Anda di halaman 1dari 15

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ZAKAT SEBAGAI

INSTRUMEN FISKAL
Dosen pengampu : ZEIN MUTTAQIEN SEI., MA.

Disusun Oleh

MUHAMMAD 14423139
Mukhlis Winata 14423087

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA 2016

1
Daftar pustaka
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
LATAR BELAKANG ........................................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 5
C. TUJUAN ........................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 6
A. Kebijakan fiskal dalam sejarah islam ..................................................................................... 6
B. Fungsi zakat dalam stabilitas fiskal ........................................................................................ 9
C. Kebijakan fiskal dan alokasi sumber daya ........................................................................... 10
D. Dualitas zakat dan pajak ........................................................................................................ 11
PENUTUP ............................................................................................................................................ 14
KESIMPULAN ................................................................................................................................. 14
Daftar Pustaka ................................................................................................................................... 15

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak
lupa shalawat serta salam atas junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah
membawa kami dari zaman gelap gulita menuju ke zaman yang terang benerang.
Makalah ini di susun dalam rentang waktu yang cukup lama mengingat tugas ini
telah di sampaikan jauh-jauh hari,kami berharap dapat menyelesaikanya dalam waktu
singkat, namun untuk realitanya tidak sebagaimana yang di harapkan penulis, karena
banyaknya aktivitas yang menyita fokus dan waktu yang ada.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia yang
bertemakan sejarah dan perkembangan zakat sebagai instrumen fiskal. Dimana dalam
makalah ini diharapkan lebih membuka wawasan berpikir dibidang terkait.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
Kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi kita semua dan bermanfaat
untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 19 November 2016

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Telah kita ketahui bersama, dewasa ini ekonomi syariah telah menjadi suatu
perkembangan tersendiri baik secara teoritis maupun praktis. Untuk
perkembangan teoritis telah banyak karya ilmiah yang di kembangkan oleh
cendikiawa muslim pegiat ekonomi syariah, melalui teori-teori yang dikemukakan
mencakup aspek-aspek yang di kaji dalam ekonomi konvensional . meskipun
telah di praktikkan sejak abad ke 14, namun teori ekonomi syariah masih muda
untuk di bandingkan dengan ekonomi konvensional.
Seiring waktu berjalan munculah kesadaran masyarakat (muslim) untuk
bertransaksi ekonomi secara syariah. Dengan gencarnya gerakan ekonomi syariah
di tanah air menjadi suatu tambahan bagi pengetahuan masyarakat akan urgensi
dari ekonomi syariah. Diharapkan dengan bertambahnya pengetahuan masyarakat
maka semakin meningkat pula kesadaaran dan keinginan untuk melaksanakanyan.
Dari perkembangan tersebut, syafi’i Antonio menjelaskan bahwa ada agenda
besar yang menjadi tantangan bagi gerakan ekonomi syariah, yaitu persoalan
kemiskinan. Ada yang membedakan antara eonomi syariah dan ekonomi islam,
ekonomi syariah diartikan sebagai ekonomi yang telah memenuhi syarat, rukun
dan kehalalan suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan, namun belum bisa disebut
islam jika tidak mempunyai semangat dalam pengentasan kemiskinan dengan
pengembangan terhadap usaha kecil, menengah, guna memberdayakan kaum
duafa dan menngurangi kemiskinan.
Salah satu misi dari ekonomi islam adalah pengentasan kemiskinan yang
tercermin dalam setiap cabang-cabang ilmu dan praktik ekonomi islam, termasuk
didalamnya adalah dalam kebijakan fiskal negara sebagai kebijakan untuk
mengatur pendapatan dan pengeluaran negara.
Zakat mempunyai kedudukan utama dalam kebijkan fiskal pada awal islam.
Disamping sebagai sumber pendapatan negara islam yang utama pada waktu itu,
zakat juga mampu menunjang pengeluaran negara baik dalam bentuk government
expenditure maupun government transfer. Zakat juga mempengaruhi kebijakan
ekonomi pemerintah islam untuk meningkat kesejahteraan rakyat terutama kaum
lemah.
Sekitar pertengahan 1990 an. Di Indonesia muncul lembaga-lembaga amil
zakat yang mempunyai semangat untuk memperbaiki jalur pengumpulan dan
distribusi zakat agar berjalan sebagaimana mestinya. Pemerintah pun
mengeluarkan perundang-undangan mengenai isu dalam undang-undang republik
Indonesia nomer 38 tahun 1999 tentang pengelolahan zakat. Namun demikian
potensi zakat belum dapat digali secara maksimal Karena zakat masih dianggap
sebagai sumbangan sukarela dan negara tidak dapat memaksa para wajib zakat
untuk membayarkanya. Dengan mengembalikan zakat ke dalalm kebijakan fiskal,
potensi zakat yang sebenarmya akan dapat lebih maksimat

4
Dari sinilah menjadi daya tarik bagi penulis untuk mengkaji dampak zakat
terhadap perekonomian secara agregat, untuk itu penulis memnyusun makalah
berjudul “dampak zakat terhadap perekonomian makro”

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana fiskal dalam sejarah islam?
2. Bagaimana zakat sebagai instrument kebijakan fiskal?
3. Bagaimana fungsi zakat terhadap fiskal?

C. TUJUAN
Untuk mengetahui kebijakan fiskal dalam sejarah islam sehingga zakat
bisa menjadi salah satu instrumen fiskal dalam islam, serta bagaimana fungsi
zakat terhadap fiskal.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kebijakan fiskal dalam sejarah islam

 Tujuan kebijakn fiskal dalam ekonomi islam


Kebijakan fiskal dalam islam bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang
berdasarkan pada keseimbangan distribusi kekayaan dengan menerapkan nilai-
nilai material dan spiritual secara seimbang. Kebijakan fiskal lebih banyak
peranannya dalam ekonomi islam dibanding dengan ekonomi konvensional. Hal
ini disebabkan antara lain sebagai berikut:( Ali, 2006,P-128)
a. Peranan moneter relatif lebih terbatas dalam ekonomi islam dibanding
dalam ekonomi konvensional yang bebas bunga. Hal ini setidaknya
disebabkan oleh dua alasan:
• Tingkat suku bunga tidak memainkan peranan apa pun dalam ekonomi
islam. Kaum muslim dilarang menerima bunga pinjaman dalam bentuk
apapun. Oleh Karena itu berbagi variasi tingkat suku bunga yang
merupakan bagian penting dalam kebijakan moneter tidak ditemui dalam
ekonomi islam.
• Islam tidak membolehkan perjudian (spekulasi), hal ini tidak hanya
diterapkan kepada permainan ketangkasan, permainan kartu, atau
berbagai aktivitas perjudian dan lainnya, tetapi juga terahadap berbagi
macamspekulasi dan transaksi yang terjadi dalam ekonomi konvensional.
Namun kemungkian untuk memegang uang untuk menunggu kesepakat
yang lebih menguntungkan dibolehkan. Hal ini tentunya merupakn
subjek bagi zakat. Tidak adanya permintaan uang spekulatif Keynesian
dan tidak adanya permintaan uang spekulatif Keynesian dan tidak adanya
bunga menunjukkan bahwa pasar obligasi tidak dapat memainkan
peranan penting dalam ekonmi islam.
b. dalam ekonomi islam, pemerintah harus memungut zakat dari setiap
muslim muslim yang memiliki kekayaan melebihi jumlah tertentu(nisab) dan
digunakan untuk tujuan-tujuan sebagai mana tercantum dalam qs Al-
Taubag[9]:60.
c. Ada perbedaan substansi antara ekonomi dan non ekonomi dalam peranan
pengelolaan utang publik. Hal ini Karena utang dalam islam adalah bebas
bunga.( Zakat sebagai instrument dalam kebijakan fiskal, nuruddin,hal-129)
Sebagian besar pengeluaran pemerintah dibiayai dari pajak atau (dalam kasus
proyek-proyek produktif) berdasarkan atas bagi hasil. Dengan demikian ukuran
utang publik jauh lebih sedikit dalam ekonomi islam dibanding ekonomi
konvensional.
• Kebijaan Fiskal Masa Awal Islam

6
Secara historis, kebijakan fiskal pada masa awal islam dapat dibagi menjadi
dua periode, sebelum ekspansi dan periode sesudah ekspansi dengan
ditaklukannya wilayah yang luas bekas kerajaan romawi dan Persia.
Unsur-unsur penting kebijakan fiskal pada periode pertama adalah kontribusi
dari fai’ dan shodaqoh. Pelaksanaan kebijakan fiskal pada masa Rosullullah dan
Abu Bakar hampir sama Karena belum banyak persoalan yang muncul seiring
dengan perluasan wilayah kekuasaan kekhalifahan islam.
Kewajiban zakat di perintahkan kepada muslim pada tahun kedua hijrah atau
624 M. hal ini menunjukkan bahwa pada periode Makkah, masyarakat muslim
masih sedikit dan belum memerlukan sebuah system keuangan publik. Menjelang
penakhlukan kota Makkah (fath Makkah) tahun (630)M, negara islam sudah mulai
terkonsolidasi. Rasullullah SAW. Pernah mengirim para pengumpul zakat kepada
suku-suku Arab. Meskipun pajak tanah telah mulai pada masa Nabi Muhammad
SAW., namun pajak ini merupakan sumber pendapatan yang sangat sedikit dan
hanya di praktikkan sebagai hasil perjanjian yang di buat dengan salah satu suku
Yahudi. Pajak perdagangan belum dikenal sampai masa pemerintahan Umar bin
Khattab.
Pengumpulan jizyah juga di mulai pada masa Rasullullah SAW. Namun, pajak
tersebut belum di standarisasi dalam jumlah dan pada waktu tertentu dengan
metode pengumpulan yang sistematis. Pada masa Abu Bakar, tidak ada perubahan
berarti yang di buat, praktik pengumpulan pendapatan negara meneruskan tradisi
yang dibuat pada masa Rasulullah Saw, (oran dan Rasyid, 1989). Pada periode
kedua yang dimulai pada masa kekahlifahan Umar Ibn Khattab, Negara islam
Madinah telah mulai mapan. Inilah sebabnya mengapa Umar Ibn Khattab sering
di sebut sebagai pendiri kedua negara Islam. Pada awalnya, Umar berusaha untuk
meneruskan tradisi pemerintah yang telah di praktikkan sebelumnya. Namun,
perluasan wilayah kekhalifahan dan pertambahan penduduk yang berlangsung
cepat membutuhkan sistem operasional pemerintahan yang sistematis sehingga
dapat memenuhi syarat untuk mengendalikan kekuasaan yang demikian luas.
Pada masa Umar banyak di bentuk lembaga-lembaga yang mengelola
administrasi kekayaan nengara. Salah satu lembaga yang didirikan adalah diwan
yang di adopsi dari praktik pemerintahan Persia. Selain itu dikenal juga bait al-
mal atau pembendaharaan publik, memberikan kerangka umum mengenai
kebijakan fizkal umat islam. Meskipun demikian, secara konseptual bait al-mal
tidak di pahami sebagai bangunan fisik, tetapi lebih sebagai tujuan, artinya bait
al-mal lebih sebagai institusi yang abstrak.
Menurut Oran dan Rasyid, bait al-mal memiliki beberapa kebijakan, antara
lain:
• Di antara liabilitas, pembayaran utang mendapat prioritas utama.
• Jika bait al-mal mengalami deficit anggaran, bait al-mal
dibolehkan meminjam dari public.
• Jika bait al-mal mengalami surplus, ada beberapa pendapat tentang
jenis penggunaan kelebihan itu. Menurut Abu Hanifah, surplus
tersebut harus disimpan sebagai dana cadangan. Sebaliknya,

7
menurut Syafi’I, dana surplus tersebut hendaknya digunakan untuk
dana kesejahteraan sosial, sementara untuk dana cadangan adalah
tanggungjawab masyarakat untuk mengadakannya jika dibutuhkan.
Lembaga lain yang didirikn oleh Umar adalah diwan militer yang bertugas
mengelola administrasi militer dan pembayaran tunjangan mereka. Administrasi
tersebut meliputi pendataan prajurit muslim dan status keterlibatan mereka dalam
peperangan sejarah awal islam. Dalam penentuan jumlah gaji yang di terima oleh
tantara, Umar menggunakan beberapa kriteria seperti: jumlah anggota keluarga;
jumlah kuda yang dipunyai untuk perang dan daya beli si tentara dengan
pertimbangan fluktuasi harga. ( oran dan Rasyid, 1989)

• Sumber penerimaan negara pada masa awal islam


• Zakat
Sumber penerimaan utama negara pada masa awal islam adalah zakat. Yang
dikumpulkan berbentuk uang tunai (dinar dan dirham), hasil pertanian dan
binatang ternak. Zakat yang pertama di wajibkan adalh zakat fitrah yang di
wajibkakn pada tahun hiijrah. Zakat fitrah tersebut di wajibkan setiap bulan puasa
Ramadhan.
Pada masa sebelumnya (periode Makkah) dan pada awal hijrah, pendapatan
umat islam masih sangat sedikit. Pada masa ini pembayaran zakat hanya bersifat
himbauan. Menurut salah satu riwayat zakat harta mulai di wajibkan pada tahun
kesembilan hijrah, dan menurut riwayat lain adalah tahun kelima hijrah. Adapula
yang berpendapat bahwa zakat telah di wajibkan pada periode Makkah. (Karim;
2001)
Pada masa permulaan Islam zakat ditarik daari sseluruh pendapatan utama,
yaitu perdagangan, kerajinan, pertanian, perkekbunan, dan peternakan.
pendapatan dari kedua kegiatan pertama biasanya dalam bentuk uang tunai dan
dapat dinilai dalam bentuk dinar atau dirham. Mata uang ini merupakan unit
moneter perekonomian di masa awal islam. Penarikan zakat terhadap zakat
pendapatan yang berasal dari kegiatan komersial seperti kerajinan tangan,
sedangkakn pendapatan dari kegiatan ertanian lelbih berbentuk barang, yaitu
dalam bentuk hasil pertanian itu sendiri.
• Khums
Sumber pendapatan lainya adalah khums, sebagaimana yang di atur dalam
surah al-anfal yang mengatur tentang pembagian rampasan perang dan
menyatakakn bahwa seperlima dari harta rampasan perang itu adalah untuk Allah
dan Rasulnya, dan untuk kerabat Rasul, dan anak yatim, orang yang
membutuhkan dan orang yang sedang dalam perjalanan.
Dalam Bahasa Arab, bagian seperlima tersebut dinamakan khums. Rasullullah
Saw. Biasanya membagi bagian pertama untuk dirinya dan keluarganya bagian
kedua untuk keluarganya; bagian ketiga untuk anak yatim piatu orang yang
membutuhkan, dan orang yang sedang dalam perjalanan. Empat perlima bagian

8
yang lain dibagikan kepada para perajurit yang ikut dalam berperang. Penunggang
kuda mendapatkan dua bagian (untuk dirinya dan kudanya), bagian untuk
perajurit pejalan kaki, wanita yang hadir dalam peperangan untuk membantu
beberapa hal tidak mendapat bagian dari rampasn perang. (karim, 2001)
• Jizyah
Selain itu, penerimaan negara lainya berasal dari sektor jizyah yang di
bayarkan oleh non-muslim khususnya ahli kitab untuk jaminan perlindungan jiwa,
property, ibadah, dan bebas dari kewajiban militer. Pembayayran tersebut tidak
harus berupa uang tunai namun bisa juga dalam bentuk barang atau jasa. System
ini berlaku hingga masa Harun al Rasyid (170-193).
Jumlah jizyah sama dengan jumlah minimum zakat yang dibayarkakn oleh non
muslim, Karena nisab zakat saat itu setara dengan 400 dirham atau 40 dinar dan
zakatnya sebesar 10 dirham atau 1dinar. Salain jizyah kaum non muslim tidak
dikenai pajak, kecuali apabila mereka mempunyai lahan pertanian (kadim, 2001)
• Kharja
Pada tahun ketujuh hijriah kaum muslimin berhasil menakhlukkkan khaibar.
Penduduk khaibar di haruskan menyerahkan setengah dari hasil pertanian mereka
kepada Rasullullah Saw. Yang digunakan untuk kepentingan umum. Kharaj
merujuk pada pendapatan yang di peroleh dari biaya sewa atas tanah pertanian
dan hutan milik umat.
Jika tanah yang di kelolah dan kebun buah-buahan yang dimilliki orang non
muslim juga jatuh ketangan orang islam akibat kalah dalam pertempuran, asset
tersebut menjadi bagian dari kekayaan publik umat. Karena itu, siapapun yang
ingin mengelola lahan tersebut harus membayar sewa. Pendapatan dari sewa
inilah yang termasuk dalam lingkup kharaj.
Jika terjadi konfrontasi antara kaum muslim dengan orang-orang kafir yang
berakhir damai, maka mereka membuat perjanjian damai untuk menentukan
apakah lahan yang dikelola tetap menjadi milik orang kafir atau kah diserahkan
kepada kaum muslim. Dalam kasus pertama orang kafir biasanya membayar
kharaj yang memiliki karakteristik pajak dan bukan sewa, Karena tanah tersebut
tetap menjadi miliknya. Jika tanah tersebut menjadi milik muslim, pajak tanah
yang di tarik dipandang sebagai ongkos sewa atas tanah tersebut.

B. Fungsi zakat dalam stabilitas fiskal


Para pembuat kebijakan biasanya membutuhkan suatu perangkat yang dapat
mengontrol variabel-variabel yang dapat menggerakkan keberhasilan dan
kepuasan dari tujuan stabilitas fiskal. Pemerintah dalam menunjukkan rasional
dalam kestabilan ekonomi islam, salah satunya adalah fungsi stabilitas zakat
dalam fiskal.
Fungsi-fungsi stabilitas zakat dalam fiskal harus diciptakan dengan berbagai
model determinan yang paling rasional antara aspek empiris dan sosial. Beberapa

9
logika rasional yang dapat dijadikan pijakan kebijakan seperti terlihat pada model-
model berikut :
• Rasio pengeluaran campuran (DMR/The distribution mixing ratio). Rasio
ini merupakan definisi sederhana dalam istilah volume, yaitu rasio
campuran bagi konsumen kepada produsen barang dengan pengeluaran
zakat. Model ini berubah-ubah dari tahun ke tahun, tetapi ada
keseimbangan DMR (equilibrium DMR) yang menyesuaikan untuk
optimalisasi kapitalatau rasio pengeluaran. Oleh karena itu, bagian
pertumbuhan Negara yang kokoh adalah EDMC yang digabungkan
dengan hitungan keseimbangan pertumbuhan jangka panjang.
• Model pengumpulan zakat (ZCM/zakat collection mode) yaitu zakat yang
terkumpul setiap tahun secara rutin dan normal kemudian disebut RZCM
(Routine zakat Collection mode). Sebagai acuan pengumpulan zakat
yang dapat memajukan banyak orang harus lebih didahulukan. ..
• Keseimbangan pembagian dalam pungutan lain terhadap zakat. Pada garis
ini perkiraannya adalah total zakat yang diproses dialokasikan antara
kemiskinan plus kebutuhan dan tuntutan lainnya dalam memberikan risiko
yang cocok dapat dilakukan dengan terus-menerus sebagai keseimbangan
pertumbuhan.

• keseimbangan hasil zakat (EZY/the equilibibrium share of other claims on


zakat). EZY didefenisikan sebagai fungsi equilibrium natiobal output yang
didapat pada point waktu. Zakat pada umumnya dikumpulkan dengan
waktu RZCM (Routine Zakat Collection Mode), kemudian dialokasikan
untuk memberantas kemiskinan dan tuntutan lainnya dengan didefenisikan
ESOC (the equilibrium share of other claims on zakat). (Dahlan, 2008;P

C. Kebijakan fiskal dan alokasi sumber daya


Pengelolaan sumber daya yang merupakan sumber kesejahteraan pada
tujuan kebijakan fiskal tidak boleh dipraktikkan sebagaimana pada sumber
lainnya. Sumber daya harus digali secara optimal demi kebutuhan dan
kemakmuran generasi selanjutnya dan tidak boleh berlebih-lebihan.
Sistem islam menginterpensikan efisien dalam bentuk keserasian hubugan
antara kebutuhan material dan spiritual sehingga penggunaan sumber-sumber
dana harus ditujukan untuk mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat. Tidak
dibenarkan pengalokasian sumber daya untuk kebijakan tidak berdimensi
substansi dan tidak untuk kepentingan rakyat.
Pengelokasian kebijakan fiskal mencakup sector individu dan sector public,
yang kesemuanya harus sesuai dengan syari’ah, dan dalam konteks pemanfaatan
sumber daya harus mempertimbangkan kepentingan generasi berikutnya.
Dalam skala umum, pemerintahan harus menyediakan fasilitas-fasilitas
masyarakat umum. Seperti jalan-jalan, jembatan, sungai-sungai, pendidikan,
keamanan dan juga pertahanan. Dengan demikian, pembahasan mengenai

10
kebutuhan pokok, sebenarnya tidak hanya sebatas papan, pangan, dan sandang
saja, namun kebutuhan-kebutuhan lain seperti pendidikan dan kesejahteraan juga
merupakan kebutuhan yang tidak boleh di abaikan . bahkan, dalam system islam,
negara wajib menyempurnakan sektor pendidikannya melalui system pendidikan
bebas biaya bagi seluruh rakyatnya, dan negara berkewajiban pula untuk
menjamin semua yang dibuthkan untuk keperluan kesehatan, dan seluruhnya
ditanggung oleh baitul mal.
Dalam pencapaian tujuan dari berbagai kewajiban negara, baik dalam sektor
publik atau non publik, semuannya harus berjalan secara komperehensif. Harus
ditekankan bahwa kebijakan fiskal dalam perspektif islam tidak bebas nilai,
namun harus ditopang oleh tuntutan syari’ah. Pertimbangan nilai-nilai moral harus
selalu dijaga dalam menggambarkan kerangka kebijakan fiskal. Bandingkan
kebijakan fiskal negara sekuler ditunjukan hanya untuk pengeluaran sumber dana
sangat efisien untuk memperoleh hasil manfaat materi sebesar-besarnya bagi
masyarakat. (Dahlan, 2008;P 97-98)
Zakat juga bagian dari sumber pendapaatan, dengan bentuk partisipatif
instrumen pembiayaan pembangunan. Ini sangat terkenal di bidang ekonomi dan
keuangan Islam menjadi Qard Hasanah (bebas bunga hibah dan pinjaman),
Mudarabah (saham berdasarkan proyek profit and loss sharing di mana orang
miskin bisa berpartisipasi sebagai pemegang saham dengan memobilisasi bagian
mereka dari Zakat), Pembiayaan Perdagangan (di mana proyek-proyek, Zakat
dikelola untuk kepentingan penerima Zakat). (Syafri Haraha; 2008; P 612)

D. Dualitas zakat dan pajak


Kewajiban zakat dalam islam memilki makna yang sangat fundamental.
Selain erat dengan aspek-aspek ketuhanan, juga ekonomi dan social. Diantara
aspek-aspek ketuhanan adalah banyaknya ayat-ayat al-quran yang menyebut
masalah zakat dengan kewajiban shalat secara bersamaan. Bahwa rasulullah pun
menempatkan zakat sebagai salah satu pilar utama dalam menegakkan agama
islam.
Sedangkan dari aspek keadilan social (al-adalahal-ijtimaiyyah), perintah
zakat dapat dipahami sebagai satu kesatuan system yang tak terpisahkan dalam
pencapaian kesejahtreaan sosial-ekonomi dan kemasyarakatan. Bagaimanapun
secara historis, pada masa rasulullah saw., zakat muncul sebagai sumber utama
negara dan merupakan kritik terhadap ketentuan pajak atau jizyah yang diterapkan
oleh negara-negara lain seperti kejayaan romawi dan Persia.
Selanjutnya, terdapat beberapa perbedaan pokok antara zakat dan pajak,
secara muthlak mereka tidak dianggap sama. Meskipun dalam beberapa hal
terdapat beberapa persamaan diantara keduannya.
• Dari segi nama
Secara etimologis, zakat berarti bersih, suci, berkah, tumbuh, maslahat,
dan berkembang. Setiap harta yang dikeluarkan zakatnya akan bersih,
tumbuh, berkah, dan berkembang.

11
Sedangkan pajak, berasal dari kata ad-dharibah (beban), berarti ia telah
membebankan kepadanya upeti untuk dibayarkan kadangkala diartikan
pula dengannya al-jizyah (pajaktanah/upeti). (Hafidhuddin;2002;56)
• Dari dasar hukum dan sifat kewajiban
Zakat ditetapkan berdasarkan nash-nash al-qurandan haditsNabi yang
bersifat nathi, sehingga kewajibannnya bersifat muthlak atau absolutdan
sepanjang masa. Ia akan bejalan terus selam islam dan kaum muslimin ada
di muka bumi ini. kewajiban tersebut tidak bisa dihapuskan oleh siapapun.
Seperti halnya shalat, zakat merupakan tiang agama dan pokok ajaran
islam. Allah berfiman dalam surat albayyinah ayat 5 “padahal mereka
tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian
itulah agama yang lurus.
Sedangkan pajak, keberadaannya sangat menguntungkan dalam bentuk
undang-undang. Di Indonesia misalnya, hukum pajak bersumber dan
berdasarkan pada pasal 23 ayat (2) undang-undang dasar 1945 bahwa
pajak untuk keperluan negara berdasrkan undang-
undang.(Hafidhuddin;2002:57-58)
• Dari segi objekdan persentase serta pemanfaatan.
Zakat memiliki nishab (kadar minimal) dan persentase yang sifatnya baku,
berdasarkan yang tertuang dalam berbagai hadist nabi. Demikianpula
dengan pemanfaatan dan penggunaan zakat tidakboleh keluar dari delapan
asnaf , sebagaimana tergambar dalam firman Allah dalam surah At-
Taubah: 60,meskipun terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama
tentang kriteria dari masing-masing mustahiq.
Sedangkan aturan besar dan pemungutan pajaksangat bergantung pada
peraturan yang ada serta tergantung pula pada obyek pajaknya. Menurut
kusuma; 1987, dalam berbagai liiteratur dikemukakan bahwa besarnya
pajak sangat bergantung pada jenis, sifat dan cirinya. Dilihat dari berbagai
macam pajak, ada beberapa pajak diantaranya:
• Pajak pribadi, maksudnya adalah pengenaanya lebih kepada
memperhatikan keadaan pribadi seseorang.
• Pajak kebendaan, dimana obyeknya yang menjadi perhatian.
• Pajak atas kekayaan, yang menjadi perhatian adalah kekkayaaan
seseorang atau badan
• Pajak atas bertambahnya kekayaan. dikenakan atas dasar kenaikan
kekayaan pada seseorang, biasanya hanya dikenakan hanya pada satu
kali.
• Pajak atas konsumsi, papjak atas sesuatu yang telah di gunakan
manfaatnya oleh seseorang.

12
Jika zakat hanya di pergunakan untuk kepentingan mustahiq yang yang
berjumlalh delapan asnaf, maka pajak dapat di pergunakan untuk seluruh
sektor kehidupan, sekalipun di anggap sama sekali tidak berkaitan dengan
agama.

13
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Kebijakan fiskal dalam islam bertujuan untuk menciptakan masyarakat
yang berdasarkan pada keseimbangan distribusi kekayaan dengan menerapkan
nilai-nilai material dan spiritual secara seimbang. Kebijakan fiskal lebih banyak
peranannya dalam ekonomi islam dibanding dengan ekonomi konvensional.
Secara historis, kebijakan fiskal pada masa awal islam dapat dibagi menjadi dua
periode, sebelum ekspansi dan periode sesudah ekspansi dengan ditaklukannya
wilayah yang luas bekas kerajaan romawi dan Persia.
Kewajiban zakat dalam islam memilki makna yang sangat fundamental.
Selain erat dengan aspek-aspek ketuhanan, juga ekonomi dan social. Diantara
aspek-aspek ketuhanan adalah banyaknya ayat-ayatal-quran yang menyebut
masalah zakat dengan kewajiban shalat secara bersamaan. Bahwa Rasulullah pun
menempatkan zakat sebagai salah satu pilar utama dalam menegakkan agama
islam. Para pembuat kebijakan biasanya membutuhkan suatu perangkat yang
dapat mengontrol variabel-variabel yang dapat menggerakkan keberhasilan dan
kepuasan dari tujuan stabilitas fiskal. Pemerintah dalam menunjukkan rasional
dalam kestabilan ekonomi islam, salah satunya adalah fungsi stabilitas zakat
dalam fiskal.
Fungsi-fungsi stabilitaszakat dalam fiskal harus diciptakan dengan
berbagai model determinan yang paling rasional antara aspek empiris dan sosial.
Beberapa logika rasional yang dapat dijadikan pijakan kebijakan

14
Daftar Pustaka
• Harahap, Masudul Alam Choudhury Sofyan Syafri,
(2008),"Interrelationship between Zakat, Islamic bank and the economy",
Managerial Finance, Vol. 34 Iss 9 pp. 610 – 617.
• Ash Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi. agustus 1999. Pedoman
zakat,. PT. Pustaka Riski Putra
• Ibnu, Rusyd. cetakan pertama 1990. Bidayathul Mujtahid, , Cv. As Syifa
Semarang.
• Nuruddin, Ali. 2006. Zakat sebagai instrumen dalam kebijakan fiskal.
Jakarta, Raja Grafindo Persada.
• Inoed, Amiruddin.dkk.2005 cetakakn pertama. Anatomi fiqh Zakat.
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
• Dahlan, Ahmad. 2008. Keuangan Publik Islam (teori dan praktis). STAIN
purwokerto press
• DIDIN, HAFIDHUDDIN . 2002. Cet. 1. Zakat dalam perekonomian
Modern. Jakarta. Gema Insani.
• Sa’diyah, Lailatus. 2008. Studi Zakat Sebagai Instrumen Kebijakan Fiskal
diIndonesia. Skripsi. UIN Sunan Kalijaga.
• Gusfahmi. 2007.pajak Menurut Syariah. SE., MA.
• Harafah. M.L. Zakat Sebagai Alternatif Pemberdayaan Ekonomi Umat.
Vol. 3 No. 2 juli 2010.

15

Anda mungkin juga menyukai