Anda di halaman 1dari 18

Kompetensi Coach dalam Pelatihan di Pendidikan Luar Sekolah

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pelatihan merupakan terjemahan dari kata “training” dalam bahasa inggris. Secara harfiah
akar kata “training” adalah “train”,yang berarti : Memberi pelajaran dan praktik (give teaching
and practice), Menjadikan berkembang dalam arah yang di kehendaki (couse to grow in a
required direction), Persiapan (preparation), dan Praktik (practice) Banyak pengertian yang di
kemukakan oleh para ahli, antara lain sebagai berikut.Edwin B.flippo (1971) mengemukakan
bahwa: “training is the act of increasing the knowledge and skill of an employee for doing a
particular job” (pelatihan adalah tindakan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seorang
pegawai untuk melaksanakan pekerjaan tertentu).Michael J. Jucius (1972) mengemukakan: “the
term training is used here to indicate any process bay wich the aptitudes, skill, and abilities of
employes to perform specific jobs are in creased” (istilah latihan yang di pergunakan disini
adalah untuk menunjukan setiap proses untuk mengembangkan bakat, keterampilan, dan
kemampuan pegawai guna menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan tertentu) dari Tujuan Pelatihan
itu sendiri menurut Dale S. beach (1975) mengemukakan, “The objective of training is to achieve
a change in the behavior of those trained” (tujuan pelatihan adalah untuk memperoleh perubahan
dalam tingkah laku mereka yang di latih). Sementara itu menurut Edwin B. flippo, secara lebih
rinci tampak bahwa tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketereampilan
seseorang.oleh karena itu dengan dasar pengertian-pengertian di atas, Moekijat (1981)
mengatakan bahwa tujuan umum pelatihan adalah untuk mengembangkan keahlian, sehingga
pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif ,untuk mengembangkan
pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan rasional, untuk mengembangkan
sikap, sehingga dapat menimbulkan kemauan untuk bekerja sama. Secara khusus dalam
kaitannya dengan pekerjaan, Simamora (1995) mengelompokan tujuan pelatihan kedalam lima
bidang,yaitu:
         Memutkhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan perubahan teknologi. Melalui pelatihan,
pelatih memastikan bahwa karyawan dapat secara efektif menggunakan teknologi-teknologi
baru.
         Mengurangi waktu belajar bagi karyawan untuk menjadi kompeten dalam pekerjaan.
         Membantu memecahkan permasalahan operasional.
         Mempersiapkan karyawan untuk promosi,dan
         Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi.
Sedangkan menurut Marzuki (1992:12), ada tiga tujuan pokok yang harus dicapai dengan
pelatihan, yaitu:
         Memenuhi kebutuhan organisasi.
         Memperoleh pengertian dan pemahaman yang lengkap tentang pekerjaan dengan standar dan
kecepatan yang telah di tetapkan dan dala keadaan yang normal serta aman.
         Membantu para pemimpin organisasi dalam melaksanakan tuganya.
 Prinsip-prinsip Pelatihan
            Karena pelatihan merupakan bagian dari proses pembelajaran, maka prinsip-prinsip
pelatihanpun dikembangkan dari prinsip-prinsip pembelajaran. Prinsip-prinsip umum agar
pelatihan berhasil adalah sebagai berikut.
a.       Prinsip perbedaan individu
b.      Prinsip motivasi
c.       Prinsip pemilihan dan pelatihan para pelatih
d.      Prinsip belajar
e.       Prinsip partisipasi aktif
f.       Prinsip fokus pada batasan materi
g.      Prinsip diagnosis dan koreksi
h.      Prinsip pembagian waktu
i.        Prinsip keseriusan
j.        Prinsip kerjasama
k.      Prinsip metode pelatihan
l.        Prinsip hubungan pelatihan dengan pekerjaan atau dengan kehidupan nyata.
 Landasan-landasan Pelatihan
Terdapat beberapa landasan yang mengukuhkan eksistensi pelatihan. Landasan-landasan
dimaksud adalah:
a.       Landasan filosofis
b.      Landasan humanistic
c.       Landasan psokologis
d.      Landasan sosio-demografis
e.       Landasan cultural
Jenis-jenis Pelatihan
            Terdapat berbagai macam pelatihan. Dale Yoder (1958) mengemukakan jenis-jenis
pelatihan itu dengan memandangnya dari lima sudut, yaitu:
a.       Siapa yang dilatih (who gets trained)
b.      Bagaimana ia dilatih (who he gets trained)
c.       Dimana ia dilatih (where he gets trained)
d.      Bilamana ia dilatih (when he gets trained)
e.       Apa yang di belajarkan kepadanya (what he is taught)
Sementara itu J.C. Denyer (1973) yang melihat dari sudut siapa yang dilatih dalam
konteks suatu organisasi, membedakan pelatihan atas empat macam, yaitu:
a.       Pelatihan induksi (induction training)
b.      Pelatihan kerja (job training)
c.       Pelatihan supervisor (supervisory training)
d.      Pelatihan manajemen (management training)
e.       Pengembangan eksekutif (exsecutive development)
Manajemen Pelatihan
            Pelatihan memang perlu diorganisasikan. Oleh karena itu, biasa dikenal adanya organizer
atau panitia pelatihan. Badan-badan pendidikan dan pelatihan, lembaga-lembaga khusus, dan
panitia-panitia yang dibentuk secara incidental, pada dasarnya adalah organizer pelatihan.
            Secara operasional, tugas-tugas pokok organizer pelatihan  adalah meliputi hal-hal
berikut.
a.       Mengurusi kebutuhan pelatihan pada umumnya
b.      Mengembangkan kebijakan dan prosedur pelatihan
c.       Mengelola anggaran pelatihan
d.      Mengembangkan dan menerapkan administrasi pelatihan
e.       Meneliti metode-metode pelatihan yang sesuai untuk di terapkan dalam pelatihan
f.       Mempersiapkan materi, peralatan, dan fasilitas pelatihan,dan
g.      Menganalisis dan memperbaiki system pelatihan.
Sudjana (1996) mengembangkan sepuluh langkah pengelolaan pelatihan sebagai berikut.
1)      Rekrutmen peserta pelatihan
2)      Identifikasi kebutuhan belajar, sumber belajar, dan kemungkinan hambatan
3)      Menentukan dan merumuskan tujuan pelatihan
4)      Menyusun alat evaluasi awal dan evaluasi akhir
5)      Menyusun urutan kegiatan pelatihan
6)      Pelatihan untuk pelatih
7)      Melaksanakan evaluasi bagi peserta
8)      Mengimplementasikan pelatihan
9)      Evaluasi akhir
10)  Evaluasi program pelatihan
 Pendekatan Sistem Untuk Pelatihan
            Aktivitas pelatihan tidak berlangsung dalam ruang hampa, melainkan senantiasa terkait
dengan keinginan-keinginan atau rencana-rencana individu, organisasi, atau masyarakat. Dalam
kaitan ini, para ahli melihat pelatihan sebagai suatu system yang paling tidak mencakup tiga
tahapan pokok, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan, pelaksanaan pelatihan, dan evaluasi
pelatihan.
Penilaian kebutuhan (need assessment) pelatihan merupakan tahap yang paling penting
dalam penyelenggaraan pelatihan. Tahap ini berguna sebagai dasar bagi keseluruhan upaya
pelatihan. Dari tahap inilah seluruh proses pelatihan akan mengalir. Baik tahap pelaksanaam
maupun tahap evaluasi sangat bergantung pada tahap ini.
Kebutuhan-kebutuhan bagi pelatihan harus di periksa, demikian pula sumber daya yang
tersedia untuk pelatihan baik itu yang terdiri dari lingkungan internal maupun lingkungan
eksternal.
Evaluasi pelatihan dilakukan untuk mengetahui dampak program pelatihan terhadap
kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan. Langkah pertama dalam evaluasi ini adalah
menetapkan kriteria keberhasilan, kriteria ini harus didasarkan sasaran awal pelatihan. Setelah
kriteria dibuat, evaluasi dapat dilakukan baik terhadap peserta maupun terhadap keseluruhan
komponen program pelatihan. Lebih dari itu evaluasi juga harus menilai apakah proses dan hasil
belajar dapa di transfer ke situasi kerja atau ke dunia kehidupan nyata.
Secara lebih komprehensif, dengan melihat pelatihan sebagai suatu sistem, Sudjana
mengemukakan komponen-komponen pelatihan sebagai berukut.
         Masukan sarana (instrument input)
         Masukan mentah (raw input)
         Masukan lingkungan (environment input)
         Proses (process)
         Keluaran (output)
         Masukan lain (other input)
         Pengaruh (impact)
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1991 adalah : a. Melayani warga belajar supaya
dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan
martabat serta mutu hidupnya.
b. Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang di
perlukan untuk mengambangkan diri, bekerja mencari nafkah, atau melanjutkan pendidikan yang
lebih tinggi
c. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan
sekolah.
Seringkali kita mengikuti seminar, workshop atau pelatihan namun hasil yang kita
dapatkan tidak maksimal meskipun materinya sangat bermanfaat dan menarik. Bahkan tak jarang
kita menyaksikan peserta seminar, workshop atau pelatihan terkantuk-kantuk. Sangat
disayangkan jika kita kehilangan ilmu "hanya" karena mengantuk. Pada umumnya hal tersebut
bukan salah dari peserta akan tetapi pemateri yang kurang bisa menguasai keadaan. Sebagai
seorang pembicara memang membutuhkan skill khusus dan perlu banyak belajar. Banyak hal
semestinya dikuasai, namun pada tulisan ini tiak membahas seluk-beluk menjadi seorang
pembicara yang hebat, saya akan berbagai teknik  mencairkan suasana, baik dalam ruangan atau
diluar ruangan, yang biasa disebut dengan Ice Breaking. Ice breaking adalah salahsatu elemen
penting dalam sebuah forum (formal, informal atau non formal). Suasana yang kaku menjadi
penyebab utama buyarnya konsentrasi peserta sebuah forum. akibat menurunnya perhatian dan
semangat peserta. Ice breaking tidak hanya berupa sebuah permainan atau gerakan-gerakan,
namun juga bisa berupa joke-joke yang menyegarkan suasana. Ice Breaking adalah salah satu
metode untuk mengembalikan suasana belajar kembali menjadi ceria. Ice breaking dilakukan
saat peserta sudah mulai jenuh untuk belajar. Dalam artikel kali ini akan di sampaikan contoh ice
breaking yang dapat digunakan untuk penyuluhan pertanian sehingga peserta kembali senang
dan akan kembali semangat untuk belajar.
Syarat Ice breaking adalah mudah di maikan, memberikan suasana ceria kepada peserta,
memiliki makna yang berhubungan dengan materi penyuluhan sehingga peserta merasa kalau ice
breaking tersebut adalah bagian dari pelatihan.
BAB II
PEMBAHASAN

Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah


A. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah
1. Landasan Filosofis Pendidikan Luar Sekolah
            Pendidikan luar sekolah (PLS) memiliki landasan filosofis. Landasan filosofis pendidikan
luar sekolah merupakan dasar tempat berpijak, mengkaji, dan menelaah kegiatan pendidikan luar
sekolah. Kata filosofis berarti cenderung ke arah filsafat. Kemudian filsafat sendiri dapat
diartikan sebagai suatu metode berfikir atau cara memandang sesuatu secara komprehensif.
            Sebagai suatu cara pandang,filsafat pendidikan luar sekolah di harapkan dapat memberi
suatu nilai dan pemikiran mengenai eksistensi, landasan, dan pedoman pendidikan luar sekolah
sehingga dapatmemberi nilai tambah dan kontribusi terhadap individu atau masyarakat dalam
menyikapi hidup dan kehidupannya.
            Landasan filosofis pendidikan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh landasan idologi
yang di anut oleh bangsa itu sendiri. Lndasan filosofis Bangsa Indonesia berbeda dengan
landasan filosofis pendidikan bangsa lainnya. Pancasila sebagai landasan idiologi bangsa,
merupakan landasan pembangunan dan pengembangan pendidikan, baik pendidikan sekolah
maupun luar sekolah diharapkan dapat membantu warga belajar memilih dan mengembangkan
wawasan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia,
kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan perwakilan, dan
keadilan sosial (Sudjana, 1989:197)
            Sebagai suatu metoda, filsafat penting dalam menganalisis pendidikan luar sekolah
karena :
1) PLS dalam konteks pengembangan programnya seringkali berhubungan dengan pemecahan
masalah yang dialami manusia, terutama masalah yang berkaitan dengan pengembangan
kemampuan, keterampilan, dan keahlian khusus yang tidak dapat di temukan dalam konteks
pendidikan persekolahan.
2) Dalam penyelenggaraan program PLS memiliki karakteristik sasaran didik tersendiri, yang
secara filosofis karakteristik tersebut memiliki kesamaan dan perbedaan dengan sasaran didik
pendidik persekolahan
3) Mengembangkan satu bentuk program PLS diperlukan adanya idealisme bagi tercapainya
keberhasilan program tersebut
            Secara lebih luas pengkajian filsafat pendidikan pada umumnya dan pendidikan luar
sekolah pada khususnya dapat di soroti dari cabang filsafat ontologi, menyangkut objek materi
keilmuan PLS itu, epistimologi bertalian cara pemerolehan dan pembelajaran keilmuan PLS dan
aksilogi yang berhubungan dengan kegunaan keilmuan pendidikan luar sekolah bagai kehidupan
yang lebih luas. Cabang-cabang filsafat tersebut dikaji seara integratif sehingga memperoleh
konsep yang jelas dan dapat dijadikan pedoman untuk menyusun kebijakan dan menetapkan visi,
misi, serta tujuan pendidikan luar sekolah.
2. Landasan Ilmiah, Pengertian dan Tujuan Pendidikan Luar Sekolah
            Hakikat keilmuan dalam proses pembelajaran pendidikan luar sekolah adalah empelajari
proses pembentukan kepribadian manusia dan kegiatan belajr yang dirancang secara sadar dan
sistematis dalam interaksi antar tutor/sumber belajar dan warga belajar/peserta didik, Pendidikan
luar sekolah sebagai suatu ilmu menyusun batang tubuh pengetahuan teoritis berdasarkan
epistimologi keilmuan secara logis, analisis, dan teruji dengan mengembangkan postulat, asumsi,
prinsip, dan konsep yang berdasar pada ilmu pendidikan itu sendiri dengan dibantu oleh teori-
teori keilmuan di luar bidang pendidikan. Teori pendidikan sebagai bahan acuan keilmuan
pendidikan luar sekolah terutama bersumber dari filsafat, psikologi, sosiologi, dan antropologi,
serta menjelaskan realitas pendidikan (educational reality) dari pengalaman pendidikan
(educational experience) dan objektivitasnya (objectification) sebagai phenomenon bene
fundamentation, yaitu dasar suatu teori.
            Sebagai suatu ilmu, pendidikan luar sekolah memiliki sifat keilmuan yang berdasarkan
pada otonomi disiplin ilmunya tersendiri. Ini karena pendidikan luar sekolah mampu
memberikan argumen dasar mengenai struktur keilmuan yang jelas, baik bersifat internal
maupun eksternal. Hakikat keilmuan pendidikan luar sekolah, baik secara teori maupun sebagai
pengembangan program, secara lebih jelas dapat dilihat dari berbagai defiisi yang berhubungan
dengan konsep keilmuan pendidikan luar sekolah, seperti di uraikan berikut.
Definisi pendidikan luar sekolah telah banyak di kemukakan oleh para ahli, di antaranya Coombs
dalam Sudjana (1991;20) menyatakan bahwa :
Pendidikan Luar Sekolahadalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir dan sistematis, di
luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting
dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk untuk melayanipeserta didik tertentu
di dalam mencapai tujuan belajarnya.
            Sehubungan dengan definisi tersebut di atas Hamijoyo (1973), lebih jauh memberikan
definisi pendidikan luar sekolah adalah :
Suatu pendidikan yang terorganisir secara sistematisdan kontinyu  di luar sistem persekolahan
maelalui proses hubungan sosial membimbing individu kelompok dan masyarakat supaya
memiliki sifat dan cita-cita sosial yang psoitif dan konstruktif guna meningkatkan taraf hidup di
bidang material, sosial dan mental dalam rangka usaha mewujudkan kesejahteraan, sosial,
kecerdasan bangsa dan persahabatan antar manusia.
            Dari kedua definisi tersebut dapat di ambil kesimpulan, bahwa pendidikan luar sekolah
dalam proses penyelenggaraanya memiliki suatu sistem yang terlembagakan, yang di dalamnya
terkandung makna bahwa setiap pengembangan pendidikan luar sekolah pelu perencanaan
program yang matang, melalui kurikulum, isi program, sarana, prasarana, sasaran didik, sumber
belajar, serta faktor-faktor yang satu sama lain tak dapat di pisahkan dalam pendidikan luar
sekolah.
            Sementara itu tujuan pendidikan luar sekolah, sebagaimana digariskan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 73 tahun 1991 adalah :
a. Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang
hayatnya guna meningkatkan martabat serta mutu hidupnya.
b. Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang di
perlukan untuk mengambangkan diri, bekerja mencari nafkah, atau melanjutkan pendidikan yang
lebih tinggi
c. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan
sekolah.
2. Fungsi Pendidikan Luar Sekolah
            Untuk mencapai tujuannya, pendidikan luar sekolah memiliki beberapa fungsi, yaitu :
a. Mengambangkan nilai-nilai rohaniah dan jasmaniah warga belajar agar dasar potensi yang
dimiliki.
b. Mengembangkan cipta, rasa, dan karsa warga belajar agar lebih kreatif, mampu memahami
lingkungannya dan mempunyai kemampuan untuk mengaktualisasikan diri
c. Membantu warga belajar membentuk dan menafsirkan pengalaan mereka serta
mengembangkan kerjasama dan partisipasi aktif dalam memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan
masyarakatnya
d. Menhembangkan cara berfikir dan bertindak kritis terhadap dan di dalam lingkungnnya serta
untuk memiliki kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi
e. Mengembangkan sikap dan moral tanggung jawab sosialn pelestarian nilai-nilai budaya, serta
keterlibatan diri dalam perubahan masyarakat.
3. Model-model Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah
            Terdapat berbagai model pelatihan sebagai kegiatan pendidikan luar sekolah. Model-
model itu terutama dilihat dari tujuan pelatihan yang kemudian  menentukan proses pelatihan.
Setiap model memiliki karakteristik tersendiri serta keunggulan dan kelemahan masing-masing.
            Pemilihan suatu model pelatihan terutama didasarkan pada kebutuj=han di satu pihak dan
potensi atau peluang yang dimiliki di pihak lain. Kebutuhan menunjuk pada kebutuhan belajar
warga belajar atau kebutuhan organisasi akan pengembangan sumberdaya manusia melalui
pelatihan. Kebutuhan ini dapat selaras ataupun tidak sealaras dengan peluang atau potensi  yang
dimiliki  baik secara internal maupun eksternal. Potensi internal misalnya berupa kesiapan warga
belajar, waktu yang tersedia, da biaya yang di miliki. Otensi eksternal menunjuk pada perangkat
lunak model pelatihan dan manajemen atau organizer pelatihan.
            Model-model pelatihan dalam pendidikan luar sekolah sebenarnya cukup beragam.
Beberapa di antaranya yang pentig adalah :
a. Model magang atau pemagangan
b. Model Intership
c. Model pelatihan kerja
d. Model Pelatihan keaksaraan
e. Model pelatihan kewirausahaan
f. Model pelatihan manajemen peningkatan mutu.

Model-model training yang berdasar kepada kebutuhan pelatihan (training


need assessment).
1. Model Induktif
Pendekatan yang digunakan dalam model Induktif menekankan pada usaha yang dilakukan dari
pihak yang terdekat, langsung, dan bagian-bagian ke arah pihak yang luas, dan menyeluruh. Oleh
karena itu, melalui pendekatan ini diusahakan secara langsung pada kemampuan yang telah
dimiliki setiap Sasaran didik (pelatihan), kemudian membandingkannya dengan kemampuan
yang diharapkan atau harus dimiliki sesuai dengan tuntutan yang datang kepada dirinya. Model
ini digunakan untuk mengidentifikasi jenis kebutuhan belajar yang bersifat kebutuhan terasa
(felt needs) atau kebutuhan belajar dalam pelatihan yang dirasakan langsung oleh peserta
pelatihan. Pelaksanaan identifikasinya pun harus dilakukan secara langsung kepada peserta
pelatihan itu sendiri. Untuk itu, model pendekatan ini digunakan bagi peserta pelatihan yang
sudah ada (hadir menjadi peserta pelatihan). Keuntungan Model induktif ini adalah dapat
diperoleh informasi yang langsung, dan tepat mengenai jenis kebutuhan Peserta pelatihan,
sehingga memudahkan kepada tutor (pelatih) untuk memilih materi pelatihan (belajar) yang
sesuai dengan kebutuhan tersebut. Namun kerugiannya, dalam menetapkan materi pendidikan
yang bersifat menyeluruh, dan umum untuk peserta pelatihan yang banyak dan luas akan
membutuhkan waktu, dana, dan tenaga yang banyak. Karena setiap peserta pelatihan yang
mempunyai kecenderungan ingin atau harus belajar dimintai informasinya mengenai kebutuhan
pelatihan (belajar) yang diinginkan.

2. Model Deduktif
Pendekatan pada model ini dilakukan secara deduktif, dalam, pengertian bahwa identifikasi
kebutuhan pelatihan dilakukan secara umum, dengan sasaran yang luas. Apabila akan
menetapkan kebutuhan pelatihan (belajar) untuk peserta pelatihan yang memiliki karakteristik
yang sama, maka pelaksanaan identifikasinya dilakukan pengajuan pertimbangan kepada semua
peserta pelatihan (sasaran). Hasil identifikasi diduga dibutuhkan untuk keseluruhan peserta
pelatihan (sasaran) yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Hasil identifikasi macam ini digunakan
dalam menyusun materi pelatihan (belajar) yang bersifat massal dan menyeluruh. Hal ini
sebagaimana telah dilakukan dalam menetapkan kebutuhan pelatihan minimal untuk peserta
pelatihan dengan sasaran tertentu seperti melihat latar belakang pendidikan, usia, atau jabatan
dll. Kemudian dikembangkan ke proses pembelajaran dalam pelatihan yang lebih khusus.
Keuntungan dari tipe ini adalah bahwa hasil identifikasi dapat diperoleh dari sasaran yang luas,
sehingga ada kecenderungan penyelesaiannya menggunakan harga yang murah, dan relatif lebih
efesien dibanding dengan tipe induktif karena informasi kebutuhan belajar yang diperoleh dapat
digunakan untuk penyelenggaraan proses belajar dalam pelatihan secara umum. Namun
demikian, model ini mempunyai kelemahan dari segi efektifitasnya, karena belum tentu semua
peserta pelatihan (sasaran) diduga memiliki karakteristik yang sama akan memanfaatkan, dan
membutuhkan hasil identifikasi tersebut. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa
keanekaragaman peserta pelatihan (sasaran) cenderung memiliki minat dan kebutuhan belajar
yang berbeda. Kebutuhan belajar hasil identifikasi model deduktif termasuk jenis kebutuhan
terduga (expected needs), dalam pengertian bahwa peserta pelatihan (sasaran) pada umumnya
diduga membutuhkan jenis kebutuhan belajar tersebut. Hal menarik bahwa, pernyataan jenis
kebutuhan bisa tidak diungkapkan oleh diri peserta pelatihan (sasaran) secara langsung, akan
tetapi oleh pihak lain yang diduga memahami tentang kondisi peserta pelatihan (sasaran). Oleh
karena itu, mengapa banyak terjadi "Drop out dalam pelatihan", atau kebosanan belajar, tidak
adanya motivasi, malas, karena
ada kecenderungan bahan belajar yang dipelajarinya dalam pelatihan kurang sesuai dengan
kebutuhan belajar yang dirasakannya. Langkah-langkah identifikasi kebutuhan belajar dalam
pelatihan model ini adalah sebagaimana terdapat dalam flow chart di bawah ini. Identifikasi pada
model ini dilakukan secara massal kepada tiga pihak sasaran, yaitu:
(1).Keluarga peserta pelatihan atau anggota masyarakat lain yang berkepentingan
dengan pelatihan (pendidikan).
(2).Pelaksana dan Pengelola Pelatihan: Kepala, penyelenggara, pelatih (tutor) dll.
Sasaran ini memiliki pengalaman tentang wujud penyelenggaraan pelatihan yang
telah diselenggarakan serta berbagai hal yang berkaitan dengan aspek-aspek
kegiatan pelatihan.
(3).Peserta pelatihan, untuk setiap jenis materi pembelajaran yang akan
dikembangkan di kelas, sasaran ini ditetapkan untuk mencocokan keinginan dan
kemampuan pelatih (tutor) dalam mengembangkan proses dan materi pelatihan
(pembelajaran).
Teknik yang digunakan dalam kegiatan identifikasi kebutuhan model ini adalah kuesioner, dan
inventori yang disampaikan kepada ketiga pihak di atas, yang intinya menanyakan atau
menyusun daftar jenis-jenis kebutuhan belajar yangdiduga diperlukan untuk peserta. Hasil
identifikasi tersebut dikelompokan ke dalam rumpun-rumpun pengetahuan dan keterampilan,
kemudian ditetapkan prioritas. Selanjutnya, jenis kebutuhan belajar dalam pelatihan terpilih
dikembangkan ke dalam bentuk program belajar yang akan digunakan oleh peserta pelatihan
(sasaran). Begitu pula dalam memilih metoda, bahan dan alat pembelajaran dalam pelatihan.

3. Model Klasik
Model klasik ini ditujukan untuk menyesuaikan bahan belajar yang telah ditetapkan dalam
kurikulum atau program belajar dengan kebutuhan belajar yang
dirasakan peserta pelatihan (sasaran). Berbeda dengan model yang pertama, pada
model ini pelatih (tutor) telah memiliki pedoman yang berupa kurikulum, umpamanya
Kurikulum pelatihan prajabatan, kurikulum pelatihan kepemimpinan, satuan pelajaran dalam
pelatihan, modul, hand-out dll. Identifikasi kebutuhan belajar pelatihan dilakukan secara terbuka
dan langsung kepada peserta pelatihan (sasaran) yang sudah ada di kelas. Pelatih (tutor)
mengidentifikasi kesenjangan di antara kemampuan yang telah dimiliki peserta pelatihan
(sasaran) dengan bahan belajar yang akan dipelajari. Tujuan dari model klasik ini adalah untuk
mendekatkan kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan yang akan dipelajari, sehingga
peserta pelatihan
(sasaran) tidak akan memperoleh kesenjangan dan kesulitan dalam mempelajari bahan belajar
yang baru. Keuntungan dari model ini adalah untuk memudahkan peserta pelatihan (sasaran)
dalam mempelajari bahan belajar, di samping kemampuan yang telah dimiliki akan menjadi
modal untuk memahami bahan belajar yang baru. Kelemahannya adalah bagi peserta pelatihan
(sasaran) yang terlalu jauh kemampuan dasarnya dengan bahan belajar yang akan dipelajari
menuntut untuk mempelajari terlebih dahulu kesenjangan kemampuan tersebut, sehingga dalam
mempelajari kebutuhan belajar yang diharapkannya membutuhkan waktu yang lama.
Langkahlangkah kegiatan pada model klasik ini adalah sebagai berikut:
-          Mengidentifikasikan kemampuan pada tujuan pelatihan
-          Mengidentifikasikan kemampuan peserta pelatihan (sasaran)
-          Menetapkan kesenjangan kebutuhan pelatihan
-          Mengembangkan program pelatihan
-          Melaksanakan kegiatan pelatihan Penilaian
Kegiatan identifikasi kebutuhan pelatihan model klasik ini dilakukan pelatih kepada peserta
pelatihan, dengan cara pemberian tes, wawancara, atau kartu kebutuhan belajar, untuk
menetapkan kemampuan awal peserta (entry behaviour
level). Selanjutnya, kemampuan awal tersebut dibandingkan dengan susunan pengetahuan yang
terdapat dalam materi (modul, satpel dll) yang sudah ada. Apabila pelatih (tutor) memperoleh
hasil bahwa kemampuan peserta pelatihan (sasaran) di bawah batas awal bahan belajar yang
terdapat pada program belajar, maka peserta pelatihan (sasaran) perlu
memberikansupplement terlebih dahulu, sampai mendekati batas bahan pelatihan yang akan
dipelajari. Namun, apabila pelatih (tutor) memperoleh hasil bahwa kemampuan awal sudah
berada pada pokok bahasan yang ada pada program, maka peserta pelatihan bertugas untuk
menetapkan strategi belajar dalam pelatihan yang tepat untuk membelajarkan peserta dari pokok
bahasan pertama. Penetapan metode belajar ini ditujukan untuk menghilangkan kebosanan pada
diri peserta.

Menurut Mathis (2002), Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai
kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, proses ini terikat
dengan berbagai tujuan organisasi, pelatihan dapat dipandang secara sempit maupun luas. Secara
terbatas, pelatihan menyediakan para pegawai dengan pengetahuan yang spesifik dan dapat
diketahui serta keterampilan yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. Terkadang ada
batasan yang ditarik antara pelatihan dengan pengembangan, dengan pengembangan yang bersifat
lebih luas dalam cakupan serta memfokuskan pada individu untuk mencapai kemampuan baru yang
berguna baik bagi pekerjaannya saat ini maupun di masa mendatang.
Sedangkan Payaman Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari investasi
SDM (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan dengan
demikian meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan dengan kurikulum yang
disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek, untuk
membekali seseorang dengan keterampilan kerja.
Pelatihan didefinisikan oleh Ivancevich sebagai “usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam
pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera”. Selanjutnya,
sehubungan dengan definisinya tersebut, Ivancevich (2008) mengemukakan sejumlah butir penting
yang diuraikan di bawah ini: Pelatihan (training) adalah “sebuah proses sistematis untuk mengubah
perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi”.
Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan yang
sekarang dilakukan. Pelatihan berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk
menguasai keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam
pekerjaannya.
Pelatihan menurut Gary Dessler (2009) adalah Proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada
sekarang, ketrampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka”.
Pelatihan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam
dunia kerja. Karyawan, baik yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu mengikuti pelatihan
karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi,
dan lain sebagainya.
Sebagai seorang fasilitator, menyampaikan materi di ruang kelas ialah kegiatan wajib
yang harus dilakukan. Dewasa ini ketika mengawali kegiatan proses berlatih sebagian besar
waktunya dihabiskan untuk menyampaikan materi tanpa memperhatikan bagaimana kondisi,
kemampuan daya tangkap peserta pelatihan serta keadaan manajemen kelas. Ada anggapan
dengan menggunakan keseluruhan jam berlatih bagi seorang fasilitator dianggap sebagai salah
satu bentuk pemanfaatan waktu yang tepat. Mengapa ? Hal ini dapat dipahami karena fasilitator
mempunyai target materi yang harus selesai disampaikan kepada peserta pelatihan dalam kurun
waktu yang relatif singkat. Jarang sekali para fasilitator yang memberikan ice breakers atau jeda
ditengah materi yang sedang disampaikan.Bagi sebagian fasilitator penyampaian ice
breakers ditengah penyampaian materi amatlah penting. Ice breakers sebenarnya ialah suatu cara
dimana bisa memecahkan kebekuan belajar dan memotivasi kembali para peserta pelatihan.
Peserta pelatihan pada umumnya masuk pada kategori orang dewasa yang cepat mengalami
kelelahan dan kejenuhan serta mulai berkurang dalam proses penyimpanan memori.
Penerapan ice breakers di sini bermanfaat bagi fasilitator untuk menyegarkan suasana belajar
mengajar, menghilangkan kejenuhan, rasa kantuk yang memang sangat mudah menyerang
orang-orang dewasa. Sampai dengan saat ini sebagian fasilitator yang masih enggan untuk
menyisipkan ice breakers di dalam kegiatan belajarnya. Hal ini disebabkan karena para
fasilitator kebingungan mencari bahan yang dapat dijadikan sebagai ice breakers. Sebagai
contoh, bagi fasilitator yang pandai melucu tentu bukanlah suatu masalah untuk melakukan ice
breakers dalam kegiatan belajarnya. Karena membuat cerita lucu dapat juga dikatakan sebagai
salah satu bentuk ice breakers. Sementara itu, sebagian lagi dari fasilitator dikarenakan belum
memahami fungsi dari ice breakers itu sendiri dan berfokus pada penyerapan informasi terhadap
materi yang disampaikan.Oleh karena itu dari sekian banyak materi yang telah dijelaskan
fasilitator, seringkali tidak dapat diserap semua dengan baik oleh para peserta pelatihan. Hal ini
membuktikan adanya penurunan kemampuan daya tangkap otak dalam menyimpan memori
setelah beberapa saat lamanya.  Kalau kita cermati pada awalnya, grafik tingkat daya serap
peserta pelatihan terhadap apa yang disampaikan fasilitator cukup tinggi. Namun seiring dengan
berjalannya waktu, beberapa menit kemudian terjadilah penurunan memori atau tingkat daya
serap peserta pelatihan terhadap materi. Pada saat inilah merupakan waktu yang paling tepat
untuk melakukan ice breakers. Ice breakers dapat dilakukan dengan berbagai macam cara atau
permainan tergantung pada jumlah peserta, kondisi kelas, dan sarana prasarana yang tersedia. Ice
breaker secara sederhana bisa bersumber dari fasilitator itu sendiri ataupun hal yang secara
sepontanitas bisa diolah oleh fasilitator. Bisa dimulai dari sekedar teka-teki, cerita-cerita lucu
atau humor ringan yang memancing senyum, lagu-lagu atau nyanyian yang disertai gerakan
tubuh (action song), sampai permainan-permainan berkelompok yang cukup menguras tenaga
atau bahkan fikiran yang bisa dilakukan dengan melakukan brain gym (senam otak). Dari uraian
diatas dapat disimpulkan dengan menyisipkan ice breakers dalam setiap pembelajaran-pelatihan
diharapkan adanya peningkatan daya tangkap peserta pelatihan terhadap materi yang disajikan
sehingga tujuan dalam proses belajar mengajar bisa tercapai. Akhirnya, semoga artikel ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. (Created By : Eko Fendi Baskoro, SST).
Ice Breaking Sudah menjadi kebiasaan di setiap pelatihan, ketika memulai melaksanakan sebuah
training (latihan) terlebih dahulu dimulai suatu segmen peleburan dan pendahuluan yang
kemudian dikenal dengan “Ice Breaking dan Orientasi”.
Secara sederhana kedua istilah ini tidak dapat dipisahkan secara jelas, keduanya ibarat
dua mata uang logam yang menyatu pada satu kesatuan arti dan mempunyai makna yang sangat
signifikan terhadap kesuksesan  dan tercapainya target sebuah pelatihan. Dengan kata lain tak
heran bila orientasi dan ice breaking menjadi momok yang selalu dibicarakan di antara pengelola
training sebagai penentu kesuksesan pelatihan di hari-hari berikutnya.
Pada tulisan yang singkat ini, untuk menjelaskan secara detail mengenai ice breaking
dan orientasi, penulis sengaja memisahkan antara dua istilah ini. Hal ini bukan dimaksudkan
untuk memisahkan makna keduanya, tapi hanya sekedar sistematisnya pembahasan.
             Ice Breaking adalah padanan dua kata Inggris yang mengandung makna “memecah es”.
Istilah ini sering dipakai dalam training dengan maksud menghilangkan kebekuan-kebekuan di
antara peserta latihan, sehingga mereka saling mengenal, mengerti dan bisa saling berinteraksi
dengan baik antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan status,
usia, pekerjaan, penghasilan, jabatan dan sebagainya akan menyebabkan terjadinya dinding
pemisah antara peserta yang satu dengan yang lainnya. untuk melebur dinding-dinding
penghambat tersebut, diperlukan sebuah proses ice breaking.

Tujuan dilaksanakan ice breaking ini adalah :


   Terciptanya kondisi-kondisi yang equal (setarap) antara sesama peserta  dalam forum training.
   Menghilangkan sekat-sekat pembatas di antara peserta, sehingga tidak ada lagi anggapan si anu
pintar, si anu bodoh, si anu kaya, si anu bos dan lain sebagainya, yang ada hanyalah kesamaan
kesempatan untuk maju.
   Terciptanya kondisi yang dinamis di antara peserta
   Menimbulkan kegairahan (motivasi) antara sesama peserta untuk melakukan aktivitas selama
training berlangsung.

Banyak metode yang dapat dilakukan dalam ice breaking ini, di antaranya :
    Metode Ceramah, pelatih melakukan terlebih dahulu ceramah pembuka yang pada hakikatnya
menjelaskan tentang beberapa hal, antara lain : pentingnya kesatuan dalam suatu komunitas,
persamaan hak di antara sesama peserta, perlakukan yang sama,  tim building, kesadaran potensi,
kerjasama antar kelompok dll.
    Metode Studi Kasus, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta untuk ikut andil
memecahkan persoalan-persoalan praktis sehari-hari yang ditawarkan oleh pelatih, tujuannya
adalah ;  Untuk melihat potensi awal yang dimiliki masing-masing peserta   baik dari segi afektif,
kognitif maupun psikomotornya, Membiasakan peserta untuk berinteraksi dengan
kelompoknya   yang baru, dengan bertanya, menanggapi atau mengamati peserta
lain, Memberikan pengertian bahwa sejak hari itu mereka akan menjadi sebuah keluarga (sanak
famili) sampai kapanpun.
    Metode Sinetik, yaitu sebuah metode pengembangan sumbang saran,  dimana dalam suatu
pemecahan masalah dipadukan berbagai pendapat dari berbagai disiplin ilmu sehingga
memunculkan solusi yang lebih kreatif terhadap persoalan yang muncul.
    Metode Lorong Penuh Liku, metode ini dimulai dari membaca beberapa halaman dari buku,
kemudian dipaksa untuk membuat keputusan. Berdasarkan keputusan itu peserta diinstruksikan
untuk membuka pada suatu halaman tertentu yang telah disusun secara acak. Kemudian
diberikan sebuah skenario yang berdasarkan keputusan yang telah dibuat dan keputusan lebih
lanjut akan mengirim anda ke halaman muka atau halaman-halaman belakang dari buku, sampai
akhirnya peserta keluar dari lorong-lorong tersebut, mungkin setelah melakukan beberapa
langkah-langkah yang salah. (untuk penggunaan teknik ini, pelatih harus terlebih dahulu
mempersiapkan bahan-bahannya).
    Metode Simulasi dan Permainan, metode ini merupakan metode yang paling mudah dilakukan,
pelatih mempersiapkan beberapa permainan yang bertujuan untuk memecah kebekuan (ice
breaking games) peserta. Permainan ini banyak sekali bentuknya, di antaranya adalah ;
permainan lempar kokarde, pesan berantai, ziq-zaq dan lain-lain. Tujuan simulasi ini adalah :
  Terciptanya keakraban di antara peserta.
  Masing-masing peserta dapat menghafal nama dan beberapa identitas penting peserta lainnya.
  Tertanamnya anggapan bahwa mereka adalah satu kesatuan (solidaritas) “bila satu sakit, yang
lain akan ikut merasakannya”.

 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Saat Ice Breaking

    Seorang pelatih haruslah mempunyai naluri (feeling) khusus yang kuat ketika melakukan proses
ice breaking. Ia harus tahu saat peserta sudah lebur atau belum dan masih harus dileburkan.
Ketika peserta belum lebur namun ice breaking sudah dihentikan, hal ini akan menyusahkan
sewaktu penyajian materi berikutnya.
    Saat melakukan ice breaking, seorang pelatih harus sudah dapat mendeteksi, (minimal beberapa
orang dari peserta sudah masuk dalam memorinya) tentang potensi awal, sikap, sifat dan
“karakteristik special” seorang peserta.
    Waktu yang disediakan untuk melakukan ice breaking sangat kondisional, tergantung kepada
tingkat keleburan peserta. Ada peserta yang mudah lebur dan ada yang sulit lebur, karena
perbedaan pendidikan, latar belakang, dll yang sangat signifikan. Oleh karena itu seorang pelatih
harus mempunyai beberapa “jurus simpanan” yang harus dikeluarkannya bila peserta sulit
mengalami peleburan antara satu dengan yang lainnya.
    Menimbulkan kesan positif, seorang pelatih haruslah dipandang oleh peserta dalam pandangan
yang positif, baik dari segi pendapat, sikap, sifat dan interaksinya dengan peserta, karena tidak
menutup kemungkinan nanti seorang pelatih akan menjadi tempat “curhat” paling dipercaya bagi
peserta yang mengalami persoalan-persoalan khusus.
Manfaat ice breaking:
    1.  Pembicara dengan peserta menjadi akrab
Ice breaking merupakan alat ampuh bagi pembicara untuk mendekatkan diri ke peserta sehingga
batas/gap antara pembicara dan peserta menjadi kecil. Pembicara yang menyisipkan ice breaking
dalam menyampaikan materi biasanya lebih disukai. Sebab peserta menjadi tidak canggung
dalam berkomunikasi dengan pemateri. Hal ini semakin memudahkan pembicara untuk
memahami peserta sehingga tepat dalam menyampaikan materi.

2.    Menyegarkan peserta


Kegiatan ice breaking biasanya mengajak peserta untuk menggerakkan badan maupun terlibat
aktif dalam suatu permainan. Selain itu, pembicara biasanya menyisipkan sisi humor dalam
permainan. Apalagi jika peserta sampai terlihat tertawa menikmati permainan. Hal ini membuat
peserta merasa fresh dan enjoy. 

3.    Menghidupkan suasana


Pelatihan bisa menjadi menjemukan jika yang berbicara dalam forum hanya pembicara saja.
Komunikasi yang terjadi hanya satu arah.

Ice breaking memang menarik dan menyenangkan. Pelatihan tanpa ice breaking terasa hambar
dan membosankan. Ice breaking membuat peserta bersemangat serta menjaga mood agar selalu
positif. Tidak jarang ada peserta pelatihan yang selalu menantikan ice breaking karena ketagihan.
Jadi, jangan lupa untuk selalu menyisipkan ice breaking dalam pelatihan Anda.
 Orientasi

              Orientasi yang dimaksudkan disini adalah suatu proses pemberian pemahaman kepada
peserta, tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan latihan yang sedang diadakan. Pada
hakikatnya orientasi yang dilakukan pada saat pelatihan adalah berusaha menjawab tiga
pertanyaan penting, yaitu :
      Sedang apa mereka (para peserta) dalam acara ini ?
      Apa yang mesti mereka lakukan ?
      Hal-hal apa saja yang akan mereka temui ?

Adapun tujuan dilakukan orientasi ini adalah :


a.    Menghilangkan kebingungan peserta tentang apa yang sebenarnya mereka ikuti.
    Meluruskan motivasi awal mereka untuk mengikuti pelatihan tersebut
    Memberikan pemahaman tentang hal-hal apa saja yang mesti mereka lakukan selama mengikuti
pelatihan tersebut
    Memberikan gambaran ringkas tentang hal-hal yang akan mereka temui selama mengikuti
pelatihan  (dengan tidak memberitahu hal-hal yang sangat rahasia/esensil).
    Memunculkan komitmen dan kesediaan mereka untuk mengikuti acara ini dari awal hingga
akhir dengan penuh perhatian dan kesadaran diri.

               Metode yang dapat digunakan dalam melakukan orientasi adalah ceramah dan diskusi.
Ceramah dimaksudkan untuk menjelaskan kepada seluruh peserta tentang :
    Apa sebenarnya pelatihan yang sedang berlangsung, tujuan, target, kedudukan panitia, tugas dan
wewenang pelatih, organisasi pelatih, ruangan-ruangan yang ada di tempat diselenggarakannya
pelatihan yang boleh dan tidak boleh peserta masuk ke dalamnya.
    Tugas-tugas terstruktur, resume, sistem penilaian peserta, aspek-aspek (ranah) penilaian, bobot
penilaian, dispensasi izin dan kriteria lulus peserta.
    Seluruh hal-hal yang berkenaan dengan proses pelatihan (asal tidak hal-hal yang paling esensial
dan rahasia dalam pelatihan tersebut)

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Saat Orientasi

    Setiap peserta tentunya mempunyai motivasi masing-masing untuk mengikuti pelatihan,
motivasi awal ini ada yang baik dan ada yang perlu diluruskan. Dalam orientasilah sebaiknya
motivasi awal setiap peserta diluruskan dan diarahkan.
     Sewaktu melaksanakan orientasi, hendaklah diungkapkan dengan sejelas-jelasnya apa saja
mengenai pelatihan yang akan mereka ikuti, layani setiap pertanyaan yang muncul dan jelaskan
apa adanya, jangan memanipulasi keadaan.
     Waktu yang disediakan untuk orientasi tergantung kepada keadaan, namun untuk
memudahkan ; jika peserta tidak meragukan lagi (tidak muncul lagi pertanyaan) saat itu orientasi
dapat dinyatakan selesai.
    Waktu akan mengakhiri orientasi, semua peserta dapat diikat dengan satu komitmen yang
disampaikan secara lisan satu persatu bahwa mereka siap dan bersedia menjadi peserta pelatihan
tersebut. Jika ada yang tidak mau menyatakan komitmennya, sebaiknya peserta tersebut
mengundurkan diri dari awal.

Contoh ice breaking:


 SenamIce Breaker itu sendiri merupakan gerakan sederhana yang mudah   dilakukan , tidak
menguras tenaga, dan yang paling penting tidak membahayakan bagi anak didik.
Prosedur:
Kedip-kedipkan mata
Naik turunkan hidung, rasakan sambil memegang hidung dengan ibu jari dan telunjuk
Gerakkan mulut dengan vocal A, I, U, E, O tanpa suara
Gerakkan mulut seperti orang berkumur
Lakukan dengan berpasangan dan saling berhadapan (disebut senam Horree)
Untuk variasi, suarakan kalimat berikut:
Dengan  menggunakan pembelajaran E-learning maka proses pembelajaran akan tetap terlaksana
meski tidak adanya tatap muka. Dengan adanya materi yang di publish melalui internet maka
para tutor/coach dalam pelatihan akan mendapatkan wawasan atau ilmu tentang kompetensi
dalam pelatihan. Mereka akan mengetahui apa saja hal-hal yang penting dalam melaksanakan
kegiatan pelatihan. Seperti ice breaking, banyak sekali manfaat yang di dapatkan dalam
pelaksanaan pelatihan. Peserta pelatihan akan merasakan senang mengikuti kegiatan pelatihan
dan tidak akan merasa bosan.

Cara membuat moodle:


1. Bukalah browser anda dan ketikkan pada Address bar URL http://www.mdl2.com/

2. Maka halaman mdl2.com akan ditampilkan dan isilah formulir berikut :

Pada Site name : isilah dengan nama domain e-learning anda, misalnya elearningsman2mlg, atau
nama anda, paksule, misalnya.
E-Mail : isilah dengan nama e-mail anda (untuk konfirmasi username dan password
administrator)
Security code : isilah dengan kode yang tampil di atasnya.
3. Selanjutnya klik Activate your site, dan tunggu sebentar sampai anda mendapatkan email
konfirmasi username dan password serta URL Elearning anda.
4. Bukalah email anda, dan buka email yang anda dapat dari mdl2.com. Pada email tersebut anda
akan diberi username dan password.
5.  Klik URL E-learning yang ada pada email tersebut. URL itulah yang akan membawa anda
menuju e-learning moodle yang sudah siap anda gunakan. URL yang anda dapatkan berupa
nama situs anda dan diakhiri dengan .mdl2.com
6. Loginlah menggunakan username dan password yang sudah anda dapatkan.
Saatnya mengatur dan mengisi e-learning moodle dengan materi pelajaran atau kuis atau lainnya
sesuai dengan kebutuhan.
     BAB III
    PENUTUP

A.    Simpulan

Kompetensi dalam pelatihan sangat penting dipelajari oleh para coach/pelatih untuk
mengetahui cara-cara yang sesuai atau yang tepat dalam melaksanakan kegiatan pelatihan. Salah
satu contohnya seperti para coach harus mengetahui apa itu model-model dalam pelatihan dan
menggunakan model apa yang tepat. Selain itu dalam kegiatan pelatihan juga harus diterapkan
ice breaking. Ice breaking adalah salahsatu elemen penting dalam sebuah forum (formal,
informal atau non formal). Suasana yang kaku menjadi penyebab utama buyarnya konsentrasi
peserta sebuah forum. akibat menurunnya perhatian dan semangat peserta. Ice breaking tidak
hanya berupa sebuah permainan atau gerakan-gerakan, namun juga bisa berupa joke-joke yang
menyegarkan suasana.Penerapan ice breakering di sini bermanfaat bagi fasilitator maupun
peserta pelatihan untuk menyegarkan suasana belajar mengajar, menghilangkan kejenuhan, rasa
kantuk yang memang sangat mudah menyerang orang-orang.

B.     Rekomendasi
Dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan seharusnya para coach atau pelatih mengetahui
kompetensi-kompetensi dalam pelatihan agar mengetahui cara-cara dalam melaksanakan
kegiatan pelatihan. Seperti selalu menerapkan ice breaking agar para peserta tidak merasa bosan
ataupun jenuh. Pada kegiatan pelatihan juga ada macam-macam jenis ice breaking. Sehingga
para coach harus mengetahui kapan ice breaking yang digunakan dalam pelatihan di ruangan
maupun kegiatan pelatihan di luar ruangan.
Daftar Pustaka

http://ittaqi-tafuzi.blogspot.com/2013/02/cara-mudah-membuat-blog-gratis.html
http://www.andragogi.com/document2/ice_breaking.htm
http://carakata.blogspot.com/2012/08/cara-membuat-blog.html
http://widyatan.com/index.php/arsip/artikel/penyuluhan-pertanian/215-pentingnya-ice-breakers-
dalam-kegiatan-pelatihan
http://rhizophora.byethost3.com/index.php/artikel/73-pencairsuasana
http://gurumuda.info/contoh-ice-breaker-sederhana-senam-wajah/
http://ibnufajar75.wordpress.com/2012/08/22/cara-mudah-membuat-e-learning-dengan-moodle/

Anda mungkin juga menyukai