Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Saraf

BIRADICULOPATI INFERIOR TRAUMATICA PADA ANKYLOSING


SPONDILITIS

Diajukan Kepada:
Pembimbing: dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc

Disusun Oleh:
Indah Putri Permataasari 1610221068

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN


ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS VETERAN JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
2017
LAPORAN KASUS

1
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 29 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Panjang Lor 6/2 Ambarawa, Kab. Semarang
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Status : Belum menikah
No CM : 024xxx-20xx
Tanggal Masuk RS: 14 Agustus 2017 pukul 19.32 WIB pasien rawat inap
RSUD Ambarawa
Tanggal keluar RS : 22 Agustus 2017
B. DATA DASAR
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis pada 15 Agustus 2017 pukul
07.00 WIB di bangsal Melati.
C. KELUHAN UTAMA :
Kaki kanan yang tidak bisa digerakkan sejak ±6 jam SMRS setelah terjatuh
dari kursi.
D. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Enam jam SMRS pasien mengatakan terjatuh saat sedang akan pindah dari
posisi duduknya. Pasien saat itu berdiri dan akan pindah posisi tempat duduk,
namun tiba-tiba kedua kakinya lemas dan tidak kuat menahan berat tubuhnya.
Kemudian pasien terjatuh miring dengan posisi tubuh bagian kanan sebagai
tumpuan. Pasien langsung merasa kesemutan pada seluruh kaki kanannya mulai
dari paha sampai ujung kaki kanan. Lima menit kemudian pasien mengatakan
kaki kanannya seperti kram dan kaku lalu sulit untuk digerakan. Pasien
mengatakan kaki kanannya seperti mati rasa dan tidak dapat merasakan sentuhan
maupun perabaan kemudian kaki kanannya tidak dapat digerakan sama sekali.
Pasien tidak bisa bangun sendiri setelah jatuh, lalu dibantu keluarganya dan
langsung di tidurkan di tempat tidur.
Setelah di posisikan tidur, pasien mengatakan merasakan nyeri punggung

2
belakang didaerah penonjolan tulang belakangnya yaitu didaerah perbatasan
antara perut dengan pinggang yang menjalar sampai ke dada kanan. Nyeri seperti
ditarik, terutama di tulang belakang dengan skala nyeri 5 dari 10. Keluhan nyeri
punggung juga menjalar ke bagian bokong dan kaki kanan mulai dari paha sampai
ujung kaki kanan. Pasien mengatakan nyeri dirasakan terus menerus dan semakin
memberat jika pasien banyak bergerak dan tidur terlentang tanpa menggunakan
bantal. Pasien mengatakan nyeri dirasakan berkurang jika pasien tidur dengan
posisi terlentang dan menggunakan bantal di bawah kepalanya. Pasien
mengatakan harus ada ganjalan untuk tidur sehingga tidak merasa sakit saat tidur
terlentang. Pasien mengatakan akibat keadaan ini, dirinya tidak bisa duduk
maupun berdiri. Pasien hanya dapat berbaring di tempat tidur.
Pasien mengatakan nyeri punggung yang menjalar ke dada kanan seperti rasa
“kemang” atau ditarik. Nyeri dirasakan tiba-tiba dan terjadi terutama di daerah
lekukan pada kelainan tulang di dadanya. Nyeri dirasa memberat jika pasien
banyak bergerak dan terasa lebih ringan jika diberi minyak angin. Nyeri
menyebabkan pasien sulit untuk bernafas dan nafas seperti terengha-engah.
Pasien juga mengatakan setelah terjatuh, tangan kanannya merasa dingin dan
lemas. Saat awal di IGD RS Ambarawa, tangan kanannya juga tidak dapat
merasakan sensasi nyeri, kemudian setelah dibawa ke ruang perawatan bangsal
pasien mengatakan tangan kanannya mulai terasa dan bisa digerakkan.
Pasien mengatakan bahwa setelah terjatuh dan kesemutan pada kaki kanannya,
dirinya merasa lemas di seluruh tubuh dan tidak kuat untuk banyak bergerak.
Pusing berputar (-), nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-), kejang (-). Pingsan (-),
Penglihatan ganda (-). Demam (-). Pasien menyangkal kepala terhantam saat
terjatuh. Saat dilakukan anamnesa pasien dalam keadaan sadar dan dapat
menjawab pertanyaan yang diberikan dengan baik. Pasien mengatakan masih
dapat merasakan saat akan BAK. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

E. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:


Pasien mengatakan bahwa dirinya memiliki kelainan di tulang belakang dan
kelemahan anggota gerak bawah sejak lahir. Namun, pasien tidak pernah
memeriksaan atau berobat mengenai keadaannya ini ke dokter sebelumnya. Pasien

3
mengatakan karena keadaannya ini, dirinya berusaha untuk belajar mandiri dan
akhirnya dapat beraktivitas sendiri. Pasien mengatakan dirinya dapat berjalan
dengan berjinjit dan dengan bantuan alat seperti kursi maupun tongkat kayu.
Pasien mengatakan sehari-hari dirinya dapat duduk, berjalan maupun bekerja
namun dengan kondisi fisik yang terbatas. Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak
pernah membawa atau memindahkan barang-barang berat.
Riwayat mengalami keluhan serupa sebelumnya disangkal. Pasien mengatakan
dulu pernah jatuh saat kelas 2 SMP saat sedang mengikuti kegiatan upacara.
Pasien mengatakan, awalnya sudah mulai merasa kedua kaki, terutama kaki
kanannya lemas kemudian gemetaran. Setelah berdiri beberapa menit saat
upacara, pasien tiba-tiba jatuh. Sejak saat itu pasien tidak bisa berdiri terlalu lama
dan berjalan mulai menjadi pincang.
Pasien mengatakan pernah merasa nyeri pada punggungnya sebelumnya yang
terjadi hilang timbul. Keadaan tersebut sudah dirasakan sejak ± 3 bulan SMRS
namun pasien mengatakan masih bisa menahannya. Nyeri terutama dirasakan
timbul lebih sering pada pagi hari dan dengan durasi sekali serangan nyeri ± 30
menit. Pasien mengatakan pernah terbangun dari tidurnya saat malam hari karena
nyeri punggung yang sangat sakit. Pasien mengatakan saat itu nyeri berlangsung
disertai kram dengan durasi > 30 menit namun hilang sendiri kemudian.

F. RIWAYAT PENGOBATAN
Riwayat pengobatan sebelumnya, pasien dibawa ke puskesmas. Lalu oleh
dokter puskesmas dipasang alat pada telapak kaki kanannya untuk mengetahui
respon kaki kanannya. Namun menurut dokter puskesmas, kaki pasien tidak
berespon sehingga menyarankan pasien untuk dibawa ke RS. Pasien sebelumnya
tidak mendapat obat untuk keadaannya ini.

G. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA:


1. Riwayat keluarga dengan kelainan kongenital : disangkal
2. Riwayat keluarga dengan kelainan bentuk tubuh : disangkal
3. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama : disangkal
4. Riwayat Vertigo : disangkal

4
5. Riwayat Hipertensi, DM : disangkal

H. RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL EKONOMI :


Pasien tidak merokok dan tidak minum minuman keras dan bukan
pengguna obat-obatan terlarang. Pasien sehari-hari bekerja dengan membuka
toko jasa service barang elektronik dirumahnya. Pasien dapat duduk dan
berjalan sendiri. pasien mengatakan tidak dapat mengangkat beban berat.

I. ANAMNESIS SISTEM :
Sistem cerebrospinal : kaki kanan yang tidak bisa digerakan dan tidak
merasakan sensasi, nyeri punggung bawah yang
menjalar ke dada kanan dan bokong serta kaki
kanan. Tangan kanan yang awalnya tidak dapat
merasakan sensasi nyeri.
Sistem kardiovascular : tidak ada keluhan
Sistem respiratorius : tidak ada keluhan
Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan
Sistem urogenital : tidak ada keluhan
Sistem musculoskeletal : kaki kanan yang tidak dapat digerakan dan tidak
merasakan sensasi, nyeri punggung bawah yang
menjalar, nyeri dada pada lekukan kelainan tulang
belakang di dada sampai menyebabkan sulit untuk
bernafas, lemas seluruh tubuh dan adanya
kelainan tulang belakang sejak kecil.
Sistem integumen : tidak ada keluhan

J. RESUME ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis. Pasien laki-laki 29 tahun
datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan kaki kanan yang tidak dapat
digerakan sejak 6 jam SMRS setelah terjatuh dari duduk dengan sisi kanan
tubuh sebagai tumpuan. Sebelumnya kaki kanan terasa kesemutan, kaku dan
kemudian tidak bisa digerakan maupun merasakan sensasi. Nyeri punggung

5
bawah (+) dirasakan menjalar ke dada kanan dan bagian bokong serta kaki
kanan. Nyeri dada seperti tertarik didaerah perlekukan kelainan tulang di
bagian dada (+) dan menyebabkan sulit menarik nafas.

DISKUSI PERTAMA
Berdasarkan anamnesa, didapatkan keluhan utama yaitu kaki kanan yang tidak
dapat digerakkan setelah terjatuh. Keadaan disertai dengan nyeri punggung yang
menjalar ke dada kanan, bokong kanan dan kaki kanan. Selain itu didapatkan
keluhan tangan kanan terasa dingin dan tidak dapat merasakan sensasi nyeri
setelah terjatuh. Pasien memiliki riwayat kelainan kongenital bentuk tulang
belakang, kelemahan anggota gerak inferior dan riwayat nyeri punggung
sebelumnya.
Keadaan tersebut sebagian besar merupakan gejala-gejala yang terjadi pada
pasien yang mengalami radikulopati. Radikulopati adalah suatu keadaan yang
berhubungan dengan gangguan fungsi dan struktur radiks akibat proses patologis
yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat
dermatomal.
Anatomi Vertebra
Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk
punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 7
tulang cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal, 5 tulang
sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah tulang punggung
terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari badan tulang atau
corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae.

6
Gambar 1. Tulang belakang

Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramen magnum


sampai konus medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis
berlanjut menjadi Kauda Equina (di Bokong) yang lebih tahan terhadap cedera.
Medula spinalis terdiri atas traktus ascenden (yang membawa informasi di tubuh
menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus
descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol
fungsi tubuh). Ketika tulang belakang disusun, foramen ini akan membentuk
saluran sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Dari otak
medula spinalis turun ke bawah kira-kira ditengah punggung dan dilindungi oleh
cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta
saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke ekstremitas, badan,
organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis merupakan sistem
saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke tubuh adalah
sistem saraf perifer.
Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai hubungan
istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis dibagi menjadi
arteri spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri vertebralis, sedangkan
arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posterior dan anterior yang

7
dikenal juga ramus vertebromedularis arteria interkostalis. Medula Spinalis
disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis posterior. Nervus
spinalis/akar nervus yang berasal dari medula spinalis melewati suatu lubang di
vertebra yang disebut foramen dan membawa informasi dari medula spinalis
samapi ke bagian tubuh dan dari tubuh ke otak.
Ada 31 pasang nervus spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus
spinalis, yaitu :
a. nervus servikal : berperan dalam pergerakan dan perabaan pada lengan,
leher, dan anggota tubuh bagian atas
b. nervus thorak : mempersarafi tubuh dan perut
c. nervus lumbal dan nervus sakral : mempersarafi tungkai, kandung
kencing, usus dan genitalia.

Gambar 2. Peta Dermatomal sistem sensorik saraf

Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di L1
dan L2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung
membentuk cauda equina.
Fisiologi Sistem Saraf

8
Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular terdiri atas Upper
motor neurons (UMN) dan lower motor neuron (LMN). Upper motor neurons
(UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan
area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang
otak atau kornu anterior medula spinalis.
Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam
susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari
traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Melalui lower motor neuron
(LMN), yang merupakan kumpulan saraf motorik yang berasal dari batang otak,
pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang.
Kedua saraf motorik tersebut mempunyai peranan penting di dalam sistem
neuromuscular tubuh. Sistem ini yang memungkinkan tubuh kita untuk bergerak
secara terencana dan terukur.
Upper Motor Neuron
Traktus kortiko spinalis berfungsi menyalurkan impuls motorik pada sel-sel
motorik batang otak dan medula spinalis untuk geraakan-gerakan otot kepala dan
leher. Traktus kortikobulber membentuk traktus piramidalis, mempersarafi sel-sel
motorik batang otak secara bilateral, kecuali nervus VII & XII, berfungsi untuk
menyalurkan impuls motorik untuk gerak otot tangkas. Dalam klinik gangguan
traktus piramidalis memberikan kelumpuhan tipe UMN berupa parese/paralisis
spastis disertai dengan tonus meninggi, hiperrefleksi, klonus, refleks patologis
positif,  tak ada atrofi.
Lower Motor Neuron
Merupakan neuron yang langsung berhubungan dgn otot, dapat dijumpai pada
batang otak dan kornu anterior medulla spinalis. Gangguan pada LMN
memberikan kelumpuhan tipe LMN yaitu parese yang sifatnya flaccid, arefleksi,
tak ada refleks patologis, atrofi cepat terjadi.
Susunan Somestesia
Perasaan yang dirasa oleh bagian tubuh baik dari kulit, jaringan ikat, tulang
maupun otot dikenal sebagai somestesia, terdiri :
 Perasaan eksteroseptif dalam bentuk rasa nyeri, rasa suhu dan rasa
raba.

9
 Perasaan proprioseptif : disadari sebagai rasa nyeri dalam, rasa getar,
rasa tekan, rasa gerak dan rasa sikap.
 Perasaan luhur : Diskriminatif & demensional
Menentukan tinggi lesi medula spinalis berdasarkan :
 Gangguan Motorik biasanya timbul kelumpuhan yg sifatnya
paraparese / tetraparese
- Paraparese UMN : lesi terdapat supranuklear thd segmen medula
spinalis lumbosakral (L2-S2).
- Paraparese LMN : lesi setinggi segmen medula spinalis L2-S2
atau lesi infra nuklear.
- Tetraparese UMN : lesi terdapat supranuklear terhadap segmen
medula spinalis servikal IV.
- Tetraparese : ekst.superior LMN, ekst. Inferior UMN
 Gangguan Sensibilitas
- Gangguan rasa eksteroseptif
- Gangguan rasa proprioseptif
 Gangguan sensibilitas segmental :
 Lipatan paha : lesi Medula spinalis L1
 Pusat : lesi med. spinalis thorakal 10
 Papila mammae : lesi med. spinalis th. 4
 Saddle Anestesia : lesi pada konus
 Gangguan sensibilitas radikuler :
 Ggn sensibilitas sesuai dgn radiks post.
 Gangguan sensibilitas perifer :
 Glove/stocking anestesia 
 Gangguan Susunan Saraf Otonom
- Produksi keringat
- Bladder : berupa inkontinensia urinae atau uninhibited bladder.
  Autonomic bladder/ spastic bladder → lesi medula spinalis
supranuklear terhadap segmen sakral.

10
 Flaccid bladder/ overflow incontinence → lesi pada sakral
medula spinalis.
Radikulopati
Radikulopati merupakan suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan
fungsi dan struktur radiks akibat proses patologis yang dapat mengenai satu atau
lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal. Terdapat tiga faktor
utama penyebab terjadinya radikulopati, yaitu proses kompresif, proses inflamasi,
dan proses degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi terjadinya proses
patologis.
1. Proses Kompresif
Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan
radikulopati adalah :
a. Dislokasi traumatik
b. Fraktur kompresif
c. Skoliosis
d. Spondilosis
2. Proses Inflamasi
Kelainan-kelainan inflamasi sehingga mengakibatkan radikulopati adalah :
a. Guillain–Barré syndrome
b. Herpes Zoster
3. Proses Degeneratif
Kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah Diabetes Mellitus.

11
Gambar 3. Struktur Spinal Cord

Tipe-tipe Radikulopati

1. Radikulopati Lumbar
Radikulopati lumbar merupakan bentuk radikulopati pada daerah lumbar yang
disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Radikulopati
lumbar sering juga disebut siatika. Pada radikulopati lumbar, keluhan nyeri
punggung bawah (low back pain) sering didapatkan.
2. Radikulopati Servikal
Radikulopati servikal umumnya dikenal dengan “saraf terjepit” merupakan
kompresi pada satu atau lebih radiks saraf pada leher. Gejala pada radikulopati
servikal seringnya disebabkan oleh spondilosis servikal.
3. Radikulopati Torakal

12
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari kompresi saraf
pada punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak membengkok
seperti pada daerah lumbar atau servikal. Oleh karena itu, area toraks lebih
jarang menyebabkan sakit pada spinal. Namun, kasus yang sering ditemukan
pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi herpes zoster.

Patofisiologi

Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis

 Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa sehingga lebih
sering terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban yang besar
untuk menahan bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi, nukleus, dan
jaringan lunaknya lebih besar dan kuat. Pada banyak kasus, proses
degenerasi dimulai pada usia lebih awal seperti pada masa remaja dengan
degenerasi nukleus pulposus yang diikuti protusi atau ekstrasi diskus.
Secara klinis yang sangat penting adalah arah protusi ke posterior, medial,
atau ke lateral yang menyebabkan tarikan malah robekan nukleus fibrosus.
 Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari
radiks. Protusi diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan
berhubungan dengan riwayat trauma sebelumnya. Bila proses ini
berlangsung secara progresif dapat terbentuk osteofit. Permukaan sendi
menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan, kemudian terjadi penebalan
dari ligamentum flavum.
 Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi sepanjang
vertebra lumbalis, sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat dan
membentuk “trefoil axial shape”. Pada tahap ini prosesnya berhubungan
dengan proses penuaan. Stenosis kanalis vertebra lumbalis sering
mengenai laki-laki pekerja usia tua.
 Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat mengalami
perubahan degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.

Manifestasi Klinik Radikulopati

Secara umum, manifestasi klinis radikulopati adalah sebagai berikut :

13
a. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat
vertebra hingga kearah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola
dermatomal. Nyeri bersifat tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk,
mengedan, atau bersin.
b. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
c. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang
distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.
d. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.
e. Refleks tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan
menurun atau bahkan menghilang

Manifestasi Klinis Radikulopati pada Daerah Lumbal

a. Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka yang menjalar hingga ke bokong, paha,
betis, dan kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava Maneuvers
(seperti : batuk, bersin, atau mengedan saat defekasi).
b. Pada rupture diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila
penderita sedang duduk atau akan
berdiri. Ketika duduk, penderita
akan menjaga lututnya dalam keadaan
fleksi dan menumpukan berat badannya
pada bokong yang berlawanan. Ketika
akan berdiri, penderita menopang dirinya
pada sisi yang sehat, meletakkan
tangannya di punggung, menekuk
tungkai yang terkena (Minor’s
Sign). Nyeri mereda ketika pasien berbaring. Umumnya penderita merasa
nyaman dengan berbaring terlentang disertai fleksi sendi coxae dan lutut,
serta bahu disangga dengan bantal untuk mengurangi lordosis lumbal.
Pada tumor intraspinal, nyeri tidak berkurang atau bahkan memburuk
ketika berbaring.
c. Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat
ditemukan berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme
involunter otot-otot punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan

14
mungkin juga terjadi skoliosis torakal sebagai kompensasi. Umumnya
tubuh akan condong menjauhi area yang sakit, dan panggung akan
bungkuk ke depan dan kearah yang sakit untung menghindari stretching
pada saraf yang bersangkutan. Jika iskialgia sangat berat, pasien akan
menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan dengan bertumpu pada jari
kaki (karena dorsofleksi kaki menyebabkan stretching pada saraf,
sehingga memperburuk nyeri). Pasien membungkuk ke depan, berjalan
dengan langkah kecil dan semifleksi sendi lutut, disebut Neri’s Sign.
d. Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan
tampak lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini
merupakan bukti keterlibatan radiks S1.
e. Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang nervus
iskiadikus.
f. Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan
sensasi, paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon.
Fasikulasi jarang terjadi.
g. HNP biasanya terletak di posterolateral dan mengakibatkan gejala yang
unilateral. Tetapi, jika letak hernia agak besar dan sentral, dapat
menyebabkan gejala pada kedua sisi yang mungkin dapat disertai
gangguan berkemih dan buang air besar.

15
f. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat
vertebra hingga kearah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola

16
dermatomal. Nyeri bersifat tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk,
mengedan, atau bersin.
g. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal
h. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang
distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.
i. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.
j. Refleks tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan
menurun atau bahkan menghilang

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah suatu hal yang penting. Penting
memperhatikan abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot.
Pada pemeriksaan neurologis harus diperhatikan :
 Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan
gangguan saraf perifer dan segmental.
 Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, dan
spasme otot).
 Perubahan refleks.

Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan


adanya neoplasma dan infeksi di luar vertebra.

Pemeriksaan Fisik Radikulopati Lumbar

1. Tes Lasegue (Straight Leg Raising Test)


Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
a. Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya.
b. Secara pasif, satu tungkai yang sakit diangkat lurus, lalu dibengkokkan
(fleksi) pada persendian panggulnya (sendi coxae), sementara lutut ditahan
agar tetap ekstensi.
c. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan lurus (ekstensi).
d. Fleksi pada sendi panggul/coxae dengan lutut ekstensi akan menyebabkan
stretching nervus iskiadikus (saraf spinal L5-S1).
e. Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat atau lebih
sebelum timbul rasa sakit dan tahanan.

17
f. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan di sepanjang nervus iskiadikus
sebelum tungkai mencapai sudut 70 derajat, maka disebut tanda Lasegue
positif (pada radikulopati lumbal).

2. Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragard’s Sign, Sicard’s Sign, dan


Spurling’s Sign)
Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan tes Lasuge
disertai dengan dorsofleksi kaki (Bragard’s Sign) atau dengan dorsofleksi ibu
jari kaki (Sicard’s Sign). Dengan modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus
di daerah tibial menjadi meningkat, sehingga memperberat nyeri. Gabungan
Bragard’s sign dan Sicard’s sign disebut Spurling’s sign.

18
Lasegue’s Sign (SLR’s Test)

a) Bragard’s sign
b) Spurling’s sign

3. Tes Lasegue Silang atau O’Conell Test


Tes ini sama dengan tes Lasegue, tetapi yang diangkat tungkai yang sehat. Tes
positif bila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit (biasanya perlu

19
sudut yang lebih besar untuk menimbulkan nyeri radikuler dari tungkai yang
sakit).
4. Nerve Pressure Sign
Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
a. Lakukan seperti pada tes Lasegue (sampai pasien merasakan adanya nyeri)
kemudian lutut difleksikan hingga membentuk sudut 20 derajat.
b. Lalu, fleksikan sendi panggul/coxae dan tekan nervus tibialis pada fossa
poplitea hingga pasien mengeluh adanya nyeri.
c. Tes ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi,
atau sepanjang nervus iskiadikus.
5. Naffziger Tests
Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit.
Tekanan harus dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa penuh di
kepalanya. Kompresi vena jugularis juga dapat dilakukan dengan
sphygmomanometer cuff, dengan tekanan 40 mmHg selama 10 menit. Dengan
penekanan tersebut, dapat mengakibatkan tekanan intrakranial meningkat.
Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal, dapat menimbulkan nyeri
radikular pada pasien dengan space occupying lesion yang menekan radiks
saraf. Pada pasien ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular
pada radiks saraf yang bersangkutan.Pasien dapat diperiksa dalam keadaan
berbaring atau berdiri.

Pemeriksaan Penunjang Radikulopati

1. Radiografi atau Foto Polos Roentgen


Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya
kelainan structural.
2. MRI dan CT-Scan
 MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi
kelainan diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi
kompresi medulla spinalis dan radiks saraf, juga dapat digunakan
untuk mengetahui beratnya perubahan degenerative pada diskus
intervertebra. MRI memiliki keunggulan dibandingkan dengan CT-
Scan, yaitu adanya potongan sagital dan dapat memberikan gambaran

20
hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas,sehingga
MRI merupakan prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan
diagnose banding gangguan structural pada medulla spinalis dan radiks
saraf.
 CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra
dengan baik, dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi
diskus intervertebra. Namun demikian, sensitivitas CT-Scan tanpa
myelography dalam mendeteksi herniasi masih kurang bila
dibandingkan dengan MRI.
3. Myelography
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama
elemen osseus vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif,
karena melibatkan penetrasi pada ruang subarakhnoid. Secara umum
myelogram dilakukan sebagai tes preoperative dan seringkali dilakukan
bersamaan dengan CT-Scan.
4. Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)
NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk
menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf
tunggal. Selain itu, pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi
kompresi radiks saraf. Namun bila diagnosis radikulopati sudah pasti
secara pemeriksaan klinis, maka pemeriksaan elektrofisiologis tidak
dianjurkan.
5. Laboratorium
 Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid,
fosfatase alkali/asam, dan kalsium.
 Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.

Diagnosis Banding

1. Radikulopati Lumbar
 Cedera Diskus Lumbosakral
 Cedera Diskus Torakik

Penatalaksanaan

21
1. Terapi Non Farmakologi
a. Akut :
- Imobilisasi
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
- Modalitas termal (terapi panas dan dingin)
- Pemijatan
- Traksi (tergantung kasus)
- Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)
b. Kronik
- Terapi psikologis
- Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas termal)
- Latihan kondisi otot
- Rehabilitasi vokasional
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
2. Terapi Farmakologi
- NSAIDs
 Contoh : Ibuprofen
 Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri
dengan cara menurunkan sintesis prostaglandin
 Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 300 – 800 mg per oral setiap 6 jam (4x1 hari) atau
400 – 800 mg IV setiap 6 jam jika dibutuhkan
- Tricyclic Antidepressants
 Contoh : Amitriptyline
 Mekanisme Aksi : Menghambat reuptake serotonin dan /
atau norepinefrin oleh membran saraf presynaptic, dapat
meningkatkan konsentrasi sinaptik dalam SSP. Berguna
sebagai analgesik untuk nyeri kronis dan neuropatik tertentu.
 Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 100 – 300 mg 1x1 hari pada malam hari
- Muscle Relaxants

22
 Contoh : Cyclobenzaprine
 Mekanisme Aksi : Relaksan otot rangka yang bekerja secara
sentral dan menurunkan aktivitas motorik pada tempat asal
tonik somatic yang mempengaruhi baik neuron motor alfa
maupun gamma.
 Dosis :
Dewasa : 5 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)
- Analgesik
 Contoh : Tramadol (Ultram)
 Mekanisme Aksi : Menghambat jalur nyeri ascenden,
merubah persepsi serta respon terhadap nyeri, menghambat
reuptake norepinefrin dan serotonin
 Dosis :
 Dewasa : 50 – 100 mg per oral setiap 4 – 6 jam (4x1 hari)
jika diperlukan
- Antikonvulsan
 Contoh : Gabapentin (Neurontin)
 Mekanisme Aksi : Penstabil membran, suatu analog
struktural dari penghambat neurotransmitter gamma-
aminobutyric acid (GABA), yang mana tidak menimbulkan
efek pada reseptor GABA.
 Dosis :
 Dewasa : Neurontin
 Hari ke-1 : 300 mg per oral 1x1 hari
 Hari ke-2 : 300 mg per oral setiap 12 jam (2x1 hari)
 Hari ke-3 : 300 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)
3. Invasif Non Bedah
- Blok saraf dengan anestetik local
- Injeksi steroid (metilprednisolone) pada epidural untuk mengurangi
pembengkakan sehingga menurunkan kompresi radiks saraf
4. Bedah (pada HNP)

23
Indikasi :
 skiatika dengan terapi konservatif selama > 4 minggu : nyeri berat,
menetap, dan progresif
 defisit neurologis memburuk
 sindroma kauda
 stenosis kanal (setelah terapi konservatif tidak berhasil)
 terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan
neurofisiologis dan radiologi

Diagnosis Sementara
Diagnosis klinik : paraparese dengan nyeri punggung bawah akut
Diagnosis topis : radiks nervus spinalis lumbosakral
Diagnosis etiologi : suspek radiculopati traumatika,
kelainan kongenital

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2017
Status generalis :
KU : sedang, gizi kurang, kesadaran compos mentis
(GCS E4-V5-M6)
Tanda vital :
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 86 kali/ menit
Respirasi : 20 kali/ menit
Suhu : 36oC
Leher : JVP tdk meningkat, kelenjar tiroid dbn
Dada : bentuk dada deformitas, skoliosis thoracolumbalis
Pulmo dan cor : sonor, vesikuler di seluruh lapangan paru, suara tambahan (-)
Abdomen : hepar dan lien tidak teraba, supel, NT (-)
Ekstremitas : edema (-), atrofi otot (+) ekstremitas inferior, deformitas (-)
Status psikiatrik
Tingkah laku : normoaktif
Perasaan hati : normoritmik
Orientasi : orientasi orang, waktu, dan tempat baik
Kecerdasan : dalam batas normal
Daya ingat : dalam batas normal
Status neurologis
Kepala : Pupil isokor 3 mm/ 3mm, Refleks cahaya +/+, Refleks kornea +/+,

24
Nervi craniales : dalam batas normal
Leher : Kaku kuduk (-), tanda rangsang meningeal (-)
Badan
- Kolumna vertebralis : Nyeri tekan otot paravertebra setinggi VL 4 – VS 1
- Sensibilitas : dbn
- Vegetatif : dbn

Anggota gerak atas : Kanan Kiri


 Gerakan bebas
bebas
 Kekuatan 5 5
 Tonus N N
 Trofi E E
 Ref Fisiologis + +
 Ref Patologis - -
 Sensibilitas dbn dbn

Anggota gerak bawah : Kanan Kiri


 Gerakan terbatas
terbatas
 Kekuatan 1 sdn
(nyeri)
 Tonus hipo
hipo
 Trofi Atrofi
Atrofi
 Ref. Fisiologis : - R patella / L2-4 + +
- R achiles / L5-S1  +
 Ref patologis - -
 Sensibilitas parestesi sesuai dermatom L4-L5 dbn

Pemeriksaan Khusus :

25
Posisi terlentang : Laseque : +/-
Laseque silang : -/-
Patrick/kontra Patrick : -/-

Posisi tertelungkup: Nyeri tekan otot paravertebra VL4-VS1 :+


Gibbus :-
Spasme otot :-

Posisi tegak : Tidak dilakukan

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
DARAH RUTIN
Hemoglobin 15.5 11.7 – 15.5 gr/dl
Leukosit 4.700 3.600 – 11.000/ul
 Limfosit 0.3 1.0 – 4.5 x 103/ mikro
 Monosit 0.0 0.2 – 1.0 x 103/ mikro
 Granulosit 0.1 2-4 x 103/ mikro
 Limfosit % 6.6 25 - 40 %
 Monosit % 0.0 2-8%
 Granulosit % 75.3 50-80 %
Eritrosit 4.87 3.8 – 4.2 juta
Hematokrit 46.1 35-47 %
Trombosit 233.000 150.000 – 400.000/ul
MCV 94.7 82 - 96 fl
MCH 31.8 27 - 32 pg
MCHC 33.6 32 - 37 g/dl
PCT 0.185 0.2-0.6 %
HbsAg Non reaktif Non reaktif
Glukosa Puasa 106 74-108 mg/dl
Glukosa 2 jam PP 104 < 120 mg/dl
SGOT 26 0-60
SGPT 13 0-50
Ureum 20.3 10-50
Kreatinin 0.28 0.62-1.1
HDL direk 56
LDL kolesterol 58.5 <150
Asam Urat 6.89 2-7 mg/dl
Kolesterol 152 <200
Trigliserida 42 70-140 mg/dl

26
Rontgen Cervical Ap/Lat
 Alignment lurus
 Tak tampak kompresi maupun listesis
 Tak tampak penyempitan diskus intervertebralis

Rontgen thoracolumbal Ap/Lat


 Curiga gambaran bamboo spot torakal  ankylosing spondilosis
 Scoliosis torakalis

Rontgen V Lumbosacral
• Skoliosis disertai rotasi lumbalis
• Spondilosis lumbalis
• Diastasos diskus intervertebralis L5-S1
• Tak tampak kompresi maupun listesis

27
1.1 Hasil konsultasi
Bagian Fisioterapi :
Jawaban : pasang korset.

Diskusi kedua
Hasil pemeriksaan fisik neurologis didapatkan adanya kelemahan motoric
ekstremitas inferior, hipotonus dan atrofi ekstremitas inferior. Namun dekstra
lebih lemah dibandingkan dengan sinistra. Tidak didapatkan adanya rigiditas,
hiperrefleks maupun refleks patologis sehingga kemungkinan lesi berasal dari lesi
LMN. Pada prasat lasseque didapatkan hasil positif untuk ekstremitas inferior
dekstra, hal ini menunjukan kemungkinan adanya gangguan pada nervus
ischiadica yang mempersarafi ekstremitas inferior dekstra, namun belum dapat
dikatakan pasti penyebab gangguan tersebut.
Pada kasus ini, pemeriksaan standard utama adalah MRI untuk
mengetahui struktur radiks dan diskus yang mengalami gangguan. Namun karena
keterbatasan fasilitas, MRI tidak dilakukan pada pasien ini. Pemeriksaan rontgen
bertujuan untuk melihat kerusakan maupun kelainan struktur tulang belakang.
Hasil rontgen lumbosakral menunjukkan adanya scoliosis disertai rotasi lumbalis,
spondilosis lumbalis, diastasis diskus intervertebralis L5-S1 dan tak tampak
kompresi maupun listesis. Sedangkan pada rontgen toracolumbal didapatkan

28
gambaran bamboo spot yang mengarah kepada ankylosing spondilosis.
Ankylosing spondylitis (AS) adalah gangguan inflamasi multisistem
kronis terutama melibatkan sendi sacroiliaka (SI) dan aksial. Manifestasi klinis
lainnya termasuk artritis perifer, entesitis, dan keterlibatan organ ekstra-artikular.
Ankylosing spondylitis adalah bentuk artritis yang menyebabkan peradangan pada
tulang belakang dan sendi-sendi sakroiliaka. Kondisi ini ditandai dengan
kekakuan progresif dari sekelompok sendi dan ligamen di tulang belakang,
menyebabkan rasa sakit kronis dan gangguan mobilitas tulang belakang. Ketika
tulang belakang pasien menjadi lebih kaku, beberapa fraktur stres kecil dapat
berkembang dan patah tulang ini dapat sangat menyakitkan. Jika parah,
ankylosing spondylitis juga dapat menyebabkan fusi (penggabungan) ligamen
tulang belakang dengan cakram/diskus antar vertebra.
Spondylosis mempengaruhi 0,1-1,0 % dari populasi dunia. Penyakit ini
menyerang pada pria di banding wanita sebanyak 3:1. Onset dimulainya penyakit
dimulai pada usia dewasa muda sampai usia awal dewasa. Sementara pada usia
lebih dari 45 tahun jarang ditemukan. Etiologi Ankylosing spondylitis tidak
dipahami sepenuhnya; Namun, terdapat kecenderungan genetik berhubungan
langsung dengan gen HLA-B27. Peran yang tepat dari HLA-B27 dalam
mempercepat AS masih belum diketahui., Namun, diyakini bahwa HLA-B27 bisa
menyerupai atau bertindak sebagai reseptor untuk antigen, seperti bakteri.
AS adalah prototipe dari spondyloarthropathies, keluarga gangguan terkait
yang juga termasuk arthritis reaktif (ReA), psoriatic arthritis (PsA),
spondyloarthropathy berhubungan dengan penyakit inflamasi usus (IBD),
spondyloarthropathy berdiferensiasi (USpA), dan, kemungkinan, penyakit
Whipple dan penyakit Behçet. Spondyloarthropathies dihubungkan oleh genetik
(antigen leukosit manusia [HLA] kelas I gen HLA-B27) dan patologi umum
(entesitis).

Patogenesis dan Patofisiologi


Perjalanan penyakit dari ankylosing spondylitis masih belum jelas sampai
saat ini. Hal ini diasumsikan sebagai suatu penyakit autoimmune. Terdapat peran
jelas dari sitokin, karena pasien menunjukkan perbaikan dengan anti-tumor

29
necrosis factor α (anti-TNF-α) agen. Terdapat pula komponen genetik, dan gen
HLA-B27 ditemukan dalam lebih dari 90% pasien dengan ankylosing spondylitis,
meskipun kejadian bervariasi tergantung pada beberapa populasi yang diteliti.
Agregasi familial terlihat bahkan tanpa gen HLA-B27. Sebuah pemicu infeksi
untuk penyakit ini masih merupakan hipotesis.

Gambar Patogenesis AS
Hubungan genetik dominan dengan ankylosing spondylitis adalah
kelompok MHC, khususnya HLA-B27. Ada hubungan yang signifikan dari
ankylosing spondylitis dengan HLA-B27, dan diperkirakan berkontribusi 20 dan
40% pada ankylosing spondylitis. HLA-B27 adalah molekul MHC Kelas I yang
dikodekan pada kromosom 6; meskipun diantara jenis sel, ekspresinya lebih tinggi
dari antigen-presenting cells. Setelah translation dan tertiary folding, protein ini
mengikat β2-mikroglobulin dan dimuat dengan oligopeptide. Peptida ini biasanya
berasal dari self-protein, tetapi peptida antigenik dapat ditampilkan ketika
mikroba intraseluler menginfeksi sel. Kompleks trimolekular berjalan melalui
aparatus Golgi ke permukaan sel di mana peptida antigenik disajikan kepada CD8
+ limfosit atau sel NK. HLA-B27 juga memiliki asosiasi dengan
spondyloarthropathies lain, termasuk artritis reaktif, psoriasis arthritis, dan uveitis
anterior. Ada hubungan genetik yang kuat antara HLA-B27 dan ankylosing
spondylitis, dengan isoform protein yang ditemukan dalam lebih dari 90% dari
pasien yang menderita; Namun, kurang dari 5% dari HLA-B27 + individu akan
mengembangkan ankylosing spondylitis.

30
Imunopatogenesis ankylosing spondylitis diduga melibatkan peningkatan
regulasi sitokin proinflamasi. Tumor necrosis factor-α secara konsisten ditemukan
lebih tinggi pada pasien dengan ankylosing spondylitis dibandingkan pada orang
sehat, dan ada bukti bahwa terapi anti-TNF secara efektif dapat meningkatkan
baik parameter penyakit klinis dan laboratorium. Peradangan pada ankylosing
spondylitis terjadi terutama pada sendi sacroiliac, namun bisa melibatkan
entheses, badan vertebra yang berdekatan dengan diskus intervertebralis, dan
perifer bersama sinovium. Fitur patologis extraarticular termasuk keterlibatan
mata, jantung, paru, gastrointestinal, dan sistem ginjal.
Entesitis, baik di aksial dan kerangka apendikular, adalah fitur patologis
utama dari spondyloarthritis. Enthesis adalah keadaan di mana tendon atau
ligamen melekat pada tulang. Pada keadaan ini biasanya berkembang edema
tulang diikuti oleh erosi, dilanjutkan osifikasi, akhirnya ankilosis. Peradangan
sendi sacroiliaca diikuti oleh ankilosis. Pada tulang belakang, kita dapat melihat
peradangan di persimpangan fibrosis anulus dari diskus tulang rawan dengan
margin tulang vertebra. Pada akhirnya, ini menyebabkan pembentukan
syndesmophytes, dengan bridging yang mengarah ke penampilan radiografi dari
tulang belakang bamboo. Spinal facet joint menunjukkan sinovitis diikuti oleh
ankilosis.
Pasien dengan ankylosing spondylitis umumnya menyebabkan densitas
tulang menurun. Rendahnya kepadatan mineral tulang pada pasien tampaknya
terkait dengan aktivitas dan tingkat keparahan proses inflamasi yang mendasari,
meskipun mekanismenya masih belum jelas. Penyebab lain osteoporosis luar
aktivasi osteoklas inflamasi pada populasi ini termasuk penggunaan
kortikosteroid, imobilitas, dan ketidakseimbangan hormone.
Gambaran Klinis
Penting untuk dicatat bahwa perjalanan dari ankylosing spondylitis
bervariasi dari orang ke orang. Gejala dapat timbul pada ankylosing spondylitis.
Meskipun gejala biasanya mulai muncul pada akhir masa remaja atau awal masa
dewasa (usia 17-45), gejala dapat terjadi pada anak-anak.
Biasanya, gejala pertama dari ankylosing spondylitis adalah sering
mengalami nyeri dan kekakuan pada punggung bawah dan bokong, yang datang

31
secara bertahap selama beberapa minggu atau bulan. Pada awalnya,
ketidaknyamanan hanya dapat dirasakan pada satu sisi. Rasa sakit biasanya
lamban dan menyebar, bukan lokal. Nyeri dan kekakuan ini biasanya lebih buruk
di pagi hari dan pada malam hari, tetapi dapat diperbaiki dengan mandi hangat
atau berolahraga ringan.
Pada tahap awal dari ankylosing spondylitis, mungkin terjadi demam
ringan, kehilangan nafsu makan dan ketidaknyamanan. Penting untuk dicatat
bahwa nyeri punggung dari ankylosing spondylitis adalah peradangan alami,
bukan mekanik. Rasa sakit biasanya menjadi persisten (kronis) dan dirasakan di
kedua sisi, biasanya bertahan untuk setidaknya tiga bulan. Selama berbulan-bulan
atau bertahun-tahun, kekakuan dan nyeri dapat menyebar ke tulang belakang dan
ke leher. Nyeri dan nyeri menyebar ke tulang rusuk, tulang belikat, pinggul, paha
dan mungkin juga pada tumit.
Ankylosing spondylitis dapat hadir berbeda pada onset pada wanita
dibandingkan pada pria. Perempuan sering hadir dengan cara yang lebih atipikal
sehingga lebih sulit untuk membuat diagnosis pada wanita. Beberapa wanita
dengan ankylosing spondylitis menyatakan bahwa gejala mereka dimulai di leher
bukan di punggung bawah. Berbagai tingkat kelelahan mungkin juga terjadi
sebagai hasil dari peradangan yang disebabkan oleh ankylosing spondylitis.
Tubuh harus mengeluarkan energi untuk menangani peradangan, sehingga
menyebabkan kelelahan. Anemia ringan sampai sedang mungkin terjadi, yang
mungkin juga hasil dari peradangan, dapat berkontribusi untuk kelelahan.
Gejala lainnya sebagian kecil individu, nyeri tidak dimulai di punggung
bawah, tetapi pada sendi perifer seperti pinggul, pergelangan kaki, siku, lutut,
tumit atau bahu. Nyeri ini biasanya disebabkan oleh enthesitis, yang merupakan
peradangan pada situs di mana ligamen atau tendon melekat pada tulang.
Peradangan dan nyeri pada sendi perifer lebih sering terjadi pada remaja dengan
ankylosing spondylitis. Hal ini dapat membingungkan karena, tanpa kehadiran
langsung dari sakit punggung, ankylosing spondylitis mungkin terlihat seperti
bentuk lain dari arthritis.
Banyak orang dengan ankylosing spondylitis juga mengalami peradangan
usus, yang mungkin berhubungan dengan penyakit Crohn atau kolitis ulserativa.

32
Ankylosing spondylitis sering disertai dengan iritis atau uveitis (radang mata).
Sekitar sepertiga orang dengan ankylosing spondylitis akan mengalami
peradangan mata setidaknya sekali. Tanda-tanda iritis atau uevitis adalah: Mara
menjadi menyakitkan, berair, penglihatan kabur merah dan individu dapat
mengalami dan kepekaan terhadap cahaya terang.
Pasien dengan ankylosing spondylitis paling sering mengalami nyeri
punggung bawah. Rasa sakit ini terletak di atas sakrum (bagian bawah tulang
belakang) dan dapat menyebar ke pangkal paha dan bokong serta kaki. Nyeri
punggung bawah tetap ada bahkan saat beristirahat. Pola Nyeri ini adalah
karakteristik dari sakroilitis bilateral (peradangan pada sendi sakroiliaka).
Dengan waktu, nyeri punggung berlangsung sampai tulang belakang dan
mempengaruhi tulang rusuk. Ekspansi dada kemudian menjadi terbatas. Pasien
harus berlatih bernapas menggunakan diafragma. Leher bagian dari tulang
belakang (tulang belakang leher) menegang di akhir perjalanan penyakit, yang
menyebabkan pembatasan dalam gerakan leher dan rotasi kepala. Akhirnya,
tulang belakang benar-benar kaku dan kehilangan lekukan dan gerakan normal.

Diagnosis
Kriteria diagnosis ankylosing spondylitis dikembangkan pada Konferensi
Penyakit Reumatik di Roma dan New York. Kriteria diagnosis masing-masing
disebut sebagai kriteria Roma (1963) dan kriteria New York (1968). Meskipun
kriteria ini tidak sempurna, kriteria tersebut telah diterima untuk digunakan dalam
mendiagnosis ankylosing spondylitis. Sakroilitis adalah karakteristik khas dari
ankylosing spondylitis, dan kehadirannya diperlukan untuk menunjang diagnosis
pada dua kriteria ini.8
Modifikasi kriteria New York (1984) terdiri dari :
 Nyeri pinggang paling sedikit berlangsung selama 3 bulan, membaik
dengan olah raga dan tidak menghilang dengan istirahat.
 Keterbatasan gerak vertabra lumbal pada bidang frontal Maupun
sagital.
 Penurunan relatif derajat ekspansi dinding dada terhadap umur dan jenis
kelamin.

33
 Sacroiliitas bilateral grade 2-4.
 Sacroiliitis unilateral grade 3-4.
Diagnosis ankylosing spondylitis definitif apabila terdapat sacroiliitis unilateral
grade 3-4 atau sacroiliitis bilateral grade 2-4 disertai dengan salah satu gejaia
klinis di atas.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada tes laboratorium yang pasti untuk mendiagnosis ankylosing
spondilitis. Umumnya pemeriksaan darah rutin tidak membantu untuk
mendiagnosis ankylosing spondilitis. Pemeriksaan LED dan c-reaktif protein
tidak selalu didapatkan peninggian. Anemia ringan mungkin ada. Pasien dengan
penyakit yang parah dapat menunjukkan alkaline phospatase yang tinggi.
Peninggian serum IgA umum terjadi dan berhubungan dengan fase akut.
Rheumatoid faktor dan ANAs sebagian besar tidak muncul walaupun ANAs dapat
muncul karena terapi anti-TNF. Pemeriksaan cairan synovial dari sendi perifer
juga tidak spesifik didapatkan inflamasi. Pada kebanyakan kelompok etnis
penderita ankylosing spondilitis HLA-B27 didapatkan pada 80-90 % pasien.
Pemeriksaan Radiologis
Perubahan radiologis khas ankylosing spondilitis terutama pada kerangka
axial pada sendi sacroiliaca. Biasanya sering ditemukan gambaran sakroilitis
terdiri dari gambaran kabur tulang pelat subchondral yang diikuti erosi dan
sclerosis tulang berdekatan. Progresi dari erosi tulang subchondral dapat
menyebabkan pseudowidening ruang sendi sacroiliac. Seiring waktu, fibrosis
bertahap, kalsifikasi, bridging interoseus, dan pengerasan terjadi. Erosi menjadi
kurang jelas, tapi sclerosis subchondral berlanjut, menjadi fitur radiografi yang
paling menonjol. Pada akhirnya, biasanya setelah beberapa tahun, mungkin ada
tulang Ankylosis lengkap dari sendi sacroiliac, dengan resolusi tulang sclerosis.
Hal ini praktis sesuai untuk radiografi sakroilitis pada kriteria New York.
Erosi tulang dan osteitis ("whiskering") di situs dari lampiran tulang tendon
dan ligamen sering terlihat, terutama pada kalkaneus, tuberositas ischial, krista
iliaka, femoralis trochanters, penyisipan supraspinatus, dan prosesus spinosus dari
vertebra. Pada tahap awal evolusi syndesmophytes, ada peradangan dari lapisan
superfisial anulus fibrosus, dengan sclerosis reaktif berikutnya dan erosi dari

34
sudut yang berdekatan dari badan vertebra. Kombinasi osteitis destruktif dan
perbaikan mengarah ke "squarring" dari badan vertebra. “Squarring”ini dikaitkan
dengan pengerasan bertahap fibrosus anulus dan akhirnya "menjembatani" antara
tulang oleh syndesmophytes. Sering ada perubahan seiring inflamasi, ankilosis
pada sendi apophyseal, dan pengerasan ligamen yang berdekatan. Dalam sejumlah
pasien, hal ini pada akhirnya dapat menghasilkan perpaduan hampir lengkap dari
kolom tulang belakang ("Bamboo spine").
Keterlibatan pinggul dapat simetris, konsentris penyempitan ruang sendi,
ketidakteraturan tulang subchondral dengan subchondral sclerosis, pembentukan
osteofit pada margin luar dari permukaan artikular, dan, akhirnya, ankilosis tulang
dari sendi ini.
Komplikasi
Meskipun ankylosing spondylitis dan penyakit terkait, kadang-kadang
secara kolektif disebut spondylitis untuk jangka pendek, adalah kondisi yang
mempengaruhi tulang belakang, area lain dari tubuh juga dapat terlibat.
Spondylitis tidak mengikuti bagian yang sama di setiap orang; bahkan di antara
anggota keluarga. Terdapat beberapa komplikasi atau gejala yang lebih umum
daripada yang lain. Misalnya, radang mata, atau iritis, sangat umum, sedangkan
gejala neurologis sangat jarang. Rasa sakit kronis sering disebabkan dari
peradangan dapat bervariasi dari orang ke orang dan berkisar dari ringan sampai
sangat berat.
Penatalaksanaan

Gambar. Penatalaksanaan Ankylosing Spondylitis

35
Tujuan pengobatan pada ankylosing spondylitis adalah untuk
menghilangkan rasa sakit, kekakuan, mempertahankan postur serta fungsi fisik
yang baik.13
1. Edukasi
- Penjelasan terhadap pasien mengenai sifat penyakit yang kronis serta
pengobatan dan toksisitas obat
- Penjelasan mengenai komplikasi dan prognosis dari penyakit
- Program latihan yang tepat dapat meningkatkan ROM
2. Latihan
Olahraga seperti berenang dan olahraga lain yang dapat mencegah bungkuk badan
dapat mencegah kekakuan sekaligus menghilangkan rasa sakit serta dapat
meningkatkan ROM. Namun olahraga harus dihindari bila pasien mempunyai
osteoporosis karena dapat menyebabkan patah tulang.13
3. Terapi farmakologis
- NSAID adalah lini pertama pengobatan pada ankylosing spondylitis
sebagai anti nyeri dan meningkatkan mobilitas pada pasien ankylosing
spondilitis
- Analgesik seperti paracetamol dan opioid
- Injeksi kortikosteroid dibutuhkan bila terdapat arthritis perifer,
pemberian kortikosteroid sistemik tidak dianjurkan
- Bila arthritis perifer menetap dapat diberikan sulfasalazine, pemberian
DMARDs untuk axial diseases tidak dianjurkan
- Bila keluhan penyakit terus menerus meninggi dapat diberikan anti
TNF-α seperti infliximab dan adalimumab
4. Operasi

Diagnosa Akhir
Diagnosa Biparese flaccid inferior
akut
klinik : Monoparestesi inferior dextra

Diagnosis Radiks saraf spinalis L4, L5


topik :
Diagnosis etiologi : Radiculoneuropati traumatika

Ankylosing spondilitis
1.1 Planning
 Pemeriksaan laboratorium seromarker 36

Ankylosing Spondilitis
 MRI
Diagnosis tambahan : A

Terapi
Pada penderita ini diberikan terapi :
 Istirahat / tirah baring
 Medikamentosa : Inj Ketorolac 2x30 mg
Inj Ranitidin 2x1 amp
Inj meticobalamin 1x1
Po Diazepa, 2x2mg
Po amitriptilin 2x 2 1/2
 Rehabilitasi medik : Fisioterapi
Sebagian besar penderita penderita nyeri punggung bawah akut hanya
memerlukan terapi simptomatis saja, Lebih dari 60% penderita nyeri punggung
bawah akut akan menunjukkan perbaikan yang nyata pada minggu pertama
terapi .
Pada penderita ini didapatkan gejala yang mengarah pada nyeri nosiseptif
dan nyeri neuropati.Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya bangkitan nyeri pada
prasat pemeriksaan fisik, dan spasme otot yang jelas. Sehingga, pada penderita ini
terapi yang digunakan adalah kombinasi analgesia, dan muscle relaxant agent.
Pada penderita ini didapatkan adanya spasme otot paraspinal yang jelas.
Spasme otot paraspinal sebagai akibat refleks pertahanan tubuh untuk mengurangi
gerakan tubuh. Pada penderita ini diberikan Diazepam 2 x 2 mg/hari. Suatu kajian
sistematis menunjukkan bahwa pemberian muscle relaxant agent sangat efektif
dalam mereduksi nyeri, mengurangi ketegangan otot, dan meningkatkan
kemampuan mobilitas setelah 1-2 minggu pemberian terapi.
Ketorolac tromethamine merupakan suatu analgesic non-opioid.
Mekanisme kerjanya ialah dengan menghambat pelepasan enzim siklooksigenase
2 yang nantinya akan menghambat pelepasan prostaglandin yang merupakan

37
mediator inflamasi. Ketorolac merupakan analgesic yang bekerja perifer karena
tidak mempunyai efek terhadap reseptor opiate.
Ranitidine merupakan antagonis histamine 2 yang berfungsi untuk
mengurangi sekresi asam lambung. Ranitidine juga berfungsi sebagai
gastroprotektor dan mencegah efek samping dan interaksi dengan obat lain.
Edukasi tentang perubahan pola hidup, faktor risiko dan biomekanikal
tubuh juga sangat diperlukan.Semua penderita nyeri punggung bawah akut
dianjurkan untuk memulai aktivitas kehidupan sehari-harinya seawal mungkin.
Pada penderita ini tidak direncanakan untuk dikerjakan tindakan
pembedahan.

FOLLOW-UP :

16/8/17 17/8/17 18/8/17 19/8/17 20/8/17 21/8/17


TD 110/80 130/80 120/80 120/80 120/80 120/80
N 65 64 78 68 65 84
R 22 24 22 22 24 22
S 36 36 36,2 36,4 36,2 36

16/8/17 17/8/17 18/8/117 19/8/17 20/8/17 21/8/13


S +++ ++ + + - -
Nyeri
punggung
bawah
Nyeri tungkai +++ ++ + + - -

Nyeri perut - - - - - -
+ + - - - -
Sesak
Mual - - - - - -
Muntah - - - - - -
O +++ ++ + + - -
NT

38
NK +++ ++ + + - -
VL4-VS1
Laseque + + - - - -

Patrick - - - - - -
Kontra Patrick - - - - - -

NT epigastrium - - - - - -

A
Paraplegi
dengan Nyeri
punggung
bawah suspect
et causa
ankylosing
spondilosis,
scoliosis
thoracolumbal
P + + + + + +
Ketorolac
Meticobalamin + + + + + +

Ranitidine + + + + + +

Diazepam + + + + + +

amittriptilin + - - - - -

Prognosis
Prognosis pada pasien ankylosing spondilitis umumnya lebih baik
dibandingkan pasien dengan rheumatoid arthritis. Prognosis buruk bila didapatkan
keterlibatan sendi perifer, onset usia muda, peningkatan LED dan respon yang
buruk terhadap pengobatan NSAID. Sebagian besar pasien Ankylosing spondilitis

39
mengembangkan penyakit kronis progresif dan mengembangkan cacat akibat
peradangan tulang belakang yang mengarah ke fusi, seringkali dengan kyphosis
toraks atau penyakit erosif yang melibatkan sendi perifer, terutama pinggul dan
bahu. Pasien dengan fusi tulang belakang rentan terhadap patah tulang belakang
yang dapat mengakibatkan defisit neurologis. Dalam kasus yang jarang terjadi,
pasien dengan ankylosing spondilitis lama dan progresif mengembangkan
manifestasi ekstra-artikular seperti penyakit jantung, termasuk cacat konduksi
jantung dan regurgitasi aorta, fibrosis paru, gejala sisa neurologis (sindrom cauda
equina), amyloidosis, dan uveitis. Diagnosis sedini mungkin serta pengobatan
yang tepat dapat mencegah kerusakan berat pada sendi serta menghasilkan hidup
yang lebih berkualitas.

40

Anda mungkin juga menyukai