Dermatitis Kontak (29 - 40) PDF
Dermatitis Kontak (29 - 40) PDF
Tinjauan Pustaka
ABSTRAK
Dermatitis kontak (DK) merupakan penyebab kelainan kulit dan pruritus yang kerap dijumpai pada
populasi geriatri. Regenerasi kulit yang melambat dan masa pemulihan yang lebih panjang pada kulit yang
menua mempengaruhi manifestasi klinis dan keparahan DK pada geriatri. Risiko kejadian dermatitis kontak
alergik (DKA) meningkat dengan riwayat pajanan terhadap bahan sensitizer yang telah terjadi sepanjang
usia dan peningkatan penggunaan berbagai obat topikal. Namun penurunan respons imun pada geriatri,
sebenarnya menurunkan risiko DKA. Dermatitis kontak iritan (DKI) tidak memerlukan fase sensitisasi dan
risikonya meningkat pada populasi geriatri akibat perubahan struktur dan fungsi proteksi kulit. Diagnosis
DKI mudah ditegakkan pada kontak iritan kuat, misalnya asam kuat, karena gejala timbul beberapa menit
setelah pajanan. Diagnosis menjadi sulit ditegakkan pada kontak iritan lemah yang menyebabkan dermatitis
kronik atau subakut, misalnya pada cuci tangan berulang. Pengobatan DK meliputi penghindaran bahan
iritan dan alergen, penggunaan pelembab, kortikosteroid topikal, dan bahan imunosupresif nonsteroid.
Pencegahan juga merupakan bagian penting dari tatalaksana DK pada geriatri (MDVI 2011; 38/1:29-40)
ABSTRACT
Contact dermatitis (CD) is a significant cause of skin disease and pruritus in geriatric patients. The
slower turnover rate of aged skin and prolonged recovery time after barrier insults influence the clinical
manifestation and severity of CD in elderly. Geriatric risk for allergic contact dermatitis (ACD) is increased
by longer exposure history to potential sensitizers and an increased use of topical moisturizers and
medications. However, certain factors, such as a diminished immune response, actually decrease the risk of
ACD. Irritant contact dermatitis (ICD) does not require sensitization and the risk is increase in elderly due to
changes in structure and barrier function. The diagnosis of ICD is easily made when contacted to potent
irritants, such as an acid splash, which manifest symptoms within minutes of exposure. The diagnosis is
considerably more difficult to make, however, when contacted to minor irritants, causing subacute to chronic
dermatitis, such as because of frequent hand washing. Treatment of CD consists of avoiding the known
irritants or allergens, using moisturizers, topical corticosteroids or, nonsteroids immunosuppressive agents.
Prevention plays an important role in management CD among elderly. (MDVI 2011; 38/1:29-40)
Korespondensi:
Jl. Diponegoro 71 Jakarta Pusat
Telpon/fax: 021-31935383
Email: ningrum84@gmail.com
29
MDVI Vol. 38.No.1 Tahun 2011: 29-40
30
SK Sulistyaningrum dkk Dermatitis kontak iritan dan alergik pada geriatri
kejadian DKI: kehilangan lipid dan substansi pengikat air yang mendapatkan angka kejadian meningkat pada populasi
epidermis, kerusakan membran sel, denaturasi keratin geriatri. 10,11,13
pada epidermis, dan efek sitotoksik langsung.21 Telah Secara umum patofisologi DKA merupakan reaksi
dibuktikan bahwa sistem imun nonspesifik berperan dalam hipersensitivitas tipe IV (delayed type) yang diperantarai
patogenesis DKI.7,8 Pajanan terhadap iritan menyebabkan komponen selular (sel T).17,20 Proses tersebut dapat
reaksi inflamasi berupa vasodilatasi dan infiltrasi sel pada diamati dalam 3 fase, yaitu fase aferen, fase eferen, dan
dermis dan epidermis akibat pelepasan sitokin pro- fase resolusi. Pada fase aferen atau fase sensitisasi, hapten
inflamatorik IL-1 sebelum terjadi kerusakan kulit. Sel-sel melakukan penetrasi ke kulit dan membentuk kompleks
yang berperan dalam proses ini adalah keratin, makrofag, dengan protein karier epidermis, membentuk alergen.
netrofil, eosinofil, dan sel T naïve. Gambaran histologis Molekul MHC II atau HLA-DR pada permukan antigen-
respons inflamasi DKI berupa spongiosis dan pem- presenting Langerhans cells (LCs) berperan sebagai
bentukan mikrovesikel.26 Gambaran perbedaan keterlibatan tempat melekat alergen tersebut.2,20 Sel Langerhans
berbagai sitokin pada DKI dan DKA ditampilkan pada kemudian bermigrasi ke kelenjar getah bening (KGB)
tabel 2.4 untuk mensensitisasi sel T naïve. Sel T tersensitisasi ini,
meliputi sel Th1(CD4) dan sel Tc1(CD8), kemudian
Tabel 2. Sitokin, kemokin dan growth factor pada DKI dan DKA.4 bermigrasi ke kulit.
Fase eferen atau fase elisitasi terjadi pada pajanan
ulang alergen kontak pada kulit. Alergen ini kemudian
dipresentasikan oleh sel Langerhans dan dikenali sel T
tersensitisasi yang akan menginduksi reaksi. Reaksi
inflamasi ini diperantarai komponen selular sistem imun
spesifik.2,24 Respons inflamasi yang terjadi melibatkan
migrasi berbagai sel inflamatorik dan pelepasan sitokin
oleh keratinosit apoptotik. Gambaran histologis yang
ditemui pada DKA dapat berupa spongiosis dan infiltrat
pada dermis. Gambaran perbedaan keterlibatan berbagai
sitokin pada DKI dan DKA ditampilkan pada tabel 2.
Fase resolusi ditandai peningkatan IFN γ dan prosta-
glandin (PGE) yang menghambat produksi IL-2 dan
menghambat aktivitas natural killer cell (sel NK). Reaksi
diakhiri dengan mekanisme down-regulasi sel T. Adanya
deskuamasi lapisan kulit yang mengandung alergen kontak,
degradasi enzimatik terhadap alergen, dan mekanisme
regulasi imun lainnya yang belum sepenuhnya diketahui
turut berperan dalam fase ini.2
31
MDVI Vol. 38.No.1 Tahun 2011: 29-40
dan inorganik.24 Pada populasi geriatri, iritan umum yang sensitisasi kulit.17 Keasaman (pH) suatu senyawa yang jauh
ditemukan meliputi sodium lauryl sulphate (SLS) pada dari pH normal kulit (pH normal 4,5-5), baik terlalu asam
deterjen, berbagai pelarut, air, dan kosmetika.12,17 maupun basa, meningkatkan sifat iritatif suatu senyawa,
Alergen merupakan suatu zat yang dapat meng- contohnya asam kuat dan basa kuat. Ukuran molekul yang
induksi respons imun spesifik.13 Tidak semua benda asing lebih kecil, kelarutan dalam lemak, jumlah dan konsen-
yang dapat berpenetrasi ke kulit merupakan antigen. trasi yang meningkat, durasi pajanan yang lebih panjang,
Sebagian besar alergen adalah hapten, yaitu suatu serta jarak antar pajanan yang lebih pendek juga mening-
senyawa sederhana yang harus berikatan kovalen dengan katkan reaksi kulit.21 Pada populasi geriatri, rejimen
protein karier untuk menjadi antigen yang mampu men- topikal kerap menjadi penyebab dermatitis kontak. Media/
sensitasi respons imun spesifik. Ukurannya berkisar 500 zat pembawa partikel agen juga mempengaruhi potensi
dalton.2 Saat ini telah ditemukan lebih dari 3700 bahan iritatif maupun alergik suatu senyawa. Panas dan
kimia yang dapat menginduksi terjadinya dermatitis kelembaban yang tinggi kerap menjadi faktor pencetus
kontak.14 Tidak semua substansi elektrofilik dan terikat timbulnya dermatitis kontak pada populasi geriatri. 17
protein adalah hapten. Sifat alami dari determinan
antigenik, tipe ikatan yang dimiliki hapten dengan protein
pembawa, konfigurasi 3 dimensi akhir konjugat, dan be- KULIT MENUA DAN IMMUNOSENESCENCE
ragam faktor yang tidak diketahui berkontribusi terhadap Kulit merupakan seperenam dari berat badan total,
sifat antigenik suatu zat kimia. Protein pembawa hapten merupakan organ yang paling terlihat sebagai indikator
juga memegang peranan penting. Sebagai contoh, contact usia. Kulit merupakan struktur yang kompleks dan
sensitizer yang kuat, apabila membentuk kompleks dengan dinamis. Kulit berperan sebagai sawar antara lingkungan
pembawa nonimunogenik akan menginduksi toleransi, internal dan eksternal. Selain itu kulit juga berperan pada
bukan sensitisasi.15,20 regulasi homeostasis, mencegah kehilangan cairan
Beberapa alergen yang lebih sering ditemukan men- perkutan, elektrolit dan protein, termoregulator, persepsi
jadi penyebab DKA pada populasi geriatri dibandingkan sensorik, dan surveillance imunitas.3,17 Sebagaimana organ
pada populasi muda, yaitu: neomisin, lanolin alkohol, lainnya, kulit menua mengalami perubahan degeneratif
campuran paraben, dan phenoxy-ethanol.20 Kepustakaan yang progresif secara struktural dan fisiologis.3,18,19
lain menyebutkan bahwa nikel, tanaman tertentu (misal- Menua adalah suatu fenomena kompleks yang
nya Toxicodendron sp), rejimen topikal, kosmetika, dan bersifat multifaktorial. Perubahan tersebut merupakan
bahan pakaian sintetik merupakan alergen utama pada akibat penuaan intrinsik alamiah secara biologis, mekanis
populasi geriatri.16,17 Alergi terhadap para-phenylenedi- akibat perilaku/gerakan otot berulang yang terus menerus
amine yang digunakan pada pewarna hitam untuk rambut dan akumulasi penuaan ekstrinsik akibat pajanan
dapat memberikan reaksi berat dengan pembengkakan matahari, polusi, radikal bebas, stres lingkungan yang
wajah dan daerah periorbital yang dimulai dalam hitungan terjadi seiring bertambahnya usia. Hal ini menyebabkan
jam sampai hari setelah pajanan pewarna tersebut. Pasien penurunan fungsi sawar, melambatnya regenerasi sel
dengan riwayat alergi terhadap senyawa ini harus meng- epidermal, penurunan respons terhadap trauma, pe-
hindari pewarnaan rambut yang bersifat permanen.13 nurunan bersihan zat kimia, penurunan persepsi sensoris,
Kondisi pajanan iritan maupun alergen juga mem- berkurangnya fungsi pengaturan suhu, serta penurunan
pengaruhi respons kulit individu. Sebagai contoh, oklusi produksi sebum dan vitamin D.3,20,21 Perubahan yang
suatu zat pada kulit meningkatkan risiko iritasi maupun terjadi pada kulit menua terangkum dalam tabel 3.3
32
SK Sulistyaningrum dkk Dermatitis kontak iritan dan alergik pada geriatri
Thinning of epidermis and dermis Increased vulnerability to mechanical Increased incidence of skin tears
trauma, especially shearing and friction
Flattening of dermal papillae Increased risk of blister formation Increased susceptibility to infection
Slowdown in turnover rate of epidermis; decrease in ratio Delayed cellular migration and proliferation Increased time to re-epithellafization
of proliferative-10-differentiated keratinocytes Decreased wound contraction Longer healing times after injury or surgery
Decrease in elastin fibers Loss of elasticity Lax skin and wrinkling, with loss of self-esteem and
or depression
Decrease in vascularity and supporting Fragile, easily broken blood vessels Skin easily bruised (senile purpura)
structures in dermis Decreased wound capillary growth Increased risk of wound dehiscence
Decrease in vascular plexus, blunied capillary loops Loss of thermoregulatory ability Hypothermia, heat stroke
Changes in and loss of collagen and elastin fibers Decreased tensile strength, lower layers more Increased risk of pressure damage to elderly skin,
susceptible to injury decubitus ulcers
Delayed collagen remodeling Longer healing times after injury or surgery
Impaired immune response Impaired inflammatory response Impaired wound healing
Impaired delayed hypersensitivity reaction Increased risk of severe injury from irritants
Decreased production of cytokines Impaired immune function
Decrease in numbers of Langerhans cells Increased susceptibility to photocarcinogenesis, false-
negative delayed hypersensitivity tests
Impaired neurologic responses Reduced sensation Increased risk of thermal or other accidental injury
Decreased skin thickness Loss of cushioning and support Increased risk of pressure damage, decubitus ulcers
Increased susceptibility to skin tears, bruising
Osteoporosis and bone fractures
Decreased vitamin D precursor production
Atrophy of sweat glands Decreased sweating Less ability so thermoregulate, hypothermia
Dry skin, xerosis
Reduced stratum corneum lipids Decreased ability to retain water Dry skin, xerosis
Structural changes in stratum corneum Altered barrier function Variable response to topical medications, altered
sensitivity to irritants
Reduced movement of water from dermis to epidermis Reduced epidermal hydration Dry skin, xerosis
Decrease in melanocytes Loss of ability to tan, greater susceptibility to solar Cutaneous neoplasma
radiation
Graying hair Loss of self-esteem
Pada kulit menua terjadi penipisan epidermis akibat kutan sehingga kulit kehilangan turgor dan tampak
rete ridges yang mengalami retraksi dan mendatar; kendur. Fungsi kulit sebagai shock absorber, insulator
terjadi penurunan regenerasi stratum korneum, dan dan termoregulator pun menurun. Terjadi pula penurunan
epidermal turn-over rate menurun hingga 50%. Keadaan fungsi dan jumlah kelenjar apokrin dan degenerasi selular
tersebut menyebabkan stratum korneum yang terbentuk yang menyebabkan penurunan produksi keringat, serta
suboptimum sehingga mudah terjadi kerusakan pada penurunan aktivitas kelenjar sebasea dalam menghasilkan
epidermis. Selain itu terjadi penumpukan keratinosit sebum.9,38 Selain itu, terjadi atrofi pembuluh darah progresif
senescense resisten terhadap apoptosis, yang akan disertai pemendekan lengkung kapiler. Perubahan pada
menyebabkan akumulasi kerusakan protein dan DNA. tingkat mikrovaskular ini menyebabkan bersihan zat
Terjadi pula penurunan filagrin, penurunan kemampuan
kimia pada orang tua menjadi lebih lambat. Perubahan
mengikat air, dan penurunan jumlah melanosit.3,36,38
lain terjadi pada sistem saraf tepi. Penurunan persepsi
Kulit menua mengalami perubahan pada dermis yang
sensorik pada kulit menua akibat berkurangnya badan
ditandai oleh serabut kolagen dan elastin yang jarang,
Meissner menyebabkan menurunnya fungsi kewaspadaan
jumlah fibroblas yang berkurang, peningkatan enzim
terhadap ambang nyeri. Pada kuku dapat terjadi abnor-
metalo-proteinase, serta berkurangnya glikosaminoglikan
malitas lempeng kuku, pertumbuhan yang lebih lambat,
(terdiri atas: asam hialuronat dan dermatan sulfat). Secara
lebih opak, dan warna menjadi pudar.38
umum, terjadi penipisan dermis dan lapisan lemak sub-
33
MDVI Vol. 38.No.1 Tahun 2011: 29-40
Transepidermal water loss (TEWL) tidak mengalami terhadap antigen spesifik menurun. Selain itu, pajanan
peningkatan bahkan mengalami penurunan pada orang berulang terhadap antigen dan patogen membentuk
tua.40 Mekanismenya belum diketahui secara utuh. subpopulasi sel T efektor spesifik yang secara langsung
Hipotesis yang berkembang menyatakan bahwa pe- berkontribusi pada immunosenescence.28,44
nurunan sekresi keringat, penurunan pada mikrosirkulasi, Perubahan sistem imun juga terjadi pada sel B yang
penurunan komponen alami moisturizer kulit misalnya bertindak sebagai komponen humoral sistem imun. Meski-
ceramids, dan penurunan suhu kulit secara keseluruhan pun jumlah sel B perifer tidak berubah, namun terjadi
berkontribusi terhadap penurunan TEWL. Namun bila perubahan komposisi sehingga lebih banyak didominasi
berbagai faktor tersebut berdiri sendiri, kenyataannya oleh populasi antigen-experienced memory cells. Sel B
tidak menyebabkan penurunan TEWL. Walaupun TEWL memori yang lebih resisten terhadap apoptosis ter-
menurun, terjadi penurunan kapasitas ikatan air dan akumulasi pada individu lanjut usia. Meskipun jumlah
kandungan air dari epidermis pada populasi geriatri yang antibodi tetap pada usia lanjut, terjadi penurunan afinitas
menyebabkan sering ditemukannya xerosis kutis.22 akibat pergeseran isotop dari IgG menjadi IgM.29 Sel B
Proses menua secara keseluruhan menyebabkan pada usia lanjut lebih sulit distimulasi dibandingkan
gangguan struktural dan fungsional. Suatu survei terhadap dewasa. Hal tersebut terkait penurunan fungsi sel B,
populasi sehat berusia 50-91 tahun, menemukan bahwa akibat penurunan ekspresi molekul co-stimulatorik seperti
setiap individu memiliki sedikitnya satu keluhan derma- CD27 dan CD40. Selain itu, adanya gangguan komu-
tologis, dan dua-pertiga di antaranya merupakan keluhan nikasi sel T dan sel B menyebabkan penurunan ekspansi
yang bermakna secara klinis. Walaupun jarang menjadi sel B dan penurunan diferensiasi sel B dalam merespons
fatal, keluhan kulit dapat meningkatkan morbiditas dan antigen. Hal tersebut dikenal dengan kelemahan interaksi
berpotensi menurunkan kualitas hidup pasien.23,24 Pada antara sel imum terkait usia. 30
populasi geriatri meskipun TEWL tidak meningkat/bahkan
menurun, risiko DKI meningkat disebabkan adanya kerusak-
an fungsi sawar kulit, bersihan zat kimia yang menurun,
keterlambatan proses penyembuhan pasca destruksi sawar,
sensasi sensorik yang menurun, serta penurunan sintesis lipid.
Adanya kerusakan sawar kulit meningkatkan risiko pene-
trasi alergen sehingga menyebabkan DKA apabila sensiti-
sasi telah terjadi sebelumnya.17
Pada proses menua terjadi pula perubahan pada
imunitas yang dirangkum dalam istilah imunosenescence,
yaitu suatu penurunan dan disregulasi fungsi imun terkait
bertambahnya usia.Sistem imun sendiri sebenarnya adalah
salah satu faktor yang terlibat dalam proses menua.
Perubahan sistem imun ini berkaitan dengan perubahan
pada sistem hematopoiesis, sistem imun alamiah, sistem
imun humoral, serta sistem imun selular (gambar 1, tabel
4 dan 5).25,26,44
Immunosenescence mempengaruhi berbagai sel pada
sumsum tulang dan timus, limfosit matur pada pembuluh
darah perifer dan organ limfatik, serta imunitas non-
spesifik. Secara umum kapasitas regenerasi sel punca
menurun dan total jaringan hematopoietik menurun
seiring bertambahnya usia.44 Terjadi involusi timus di-
tandai dengan ukuran yang menurun dan deposit jaringan
lemak pada korteks dan medula. Jumlah sel T naïve yang
meninggalkan timus juga berkurang. Hal tersebut terkait
dengan peningkatan jumlah antigen-experienced memory,
dan beberapa sel T efektor CD8+. Terjadi penurunan
fungsi dalam produksi IL-2, kemampuan ekspansi,
kemampuan proliferasi ditandai pemendekan telomer, dan
penurunan diferensiasi menjadi subpopulasi sel T efektor
serta peningkatan resistensi terhadap apoptosis, apabila
dibandingkan dengan dewasa muda.27 Sebagai konse-
kuensinya, kemampuan untuk menimbulkan respons imun Gambar 1. Perubahan pada sistem imun44
34
SK Sulistyaningrum dkk Dermatitis kontak iritan dan alergik pada geriatri
Tabel 4. Perubahan pada sistem imun nonspesifik penurunan kapasitas menjadi 75% dalam produksi anion
superoksida dan kemampuan fagositosis.32
Cell type Age-related Age-related decrease Perubahan pada sel dendritik yang berperan penting
increase
Neutrophils Oxidative burst dalam menghubungkan sistem imun nonspesifik dan
Phagocytic capacity spesifik, sebagai antigen-presenting cell (APC) profesional,
Bactericidal activity belum banyak diketahui. Terjadi penurunan jumlah sel
Macrophages Oxidative burst Langerhans dan sel dendritik hingga 50% sehingga aktivitas
Phagocytic capacity
NK cells Total number Proliferative response penyajian antigen pun berkurang. Hal tersebut berkaitan
of cells to IL2 dengan berkurangnya produksi sitokin dan growth factor
Cytotoxicity oleh keratinosit dan limfosit serta kegagalan migrasi me-
Dentritic cells Capacity to stimulate lalui sistem limfatik.38,40 Namun penelitian menunjukkan
antigen specific T cells
Lymph node homing bahwa terjadi penurunan kapasitas uptake antigen, ke-
Cytokines and Serum levels of IL6, mampuan fagositosis, pinositosis, dan kemampuan migrasi
Chemokines IL1β dan TNF-α sel dendritik pada lansia dibandingkan dewasa, sehingga
segmen aferen sistem imun terganggu.44 Jumlah sel NK
absolut meningkat pada individu geriatri, namun aktivitas
sitotoksik dan produksi IFN γ menurun. Selain itu terjadi
Tabel 5. Perubahan pada sistem imun spesifik
penurunan proliferasi dan ekspresi CD39 yang memengaruhi
efektivitas sel NK dalam respons imun. Produksi perforin
Cell type Age-related Age-related decrease
increase
dan TNF-α tidak mengalami perubahan.33,34
T lymphocytes Number of memory Number of nalve T cells
Pada DKI, proses menua yang terjadi pada sistem imun
and effector cells Diversity of the T cell
nonspesifik (meliputi perubahan pada: netrofil, makrofag,
Expanded clones of repertoire sel dendritik, dan sel NK menyebabkan berkurangnya
effector cells Expression of co-stimulatory eritema sebagai tanda iritasi kulit yang dapat diobservasi,
Release of pro- molecules (CD28, CD27, namun kerusakan struktur dan sawar kulit yang tidak
inflammatory CD40L). Proliferative terlihat secara kasat mata meningkat. Hal tersebut
cytokines capacity menyebabkan gambaran klinis DKI maupun DKA pada
B lymphocytes Autoreactive serum Generation of B cell precursors orang tua secara klinis lebih banyak bermanifestasi sub-
antibodies Number of narve B cells akut dan kronik.21
Diversity of the B cell repertoire
Expression of costimulatory
molecules (CD27,CD40)
JENIS KELAMIN
Antibody affinity
Isotype switch Berbagai penelitian melaporkan pengaruh jenis
kelamin terhadap kejadian dermatitis kontak, namun
hasilnya bersifat kontroversial. Penelitian pada populasi
Secara klinis individu berusia lebih dari 65 tahun geriatri mendapatkan hasil bahwa kejadian dermatitis
mengalami berbagai defek pada fase induksi maupun kontak alergik pada wanita lebih banyak, hal tersebut di-
elisitasi DKA.20 Namun, perlu diingat kembali sensitisasi kaitkan kerap dengan penggunaan perhiasan yang me-
alergen sebelumnya telah berlangsung sepanjang hidupnya. ngandung campuran logam.35 Penelitian lain yang di-
Sehingga hal ini menerangkan hasil beberapa penelitian, lakukan di Italia menemukan bahwa alergen utama pada
yang menemukan prevalensi DKA yang meningkat pada populasi geriatri sesuai dengan yang ditemukan pada
populasi geriatri. populasi usia muda. Nikel sulfat dan fragrance mix pada
Perubahan menua pada sistem imun nonspesifik ter- populasi wanita, sedangkan pada populasi pria adalah
jadi pada netrofil, makrofag, sel dendritik, dan sel natural potassium dichromate dan rejimen topikal. Perbedaan
killer (sel NK). Netrofil merupakan sel berumur pendek kejadian dermatitis kontak pada pria dan wanita, banyak
yang menjalankan fungsi penting dalam pertahanan tubuh terkait faktor pekerjaan, cara berpakaian, kebiasaan pribadi,
terhadap patogen dan berperan pada proses inflamasi budaya, dan pajanan/interaksi dengan lingkungan.10
akut. Pada individu usia lanjut, jumlah netrofil tidak
berubah bahkan cenderung meningkat, namun fungsi GENETIK
kemotaksis dan adesi menurun.31 Pada makrofag terjadi
penurunan molekul MHC kelas II, yang menyebabkan Terdapat satu hipotesis bahwa kemampuan individu
penurunan respons sel CD4+. Jumlah makrofag pada untuk menetralisir radikal bebas, menyesuaikan jumlah
sirkulasi perifer lansia tidak berubah, meskipun jumlah enzim antioksidan dan membentuk heat shock protein (hsp)
prekusor pada sumsum tulang menurun. Namun terjadi dipengaruhi secara genetik. Faktor tersebut memengaruhi
35
MDVI Vol. 38.No.1 Tahun 2011: 29-40
variabilitas respons individu terhadap berbagai iritan.21 gangguan fungsi sawar kulit yang terjadi sebelumnya
Pada DKA, untuk menginduksi reaksi imun spesifik akan meningkatkan penetrasi alergen.4 Fenomena ini
selain sensitisasi terhadap alergen kontak yang memadai menyebabkan diagnosis dermatitis kontak menjadi
dan pajanan ulang terhadap bahan yang sama pada masalah yang menarik dan kompleks.
episode selanjutnya, individu harus memiliki kepekaan Pembahasan manifestasi dermatitis kontak pada
secara genetik. 20 geriatri umumnya mengacu pada gambaran dermatitis
kontak secara umum. Gambaran klinis DKI maupun DKA
pada orang tua secara klinis bervariasi, dapat berupa
KELAINAN KULIT YANG TELAH ADA bercak eritematosa berskuama tanpa disertai vesikel rasa
SEBELUMNYA gatal maupun sensasi terbakar.22 Perubahan sistem imun
pada populasi geriatri menyebabkan berkurangnya
Xerosis kutis yang kerap dialami oleh populasi
eritema sebagai tanda iritasi kulit yang dapat diobservasi.
geriatri sering menyebabkan fisura maupun disintegritas
Sebagian besar dermatitis kontak bermanifestasi klinis
kulit. Hal tersebut meningkatkan pajanan iritan dan
subakut dan kronik.21 Namun apabila terdapat pajanan
alergen potensial yang dapat menyebabkan dermatitis
dengan iritan kuat, misalnya: asam kuat atau basa kuat,
kontak.17 Kelainan kulit dasar pada pasien, misalnya:
dapat bermanifestasi akut berupa vesikel dan area
dermatitis atopik, ichthyosis, psoriasis, dermatitis stasis,
eritematosa yang sesuai pola distribusi pajanan. Gatal
dan ulkus, meningkatkan risiko terjadinya dermatitis
merupakan gejala utama dermatitis kontak alergik. Rasa
kontak pada geriatri.40 Selain itu, berbagai penyakit yang
gatal yang dihubungkan dengan alergi kulit harus
membutuhkan terapi topikal dan penggunaan protese gigi
dibedakan dari penyebab gatal lainnya pada individu usia
dapat meningkatkan kejadian dermatitis kontak pada
lanjut, misalnya: rasa gatal akibat xerosis dan penyakit
populasi geriatri akibat kekerapan pajanan.13
sistemik.13 Identifikasi etiologi dermatitis kontak kerap
memerlukan usaha keras dan menjadi tantangan
FAKTOR LAIN tersendiri. Petunjuk klinis yang paling dapat dipercaya
adalah distribusi geografisnya.33
Selain faktor yang telah dijabarkan satu-persatu di Lokasi dan distribusi dermatitis dapat menjadi
atas, terdapat beberapa faktor lain yang berperan dalam petunjuk penting diagnosis dermatitis kontak pada populasi
penetrasi bahan dan kejadian dermatitis kontak. Faktor usia lanjut. Dermatitis kontak awalnya terdapat pada area
tersebut adalah lokasi tubuh yang mengalami kontak kulit yang terpajan. Namun dalam perkembangannya, dapat
terkait dengan kekerapan kejadian kontak dan TEWL,2 menyebar ke tempat lain yang lebih jauh baik dengan
faktor mekanik (misalnya: pemijatan maupun penekanan kontak yang tidak disengaja, atau dalam kondisi tertentu,
pada area kontak), adanya berbagai bahan yang berperan misalnya autosensitisasi. Lebih jauh lagi, kulit kepala,
baik sebagai iritan maupun alergen, gesekan, serta abrasi telapak tangan, dan telapak kaki yang relatif resisten
kulit. Selain itu, kelembaban yang menurun dan temperatur terhadap dermatitis kontak, dapat menunjukkan
rendah dapat menyebabkan penurunan kandungan air karakteristik patologis akibat pajanan agen berulang
pada stratum korneum, yang meningkatkan permeabilitas disertai faktor mekanis misalnya pemijatan.17 Kheilitis
kulit terhadap iritan.21 dan stomatitis pada orang tua mungkin berkaitan dengan
dermatitis kontak terhadap perasa pada pasta gigi, tabir
surya, atau bahan gigi palsu.13
DIAGNOSIS Pada DKI, kontak pertama dengan iritan telah dapat
Dermatitis kontak dapat disebabkan karena alergi menimbulkan kelainan kulit. Diagnosis DKI mudah
atau iritan. Diagnosis biasanya tidak jelas diperoleh dari ditegakkan pada kontak dengan iritan kuat, misalnya:
riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisis saja.13 pajanan asam kuat, yang menimbulkan reaksi DKI akut
Anamnesis dan pemeriksaan penunjang, yaitu uji tempel, dalam beberapa menit. Namun pajanan iritan lemah
memberikan kontribusi bermakna dalam menegakkan kronik yang kerap dialami populasi geriatri menampilkan
diagnosis. Meskipun mendapatkan informasi yang relevan manifestasi klinis subakut maupun kronik, menjadi lebih
mudah pada sebagian pasien, faktanya diagnosis secara sulit didiagnosis.17 Untuk mempermudah diagnosis DKI,
tepat membutuhkan rangkaian pertanyaan yang panjang Scalf dkk. telah membuat panduan kriteria diagnosis DKI
dan teliti untuk mendapatkan petunjuk yang diperlukan.5 pada geriatri seperti tertuang pada tabel 6. Berbeda
Anamnesis teliti dan terarah harus dilakukan untuk dengan DKI, kejadian DKA memerlukan fase sensitisasi,
mengidentifikasi intensitas, frekuensi, dan lama pajanan namun kapan fase sensitisasi pada populasi geriatri lebih
pada area yang terpajan.25 Suatu iritan pada saat yang sulit ditentukan, karena dapat terjadi di sepanjang usia
bersamaan dapat pula bersifat sebagai alergen. Hal kehidupannya. Fenomena kontak alergik pada uji tempel
menarik lainnya adalah adanya DKI dapat meningkatkan dengan alergen yang relevan dan pola distribusi yang khas
kejadian DKA. Hal tersebut terjadi akibat adanya dapat membantu menegakkan diagnosis DKA.17
36
SK Sulistyaningrum dkk Dermatitis kontak iritan dan alergik pada geriatri
Tabel 6. Kriteria diagnostik DKI17 berusia lebih dari 65 tahun, menganjurkan pembacaan uji
Kriteria subyektif mayor Kriteria subyektif minor tempel dilakukan pada hari ke-3 dan hari ke-5.16 Penelitan
Awitan dalam beberapa Awitan dalam 2 minggu yang dilakukan Wantke dkk. terhadap 1729 subjek
menit-jam setelah pajanan setelah pajanan menemukan bahwa reaksi uji tempel secara umum pada
Gejala: nyeri, rasa terbakar, populasi geriatri menurun jika dibandingkan pada anak
kesemutan, rasa tidak Beberapa individu dari
nyaman disertai gatal lingkungan yang sama dan dewasa muda.15
terutama pada awal kejadian terkena akibat adanya Pengobatan topikal merupakan salah satu penyebab
pajanan secara berkelompok tersering dermatitis kontak alergi pada orang tua, termasuk
Kriteria obyektif mayor Kriteria obyektif minor neomisin dan kortikosteroid. Namun, reaksi positif uji
Makula eritematosa, Lesi dermatitis dengan batas
hiperkeratosis dan fisura yang tegas
tempel terhadap rejimen pengobatan topikal umumnya
disertai vesikulasi Kecenderungan kecil lebih lambat. Hal tersebut menunjukkan pentingnya
Terjadi penyembuhan jika dermatitis meluas pembacaan lambat, yaitu sekitar 7-10 hari pada pasien yang
menghindari pajanan yang Adanya vesikel di sekitar menggunakan bahan ini pada uji tempel. Alergi kortiko-
dicurigai. bercak eritematosa, erosi,
Hasil uji tempel yang negatif bula atau kelainan morfologis
steroid, khususnya, dapat tidak terdeteksi jika pembacaan
terhadap alergen yang lainnya yang ditemukan. Hal lambat tidak dilakukan.13 Biopsi kulit umumnya tidak
berhubungan ini menandakan perbedaan memberikan banyak manfaat dalam membedakan DKI dan
konsentrasi maupun waktu DKA pada populasi orang tua.13,17
kontak, yang memberikan
gambaran kerusakan kulit
yang bervariasi.
TATALAKSANA
Identifikasi dan penghindaran bahan iritan maupun
alergen yang dicurigai merupakan tahapan utama dalam
PEMERIKSAAN PENUNJANG terapi dermatitis kontak. Pasien harus mendapatkan
informasi lengkap mengenai bahan yang harus dihindari.
Uji tempel merupakan alat yang sangat berguna Bagi sebagian besar individu, penghindaran alergen me-
untuk menegakkan diagnosis dermatitis kontak pada nyebabkan resolusi dermatitis. Perlu dijelaskan pada
orang tua.13,17 Tanpa uji tempel, adalah mustahil pasien DKA geriatri, bahwa diperlukan waktu sekitar 3
menggambarkan penyebab DKA secara obyektif. Oleh bulan penghindaran alergen untuk melihat perbaikan
karena itu, meskipun 105 tahun telah berlalu sejak tanpa adanya pengobatan tambahan.15,17 Tatalaksana
Jadassohn pertama kali menjelaskan kegunaan uji tempel, secara umum DKI dan DKA pada pasien geriatri di-
pemeriksaan penunjang ini tetap penting untuk diagnosis jabarkan pada tabel 7.
dermatitis kontak secara tepat.11,13 Sebagai langkah Erupsi likenifikasi kronik paling baik diobati dengan
pencegahan uji tempel juga dapat dilakukan sebelum pelembab.33 Pelembab telah menjadi satu bagian penting
pemberian rejimen topikal pada populasi geriatri, ter- dalam tatalaksana dermatitis kontak. Penggunaan
utama pada pasien yang berisiko tinggi terkena dermatitis pelembab dapat membantu pemulihan sawar kulit dengan
kontak, misalnya: pasien dengan dermatitis kronik cara meningkatkan hidrasi kulit, mempengaruhi struktur
ekstremitas bawah yang berkaitan dengan stasis vena.13 lipid epidermis, dan mencegah absorbsi senyawa eksogen.
Secara teknis, uji tempel pada orang tua tidak selalu
Pelembab yang mengandung lipid menjadi pilihan
berbeda dari pasien yang lebih muda. Preparat uji tempel
utama.25,36 Beberapa pasien tetap membutuhkan terapi
dilepaskan pada jam ke-48. Evaluasi hasil uji tempel
simptomatik meskipun telah menghindari alergen penyebab.
dilakukan pada jam ke-48 dan jam ke-72. Pembacaan
pertama dapat dilakukan 15-30 menit setelah preparat Untuk pasien yang tidak mampu menghindari alergen yang
dilepaskan. Penelitian yang dilakukan oleh Mangelsdorf telah diketahui, terapi imunosupresan (misalnya:
dkk. pada pasien berusia lebih dari 65 tahun, men- kortikosteroid topikal, takrolimus topikal, siklosporin, dan
dapatkan lebih banyak hasil uji tempel yang positif pada fototerapi) atau perbaikan sawar dapat memberi manfaat.17,25
pembacaan jam ke-72. Sekitar 60% baru menunjukkan Pruritus dapat dikontrol dengan antipruritik atau anti-
hasil uji yang positif pada pembacaan kedua. Umumnya histamin oral.33 Antihistamin maupun zat anestesi topikal
kasus positif ditandai eritema dan infiltrat ringan. Edema, sebaiknya dihindari karena berisiko menginduksi alergi
pembentukan vesikel sampai bula hampir tidak pernah sekunder pada kulit yang telah mengalami dermatitis. 13
dijumpai.29 Penelitian oleh Gupta dkk. pada 860 pasien
37
MDVI Vol. 38.No.1 Tahun 2011: 29-40
Tabel 7. Tatalaksana umum DKI dan DKA17 fototerapi, atau obat-obat imunosupresif sistemik misal-
Acute Chronic nya siklosporin mungkin diperlukan. Terdapat pula ber-
ICD bagai modalitas terapeutik potensial yang dikembangkan
Avoidance of irritants Avoidance of irritants belakangan ini, meliputi obat imunosupresan (FK 506
Burrow’s solution Emolients topikal dan ascomycin), inhibitor aktivitas metabolik selular,
Topical corticosteroid Topical corticosteroids
ACD
inhibitor molekul adesi, aplikasi kulit target dengan sitokin
Short course of oral prednisone Avoid allergens regulator, dan netralisasi sitokin proinflamasi dengan
(20- tp 30-d taper) if severe Emolients oligonukleotida antisense, antibodi antisitokin atau
reseptor sitokin terlarut.33 Namun belum ada publikasi
Oral antihistamines Low-to-midpotency topical hasil uji klinis terapi dermatitis kontak pada populasi
(less effective for pruritus Corticosteroids
In acute flares geriatri.
38
SK Sulistyaningrum dkk Dermatitis kontak iritan dan alergik pada geriatri
39
MDVI Vol. 38.No.1 Tahun 2011: 29-40
43. Gruver AL, Hudson LL, Sempowski GD. Immunosenescence of 50. Plackett TP, Boehmer ED, Faunce DE, Kovacs EJ. Aging and
aging. J pathol 2007; 211(2): 144-56. innate immune cells. J Leukoc Biol 2004; 76: 291.
44. Weiskopf D, Weinberger B, Loebenstein BG. The aging of the 51. Solana R, Mariani E. NK and NK/T cells in human senescence.
immune system. J European Society for Organ Transplantation Vaccine 2000; 18: 1613.
2009; 22: 41–50. 52. Ogata K, An E, Shioi Y. Association between natural killer cell
45. Vallejo AN. CD28 extinction in human T cells: altered functions and activity and infection in immunologically normal elderly people.
the program of T-cell senescence. Immunol Rev 2005; 205: 158. Clin Exp Immunol 2001; 124: 392.
46. Haynes L, Eaton SM, Burns EM, Randall TD, Swain SL. CD4 T 53. Kwangsukstith C, Maibach H I. Effects of age and sex on the
cell memory derived from young naive cells functionswell into old induction and elicitation of allergic contact dermatitis. Contact
age, but memory generated from aged naive cells functions poorly. Dermatitis 1995:33: 289–98.
Proc Natl Acad Sci USA 2003; 100: 15053. 54. Yokota M, Maibach HI. Moisturizer effect on irritant dermatitis:
47. Johnson SA, Cambier JC. Ageing, autoimmunity and arthritis: an overview. J Contact dermatitis 2006; 55: 65-72.
senescence of the B cell compartment - implications for humoral 55. Thomson KF, Wilkinson SM, Powell S, et al. The prevalence of
immunity. Arthritis Res Ther 2004; 6: 131. corticosteroid allergy in two U.K. centres: prescribing
48. Lazuardi L, Jenewein B, Wolf AM, Pfister G, Tzankov A, implications. Br J Dermatol 1999; 141 (5): 863-6.
Grubeck-Loebenstein B. Age-related loss of naive T cells and 56. Smack DP, Harrington AC, Dunn C, et al. Infection and allergy
dysregulation of T-cell/B-cell interactions in human lymph nodes. incidence in ambulatory surgery patients using white petrolatum vs
Immunology 2005; 114: 37. bacitracin ointment: a randomized controlled trial. JAMA 1996;
49. Butcher S, Chahel H, Lord JM. Review article: ageing and the 276 (12): 972-7.
neutrophil: no appetite for killing? Immunology 2000;100: 411.
40