulmoner yang pada
umumnya sulit dideteksi dan memerlukan biakan untuk konfirmasi
diagnosis .
4. Pemeriksaan serologi merupakan salah satu alternatif yang dapat
digunakan untuk membantu diagnosis tuberkulosis, baik dengan sputum
positif ataupun negatif dan tuberkulosis diluar paru yaitu dengan cara
29
mendeteksi antibodi spesifik terhadap M. tuberculosis dalam serum
penderita.
5. Pengukuran interferon gamma yang dikeluarkan oleh limposit yang telah
distimulasi oleh PPD merupakan uji yang spesifik, sensitif dan cepat
dalam mendeteksi M. tuberkulosis. Pemeriksaan interferon gamma akan
dapat berguna dan merupakan uji yang praktis dalam mendeteksi dini
infeksi tuberkulosis, khususnya pada individu yang imunokompeten.
6. Penderita tuberkulosis yang mendapatkan pengobatan, kadar Ig G
spesifiknya akan meningkat dan mencapai puncaknya pada 3 bulan
pengobatan, kemudian menurun lagi secara perlahan dan mencapai
kadar orang normal pada 3 bulan sesudah pengobatan dihentikan, serta
akan meningkat lagi jika terjadi kekambuhan (relaps). Pengobatan
penderita juga dapat menyebabkan perubahan pengeluaran kuman hidup
dalam dahak menjadi kuman mati ( dahak mikroskopis tetapi biakan
negatif).
DAFTAR KEPUSTAKAAN
30
7. Tjandra Y.A, Tuberkulosis, laboratorium mikobakterium RSUP
Persahabatan, Novartis biochemie, 1999: 1 – 63.
8. Kaniawati M, Perkembangan diagnosis tuberkulosis, Informasi
Laboratorium 1996 –1997, Laboratorium klinik prodia, 1996; 3: 1 – 2.
9. Harries A, Maher D, Uplekar M, A clinical manual for south east asia, World
Health Organization, Raviglione M et al, 1997: 1 – 51.
10. Shah S, Miller A Mastellone A et all, Rapid diagnosis of tuberculosis in
various biopsi and body fluid specimens by the Amplicor mycobacterium
tuberculosis polymerase chain reaction test, chest, 1998; 113: 1190 – 94.
11. Alexander K dkk, Penilaian 3 jenis prototipe antigen MMP peptida m.
tuberkulosis sebagai serodiagnosis tuberkulosis paru, Paru Konas VIII PDPI,
1999, 271-85.
12. Gerakan terpadu nasional penanggulangan tuberkulosis, Direktorat jenderal
PPM & PLP Departemen Kesehatan, Jakarta, 1999: 1 – 7.
13. Dahlan Z, Diagnosis dan penatalaksanaan tuberkulosis, Cermin kedokteran,
PT Kalbe Farma, Jakarta, 1997; 115: 8 – 12.
14. Enarson D.A, Rieder H.L, Arnadottir T, Tuberculosis guide International
Union Againt Tuberculosis and Lung Desease, Paris, 1994: 3-29.
15. Kalafer. E.M, Tuberculosis syndromes, Manual of clinical problems in
pulmonary medicine, Bordow A.R , Moser M. K, ed,3 th, little, brown and
company, London, 1991: 152-57.
16. Suryanto. E Sutanto S.Y, Diagnostik tuberkulosis Paru, Kumpulan naskah
ilmiah, Perhimpunan dokter paru Indonesia, 1997: 1-19.
17. Glassroth J, Tuberculosis , Respiratory infections, Niederman S M, Sarosi A
G, Glassroth J, W.B Saunders company, USA, 1994: 449-54
18. Pratanu I, Handoyo I, Perbandingan nilai diagnostik uji Pathozyme-TB
Complex dan uji PAP-TB untuk diagnosis tuberkulosis paru, Majalah
Kedokteran Indonesia, Yayasan penerbitan IDI, Jakarta, 1997; 47: 336 – 41.
19. John E, John M, Higenbottam T, Tes kulit tuberkulin, Manual ilmu penyakit
paru, Binarupa aksara, Jakarta, 1990: 86 – 9.
31
20. Gough A, Chow C, Kumarasinghe G, Deteksi M tuberkulosis dengan “Cobas
Amplicor MTB system, Warta TB, Laboratorium mikobakteriologi RSUP
Persahabatan, Jakarta, 01 / IX / 99: 2.
21. Muliaty.D, Identifikasi M. tuberculosis dan uji resistensi obat anti TB tehnik
radiometrik (Bactec TB system), Laboratorium klinik prodia, 1996; 1: 1-3.
22. Priyanti ZS dkk, Peranan pemeriksaan antibodi IgG terhadap pathozyme-TB
dan Pathozym-Myco untuk diagnosis serta evaluasi pengobatan tuberkulosis
paru, Jurnal Respirologi Indonesia, PDPI, Jakarta; 20/1: 13-21.
23. Streeton JA, Desem N, Jones SL, Sensitivitas dan Spesifisitas interferon
gamma pada infeksi tuberkulosis, Warta TB, Laboratorium mikobakteriologi
RSUP Persahabatan, Jakarta; 01 / IX / 99: 4 – 5.
24. Tay K et al, Serodiagnosis antigen tuberkulosis A 60 pada infeksi
tuberkulosis, warta TB, Laboratorium mikobakteriologi RSUP Persahabatan,
Jakarta; 02 / IX / 98: 3 – 4.
25. Davies D P, Tuberculosis, Medicine International, Muers M, Hopkin J,
Medicine group, Oxford UK; 23:8, 1995: 325 –32.
32
(1,2,3,4)
(5)
(1,2,6)
(7)
(8,9,10)
(11)
(3)
(4)
(3)
(12)
(4)
(3)
(5)
(13,14)
(3)
(4)
(5)
(1,15,16)
(15)
(5)
(15,17)
(5)
(17)
(5)
(2)
(6,13)
(11)
(7)
(2)
(2,5)
(5)
(7)
(13,15,17)
(5,15,18)
(13)
(19)
(13)
(11)
(15)
(18)
(15)
(17)
(15)
(15)
(17)
(2,3,5)
(7)
(6)
(7)
(5)
(19)
(5,9)
(1)
(15)
(1)
(9)
(5,19)
(19)
(2,19)
(19)
(16)
(5)
(2,16)
(15)
(2,3,16)
(3)
(3,17)
(16)
(3)
(2,16)
(2,16)
(11)
(2,16)
(2)
(5)
(7)
(1)
(15)
(3,8,15)
(3)
(16)
(20)
(2,3)
(2)
(10)
(21)
(15)
(3,7)
14
14
(2,7,8,21)
(21)
(8)
14
(21)
(2,16)
(2)
(21)
(2)
(8,16)
(7)
(2,7,8,16)
(3,15)
(3,7,8)
(11,18)
(8,22)
(22)
(3)
(6)
(3)
(15)
(23)
(16)
(24)
(5,8)
(5)
(8,16)
(18)
(5)
(3,8)
(3,8)
(5)
(3)
(5)