EMSB Book 2016 Bahasa PDF
EMSB Book 2016 Bahasa PDF
IN VER
H ES N
D
AS I
A A
Emergency Management
of
Severe Burns
1
BA ON SIO
IN VER
H ES N
D
AS I
A A
Emergency Management
of
Severe Burns
5
The Education Committee
of
COURSE MANUAL
17th edition
Feb 2013
ISBN 0-9775182-0-5
6
Daftar Isi
Bab 1: Introduksi: Epidemiologi dan Etiologi .................................................. 5
Bab 12: Manajemen Penderita Luka Bakar setelah 24 Jam Pertama ............... 85
Lampiran:
1
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi kesempatan terselenggaranya kursus manaje-
men awal luka bakar kritis Emergency Management of Severe Burns (EMSB) kedua yang merupakan
kerjasama Kolegium Ilmu Bedah Indonesia, Kolegium Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetika
Indonesia dengan The Royal Australasian College of Surgeons dan Australian New Zealand Burn Asso-
ciation (ANZBA) setelah diinisiasi lebih dari dua tahun lamanya. Kursus yang pertama terselenggara
pada bulan Desember 2013.
dididik untuk menangani kasus sejak awal melalui kursus dimaksud. Di Amerika Serikat, kursus ini
disebut Advanced Burn Life Support (ABLS) yang serupa dengan Advanced Trauma Life Support
(ATLS), sedang di Australia disebut Emergency Management of Severe Burns Injuries. Penyelenggaraan
kursus–kursus ini, sebagaimana halnya ATLS tercatat telah membawa dampak penurunan angka
mortalitas luka bakar di dunia internasional.
Kursus ini memberi dampak melalui tertatanya sistem penanganan kasus luka bakar fase akut, bukan
hanya prioritas ABC traumatologi, namun dalam suatu sistem penanganan emergensi (emergency
medical system, EMS) yang baik. EMS yang tertata baik dan dilaksanakan oleh berbagai pihak mem-
Berbeda halnya dengan situasi di Indonesia. Pengetahuan mengenai luka bakar dirasakan minim,
khususnya pengetahuan mengenai tatalaksana awal. Pengetahuan mengenai hal ini kurang disosia-
masyarakat belum memungkinkan terujudnya suatu tatanan yang baik dalam manajemen kasus luka
bakar sebagaimana diselenggarakan di negara–negara maju.
berdasarkan pengetahuan yang diperoleh selama masa pendidikan untuk selanjutnya diwarnai
pengetahuan otodidak dan pengalaman klinis individu–individu yang bervariasi dan mengacu pada
kondisi di lapangan.
2
masih terlalu banyak hal perlu dibenahi, terutama konsep tatalaksana awal. Karenanya, pada kesem-
patan ini perkenankan kami menyelenggarakan kursus Emergency Management of Severe Burn yang
buku pegangan kursus ini ke dalam bahasa Indonesia yang dihadirkan mendampingi bahasa aslinya;
tanpa mengurangi rasa hormat kami pada mereka yang fasih dalam berbahasa Inggris.
3
COURSE PROGRAM
EMSB Course - Outline and Timeline
Part One – Lectures
08:00–08:10 Welcome & Introduction (10 min) Faculty
08:10–08:20 Local & General Response to Burn Injury (10 min) Faculty
08:20–08:45 Emergency Examination & Treatment (25 min) Faculty
08:45–08:50 Short Break ( 5 min)
08:50–09:05 Airway Management & Inhalation Injury (15 min) Faculty
09:05–09:20 Burn Wound Assessment (15 min) Faculty
09:20–09:35 Shock & Fluids (15 min) Faculty
09:35–09:40 Short Break ( 5 min)
09:40–09:55 Burn Wound Management (15 min) Faculty
09:55–10:05 Documentation & Transfer / Review (10 min) Faculty
4
Bab 1
Introduksi:
Epidemiologi dan Etiologi
Pendahuluan
Luka bakar merupakan suatu tantangan bagi para tenaga kesehatan. Selain perjalanan
penyakit suatu bentuk trauma dan ketidaknyamanan yang nyata, gangguan permanen pada
penampilan dan fungsi diikuti oleh ketergantungan, kehilangan pekerjaan dan ketidakpastian
masa depan. Masalah ini tidak hanya dihadapi oleh pasien, namun juga keluarga mereka dan
orang di sekitar. Pepatah menyatakan, pasien trauma yang nyata, ditolong dan dirawat lebih
awal oleh personil yang terampil akan sembuh lebih cepat dibandingkan pasien yang
perawatannya tertunda. Demikian pula halnya dengan pasien luka bakar maupun trauma
lainnya [1]. KArenanya, sangatlah penting untuk melakukan perawatan yang tepat dilakukan
secara cepat. Hal ini tidak saja menyelamatkan nyawa seseorang, tapi lebih jauh, demi masa
depan mereka.
Kursus ini didasari prinsip bahwa penilaian emergensi yang tepat waktu, resusitasi dan rujukan
merupakan kunci keberhasilan tatalaksana yang akan diikuti penyembuhan. Dengan mengikuti
kursus ini, pasien luka bakar berat akan memperoleh pelayanan yang sesuai dengan prinsip di
atas.
Kursus in bertujuan menghadirkan informasi akurat mengenai diagnosis dan penanganan awal
pada pasien dengan luka bakar berat, yang memungkinkan para praktisi medis dan
keperawatan memiliki kompetensi menangani masalah mendesak dan mengancam nyawa.
Kursus ini disusun oleh para anggota dari Komite Pendidikan ANZBA dimana tiap bab ditulis
berdasarkan pengalaman pribadi para anggota berbagai disiplin ilmu dalam penanganan luka
bakar. Kursus ini memuat materi orisinil yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya.
Kursus ini mengikuti protokol penanganan trauma seperti yang diajarkan oleh Royal
Australasian College of Surgeons pada Emergency Management of Severe Trauma course
(EMST) dan diterima sebagai suatu sistem pendidikan trauma bagi para praktisi medis di
Australia dan Selandia Baru.
Kursus Emergency Management of Severe Burns (EMSB) memuat pedoman dan prokol
penanganan trauma yang spesifik untuk luka bakar; merupakan tambahan EMST. EMSB
dirancang sebagai suatu kursus yang berdiri sendiri, menghadirkan informasi dalam
EMSB mencakup prinsip–prinsip dari penanganan emergensi luka bakar berat di Australia dan
Selandia Baru. Kursus ini sesuai bagi praktisi medis dan keperawatan dimanapun yang
melakukan pelayanan luka bakar; baik bagi mereka yang bekerja di unit luka bakar maupun
staf medis dan keperawatan yang bekerja di daerah terpencil. Selain menyampaikan materi,
kursus ini menekankan keuntungan memiliki pengetahuan yang sama mengenai protokol
penanganan luka bakar darurat pada semua petugas pelayanan, karena memfasilitasi
penanganan utama serta rujukan yang sesuai; yang merupakan keutamaan pendekatan ini.
Informasi mengenai kursus dibagi dalam enam bagian terpisah di tambah bagian
komplementer:
1. Pegangan Kursus
Buku pegangan berisi silabus lengkap kursus yang dikirim ke semua peserta kursus
sebelum kursus. Peserta diharapkan membaca buku ini beberapa kali bila memungkinkan,
sebelum menghadiri kursus dimaksud. Gambar 'Struktur EMSB' (halaman 15) disertakan
sebagai upaya membantu pengenalan aspek penting dalam kursus.
2. Kuliah Formal
Kuliah diselenggarakan di awal kursus. Dijelaskan garis besar kursus dan akan
memperjelas hal–hal yang sudah dibaca pada buku pegangan. Kuliah tidak menggantikan
buku pegangan, disampaikan secara bervariasi berdasarkan pengalaman klinis para
pemberi kuliah.
3. Stasi Keterampilan
Di stasi ini diajarkan aspek praktis dari kursus dan memberikan kesempatan pada peserta
kursus untuk menerapkan pengetahuan yang telah mereka peroleh dari buku pegangan
maupun kuliah.
6. Ujian
Di akhir kursus, peserta menjawab pertanyaan dalam bentuk soal pilihan ganda, kasus
klinis, (menggunakan model pasien luka bakar simulasi), dalam menguji tingkat
pengetahuan peserta dan efektivitas kursus.
Peserta yang berhasil akan menerima sertifikat resmi dari Australian and New Zealand Burn
Association (ANZBA).
Resusitasi cairan intravena, perbaikan gizi, penggunaan antimikroba topikal, dan penerapan
protokol bedah yang menerapkan konsep penutupan luka lebih awal, kesemuanya memberi
kontribusi untuk kemajuan yang luar biasa dalam hal ketahanan hidup (survival) [2].
Dengan adanya perbaikan dalam penanganan luka bakar ini, terealisasi bagi seorang staf
terlatih untuk melakukan bekerja secara lebih efektif di suatu fasilitas akut [2]. Pada fasilitas
ini, penatalaksanaan berkualitas baik dimungkinkan terselenggara; bahkan untuk luka bakar
ringan sekalipun, dibandingkan pelayanan yang tersedia di luar suatu unit luka bakar.
Konsentrasi tim spesialis di satu fasilitas memiliki nilai tambah yang efektif dengan biaya yang
relatif hemat, berbagi pengetahuan di antara anggota tim yang akan mengembangkan tingkat
keahlian tinggi pada masing–masing anggota tim [2]. Hal ini memastikan bahwa pasien
mendapatkan pelayanan terbaik. Dukungan yang diberikan anggota tim satu sama lain
mengahdapi stres akan memberi kontribusi bagi moral para staf dan memaksimalkan
keterpaduan.
Tim Luka Bakar terdiri dari kelompok multidisiplin di mana keterampilan masing–masing
individu saling melengkapi satu sama lain. Anggota tim menyadari keuntungan kerjasama tim
interdisipliner dalam penyelenggaraan pelayanan luka bakar berkualitas [2, 3].
Pasien luka bakar dinilai dan memperoleh tatalaksana awal di unit gawat darurat; baik di
rumah sakit yang memiliki unit luka bakar, atau di rumah sakit tanpa unit luka bakar.
Keterkaitan yang baik antara unit luka bakar dan unit gawat darurat sangat penting dalam
pelayanan bekualitas.
Ahli Bedah
Bedah luka bakar telah berkembang menjadi suatu sub–spesialisasi dari bedah plastik, bedah
umum, dan bedah anak. Ahli bedah luka bakar memiliki peminatan khusus dalam pengelolaan
pasien luka bakar kritis, dalam penyembuhan luka, rehabilitasi, dan penelitian terkait [2].
Perawat
Perawat luka bakar merupakan anggota tim yang sangat penting dalam perawatan
berkesinambungan. Perawat luka bakar memiliki keahlian khusus dalam perawatan intensif
luka bakar, perawatan luka, perawatan skin graft, perawatan psikiatrik dan perencanaan rawat
jalan [2].
Anestesi
Bedah luka bakar membutuhkan teknik anestesi khusus yang membantu para ahli bedah
dalam menangani pasien kritis, mengelola perdarahan, dan memaksimalkan area operasi luka
yang dapat ditangani dalam satu kesempatan [2]. Hal ini memberikan kontribusi dalam
penutupan luka bakar dini.
Perawatan Intensif
Banyak pasien luka bakar berat memerlukan perawatan intensif. Hubungan kerja berkualitas
antara unit perawatan intensif dan unit luka bakar merupakan hal yang sangat penting dalam
pelayanan berkualitas.
Terapi wicara
Para ahli terapi wicara memberikan pelayanan komprehensif dalam manajemen pasien luka
bakar berat yang disertai gangguan menelan, gangguan bicara dan gangguan komunikasi
akibat luka bakar atau komplikasi sekunder termasuk sepsis, kondisi debil, kontraktur wajah
serta pasien–pasien dengan trakeostomi.
Ahli Gizi
Nutrisi optimal diperlukan untuk mengatasi respon katabolik yang terjadi pada luka bakar [2].
Untuk tujuan itu, para ahli gizi ada di unit luka bakar.
Psikososial
Pekerja Sosial, Psikiater, Psikolog dan rohaniawan merupakan bagian dari tim luka bakar;
memberikan dukungan yang diperlukan dan penatalaksanaan berbagai masalah psikososial
yang dihadapi pasien luka bakar. Masalah–masalah sulit yang dihadapi tersebut memerlukan
penanganan oleh pakar yang memiliki keahlian khusus [2]. Kapasitas pasien menjalankan
fungsi di masyarakat jangka panjang sangat bergantung pada penyesuaian psiko–sosial akibat
kendala fisik yang dialaminya.
Rehabilitasi
Rehabilitasi pasien luka bakar dimulai sejak pasien dirawat [2]; pada luka bakar ringan biasanya
dapat dilaksanakan rawat jalan. Pasien luka bakar berat kerap memerlukan rehabilitasi jauh
lebih intensif untuk tercapainya fungsi maksimal, sehingga dapat kembali ke aktivitas sehari–
hari terutama bekerja. Hubungan yang dekat dengan petugas rehabilitasi dapat memfasilitasi.
Tim luka bakar membuat protokol manajemen optimal yang dapat diterapkan dalam
perawatan dan memberikan dukungan pada setiap anggota tim, optimalisasi pelayanan yang
bersifat profesional, dan memberikan kualitas terbaik perawatan pasien luka bakar [2].
Sekitar 1% dari penduduk Australia dan Selandia Baru (220. 000) menderita luka bakar dan
membutuhkan perawatan medis setiap tahunnya. Dari mereka, 10% memerlukan rawat inap,
dan 10% dari tergolong luka bakar berat yang mengancam jiwa. 50% pasien mengalami
keterbatasan dalam kegiatan kehidupan sehari–hari. (Sumber 2001 Survei Kesehatan Nasional
Australia)
Luka bakar 70% mungkin menghabiskan biaya 700. 000 dolar untuk perawatan fase akut,
belum termasuk biaya rehabilitasi, cuti kerja, dan hilangnya kesempatan mendapatkan
penghasilan.
Baik pada dewasa maupun anak–anak, umumnya kecelakaan terjadi di rumah [1, 7]. Pada
anak–anak, lebih dari 80% terjadi di rumah. Lokasi paling berbahaya adalah dapur dan kamar
mandi. Selain itu, larutan pencuci yang mengandung bahan kimia berbahaya, dan garasi atau
gudang berisi bahan kimia dan cairan berbahaya yang mudah terbakar.
Tabel 1
Lokasi Anak Terbakar (%)
Rumah 82%
Luar Rumah 12%
Jalan 3%
Tempat Kerja 1%
Lembaga / Sekolah 1%
Lainnya 1%
(ANZBA Laporan Tahunan Bi–NBR 2011 [8])
Tabel 2
Lokasi Dewasa Terbakar (%)
Rumah 56%
Tempat Kerja 17%
Jalan 11%
Luar Rumah 11%
Lembaga 3%
Lainnya 2%
(ANZBA Laporan Tahunan Bi–NBR 2011 [8])
Lebih kurang dua per tiga luka bakar pada militer tidak berhubungan dengan pertempuran [2].
Kejadiannya sama dengan kecelakaan pada kehidupan sipil.
Luka bakar akibat pertempuran mencapai hanya 10%. Luka bakar akibat ledakan memiliki
risiko tinggi mengyebabkan cedera inhalasi dan kerusakan kulit. Selain itu, trauma multipel
kerap dijumpai.
Segala upaya harus dilakukan agar tentara yang cedera memperoleh pelayanan emergensi
maupun definitif yang sama dengan masyarakat sipil.
Persiapan dan pencegahan saat bertempur, rencana evakuasi dan pemegang kebijakan
penanganan korban, bersamaan dengan logistik dan pemasokan, memerlukan penerapan
protokol manajemen yang sangat berbeda dibandingkan dengan perawatan yang optimal di
masa damai.
B. Etiologi
Pada tabel 3 dan 4 tercantum penyebab luka bakar pada anak–anak dan dewasa yang dirawat
di unit luka bakar di Australia atau Selandia Baru 2009–2010.
Tabel 3
Penyebab Luka Bakar Anak (%)
Air panas 55%
Kontak 21%
Api 13%
Gesekan 8%
Listrik 1%
Kimia 1%
Lainnya 1%
(ANZBA Laporan Tahunan Bi–NBR 2011 [8])
Tabel 4
Penyebab Luka Bakar pada Dewasa (%)
Api 44%
Air panas 28%
Kontak 13%
Penyebab luka bakar pada dewasa dan anak–anak berbeda. Penyebab umum pada dewasa
adalah api sedangkan pada anak–anak umumnya air panas. Penyebab pada anak–anak yang
berusia lebih besar, umumnya sama dengan pola dewasa.
Semakin tua, pola cedera mereka juga berubah. Orang tua berisiko mengalami luka bakar
karena air panas di rumah atau di rumah jompo (panti wreda).
Pada semua kelompok usia kemungkinan cedera terjadi pada kondisi disharmoni sosial atau
keretakan. Khususnya pada anak–anak, terutama bayi dan balita, yang tergantung pada
dewasa di sekitarnya dalam hal perawatan dan keamanan. Kecelakaan karena kurang
perhatian atau kelalaian, asuhan yang buruk dan sangat penyiksaan anak kerap terjadi; dan
bila dicurigai, perlu penyidikan.
Ringkasan
Luka bakar yang membutuhkan perhatian medik, melibatkan 1% dari penduduk per tahun.
Luka bakar umumnya disebabkan oleh kecerobohan dan kurangnya perhatian, serta
pengaruh keracunan obat.
Sebagian besar luka bakar untuk semua kelompok usia terjadi di rumah.
Luka bakar dapat merupakan akibat kejahatan pada dewasa dan penyiksaan anak.
Diagnosis yang tepat mengenai cedera ini memerlukan kewaspadaan, dan pelaporan yang
akurat dapat memastikan bahwa bantuan sesuai diberikan pada pasien maupun keluarga.
Pada anamnesis, petugas medik harus mendapatkan informasi mengenai kemungkinan adanya
cedera lain pada beberapa kondisi di bawah ini [9]:
Kecelakaan lalu lintas, terutama terlontar pada kecepatan tinggi
Letusan atau ledakan
Luka bakar listrik, terutama tegangan tinggi
Lompat dan jatuh saat terjadi kepanikan
Pasien yang non–komunikatif, baik dalam keadaan tidak sadar, diintubasi, psikotik, atau
berada di bawah pengaruh obat, harus dianggap berpotensi mengalami cedera multipel dan
diperlakukan dengan sesuai dengan kondisi pada cedera multipel.
Setelah pertolongan pertama diberikan, prinsip–prinsip survei primer dan sekunder dan
resusitasi simultan harus diterapkan [2].
Petugas harus mengenakan alat pelindung diri (APD) i seperti sarung tangan, kacamata goggle
dan gaun khusus sebelum menangani pasien [2].
Pertolongan Pertama
Pertolongan pertama terdiri dari:
Hentikan proses pembakaran
Turunkan suhu luka
Survei Primer
Segera identifikasi kondisi–kondisi mengancam jiwa dan lakukan manajemen emergensi [9,
10]. Jangan terpengaruh oleh luka bakarnya.
Nilai patensi jalan napas, cara termudah adalah berbicara dengan pasien. Jika tidak paten,
bersihkan jalan napas dari benda asing dan membuka jalan napas dengan manuver chin
lift/jaw thrust. Jaga gerakan tulang servikal seminim mungkin dan jangan melakukan fleksi
dan ekstensi kepala dan leher [2, 9].
Manajemen tulang belakang servikal (terbaik dengan rigid collar). Adanya cedera di atas
klavikula seperti trauma muka atau tidak sadarkan diri kerap disertai patah tulang
belakang servikal.
Paparkan dada dan pastikan bahwa ekspansi rongga toraks adekuat dan simetri [2].
Berikan oksigen 100% (15 L/menit) menggunakan non–rebreather mask [2, 9].
Bila diperlukan, ventilasi menggunakan bag dan sungkup atau, intubasi bila perlu.
Lakukan pemriksaan respon pupil terhadap cahaya. Harus cepat dan sama.
Tanggap terhadap hipoksemia dan syok yang menyebabkan kegelisahan dan penurunan
derajat kesadaran [9].
Lepaskan semua pakaian dan perhiasan termasuk anting dan jam tangan [2]
Miringkan pasien untuk visualisasi sisi posterior
Resusitasi Cairan
(Lihat Bab 6)
Cairan inisial diberikan menggunakan rumus Parkland yang dimodifikasi [7, 11–19]:
3–4 mL / kg berat badan / % luas luka bakar + tetes maintenance pada anak–anak
Kristaloid (misal: larutan Hartmann atau Plasmalyte) adalah cairan yang direkomendasikan.
Separuh cairan berdasarkan perhitungan diberikan dalam delapan jam pertama, sisanya
diberikan selama enam belas jam berikutnya [3, 12, 15, 19].
Saat terjadinya trauma ditetapkan sebagai awal resusitasi cairan [7].
Bila dijumpai perdarahan atau syok non–bakar, perlakukan sesuai pedoman trauma.
Pantau adekuasi resusitasi [3, 7, 11, 14, 18, 20]:
Produksi urin melalui kateter per jam
EKG, denyut nadi, tekanan darah, frekuensi pernapasan, analisis gas darah arterial dan
pulse oxymetri
Sesuaikan cairan resusitasi sesuai indikasi.
Analgesia [9]
Pemeriksaan
Radiologi
Tulang belakang servikal
Toraks
Panggul
Pencitraan lain sesuai indikasi klinis
Pipa
• Pemasangan NGT
Survei Sekunder
Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala sampai kaki. Pemeriksaan dilaksanakan
setelah kondisi mengancam nyawa diyakini tidak ada atau telah diatasi [2].
Riwayat Penyakit:
A – Alergy
M – Medicine (obat–obatan yang baru dikonsumsi)
P – Past illness (penyakit sebelum terjadi trauma)
L – Last meal (makan terakhir)
E – Event (peristiwa yang terjadi saat trauma)
Mekanisme trauma
Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi antara pasien dengan lingkungan:
Trauma tajam
Kecepatan proyektil
Jarak
Arah gerakan pasien saat terjadi trauma
Panjang pisau, jarak dimasukkan, arah
Trauma tumpul
Kecepatan dan arah benturan
Penggunaan sabuk pengaman
Jumlah kerusakan kompartemen penumpang
Ejeksi (terlontar)?
Jatuh dari ketinggian
Jenis letupan atau ledakan dan jarak terhempas
Kepala
Mata . . . luka tembus kerap terlewatkan – Cek ketajaman penglihatan
Kulit kepala . . . luka tidak beraturan, benda asing
Wajah
Stabilitas tulang – tulang wajah 1/3 tengah
Periksa adanya gigi yang hilang /maloklusi
Kebocoran cairan serebrospinal melalui hidung, telinga atau mulut
Jelaga, lepuh, edema lidah atau faring
Leher
Inspeksi, palpasi, pemeriksaan radiologi. Selalu curigai adanya fraktur servikal
Luka menembusmuskulus platisma – ruang operasi atau pemeriksaan angiografi
Dada
Periksa seluruh dada–depan dan belakang
Tulang iga, klavikula dan tulang dada
Periksa bising napas dan suara jantung
Luka bakar melingkar mungkin perlu eskarotomibila menyebabkan restriksi ventilasi
Batuk yang produktif
Perubahan suara, parau
Abdomen
Memperlukan evaluasi berulang untuk menilai nyeri dan distensi abdomen
Bila dijumpai memar terutama jejas sabuk pengaman, curiga adanya kelainan intra–
abdomen seperti ruptur viskus
Bila penilaian abdomen tidak dapat jelas, samar atau tidak praktis, misalnya pada luka
bakar di daerah abdomen yang luas, maka investigasi lebih lanjut menggunakann CT scan,
atau Focused Assessment with Sonography for Trauma (FAST) merupakan pemeriksaan
mandatorik.
Perineum
Jejas, hematoma, darah keluar melalui meatus uretra eksterna
Rektum
Darah, laserasi, tonus sfingter, prostat mengambang
Vagina
Benda asing, laserasi
Pemeriksaan Neurologik
Pemeriksaan Glasgow Coma Scale (lihat lampiran)
Penilaian sensorik dan motorik semua tungkai
Paralisis atau paresis menunjukkan adanya cedera berat, segera lakukan imobilisasi
menggunakan papan spinal dan semi–rigid collars.
Catatan:
1) Pada pasien luka bakar, paresis tungkai mungkin disebabkan oleh insufisiensi vaskular
akibat eskar yang kaku. Pada kondisi ini, eskarotomi merupakan indikasi.
Dokumentasi
Buatcatatan
Mintakan persetujuan untuk dokumentasi fotografi dan persetujuan prosedur
Berikan profilaksis tetanus jika diperlukan (lihat lampiran) [21]
Re–evaluasi
Re–evaluasi Survei Primer – khususnya untuk:
Gangguan pernapasan
Insufisiensi sirkulasi perifer
Gangguan neurologis
Kecukupan resusitasi cairan
Penilaian radiologi: foto radiologi toraks
Umumnya, luka bakar steril saat luka bakar terjadi. Perawatan luka bakar berlebihan
menggunakan balutan modern tidak diperlukan bahkan hal ini menyebabkan penanganan yang
memerlukan prioritas tertunda. Tindakan yang tepat untuk penatalaksanaan luka adalah
menutupinya dengan penutup plastik atau kain bersih dan mengatur prosedur evakuasi [22].
Bila rujukan pasien tertunda lebih dari 8 jam, atau pada luka telah terkontaminasi air tercemar
atau limbah industri, maka antimikroba topikal harus digunakan. Bersihkan luka dan konsultasi
ke unit luka bakar rujukan untuk balutan yang dianjurkan. Umumnya direkomendasikan
pembalut antimikroba antimikroba yang mengandung silver atau krim silver sulfadiazin.
Jangan menggunakan balut tekan yang memperberat gangguan sirkulasi pada tungkai yang
sebelumnya memang sudah terganggu. Balutan harus sesering mungkin dibuka untuk
menghilangkan konstriksi.
Konduksi arus listrik melalui dada menyebabkan aritmia jantung sepintas atau henti jantung;
meski hal ini jarang terjadi pada tegangan rendah (<1000 V). Pasien sengatan listrik tegangan
tinggi, penurunan kesadaran atau memiliki EKG abnormal saat masuk rumah sakit mungkin
memerlukan pemantauan EKG 24 jam [23]. Gangguan ritmik jantung lebih mungkin terjadi
pada pasien yang memiliki gangguan jantung sebelumnya.
Selalu ingat bahwa luka masuk atau luka keluar yang lebih kecil dapat disertai kerusakan
jaringan yang berat.
Bila dijumpai residu bahan kimia di kulit, proses pembakaran akan terus berlanjut. Karenanya,
pakaian yang terkontaminasi harus dibuka dan luka dicuci menggunakan sejumlah besar air
dalam waktu cukup lama [24]. Informasi khusus untuk keracunan zat kimia dapat
menghubungi Poisons Information Australia (13 11 26) danNew Zealand National Poisons
Centre (0800 764 766).
Luka bakar kimia pada mata memerlukan pembilasan secara kontinu menggunakan air. Adanya
pembengkakan kelopak mata dan spasme otot disertai nyeri akan menghalangi pencucian
adekuat. Untuk irigasi kadang diperlukan prosedur retraksi kelopak mata yang baik, konsultasi
dengan oftalmologi pada kasus ini sangat diperlukan.
Bakar diri merupakan suatu cara tersering yang diambil dalam upaya bunuh diri. Pasien ini
dalam masa kritisnya memerlukan penanganan yang simpatik dan konseling.
Penggunaan narkotik dosis tinggi dan intubasi yang tidak tepat akan menghalangi aspek
terpenting pada manajemen di fase terminal. Hal ini juga menjadikan hubungan harmonik di
akhir hayat dengan keluarga tidak dimungkinkan. Untuk itu, komunikasi yang baik perlu
diupayakan. Sedangkan untuk kasus–kasus yang bersifat non–fatal diperlukan bantuan
psikiatrik dalam mencegah upaya bunuh diri terulang kembali.
Beberapa kasus dengan kelainan kepribadian atau di bawah pengaruh zat toksik sering
menunjukkan sikap kasar saat manajemen emergensi, hal ini memerlukan perhatian khusus
untuk tidak mencelakai diri sendiri maupun orang lain. Bantuan tenaga dari disiplin ilmu
lainnya (dalam hal ini konsultasi psikiatri) mungkin diperlukan untuk dapat menagani pasien–
pasien ini dengan aman.
Lain halnya pada kasus anak, uraian mengenai mekanisme trauma sulit diperoleh dan
kemungkinan penyebabk non–aksidental harus dipikirkan. Dokumentasi akurat merupakan hal
yang sangat penting dan melaporkan pada yang berwajib merupakan proses yang harus
dijalankan untuk penyidikan lebih lanjut [7].
Perawatan definitif
Ringkasan
Luka bakar sendiri mungkin hanya sebagian dari masalah yang dihadapi; trauma lain sangat
mungkin dijumpai dan ditatalaksanai sesuai survei primer dan sekunder – ABC traumatologi.
Demikian pula mengenai perawatan definitif dan kriteria rujukan.
Pada luka bakar terutama dengan trauma penyerta lainnya, beberapa hal di bawah ini perlu
dilakukan evaluasi secara teratur:
Gangguan jalan napas dan proses pengembangan rongga dada dalam mekanisme
bernapas, terutama karena adanya eskar
Kecukupan resusitasi cairan
Insufisiensi sirkulasi perifer karena adanya luka bakar melingkar, edema dan balutan
Gangguan neurologik
Perdarahan di dalam rongga
Gambar 3. 1 Menunjukkan model luka bakar. Pada daerah yang paling dekat dekat sumber
termal (atau penyebab lainnya), panas tidak dapat dikonduksi secara cepat dan baik, sehingga
terjadi koagulasi protein sel; selanjutnya terjadi kematian sel yang berlangsung sangat cepat.
Daerah ini disebut zona koagulasi atau zona nekrosis (atau zona nekrosis koagulatif) [25, 26,
29, 32, 33].
Di sekitar zona koagulasi adalah daerah dengan kerusakan tidak seberat zona pertama, namun
sirkulasi di daerah tersebut mengalami kerusakan diikuti gangguan mikrosirkulasi. Dengan
terhambatnya mikrosirkulasi, daerah ini disebut zona statis [25, 26, 29, 32]. Bila tidak
ditatalaksanai dengan baik, maka daerah yang cukup luas ini akan mengalami nekrosis saat
dilepaskannya mediator–mediator inflamasi sebagai respon terhadap jaringan yang rusak [29].
Secara klinis, hal ini disebut sebagai degradasi luka (bertambah dalamnya luka bakar). Dalam
3–5 hari pasca luka bakar, luka yang awalnya terlihat vital akan tampak nekrotik. [32].
Kondisi ketiga zona ini berbeda pada setiap luka itu bakar. Kadang zona statis mencapai
kedalaman dermis namun disertai gangguan vaskular yang progresif pada zona nekrosis
sehingga hal ini menyebabkan luka bakar dalam. (lihatgambar 5. 4) Hal ini umumnya dijumpai
pada orang tua dan pasien–pasien luka bakar (maupun sudah mengalami sepsis) dengan
perawatan luka yang tidak tepat. [14]. Dengan demikian, waktu dan penatalaksanaan tindakan
emergensi yang efektif sangat berperan pada proses penyembuhan luka.
B. Responsistemik
1) Suatu zat dapat melintas dinding pembuluh kapiler melalui tiga cara: difusi, filtrasi dan
transport molekul.
a) Difusi. Partikel berukuran sangat kecil misalnya oksigen, karbondioksida dan natrium
akan melintasi dinding pembuluh kapiler (membran) dengan mudah dan berhubungan
dengan konsentrasi zat bersangkutan (dari arah konsentrasi tinggi ke konsentrasi
rendah).
b) Filtrasi adalah suatu mekanisme perpindahan air dan zat lainnya. Sejumlah air
terfiltrasi melalui kapiler tergantung pada daya dorong menembus dinding kapiler.
Daya yang menyebabkan pergerakan air tersebut dijelaskan pada hukum Starling [2,
32] (lihat footnote)1.
c) Transpor molekul besar sangat minim dimengerti. Transpor mungkin berlangsung
melalui ruang yang terbentuk di antara sel–sel endotel. Umumnya pembuluh kapiler
memiliki karakteristik ini (mudah ditembus oleh suatu molekul) sehingga disebut
semipermeabel (permeabelterhadap air dan partikel kecil seperti Na dan Cl, namun
relatif impermeabel terhadap molekul besar misalnya albumin). Namun, faktanya
50%––100% serum albumin melintas kapiler dan kembali ke sirkulasi melalui sistem
limfatik dalam sehari.
1
Hukum Starlingmenyatakan bahwa pergerakan cairan netoadalah perbedaan antara gaya yang mendorong cairan
keluar (tekanan hidrostatik dalam kapiler mendorong cairan keluar intravaskular disertai tekanan osmotik cairan
interstisium yang menarik cairan keluar ruang intravaskular) dengan gaya yang mendorong cairan masuk ke ruang
intravaskular (tekanan hidrostatikdi ruang interstisium mendorong cairan masuk kembali ke ruang intravaskular
disertai tekanan osmotik cairan plasma menarik cairan interstisium masuk ke ruang intravaskular).
Perubahan ini terjadi karena dilepaskannya mediator–mediator inflamasi oleh sel–sel endotel
yang rusak, trombosit dan leukosit.
1) Vasodilatasi merupakan suatu respon vaskular utama pada proses inflamasi dan
menyebabkan[32]:
a) Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler
b) Terbukanya semua pembuluh kapiler; tidak hanya sebagian.
c) Meregangnya dinding kapiler yang meningkatkan area permukaan membran kapiler
dan terbentuknya celah di antara sel–sel endotel.
d) Berkumpulnya darah di pembuluh vena kecil.
2) Terjadi peningkatan permeabilitas membran kapiler yang nyata [7, 18]. Hal ini
menyebabkan peningkatan transpor zat melalui ketiga mekanisme, yaitu difusi, filtrasti
dan transpor molekul. Namun, mekanisme ketiga yang tampaknya paling dipengaruhi,
kemudian diikuti oleh meningkatnya perpindahan albumin melintas membran kapiler
(kebocoran). Perpindahan cairan disertai albumin ke ruang interstisium mengalami
akumulasi menyebabkan edema.
3. Efek Sistemik
Pada luka bakar dijumpai perubahan pada semua organ sistem yang nyata [25].
Bagaimanapun, pada luka bakar dengan luas <20% efek dimaksud tidak terlalu bermakna [20].
Ringkasan
Efek lokal terhadap cedera termal pada kulit dan jaringan subkutan terlihat sebagai tiga
zona kerusakan. Progresivitas zona nekrosis merupakan hal yang lazim dan berkaitan
dengan tatalaksana awal.
Peningkatan permeabilitas kapiler diikuti edema dan penurunan kadar albumin dari darah
sirkulasi.
Luka bakar menyebabkan gangguan sirkulasi sistemik, gangguan metabolisme,
pengendalian suhu, status imun, fungsi usus, gangguan paru dan gangguan pertumbuhan
jangka panjang.
Cedera Inhalasi
Terhirupnya uap panas dan atau produk pembakaran menyebabkan kerusakan traktus
respiratorius dalam berbagai cara [2, 42]. Lebih lanjut, absorpsi produk pembakaran
menimbulkan efek toksik yang serius, baik lokal maupun sistemik.
Cedera inhalasi diikuti tingginya mortalitas pada luka bakar [41–49]. Dengan adanya cedera
inhalasi, angka mortalitas luka bakar meningkat 30% diikuti risiko timbulnya pneumonia [46].
Bila dijumpai pneumonia, angka mortalitas meningkat hingga 60%. Pada anak–anak, luka bakar
dengan luas 50% disertai cedera inhalasi memiliki mortalitas yang sama dengan luas 73% tanpa
cedera inhalasi [50].
Cedera inhalasi yang sebelumnya disebut luka bakar traktus respiratorius, kerap menyertai
luka bakar di daerah kepala dan leher. Lebih kurang 45% luka bakar pada muka, disertai cedera
inhalasi.
Manajemen jalan napas bertujuan untuk mempertahankan patensi dan melindungi jalan
napas. Pada gagal napas, jalan napas harus diamankan untuk memperbaiki oksigenasi dan
ventilasi.
Cedera jalan napas di daerah ini umumnya disebabkan oleh terhirupnya uap panas, terutama
pada mereka yang terpaksa menghirupnya tanpa ada pilihan lain. Hal ini dimungkinkan terjadi
saat seorang terperangkap di ruang tertutup pada ruang yang terpenuhi oleh api maupun uap
panas.
Obstruksi jalan napas akibat edema ini dapat menetap, melampaui batas waktu edema pada
luka (umumnya antara 12–36 jam). Edema di kulit leher kerap memperberat obstruksi [2]. Hal
ini lebih sering dijumpai pada anak–anak yang memiliki jalan napas lebih sempit disamping
leher yang pendek, sehingga edema sangat cepat menimbulkan abnormalitas.
Harus selalu diingat, bahwa luka bakar yang mencakup luas lebih dari 20% permukaan tubuh,
kerap dijumpai respon inflamasi sistemik. Meski tidak ada cedera langsung pada jalan napas,
mukosa mengalami edema, terutama kasus–kasus yang memerlukan cairan dalam jumlah
besar untuk tujuan resusitasi; hal ini akan memperburuk kondisi jalan napas.
Jalan napas bagian atas memiliki kemampuan lebih efektif untuk menyalurkan panas pada
paparan termal dibandingkan saluran napas bagian bawah.
Faktor–faktor berepran pada kerusakan paru yang mengakibatkan gangguan pertukaran gas
antara lain[47]:
Terdapat dua penyebab intoksikasi pada cedera inhalasi, yaitu karbon mono–oksida dan
sianida [42]. Keduanya menyebabkan oksidasi karbon inkomplit.
Selain mengikat hemoglobin, CO juga memiliki afinitas kuat untuk berikatan dengan komponen
selain haem–, diantaranya yang sangat penting adalah sistem cytochrome intrasel. Ikatan ini
memiliki dampak toksik langsung diikuti abnormalitas fungsi sel sebagai komponen utama
toksisitas CO. [53]. Pada intoksikasi CO ini, ensefalopati merupakan gejala sisa (sequelae) yang
serius; meski mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun diduga kuat terjadi akibat
proses peroksidasi lipid serebral.
Kadar oksigen terlarut dalam plasma tidak terpengaruhi, sehingga kerap dijumpai nilai
PaO2dalam batas normal. Indikator hipoksia umumnya tidak menghadirkan informasi adanya
hipoksia.
Hemoglobin yang tidak berikatan dengan O2 menyebabkan perubahan warna kulit menjadi
kebiruan (sianosis). COHb menunjukkan perubahan warna merah muda (cherry red)
Pasien luka bakar dengan perubahan status kesadaran harus dianggap mengalami intoksikasi
CO hinggaterbukti tidak.
Gambaran umum pada cedera inhalasi adalah obstruksi jalan napas yang semakin hebat dan
terjadi dalam beberapa jam. Untuk itu, dibutuhkan kewaspadaan penuh dalam deteksi. Hal ini
umumnya dijumpai pada obstruksi di atas laring. Sedangkan kecurigaan adanya obstruksi di
bawah laring timbul bila dijumpai pasien gelisah dan confusion.
Riwayat terbakar di ruang tertutup atau adanya ledakan bahan bakar (bensin, gas), ledakan
bom harus dicurigai adanya cedera inhalasi. [42].
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan berikut menunjukkan adanya kecurigaan cedera inhalasi[2, 24, 42, 55]:
Hal yang diobservasi Yang didengar
Luka bakar di rongga mulut, hidung dan Perubahan suara
faring,
Bulu hidung terbakar Suara parau dengan batuk
berdahak
Sputum mengandung sisa karbon Napas pendek
Nostril datar Stridor Inspirasi
Kesulitan bernapas Batuk produktif
Tracheal Tug
Fosa supraklavikula mendatar
Retraksi iga
Gejala dan tanda dapat berubah dengan berjalannya waktu tergantung letak cedera. Indikasi
adanya perubahan dimaksud terlihat pada tabel 4. 2 berikut.
Diagnosis dikonfirmasi oleh adanya COHb di dalam darah [48]. Kadar CO yang diestimasi saat
datang mungkin tidak memiliki korelasi dengan gejala pada susunan saraf pusat akibat
intoksikasi CO. Mungkin dijumpai kadarnya demikian rendah karena terjadi pembersihan CO
dari darah saat masuk rumah sakit. Meski demikian pemeriksaan dapat menunjukkan bahwa
intoksikasitelah terjadi.
Tatalaksana
Tatalaksana cedera inhalasi terfokus pada prioritas sebagai berikut:
Patensi jalan napas
Oksigen tinggi
Pemantauan gangguan respirasi secara frekuen
Diskusikan kecurigaan adanya intoksikasi sistemik (CO, HCN) dengan ahli toksikologidi
Poisons Information (Australia – 13 11 26, New Zealand – 0800 764 766)
Pada asesmen awal (survei primer), berikan oksigen dosis tinggi (15L/menit) menggunakan non
re–breathing mask [9]. Hal ini akan memfasilitasi oksigenasi jaringan selama asesmen dan
tatalaksana berikutnya. Patensi jalan napas mutlak diperlukan untuk sampainya oksigen ke
paru.
Proteksi tulang belakang servikal bersifat mandatorik. Semua penderita dengan kecurigaan
cedera inhalasi harus diobservasi secara ketat. Karena obstruksi yang berlangsung progresif
Indikasi intubasi:
Kebutuhan mempertahankan patensi jalan napas / proteksi jalan napas
Obstruksi mengancam
Penurunan tingkat kesadaran
Fasilitasi transpor penderita
Kebutuhan untuk penggunaan ventilator
Oksigenasi terganggu
Bila dijumpai keraguan, intubasi.
a. Topangan respirasi
Penting untuk meyakinkan bahwa jaringan mendapatkan perfusi oksigen sebayak
mungkin. Untuk itu dilakukan pemberian oksigen dosis tinggi (15 L/menit) menggunakan
non–re–breathing mask. [9].
b. Proteksi pada penderita tidak sadar
HubungiPoisons Information Australia (13 11 26) atau New Zealand National Poisons Centre
(0800 764 766) untuk informasi mengenai intoksikasi sianida, hydrofluoric acid, dan lainnya.
Asesmen Luka
Introduksi
Apapun penyebabnya (termal, kimiawi atau listrik), kerusakan jaringan khususnya kedalaman
luka berhubungan dengan suhu dan kekuatan agen penyebab dan lamanya kontak [2, 10][21,
56] Suhu di atas 50C menyebabkan nekrosis jaringan, terutama pada anak–anak dan usia
lanjut.
Asesmen yang tepat dalam estimasi luas luka bakar diperoleh dengan melakukan perhitungan
berdsarkan Rule Of Nines (gambar 5. 1) [21, 25].
Rule of Ninesmembagi permukaan tubuh ke area seluas 9 atau kelipatan 9%, dengan
pengecualian perineum yang diestimasikan seluas 1% [21, 25, 27, 56–58]. Dengan
menerapkan perhitungan berdasrkan metode ini, diperoleh estimasi luas dengan akurasi yang
dapat dipertanggungjawabkan. Namun, selain melakukan perhitungan luas luka bakar, perlu
pula diperhitungkan area yang tidak mengalami luka bakar; kemudian menggabungkan
keduanya hingga mencapai 100% [7, 21, 56–58]. Cara ini bermanfaat pada luka bakar yang
tidak luas, luka tersebar, atau mereka yang tidak berkenan menggunakan metode estimasi
menurut Rule of Nines (gambar 5. 2)
Perhitungan menggunakan Rule of Nines relatif akurat pada dewasa, namun tidak demikian
halnya pada anak–anak [21]. Hal ini disebabkan karena perbedaan proporsi luas permukaan
tubuh dibandingkan dewasa. Anak–anak secara proporsional memiliki panggul dan tungkai
lebih kecil, namun memiliki kepala dan bahu lebih besar dibandingkan dewasa. Penerapan Rule
of Nines dewasa pada anak–anak akan menyebabkan kekurangan atau kelebihan estimasi
ukuran, dan diikuti konsekuensi ketidaktepatan dalam perhitungan kebutuhan cairan
resusitasi.
Kulit terdiri dari dua lapis, yaitu epidermis dan dermis[2, 57, 59–62]. Epidermis merupakan
lapisan tipissuperfisial yang ebrperan mengendalikan evaporasi cairan tubuh, dan secara
teratur diproduksi oleh proses divisi lamina basalis epidermis [63, 64]. (gambar 5. 3).
Dibawah epidermis, terdapat lapis dermis yang membatasi kulit dengan lapis lemak subkutis
[63] dan fasia yang memisahkan kulit dari lapisan muskular dan struktur tulang. Lapis ini
memberi bantalan dan pelindung terhadap trauma. Pada luka bakar, kerusakan lapis ini
menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih dalam.
Disebut juga luka bakar dangkal. Merupakan bentuk luka bakar yang memiliki potensi
mengalami proses epitelialisasi spontan. Termasuk ke dalam kategori ini adalah luka bakar
epidermal dan dermal bagian superfisial.
Eritema (luka bakar epidermal) tidak diperhitungkan pada kalkulasi luas luka bakar [10].
Memang untuk membedakan eritema (luka bakar epidermal) dengan luka bakar superfisial
(dermal) adalah sulit dalam beberapa jam pertama pasca luka bakar.
Tabel 5. 1
Diagnosis kedalaman luka bakar [10]
Pengisian Penyembu
Kedalaman Warna Bula Sensasi
Kapiler han
Epidermal Merah Tidak Cepat Nyeri Ya
Merah
Dermal–superfisial
muda Kecil Cepat Nyeri Ya
(dangkal)
Pucat
Merah
Mid–dermal Awal Lambat +/– Biasanya
mudagelap
Merah
Dermal dalam +/– Tidak ada Tidak ada Tidak
Bernoda
Seluruh ketebalan Putih Tidak Tidak ada Tidak ada Tidak
Dengan suasana kondusif, epitel akan menyebar dari struktur adneksa kulit (folikel rambut,
kelenjar sebasea dan kelenjar keringat) dan menutupi dermis (proses epitelialisasi). Proses
tersebut berlangsung dalam waktu maksimal 14 hari dengan bekas luka yang menunjukkan
perbedaan warna. Tidak ada skar yang dibentuk pada luka bakar dermal–superfisial ini.
Bila proses epitelialisasi mengalami keterlambatan, hal ini menunjukkan bahwa kedalaman
luka lebih dalam dibandingkan saat diagnosis ditegakkan.
Luka bakar mid–dermal sebagaimana namanya, melibatkan kedalaman di antara luka bakar
superfisial dan luka bakar dalam. Lebih cepat mengalami epitelialisasi dibandingkan luka bakar
dalam.
Secara klinis, terlihat adanya variasi derajat kerusakan pleksus dermal. Trombosis kapiler dan
keterlambatan pengisian kapiler disertai edema dan pembentukan bula dapat diamati.
Jaringan bewarna merah muda lebih gelap dibandingkan luka bakar superfisial.
Luka bakar dalam lebih berat dibandingkan dua jenis luka bakar yang dijelaskan sebelumnya.
Proses epitelialisasi spontan tidak terjadi, atau terjadi dalam waktu relatif panjang dengan skar
yang nyata. Luka bakar ini terdiri dari dermal–dalam dan seluruh ketebalan kulit.
1. Luka bakardermal–dalam
Pada luka bakar dermal–dalam mungkin dapat dijumpai bula, namun di dasar bula
ditunjukkan karakteristik luka bakar dalam, retikulum dermis menunjukkan warna merah
berbercak [2, 10]. Hal ini disebabkan karena ekstrapasasi hemoglobin dari sel–sel darah
merah yang rusak dan keluar dari pembuluh darah. Pertanda khas pada luka bakar ini
adalah suatu tampilan yang disebut fenomena hilangnya capillary blush. Ini
menunjukkan kerusakan pleksus dermal. Ujung–ujung saraf di lapis dermis juga
mengalami nasib yang sama, karenanya akan diikuti hilang sensasi terutama saat
dilakukan uji pinprick.
Full thickness burns menyebabkan kerusakan lapis epidermis dan dermis dan dapat
menyebabkan kerusakan struktur jaringan yang lebih dalam [2]. Pada penampilan klinik
dijumpai kulit bewarna putih (dense white, waxy, dancharredappearance). Ujung saraf
sensorik di dermis rusak sehingga hilang sensasi. [2, 10]. Kulit yang mengalami koagulasi
menunjukkan konsistensi seperti kulit ini disebut eskar.
Pada luka bakar, terjadi sekuestrasi cairan ke daerah cedera dan saat mencapai atau melebihi
20–30%, akan bersifat masif (sistemik) [32, 35]. Edema dalam jumlah besar ditambah adanya
evaporative loss pada luka akan menyebabkan defisit volume plasma. Hal ini akan
menyebabkan hipovolemia yang manakala tidak dikoreksi, akan memicu terjadinya gagal organ
yang bersifat sistemik, khususnya acute kidney injury [16].
Dalam bab ini akan dijelaskan patogenesis edema dan syok hipovolemia pasca luka bakar,
resusitasi dan pemantauannya.
Cedera termal menyebabkan perubahan nyata pada mikrosirkulasi baik di daerah luka bakar
maupun di daerah non–luka bakar (sistemik). Tiga zona terbentuk pada suatu cedera termal
(gambar 3. 1 Model Jackson):
Mediator inflamasi yang dilepaskan dari daerah cedera menyebabkan perubahan integritas
dinding vaskular diikuti peningkatan permeabilitas [2]. Mediator–mediator ini diantaranya
adalah histamin, serotonin, prostaglandin, bradikinin dan vasokonstriktor poten seperti
tromboksan dan angiotensin.
Pada luka bakar luas (>20––30% luas permukaan tubuh), jumlah mediator yang diproduksi
demikian banyak diikuti peningkatan permeabilitas yang berlangsung luas hingga dijumpai
pembentukan edema yang masif dan sistemik [18]. Hal ini menyebabkan terjadinya syok
hipovolemia dalam waktu singkat. Hal ini ditunjang adanya kerusakan anatomik endothelial
lining sistem mikrovaskulatur yang terdeteksi pada pemeriksaan mikroskop elektron.
Dijumpai berbagai metode resusitasi cairan yang masing–masing menunjukkan hasil berbeda.
[19, 65]. Secara praktis, bagaimanapun, larutan kristaloid misalnya larutan Hartmann (Lactated
Ringers) atau Plasmalyte diakui secara luas untuk digunakan sebagai inisiasi prosedur resusitasi
[2, 66].
Pada kasus anak, dijumpai keterbatasan sistem cadangan fisiologik dan besarnya rasio luas
permukaan tubuh terhadap massa tubuh dibandingkan dengan dewasa. Dengan demikian,
ambang cairan resusitasi yang perlu diberikan pada anak lebih rendah dibandingkan dewasa
Catatan: Kalkulasi kebutuhan cairan dimulai sejak saat terjadi cedera, bukan terhitung sejak
masuk rumah sakit.
Cairan diberikan melalui dua buah kanul berdiameter besar (pada dewasa 16G) sedapat
mungkin di daerah non–luka bakar. Pertimbangkan akses intra–osseous (IO) bila diperlukan.
Larutan salin normal umumnya dikemas bersama dekstrosa 2.5%: untuk kemasan ini,
tambahkan 25mL dekstrosa 50% ke dalam kantong berisi 500 mL cairan. Bila larutan tersedia
merupakan larutan salin hipotonik tanpa glukosa, tambahkan 50 mL dekstrosa 50% ke dalam
kantong berisi 500mL cairan)
Kalkulasi volume yang diestimasi dalam 24 jam pertama [12] saat edema terbentuk beberapa
saat pasca luka bakar:
– Separuh kebutuhan berdasarkan kalkulasi volume diberikan dalam 8 hours [3] dan separuh
sisanya diberikan dalam16 jam berikutnya [12, 15, 19, 67].
– Cairan maintenance bagi anak–anak dibagi dalam 24 jam secara merata.
Pengurangan cairan tidak sebanding dengan berkurangnya pembentukan edema; formula ini
hanya merupakan petunjuk (panduan, guidelines) yang harus disesuaikan sesuai kebutuhan
individu [15].
Dalam 24 jam kedua pasca luka bakar, larutan koloid dapat diberikan untuk restorasi volume
sirkulasi menggunakan formula [66, 69]:
– 0. 5mL albumin 5% x kg berat badan x % luas luka bakar.
Disamping itu, larutan elektrolit harus diberikan untuk kebutuhan evaporative lossdan
kebutuhan maintenance normal. Untuk tujuan ini, larutan yang umum digunakan adalah
larutan salin normal Kcl (+ dekstrosa untuk anak–anak)
Bila jumlah produksi urine berkisar pada nilai ini, maka kecukupan perfusi ke organ akan
terpelihara [20]. Produksi urine yang berlebih menunjukkan pemberian cairan berlebihan dan
akan menyebabkan terbentuknya edema masif; produksi urine yang rendah menunjukkan
perfusi ke jaringan yang buruk yang diikuti kerusakan sel
Terlihat bahwa pemasangan kateter urine menjadi sangat penting pada pemantauan dan
menjadi suatu keharusan dilakukan pada:
• Luka bakar >10% pada anak–anak dan
• Luka bakar >20% pada dewasa.
Pemantauan hemodinamik invasif sentral diperlukan pada luka bakar dengan kondisi pre–
morbid seperti adanya penyakit jantung atau cedera penyerta yang disertai kehilangan darah
seperti adanya fraktur multipel.
Asidosis yang nyata (pH<7. 35) pada analisis gas darahu menunjukkan perfusi jaringan yang
tidak tercukupi dan menyebabkan asidosis laktat. Pada konsisi demikian, penambahan cairan
resusitasi merupakan indikasi. Bila tindakan koreksi mengalami kegagalan dan dijumpai adanya
hemochromogen di urine, pertimbangkan pemberian bikarbonat setelah melakukan diskusi
dengan intensivis. Asidosis juga menunjukkan kebutuhan, atau ketidakcukupan (inadekuasi)
prosedur eskarotomi.
Elektrolit serum harus diukur pada kesempatan awal dan selanjutnya secara regular dalam
interval waktu tertentu. Adanya hiponatremia ringan merupakan hal yang umum akibat dilusi
karena pemberian cairan infus dan sangat tergantung pada konsentrasi natrium pada larutan
kristaloid yang diberikan (larutan NaCl Hartmann hanya mengandung natrium 130 mEq/L).
Hiperkalemia merupakan hal umum dijumpai; terjadi karena kerusakan jaringan pada luka
bakar. Bikarbonat dan glukosa ditambah insulin mungkin diperlukan untuk melakukan koreksi.
Gelisah, perubahan mental dan ansietas sering dijumpai dan merupakan indikator
hipovolemia; dan harus diamati sebagai respon pertama dalam menilai kecukupan resusitasi
cairan.
Hemoglobinuria
Kerusakan jaringan khususnya jaringan otot akibat cedera termal, trauma tumpul atau iskemia
(eskarotomi!) menyebabkan dilepaskannya mioglobin dan hemoglobin. Pertimbangan kuat
untuk melakukan fasiotomi (eskarotomi tidak membebaskan fasia otot). Urine yang
mengandung hemochromogen ini menunjukkan warna merah gelap. Gagal gnjal akut (GGA,
Acute kidney injury, AKI) merupakan suatu kondisi yang sangat mungkin dijumpai karena
penimbunan deposit haemochromogen di tubulus proksimal dan memerlukan terapi yang
sesuai [23]:
Oliguria
Rendahnya jumlah produksi urinmenunjukkan ketidakcukupan cairan resusitasi. Dalam hal ini,
tindakan pertama yang dilakukan adalah meningkatkan jumlah tetesan cairan. Diuretikum
Penderita–penderita di bawah ini termasuk kelompok yang kerap memerlukan ekstra cairan
resusitasi [15]:
Anak–anak
Penderita dengan cedera inhalasi [19]
Luka bakar listrik
Keterlambatan
Dehidrasi – petugas pemadam kebakaran, penderita intoksikasi
Neonatus dan usia lanjut dengan kelainan jantung harus dipantau ketat karena kelebihan
cairan sangat mudah terjadi. Untungnya, edema paru merupakan hal yang jarang dijumpai
karena peningkatan resistensi vakcular di pulmoner jauh lebih tinggi secara disproporsional
dibandingkan resistensi sistemik. Hal ini terjadi karena terjadinya hipokinesia miokardial dan
kerap memerlukan pemantauan invasif, topangan inotropik, ventilasi dan manajemen cairan
secara khusus.
Anak–anak
Anak–anak sangat rentan terhadap hipoglikemia, kelebihan cairan dan hiponatremia karena
keterbatasan simpanan glikogen, rasio luas permukaan tubuh yang lebih besar dibandingkan
berat badan dan volume cairan intravaskular. Kadar glukosa darah dan elektrolit harus
dipantau secara reguler. Pemberian air harus dibatasi dan pemberian glukosa dilakukan sejak
awal. Hal ini dapat dilakukan melalui pemberian enteral maupun penambahan dekstrosa ke
dalam larutan elektrolit.
Tatalaksana Luka
Introduksi
Dalam penatalaksanaan luka, hal penting yang perlu dipahami yaitu mekanisme trauma dan
penilaian luas–beratnya trauma. Hal ini merupakan titik awal tatalaksana, yang akan
menentukan hasil yaitu fungsi dan penampilan.
Luka adalah disrupsi arsitektur jaringan dan proses–proses seluler. Pada luka bakar, denaturasi
protein dan disrupsi struktur sel terjadi akibat kontak dengan sumber termal (baik suhu tinggi
maupun suhu rendah), listrik, kimiawi atau radiasi. Luka bakar demikian merusak karena
menyebabkan terganggunya ketujuh fungsi utama kulit.
Regulasi suhu
Pengaturan sensorik
Respon imun
Proteksi dari invasi bakteri
Pengendalian kehilangan (penguapan) cairan
Fungsi metabolik
Fungsi estetik dan psikologi
Tujuan tatalaksana adalah untuk memperkecil terganggunya fungsi baik di tingkat lokal
maupun sistemik. Pemahaman luka sebagai suatu hal yang bersifat dinamik dan heterogen
adalah sangat penting. Jangan sampai diduga bahwa luka di berbagai area adalah sama.
Pertolongan pertama
Es atau air es jangan pernah digunakan untuk menurunkan suhu. Suhu yang ekstrim
dingin ini akan menyebabkan vasokonstriksi dan secara eksperimen menunjukkan luka yang
semakin dalam; disamping risiko hipotermia.
Penurunan suhu permukaan sekaligus merupakan analgetik yang efektif [22, 74, 76]. Saat nyeri
timbul kembali dalam beberapa menit setelah aplikasi penurunan suhu dihentikan, dan bila
tidak ada kontra indikasi, maka lanjutkan penurunan suhu hingga dicapai efek analgetik.
Manajemen awal
49
Setelah pertolongan pertama, luka ditutup menggunakan bungkus plastik atau bahan
keringyang tidak melekat selama prioritas manajemen lainnya dilakukan [2, 24]. Bila luka
sebelumnya tidak diturunkan suhunya, lanjutkan metode penurunan suhu sebagaimana
dianjurkan dalam waktu tersisa hingga mencapai tiga jam. Setelah tiga jam, tidak ada efek
benefit. Karenanya, luka kemudian dicuci menggunakan air atau salin, dengan sabun atau
larutan klorheksidin 0. 1% Antiseptik lain jangan digunakan.
Pada penyiapan prosedur transpor, luka dibalut. Tergantung waktu terjadinya trauma, saat
transportasi dan waktu tempuh, diperlukan lebih dari sekedar pembalutan luka menggunakan
kain kering. Lembar plastik dapat dipakai terutama pada anak–anak untuk membatasi
penguapan dan kehilangan panas tubuh [22]. Klorheksidin pada tulle (misal: Bactigras®) dibalut
dengan kasa akan sangat bermanfaat pada penderita yang memerlukan perjalanan beberapa
jam ke pusat rujukan. Aplikasi krim topikal seyogyanya dihindari karena akan memperpanjang
waktu dan menyebabkan keterlambatan transportasi ke pusat rujukan.
Elevasi
Elevasi ekstremitas yang mengalami cedera sangat bermanfaat selama tatalaksana awal dan
selama prosedur transpor karena akan mengurangi edema. Pada tungkai, dijumpai perbedaan
bermakna dengan kasus–kasus yang tidak dilakukan elevasi dalam hal perlunya dilakukan
eskarotomi.
Area khusus
Pada luka bakar dengan cedera inhalasi kerap diikuti berkembangnya edema jalan napas
sehingga diperlukan intubasi [2].
Luka bakar perineum memerlukan pemasangan kateter lebih awal untuk mencegah
kontaminasi. Bila pemasangan kateter terlambat, prosedur insersi pada saat edema akan
mengalami kesulitan.
Luka bakar pada kepala dan leher. Kepala harus dilakukan elevasi untuk menghambat edema
jalan napas bagian atas. Pada anak–anak dengan luka bakar luas, prosedur elevasi kepala ini
sangat bermanfaat karena risiko besar terjadinya edema serebral pada resusitasi cairan.
Eskarotomi
Bila luka bakar melibatkan seluruh ketebalan dermis dan kulit mengalami kehilangan elastisitas
saat edema berkembang,[82] maka diperlukan tindakan melakukan sayatan pada kulit hingga
kedalaman subkutis [7, 82]. Prosedur ini disebut eskarotomi.
Bila trunkus mengalami luka bakar ekstensif, elastisitas dinding dada menurun diikuti
penurunan compliance yang menyebabkan berkurangnya ventilasi [2, 82]. Pada dewasa, kerap
terlihat luka bakar melingkar (sirkumferensial) di dada dengan atau tanpa melibatkan
abdomen. Pada anak–anak yang bernapas terutama dengan diafragma, terlihat eskar di
dinding anterior dan abdomen tanpa luka bakar di sisi posterior.
Insisi dilakukan longitudinal sepanjang linea aksilaris anterior ketepi kosta atau ke abdomen
bagian atas [82]. Pada kasus berat, mungkin diperlukan insisi yang menghubungkan kedua
insisi sebelumnya (kanan dan kiri) berbentuk konvekspada sisi atas (kranial) dinding dada, di
bawahklavikuladan melintang di abdomen.
Ekstremitas
Bila pada ekstremitas dijumpai luka bakar melingkar (sirkumferensial), dengan adanya edema
di bawah kulit yang tidak elastik tersebut maka aliran sirkulasi akan terganggu dan
menyebabkan gangguan perfusi diikuti kematian jaringan bagian distal [21]. Gangguan ini
bersifat progresif lambat dan tidak terduga. Adanya peningkatan tekanan kompartemen dapat
diamati dengan adanya gejala dan tanda sebagaimana diuraikan berikut [82, 83]:
Interpretasitanda–tanda ini mungkin sulit karena terbakarnya kulit (yang menyebabkan palpasi
denyut nadi sulit teraba), suhu dingin (gambaran aliran darah terganggu), dan adanya
hipovolemia. Pemeriksaan akurat didapatkan dengan melakukan USG Doppler. Perubahan
paling awal ditandai hilangnya sinyal Doppler pada pembuluh di jari–jari. Eskarotomi harus
segera dilakukan sebelum pulsasinadi hilang dan saat menurunnya sirkulasi.
Sayatan dilakukan hingga kulit sehat beberapa milimeter di proksimal dan distal; di garis mid–
aksial antara permukaan fleksor dan ekstensor. Hindari melakukan sayatan melintas lengkung
Penyulit eskarotomi adalah tercederainya struktur di bawah kulit. Disisi medial siku, saraf
ulnaris berjalan dan di sisi lateral lutut berjalan saraf peroneal komunis. Jangan melakukan
sayatan transversal di ekstremitas.
Batas distal dari suatu eskarotomikadang sulit ditentukan. Di ekstremitas atas, sayatan lateral
dapat dilakukan sepanjang batas lateral tangan hingga pangkal jari kelima. Di sisi medial,
sayatan dapat dilakukan hingga proksimal ibu jari. Kadang–kadang beberapa sayatan
tambahan di tangan diperlukan, dan sebelum memberangkatkan penderita, hubungi unit luka
bakar yang menjadi rujukan.
Diagram lokasi sayatan terdapat di lampiran 3 dalam buku pegangan.
Prosedur
Pertama, tentukan lokasi sayatan. Bila operator belum terbiasa, maka tandai dengan tinta
sementara ekstremitas bersangkutan berada pada posisi anatomik. Perhatikan kembali garis
sayatan.
Lengan dalam posisi supinasi sebelum member tanda dan sayatan berjalan di depan
epikondilus medialis untuk menghindari cedera saraf ulnaris. Pada tungkai, insisi medial
berjalan di belakang maleolus medialis untuk menghindari cedera pembuluh darah dan saraf
safena. Bila diperlukan sayatan lateral, hindari tercederainya saraf peroneus komunis yang
melintas leher fibula; karenanya lokasi sayatan terletak pada garis mid–lateral.
Instrumen yang diperlukan yaitu pisau atau elektrokauter dan sarana haemostasis seperti klem
arteridan benang, diatermi atau hemostatiktopikal misalnyacalcium alginate. Perdarahan akan
terjadi dalam jumlah ekstrim.
Anestesia umumnya tidak diperlukan. Anestesi lokal diperlukan hanya diperlukan di tepi luka
ke daerah normal. Selain itu, penderita umumnya sudah terintubasi, sehingga sedasi ringan
dapat diberikan.
Prosedur ini dikerjakan dalam kondisi steril. Kasa disiapkan untuk membalut luka sayatan dan
balutan ini seyogyanya tidak menekan agar efektivitas prosedur tercapai.
Pada penderita yang sadar, penjelasan mengenai prosedur harus diberikan sebelum
melakukan tindakan (informed consent)
1. Daerah perkotaan
Luka bakar yang terjadi di daerah perkotaan di Australia dan New Zealand yang telah memiliki
unit luka bakar, penderita yang memerlukan perawatan langsung dirujuk setelah survei primer
dikerjakan. Resusitasi dan tatalaksana definitif dengan demikian dapat dilaksanakan sesegera
mungkin tanpa keterlambatan, dengan pengecualian mereka yang memerlukan tindakan
intervensi sebagai tatalaksana penyelamatan hidup seperti prosedur intubasi.
Bila diperkirakan perjalanan ambulans memakan waktu 1 jam atau lebih, maka prosedur
resusitasi cairan dimulai baik di ambulans menuju ke rumah sakit, menghindari syok luka
bakar. Hal ini akan sangat bermakna pada anak–anak dan usia lanjut, karena keterlambatan
akan mempengaruhi hasil akhir.
Di daerah perifer dan terisolasi, karena keterbatasan fasilitas dan masalah logistik, prosedur
rujukan segera tidak dimungkinkan; penderita memerlukan sarana transportasi darat, udara
atau laut. Dalam keadaan seperti ini, tatalaksana dalam 24 jam pertama dilakukan sebelum
penderita dirujuk; kadang diperlukan tatalaksana lebih dari 24 jam (lihat bab 12). Konsultasi
dengan personel di unit luka bakar regional untuk tatalaksana yang tepat, sehingga penderita
berada pada kondisi optimal saat dirujuk.
Kriteria rujukan
Australian and New Zealand Burn Association menetapkan kasus–kasus berikut memerlukan
rujukan ke unit luka bakar (lihat tabel 7. 1).
Tabel 7. 1
Luka bakar > 10% luas permukaan tubuh pada dewasa dan >5% pada anak–anak
Luka bakar seluruh ketebalan kulit (luka bakar dalam, full thickness burns)> 5%
Luka bakar mengenai area khusus, termasuk wajah, tangan, kaki, genitalia dan perineum,
persendian serta luka bakar melingkar pada dada dan tungkai
Luka bakar dengan cedera inhalasi
Luka bakar listrik
Luka bakar kimia
Luka bakar dengan penyakit pre–morbid
Luka bakar dengan trauma berat lainnya
Luka bakar pada usia tertentu: anak–anak dan usia lanjut
Luka bakar pada wanita hamil
Luka bakar bukan karena kecelakaan
Bila penderita memiliki kelainan yang menyebabkan tatalaksana menjadi sulit dengan risiko
yang semakin besar, diperlukan penatalaksanaan oleh tenaga dalam tim spesialis yang akan
memberi kesempatan sebesar mungkin untuk mendapatkan hasil optimal.
Penderita–penderita dengan trauma penyerta harus dibawa ke unit trauma atau unit luka
bakar sesuai dengan beratnya trauma. Harus ada pertimbangan antara temuan klinik saat
asesmen emergensi dan diskusikan dengan pengelola petugas di unit luka bakar rujukan. Pada
trauma berat yang memiliki risiko besar, maka perlu prioritas penaganan dan stabilisasi
sebelum dirujuk. Perawatan luka bakar dilaksanakan dan prosedur rujukan direncanakan
segera setelah penderita berhasil menjalani prosedur emergensi yang diperlukan. Bila luka
bakar merupakan kondisi yang dominan dalam hal mortalitas dan morbiditas, maka prosedur
rujukan ke unit luka bakar merupakan tindakan yang tepat. Prioritas merupakan suatu
pertimbangan klinik yang didiskusikan oleh dokter yang merujuk, ahli luka bakar dan tim
trauma serta ahli intensivis; dengan mempertimbangkan usiapenderita yang memiliki
mortalitas tinggi. Hal ini disebabkan respon pada kelompok usia tertentu yang tidak dapat
diprediksi sehingga mereka memerlukan penanganan spesialistik oleh tim multidisipliner.
Persiapan rujukan
Dalam keadaan stabil secara fisiologik, penderita luka bakar masif dapat dan aman ditransfer
meski dalam waktu yang relatif lama. Namun untuk dapat ditransfer, penderita harus stabil.
Stabilisasi mencakup semua aspek yang diuraikan sebelumnya.
1. Sistem respirasi
2. Sistem sirkulasi
3. Luka
Luka dicuci dengan air mengandung larutan klorheksidin 0. 1% atausalin normal dan dibungkus
dengan plastik atau kain kering bila prosedur transfer harus disegerakan. Plasticwrapyang
kerap digunakan untuk membungkus makanan sangat bermanfaat digunakan untuk mencegah
evaporasi, mempertahankan panas dan mencegah desikasi (luka mengering) [22]. Hanya bila
prosedur transfer tertunda, gunakan balutan atau pembalut formal (misalnya, slow–release
silver dressings, krim antibakteri atau chlorhexidine impregnated vaseline gauze; dan bahan
penutup absorben). Hal ini dikerjakan setelah melakukan konsultasi dengan unit luka bakar.
4. Manajemen nyeri
Luka bakar diikuti nyeri yang ekstrim. Meski sensasi kulit hilang pada luka bakar dalam, area
sekitar luka dirasakan sangat nyeri; karenanya pemberian analgetika sangat diperlukan [9].
Pada semua kasus, kecuali luka bakar ringan, pemberisan analgetika diberikan secara intra
vena. Dosis awal diberikan relatif kecil selang waktu tiap 3–5 menit, dan dosis akhir sangat
tergantung respon penderita. Trauma penyerta maupun kelainan yang ada sebelumnya harus
diperhitungkan dalam menetapkan dosis, umumnya diberikan morfin dengan dosis awal 0. 05–
0. 1 miligram per kilogram berat badan.
5. Sistem gastrointestinal
Bila dimungkinkan, segera memulai pemberian nutrisi enteral dini melalui akses pipa oro– atau
naso–gastrik. Selama proses transfer, umumnya lebih aman lambung dalam keadaan kosong
untuk memperkecil risiko aspirasi saat terjadi muntah. Untuk tujuan ini, pipa oro– atau naso–
gastrik secara reguler diaspirasi dan dilakukan drenase terbuka. Hal ini diterapkan pada kasus
dewasa dengan luka bakar>20% atau anak–anak dengan luka bakar >10%.
6. Tetanus
Profilaksis tetanus diberikan pada kesempatan pertama. Detilnya dapat dilihat dalam lampiran
1. Untuk mendapatkan hasil optimal, lakukan kontak secara berkesinambungan dengan unit
luka bakar rujukan, lengkapi semua dokumentasi termasuk hal–hal yang diuraikan di atas.
Pusat pelayanan yang melakukan rujukan bertanggungjawab pada stabilisasi penderita dan
membuat dokumentasi asesmen awal (survei primer dan sekunder) serta tatalaksana yang
sudah dilakukan; termasuk saat melakukan pemeriksaan, balans cairan, terapi termasuk dosis
obat yang diberikan. Pada saat transfer, sertakan dokumentasi ini.
Metode pengiriman ditentukan oleh pusat pelayanan yang melakukan rujukan beserta tim dan
petugas yang selanjutnya mengambil alih tugas dalam asesmen dan tindakan selama
pengiriman.
Ringkasan
Penderita luka bakar listrik, kimia, cedera termal yang memenuhi kriteria rujukan yang
ditetapkan dalam ANZBA Criteria for Burn Unit Referral (Tabel 7. 1) harus memperoleh
asesmen dan dilakukan stabilisasi saat dirujuk ke unit luka bakar rujukan.
Prosedur pengiriman merupakan tanggungjawab unit rujukan. Tim yang ikut dalam proses
rujukan bertugas melakukan stabilisasi penderita selama proses transfer.
Dokumentasi merupakan hal yang sangat penting untuk suatu mekanisme transfer
pelayanan dari unit pelayanan pertama ke unit luka bakar.
Introduksi
Demikian banyak konsep emergensi penatalaksanaan luka bakar pada dewasa berlaku pula
pada anak–anak. Kasus anak dengan luka bakar harus dinilai dengan pola yang sama
sebagaimana asesmen pada kasus dewasa. Pada survei primer, harus terdeteksi adanya kondisi
mengancam jiwa. Prosedur tersebut dilanjutkan dengan melakukan pengamanan jalan napas
dan kecukupan sirkulasi yang perlu dipantau secara berkesinambungan berdasarkan produksi
urine.
Epidemiologi
Insiden luka bakar pada populasi anak jauh lebih tinggi dibandingkan dewasa [3], dengan
penyebab yang berbeda sebagaimana terlihat pada tabel 9. 1
Tabel 9. 1
Penyebab luka bakar pada anak (%)
Riwayat
Sebagai pada luka bakar pada umumnya, anamnesis merupakan hal yang sangat penting [21].
Pada anamnesis harus diperoleh informasi mengenai modus dan waktu terjadinya cedera.
Catatan khusus harus diperoleh dari anamnesis tersebut adalah adanya inkonsistensi dari
riwayat dengan dengan temuan pada pemeriksaan fisik atau keterlambatan karena ada
kemungkinan berhubungan dengan luka bakar yang bukan terjadi karena kecelakaan. Masalah
jalan napas yang tidak nyata tampak seperti sleep apnoea atau asma harus teridentifikasi,
demikian pula halnya dengan hubungan psikologik anak dengan keluarganya.
Informasi penting lainnya yang perlu diperoleh adalah pertolongan yang sudah diberikan. Pada
kasus air panas, berapa suhu air, termasuk jenis pakaian yang dikenakan saat terjadi cedera.
Hal ini akan membantu memperkirakan kedalaman luka bakar dan perlunya diberikan edukasi
lebih lanjut.
Kesemuanya memiliki relevansi dengan penatalaksanaan luka bakar pada anak, karena
pemebrian cairan resusitasi didasarkan pada berat badan ketimbang luas permukaan.
Penerapan formula karenanya menjadi kompleks, sehingga sulit untuk diterapkan secara
universal. Namun, pada prakteknya, kasus luka bakar pada anak memerlukan lebih banyak
variasi kalkulasi volume cairan dibandingkan pada dewasa.
Pada anak, kepala dan leher merupakan bagian yang secara komparatif lebih besar
dibandingkan dewasa; demikian pula ukuran tungkai yang secara komparatif lebih kecil
dibandingkan dewasa (gambar 5. 2) [21]. Bayi berusia sampai satu tahun, luas permukaan
kepala dan leher berkisar 18% luas permukaan tubuh dan tungkai berkisar 14%. Dalam masa
pertumbuhannya, setiap tahun di atas usia satu tahun, maka ukuran kepala berkurang sekitar
1% dan ukuran tungkai bertambah 0. 5% dibandingkan luas permukaan tubuh [3]. Dengan
modifikasi kasar dari rule of nines terlihat untuk kepentingan klinik bahwa proporsi dewasa
tercapai saat seorang anak mencapai usia sepuluh tahun. Karenanya, dapat terjadi kesalahan
kalkulasi perhitungan laus luka bakar dan perhitungan kebutuhan cairanresusitasi.
Hipotermia pada anak dikarenakan beberapa faktor. Besar rasio luas permukaan tubuh
terhadap massa tubuh merupakan hal yang sangat penting. Anak di bawah usia 1 tahun tidak
memiliki refleks mengigil. Anak yang lebih besar mungkin memiliki refleks mengigil, namun
Risiko hipotermia harus diperhatikan saat melakukan pertolongan pertama dan selama
transportasi. Pertolongan pertama yang baik dan beanr harus diterapkan sebagaimana pada
dewasa namun harus benar–benar diaplikasikan pada daerah luka dan menjaga agar tubuh
anak tetap hangat. Pada luka bakar ekstensif, waktu penggunaan air dingin optimal dibatasi
hanya selama 20 menit guna menghindari hipotermia.
Jangan menggunakan es
Selama stabilisasi dan selama transportasi, selimut sangat sangat berguna mencegah
kehilangan panas tubuhmelalui evaporasi dan konveksi.Bagian tubuh yang terpapar harus
ditutup, sebaiknya gunakan lembaran yang menjaga kelembabansemacam plastik.
Jalan napas
Obstruksi jalannapas atas pada anak–anak merupakan hal umum. Pembesaran kelenjar
gondok, amandel dan laryngomalacia mungkin ada sebelum cedera termal (3) dan menurut
anamnesis terdeteksi adanya sleep apnoea seperti mendengkur atau melindur, mengantuk di
siang hari atau pernapasan bising. Narkosis mungkin tidak hanya akan menyebabkan depresi
respirasi namun juga menyebabkan relaksasi otot–otot faring dan meningkatkan kemungkinan
obstruksi. Adanya pembengkakan pada obstruksi dapat menimbulkan masalah.
Diameter saluran napas bagian bawah memiliki ukuran absolut lebih kecil pada anak
dibandingkan dewasa (2,3). Karenanya, adanya pembengkakan di mukosa bronkus atau
akumulasi sekret di bronkus menyebabkan jauh berkurangnya penampang dearah permukaan
mukosa sehingga menganggu aliran udara (2). Atas dasar ini, pipa tanpa cuff digunakan pada
anak dengan usia di bawah 10 tahun.
Reaksi hiperaktivitas bronkus (asma) merupakan kondisi umum dijumpai pada anak–anak yang
ditandai adanya riwayat batuk malam hari terutama dimusim dingin atau setelah suatu infeksi
pada sistem respirasi. Inhalasi asap sering menyebabkan bronkopasme pada anak–anak yang
rentan terhadap reaksi ini.
Teknik intubasi endotrakea sedikit berbeda pada anak dibandingkan dewasa. Laring lebih tinggi
ke arah sefalad dibanding dengan dewasa. Dengan pipayang berdiameter lebih kecil, maka
frekuensi suction harus ditingkatkan untuk pembersihan sekret. Stabilisasi pipa lebih sulit
khususnya bila wajah terbakar; pengunaan 2 buah pengikat, satu di atas telinga dan satu
dibawahnya (dandapat dipanjangkan saat edema bertambah) akan sangat berguna. Posisi
ujung pipa harus diperiksa melalui auskultasi sebelum memperbaiki posisi pipa diikuti
pemeriksaan foto toraksuntuk konfirmasi posisi pipa. Intubasi endotrakea pada anak hanya
dilakukan oleh praktisi yang terlatih dan berpengalaman.
Manajemen Cairan
Dinamika cairan dan ukuran tubuh berbeda antara anak dan dewasa. Pada anak, proporsi
terbesar cairan tubuh adalah pada ekstra sel. Pada anak volume darah 80mL/kg, sedangkan
pada dewasa 60–70mL/kg [2]. Kapasitas konsentrasi tubulus renalis pada anak lebih kecil
dibanding dewasa. Berdasarkan hal ini, kehilangan cairan pada anak lebih besar dan mungkin
lebih cepat dibandingkan dewasa [2, 3] dan asupan cairan berlebihan sulit ditangani. Disisi lain,
depresi fungsi kardio–respirasi dan cadangan renal yang dijumpai pada dewasa tidak terjadi
pada anak–anak. Oleh karenanya, kecuali ada penyakit pre–morbid, fisiologi anak dapat
diandalkan untuk mengatasi beban cairan dengan cepat, meskipun ekses cairan dalam jumlah
besar kurang mudah ditangani seperti yang disebutkan di atas. Edema serebri lebih mungkin
dijumpai pada anak dengan kelebihan cairan terutama disertai hiponatremia. Risiko ini dapat
dikurangi dengan meninggikan posisi kepala dalam 24 jam pertama.
Atas dasar perbedaan ini, resusitasi cairan dimulai pada anak dengan luka bakar 10% bukan
20% seperti dewasa.
Mekanisme kompensasi yang baik pada anak menunjukkan sirkulasi yang terpelihara baik pada
kondisi dijumpai kekurangan cairan. Dengan demikian, sangat minim informasi yang dapat
menunjukkan gagal sirkulasi hingga dijumpainya tanda syok yang nyata. Pertanda syok dan
hipoksia yang umum dijumpai pada dewasa seperti agitasi dan takikardia kurang bermakna
karena kondisi ini dipengaruhi faktor lain. Misalnya, takikardia dapat disebabkan stres atau
respon hipermetabolik pada luka bakar dan agitasi akibat nyeri atau ansietas [7].
Hipotensi merupakan tanda lanjut dari suatu hipovolemia dan menunjukkan adanya
dekompensasi homeostasis: dan bila hal ini terjadi, penderita dengan sangat cepat jatuh ke
syok ireversibel.
3. Produksi urin
Parameter yang dapat diandalkan untuk mengukur kecukupan resusitasi adalah produksi
urin[3, 7, 11, 14, 18, 20, 35]. Namun, pengukuran ini sangat sulit pada anak karena obstruksi
mekanik pada kateter urin yang berdiameter kecil sangat mudah terjadi; dan terkumpulnya
beberapa mililiter urin dalam pipa berdiameter besar dapat menyebabkan kekeliruan dalam
penilaian. Upayakan produksi urin 1mL / kg / jam sedapat mungkin dalam rentang 0. 5–2mL /
kg / jam [3, 7].
Saat penambahan cairan diperlukan, berikan 5 sampai 10 mL/kg dengan cepat. Penambahan
cairan juga dapat dilakukan dengan meningkatkan kebutuhan cairan berikutnya hingga 150%
dari volume kalkulasi. Kedua metode ini mungkin diperlukan saat status cairan mengalami
deplesi. Penilaian berulang tiap 15–30 menit diperlukan untuk menentukan apakah perlu
diberikan bolus cairan kembali.
4. Kanula intravena
Sebagaimana pada dewasa, pilihan utama pada pemberian cairan adalah kanulasi vena
perkutan; di daerah yang tidak terbakar [2]. Di tangan yang ahli, insersi perkutan dengan
kateter berdiameter besar pada vena utama seeprti femoralis akan sangat bermanfaat. Bagi
yang belum berpengalaman, teknik ini sangat berbahaya dilakukan pada anak–anak. Kanulasi
vena perifer perkutan pada daerah terbakar dapat dibenarkan meski lebih sulit [2]. Prosedur
vena sksi memerlukan keahlian, lebih lamban dan memisahkan vena secara permanen hingga
tidak direkomendasikan lagi.
Pemberian cairan intra–osseousrelatif lebih aman [2, 3, 7, 9, 72]dan cepat; kini merupakan
teknik pilihan untuk akses vena darurat.
5. Maintenance cairan
Pada anak–anak, kebutuhan cairan maintenance berhubungan dengan jumlah cairan resusitasi
[3]. Perhitungan kebutuhan cairan maintenance:
100mL/kg untuk 10kg pertama
50mL/kg untuk berat badan 10 kg–20kg
20mL/kg untuk berat badan di atas 20kg
Cairan harus mengandung glukosa yang dapat ditambahkan ke dalam volume cairan resusitasi
pada anak–anak dengan berat badannya sampai dengan 30 kg. Tambahan glukosa ini sangat
diperlukan karena terjadi penurunan glikogen pada anak dan hipoglikemia terjadi dengan
cepat dan khususnya berkaitan dengan hipotermia. Estimasi kadar glukosa darah secara
reguler sangat diperlukan selama stabilisasi dan transportasi.
Eskarotomi
Eskarotomi ekstremitas pada anak sangat diperlukan sebagaimana pada dewasa [2].
Eskarotomi pada trunkus lebih sering diperlukan pada anak dibandingkan dewasa, karena anak
bernapas secara diafragmatik; adanya kekakuan dinding abdomen lebih mungkin
menyebabkan keterbatasan volume tidal. Untuk alasan ini, gangguan gerakan gas dapat terjadi
pada trunkus yang terbakar tanpa harus melingkar. Karenanya, pada luka bakar di sekitar dada
anterior, lateral dan bagian atas abdomen, eskarotomi harus dipertimbangkan. Pada situasi ini,
prosedur tambahan disamping prosedur yang dijelaskan pada bab 7 eskarotomi; diperlukan
sayatan melintas bagian atas abdomen sejajar tepi iga untuk memungkinkan gerakan dinding
abdomen terpisah dari gerakan dinding dada.
Saluran cerna
Anak–anak lebih rentan terhadap dilatasi lambung dibandingkan dewasa dan cenderung
menelan udara saat menangis. Diperlukan insersi pipa nasogastrik pada fase awal pemeriksaan
dan selama transportasi khususnya jika diperlukan evakuasi udara. Namun, tingkat
metabolisme anak–anak yang tinggi dan kebutuhan gizi mereka untuk pertumbuhan berarti
bahwa mereka memiliki toleransi yang sedikit atas kekurangan gizi. Makanan utama yang dini
harus diberikan secepat mungkin saat mereka tiba di rumah sakit karena ini dapat mengurangi
hilangnya fungsi usus dan menjaga nutrisi mereka.
Aspek Emosional
Patologi psikososial sebelum traumamerupakan hal umum dijumpai pada luka bakar anak
sebagaimana dijumpai padadewasa, namun dengan patologi berbeda. Kekurangan dalam
berbagai hal, kurangnya bimbingan sosial dan asuhan menyebabkan kekurangan berlanjut
Perubahan emosional dan sosial pada anak sangat berbeda dengan dewasa. Bermain
merupakan bagian terpenting pada aktivas normal anak sehari–hari. Sosialisasi dalam
kelompok sebaya dan pemisahan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan
emosional seorang anak. Interaksi antar individu berbeda dan bahasa yang digunakan harus
sesuai dengan usia anak bersangkutan. Pentingnya menempatkan kepercayaan dalam
hubungan anak, menuntut seorang dewasa jujur terhadap anak mereka setiap saat.
Pernyataan tegas dan menakutkan harus dihindari.
Bila seorang anak mengalami luka bakar, maka seluruh keluarga mengalami gangguan
emosional; merasa bersalah dan saling menyalahkan adalah suatu keadaan yang paling
menonjol. Saudara sering sangat terpengaruh. Teman bermain, kelompok sebaya (misalnya
sekolah) juga terlibat. Semua aspek pada anak ini harus ditangani dan mendapat perhatian
sejak awal.
Perubahan emosional jangka panjang seorang anak pasca luka bakar tergantung peran /
bantuan emosional seluruh anggota keluarga;berbeda dengan dewasa yang terkonsentrasi
pada pasien itu sendiri. Oleh karena itu, dukungan keluarga sangat penting dan dimulai sejak
awal.
Bila terdapat kecurigaan adanya tindak kekerasan anak, maka rujukan ke unit luka bakar
diperlukan. Selama proses transfer ini, hal–hal yang menimbulkan kecurigaan
didokumentasikan dengan jelas dan dilaporkan. Tiap rumah sakit harus memiliki protokol
dalam penanganan hal ini dengan penekanan komunikasi antar–lembaga untuk memberikan
perlindungan anak.
Harus diingat bahwa tuduhan yang tidak benar atas cedera bukan kecelakaan sangat merusak
reputasi keluarga.Tampilan luka bakar yang tidak lazim dapat saja disebabkan oleh kecelakaan
dan jangan secara otomatis diasumsikan sebagai sesuatu yang disengaja. Anak–anak ini harus
ditransfer ke unit luka bakar anakdan mendapatkan penilaian dengan teknik sebagaimana
mestinya.
Dalam prakteknya, perbedaan antara ‘kecelakaan’ dan ‘bukan karena kecelakaan’ kurang
penting secara medis dibanding sosial. Semua anggota keluarga memerlukan bantuan selama
jangka waktu panjang dan yang terpenting adalah hasil akhir jangka panjang yang terbaik
secara fungsional.
Kriteria transfer
Pada anak–anak, batas kebutuhan untuk prosedur transfer lebih kecil dibandingkan dewasa.
Anak dengan luka bakar > 5%, prosedur transfer harus dipertimbangkan. Pada beberapa kasus,
alasan prosedur transfer mungkin demikian sederhana, misanya untuk manajemen nyeri,
karena pemberian opioid perkontinum tidak tersedia. Pada beberapa kasus lain, prosedur
transfer timbul pada kasus bukan kecelakaan yang memerlukan konsultasi dini dengan unit
luka bakar dan transfer secepat mungkin. Kriteria lainnya yang berlaku pada dewasa, seperti
luka bakar di area khusus (tangan, wajah, kaki dan perineum), dan diketahui atau diduga
cedera inhalasi, luka bakar disertai trauma berat lain, luka bakar pada pasien dengan kondisi
pre–morbid, juga berlaku pada kasus anak.
Latar belakang psikososial dan kebutuhan emosional pada anak yang menderita luka bakar
beserta keluarganya berbeda dengan pasien dewasa.
Tabel 10. 1
Luka bakar listrik
Tegangan Kulit Kedalaman jaringan Gangguan irama jantung
Tegangan Luka masuk dan luka Jarang mencapai Henti jantung dini atau
Rendah keluar kedalaman tidak ada sama sekali
(<1000V)
Tegangan Luka bakar percikan Kerusakan otot dan Aliran melalui toraks
Tinggi (>1000V) apidengan luka rabdomiolisisdan dapat menyebabkan
masuk dan keluar sindroma kerusakanmiokardial dan
mencapai seluruh kompartemen, gangguan ritmik yang
ketebalan kulit (full timbul lambat
thickness)
Sambaran Petir Luka bakar percikan Henti napasdan
Perforasi gendang resusitasiberkepanjangan
apisuperfisial atau
telinga dan kerusakan
sedalam dermal.
kornea
Luka bakar keluar di
kaki
Tegangan listrik masuk ke dalam kategori rendah bila berada di bawah 1000 volt. Termasuk
suplai listrik satu–fase sebesar 240 volt alternating current (AC) dengan 50 siklus (50Hz) per
detik yang digunakan untuk perumahan di Australia dan Selandia Baru. Pasokan listrik pada
industri umumnya tiga fase dengan tegangan 415 volt.
Kecelakaan listrik tegangan rendah dapat terjadi pula pada arus satu arah (direct current, DC)
yang digunakan pada industri pelapisan logam, purifikasi elektrolit dan beberapa sistem
transportasi. Aki mobil umumnya menghasilkan arus dengan tegangan 12 volt yang
menyebabkan luka bakar ketika terjadi sirkuit / hubungan pendek dengan logam (misal, cincin
Tegangan listrik masuk ke dalam kategori tinggi bila berada di atas 1000 volt.[10] Arus sebesar
11000 atau 33000 volt dalam kabel transmisi tegangan tinggi merupakan arus yang paling
umum digunakan. Tegangan lebih tinggi dijumpai pada pembangkit tenaga listrik maupun
gardu listrik.
Sambaran petir merupakan tegangan tinggi yang ekstrim, amplitude (amper) yang tinggi, aliran
listrik DC yang menghasilkan durasi sangat pendek dan dapat menyebabkan pola cedera yang
tidak lazim.
Patofisiologi
Kerusakan jaringan pada luka bakar listrik terjadi karena dihasilkannya panas akibat adanya:
Resistensi jaringan
Durasi kontak
Besar arus listrik [86].
Setiap jaringan menunjukkan perbedaan karakteristik resistensi listrik sesuai dengan isi
elektrolitnya. Dalam rangka penurunan resistensi, berbagai jaringan terdaftar dibawah ini
Tulang
Kulit
Lemak
Saraf
Otot
Darah dan cairan tubuh.
Resistensi kulit bervariasi berdasarkan ketebalan, serta basah atau keringnya kulit. Kulit tebal
dan kering memiliki resistensi yang tinggi dibandingkan kulit yang tipis dan lembab (misal
berkeringat). Tingginya suhu yang dihasilkan konduktor tergantung pada panas yang
melampaui konduktor melalui proses konduksi, konveksi dan radiasi.
Listrik melampaui tulang sebagai suatu konduktor buruk menyebabkan kenaikan suhu
bermakna karena panas diserap. Kenaikan suhu tulang berkelanjutan bahkan setelah arus
listrik berhenti, menyebabkan kerusakan sekunder. Fenomena ini dikenal sebagai the joule
effect. Karena kedalaman tulang, panas dilepas perlahan dan menyebabkan kerusakan pada
periosteum, otot dan saraf di sekitarnya.
Tingginya arus pada titik kontak dan resistensi kulit yang tinggi menyebabkan panas tinggi yang
menyebabkan kulit hangus. Pada cedera tegangan tinggi, terjadi proses arcing (locatan arus
listrik, red.) pada sendi seperti pergelangan tangan dan siku, menyebabkan gosongnya kulit
Jenis luka
Pada listrik dengan arus tegangan rendah, terjadi kerusakan lokal yang signifikan di tempat
kontak, luka masuk dan luka keluar [10, 87] mungkin dijumpai kelainan jantung tetapi tidak
terjadi kerusakan jaringan dalam. Pada arus listrik di perumahan (50 Hz) terjadi kejang otot
atau tetani dan menyebabkan penderita tidak dapat lepas dari kontak dengan benda beraliran
listrik [2][23].
Pada arus tegangan tinggi ada dua kemungkinan mekanisme cedera. Pertama, luka akibat
letupan listrik yang menimbulkan bunga api. Pada luka jenis ini, dijumpai luka bakar di kulit
tanpa kerusakan jaringan dalam karena arus tidak melalui tubuh penderita. Adanya letupan
menyebabkan pakaian terbakar dan mengakibatkan luka bakar kulit tanpa luka kontak, luka
masuk dan luka keluar[10].
Transmisi arus tegangan tinggi umumnya menghasilkan kerusakan jaringan di titik kontak
berupa kerusakan seluruh ketebalan kulit (full thickness) dan kerusakan jaringan dalam [23].
Kerusakan organ tubuh adalah hal yang tidak umum, lebih mungkin disenbabkan karena jatuh
dari ketunggian (tiang atau menara listrik).
Kerusakan otot terjadi dibawah kulit yang kadang terlihat normal mungkin terjadi sangat hebat
melibatkan keseluruhan kompartemen di ekstremitas [88].
Kerusakan dan nekrosis otot diikuti pelepasan mioglobin dari sel otot ke sirkulasi. Pigmen ini
bersama hemoglobin yang berasal dari hemolisis sel darah merah menyebabkan gangguan
ginjal karena kedua jenis haemochromogens tersebut mengendap di tubulus ginjal diikuti gagal
ginjal akut [10].
Sambaran petir diakibatkan tegangan yang sangat tinggi, dengan amplitudo (ampere) tinggi
dan sirkuit / hubungan pendek arus satu arah (direct current, DC). Bentuk cedera ini kurang
populer di Australia dan Selandia Baru. Tiap tahun 5 sampai 10 orang Australia, 90 di Amerika
Serikat, 10,000 orang di dunia mengalami kematian yang disebabkan oleh sambaran petir.
Pola cederanya sangat bervariasi [2]. Sengatan / sambaran langsung mengenai korban memiliki
risiko kematian tinggi. Yang umum terjadi adalah sambaran dalam bentuk kilatan atau
Durasi singkat sambaran petir umumnya tidak diikuti kerusakan jaringan dalam yang
nyatanamun kerap terjadi hentinapas henti jantung [2]. Gangguan napas terjadi awal akibat
dari dampak arus pada pada pusat napas di medula. Kondisi ini biasanya bersifat reversibel dan
memerlukan tindakan resusitasi yang panjang.
Organ lain yang dapat mengalami kerusakan adalah telinga. Perforasi membran timpani
mungkin dijumpai akibat ledakan dan harus diperiksa [2]. Kerusakan kornea juga dapat terjadi
dan ini mungkin dalam bentuk akut atau sekuel jangka panjang.
Sambaran petir juga dapat mengakibatkan kerusakan kulit yang tidak biasa, penampilan
arborescent atausplashedyang disebut Lichtenberg flowers dan patognomonik suatu sambaran
petir [2].
Manajemen
Prosedur penyelamatan korban kecelakaan listrik menghadapkan penyelamat pada risiko nasib
yang sama[24]. Hal yang harus diperhatikan adalah, pertama putuskan hubungan dengan
sumber arus listrik atau singkirkan kabel beraliran dari korban [24]. Jika hal ini tidak
dimungkinkan, pindahkan korban dari sumber arus listrik menggunakan sebuah non–
konduktor.
Harus diingat bahwa listrik bahwa tegangan tinggi akan dialirkan melalui udara; tegangan listrik
1.000 volt hanya akan menimbulkan loncatan beberapa milimeter saja, 5.000 volt akan
menyeberang sampai satu sentimeter, dan 40.000 volt hingga 13 sentimeter.
Setelah terbebas dari arus listrik, survei primer dapat dilakukan pada tiap cedera luka bakar.
Jalan napas harus bebas dan tulang belakang servikal terlindungi. Henti napas dapat terjadi
dampak arus listrik pada medula, dan henti jantung akibat efek arus listrik pada miokardium.
Sehingga resusitasi jantung–paru sangat penting pada tatalaksana korban luka bakar listrik.
Intubasi endotrakea mungkin diindikasikan untuk mempertahankan patensi jalan napas.
Proteksi tulang belakang servikal sangat penting karena trauma daerah ini sangat mungkin
terjadi bersamaan dengan luka bakar listrik [24]. Kejang otot hebat dapat terjadi pada arus
listrik di rumah tangga dan menyebabkan fraktur tulang. Petugas listrik mungkin jatuh dari
ketinggian seperti tiang, menara atau peralatan tinggi lainnya).
Kemungkinan fraktur pada tulang belakang servikal harus disingkirkan melalui pemeriksaan
pencitraan dengan metode khusus (penggunaan meja khusus untuk foto tulang belakang).
Sebelum menanggalkan imobilisan (hard collar) saat pemeriksaan radiologik, gunakan kantong
Riwayat trauma
Selesai melakukansurvei primer, dapatkan riwayat trauma baik dengan melakukan anamnesis
pada pasien, saksi atau paramedis.
Bagaimana terjadinya kecelakaan?
Kapan terjadinya?
Apakah pasien pinsan, bila ya, berapa lama?
Apakah terjadi amnesia pada saat itu?
Apakah terdapat trauma yang terkait?
Apakah terjadi serangan jantung atau apakah terdapat gangguan aritmia?
Survei Sekunder
Pertama, lepaskan semua pakaian dan barang–barang seperti jam tangan dan perhiasan.
Lakukan pemeriksaan luka masuk atau kontak luka dengan perhatian khusus pada kulit
kepala, tangan dan kaki.
Memperkirakan total area luka bakar dan kedalaman luka bakar tersebut.
Lakukan pemeriksaan neurologik dengan fokus khusus pada susunan saraf pusat dan
perifer.
Dokumentasikan semua temuan klinis.
Resusitasi
Jika pada saat penyelesaian survei sekunder, cedera yang ada memerlukan resusitasi cairan,
gunakan dua jalur intravena kanula besar seperti pada luka bakar luas lainnya.
Kebutuhan cairan pada luka bakar listrik cenderung volumenya lebih besar dibandingkan
jumlah yang diantisipasi pada luka bakar kulit saja. Kerusakan otot yang tidak tampak pada
ekstremitas mengakibatkan kehilangan cairan yang tidak diperhitungkan menggunakan rumus
standar.
Pada pasien dengan kerusakan jaringan yang dalam, haemochromogenuria harus diantisipasi
[2, 23]. Kateter urin harus dimasukkan untuk deteksi gejala dini perubahan warna urin dan
untuk memantau produksi urin. Jika terlihat pigmen pada urin, laju infus cairan harus
ditingkatkan guna mempertahankan produksi urin 75–100 mL/jam bagi dewasa dan 2
mL/kg/jam pada anak–anak.
Alkalisasi urin [23] dengan penambahan natrium bikarbonat secara tradisional telah digunakan
untuk meningkatkan larutan haemochromogens pada urin. Namun rasionalnya kini
dipertanyakan. Jika diperlukan penggantian cairan yang lebih dari sederhana untuk
membersihkan pigmen urin, diusulkan untuk meminta saran ke unit luka bakar.
Bila haemochromogens tidak dijumpai lagi di urine, jumlah cairan harus dikurangi hingga
produksi urine dapat dipertahankan 30–50 mL/jam pada dewasa, atau pada anak–anak < 30kg
1 mL/kg/jam.
Gangguan aritimia
Konduksi arus listrik melalui dada dapat menyebabkan gangguan ritmik jantung mulai dari
aritmia yang bersifat temporer hingga henti jantung; meskipun hal ini jarang terjadi pada
cedera tegangan listrik rendah (<1000V). Penderita dengan sengatan listrik mungkin
memerlukan pemantauan EKG selama 24 jam; jika mereka terpapar pada tegangan tinggi,
pingsan atau menunjukkan EKG abnormal saat datang di instalasi gawat darurat (23). Aritmia
mungkin terjadi jika pasien memiliki gangguan miokardium yang sudah ada sebelumnya dan
diperburuk oleh adanya aliran listrik.
Jika terdapat luka masuk atau keluar yang ekstrim, kemungkinan edema di bawah fasia harus
diantisipasi. Edema ini sangat mungkin menyebabkan peningkatan tekanan kompartemen
pada yang menyebabkan gangguan sirkulasi [2]. Peningkatan tekanan kompartemen pada otot
menyebabkan nyeri hebat. Ekstremitas tegang pada palpasi dan hilangnya pulsasi perifer.
Dalam keadaan ini, diperlukan tindakan fasiotomi.
Fasiotomi
Sangat penting untuk memberikan resusitasi yang baik kepada pasien sebelum fasiotomi
dilaksanakan sehingga haemochromogens terlepas dari otot i yang baru mengalami perbaikan
perfus dengan cepat terbilas dan dibuang melalui ginjal. Perlu melakukan konsultasi dengan
unit luka bakar untuk pemberian mannitol sebelum fasiotomi sebagai prosedur profilaksis.
1. Ekstremitas atas
Otot–otot lengan bawah sangat rentan terhadap iskemia dan sindroma kompartemen.
Tekanan ini dibebaskan dengan melakukan sayatan panjang melintang garis mid–medial dan
mid–lateral pada lengan, melintas di atas siku dan pergelangan tangan. Sayatan dibuat pada
kulit dan lemak subkutis selanjutnya membuka fasia dalam; lakukan sayatan pada fasia.
Perhatian khusus untuk melindungi saraf ulnaris di daerah siku. Pendarahan mungkin terjadi
dengan cepat dan memerlukan pengendalian hemostasis menggunakan diatermi atau ligasi.
Jika pasien mengalami hipotensi saat prosedur dilakukan, maka pendarahan biasanya
tertunda. Pembebasan carpal tunnel mungkin diperlukan pada luka bakar di tangan. Sebelum
melanjutkan prosedur ini, lakukan konsultasi dengan unit luka bakar.
2. Ekstremitas bawah
Ada empat kompartemen ekstremitas bawah yang dipengaruhi adanya edema subfasia yang
menyebabkan sindroma kompartemen [2]. Masing–masing kompartemen ini memerlukan
sayatan tersendiri. Empat buah sayatan dapat dilakukan melalui dua sayatan di kulit. Sayatan
lateral dilakukan di atas fibula, memanjang dari kaput hingga tiga perempat panjangn fibula.
Hati–hati jangan sampai mencederai saraf peroneal yang meliwati kolum fibula. Septum
intermuskular memisahkan kompartemen anterior dan lateral disayat sepanjang sayatan kulit.
Sayatan medial dimulai dari proksimal, berjarak satu jari di bawah margo subkutan tibia dan
dilanjutkan hingga maleolus medialis. Sayatan pada kulit, lemak subkutis dan fasia dengan
hati–hati agar tidak mencederai vena dan saraf safena. Fasia diretraksi, selanjutnya
kompartemen posterior dapat diidentifikasi dan lakukan sayatan dekompresi sepanjang
sayatan kulit.
Manajemen luka
Prinsip–prinsip umum luka bakar berlaku untuk luka bakar listrik dan telah dijelaskan
sebelumnya.
Banyaknya otot non vital mengharuskan manajemen luka bakar yang baik dan pemberian
antibiotika topikal menjadi keharusan untuk pencegahan infeksi.
Sebagian besar listrik tegangan rendah menyebabkan luka seluruh ketebalan berukuran kecil
yang memerlukan eksisi dan penutupan, skin grafting atau perbaikan lain dan harus dirujuk ke
unit pelayanan luka bakar untuk mendapat pelayanan yang memadai. Kejadian pada tegangan
rendah rumah tangga biasanya tidak menyebabkan kerusakan jaringan otot yang besar pada
ekstremitas. Bagaimanapun, pengawasan EKG selama 24 jam mungkin diperlukan jika mereka
menderita luka bakar yang disebabkan oleh listrik tegangan tinggi, pingsan atau menunjukkan
EKG abnormal saat masuk rumah sakit sebagaimana dijelaskan sebelumnya (23).
Introduksi
Lebih dari 25,000 produk yang dapat menyebabkan luka bakar kimia saat ini dipasarkan untuk
digunakan dalam bidang industri, agrikultur, kepentingan militer dan rumah tangga. Di
Amerika Serikat, lebih dari 3,000 kematian terkait langsung dengan cedera kulit kimia atau
saluran cerna tercatat setiap tahunnya dengan estimasi penderita 60,000 memerlukan
pelayanan medis untuk luka bakar kimia.
Sebagai bagian tubuh yang rentan cedera dan bagian tubuh yang berhubungan langsung
dengan bahan–bahan berbahaya, tangan dan bagian atas tubuh merupakanarea yang paling
sering mengalami cedera.
Proteksi
Sangat penting bahwa semua petugas yang memberi pertolongan pertama menyadari
kepentingan menjaga diri dari kontaminasi, misalnya menggunakan sarung tangan, masker
pelindung wajah. Semua pakaian terkontaminasi harus dilepas secepat mungkin dan
ditempatkan dalam wadah pelindung untuk pembuangan selanjutnya.
Bahan kimia yang biasa digunakan dan menyebabkan luka bakar antara lain:
1. Keperluan industri
Alkali: Natrium, kalium, amonium, lithium, barium dan kalsium hidroksida (sabun deterjen,
pembersih dren, dan penghilang cat).
Asam: pikrat, sulfasalisilat, tannic, trichloroacetic, cresylic, asetat, format, klorida dan flourida
(kaca dan elektronik).
3. Keperluan Militer
Patofisiologi
Kerusakan jaringan merupakan dampak langsung paparan bahan kimia apapun tergantung
pada:
Kekuatan atau konsentrasi agen
Kuantitas agen
Cara dan lamanya kontak dengan kulit /kontak mukosa
Daya penetrasi ke dalam jaringan
Mekanisme kerja
Perbedaan utama antara luka bakar kimia dan termal adalah lamanya waktu dimana kerusakan
jaringan berlanjut sejak agen kimia menyebabkan kerusakan yang progresif hingga
dinonaktifkan menggunakan bahan penetral atau pengeceran menggunakan air.
Estimasi kedalaman luka bakar dengan penilaian klinis setelah luka bakar mungkin sulit dalam
beberapa hari pertama pasca cedera.
Semua agen di atas menyebabkan cedera sel melalui berbagai jenis reaksi kimia.
Pertolongan Pertama
Tanggalkan semua pakaian yang terkontaminasi bahan kimia yang kering [24]. Alirkan air
dengan konstan adalah pertolongan utama pada luka bakar kimia [2] (kecuali unsur natrium,
kalium dan lithium). Untuk mendapatkan efek terbaik, tindakan ini dimulai dalam waktu 10
menit setelah terjadinya kontak.
Nyeri hebat
Penampilannya bervariasi mulai dari eritema (dangkal) hingga eskar hitam (dalam)
Irigasi menggunakan air
Diatasi dengan tindakan pembedahan seperti pada luka bakar termal
Asam Flourida
Sangat korosif, asam non–organik dari unsur fluorine: luas permukaan tubuh 2% dapat
berakibat fatal
Mekanisme kerusakan
a) Ion hidrogen menyebabkan luka bakar asam pada kulit yang khas, yang dapat
diminimalisasi dengan air.
b) Ion flourida yang bebas masuk melalui kulit rusak akan mengikat ion kalsium. Hal ini
menyebabkan nekrosis jaringan yang lunak dan hipokalsemia berat sehingga mobilisasi
ion kalsium dari tulang tidak memadai untuk mengatasinya. Derajat kerusakan
tergantung pada konsentrasi asam, tingkat dan durasi kontak [90].
c) Aritmia mungkin terjadi akibat hipokalsemia dan hipomagnesemia.
Aspal
Produk penyulingan minyak bumi.
Dilarutkan dengan produk minyak lainnya (minyak tanah, parafin medis, parafin lilin) dan
minyak sayuran.
Untuk tujuan transportasi dan penggunaan, suhu mencapai 190C (normal 150C).
Cair pada suhu 150C, dan semisolid pada suhu atmosfir.
Luka bakar disebabkan bentuk cair yang panas, bukan efek racun dari aspal.
Diobati dengan mendinginkan aspal menggunakan air dalam jumlah besar.
Lepaskan pakaian namun jangan mencoba untuk melepaskan aspal melekat.
Lepaskan aspal menggunakan minyak parafin (dapat ditambahkan minyak tanah 1/3 nya).
Ter
Gastrointestinal
Kecelakaan menelan zat korosif yang digunakan untuk keperluan rumah tangga biasanya
terjadi pada anak–anak.
1/3 dari penderita dengan luka bakar intra–oral terbukti diikuti kerusakans esofagus.
Gejala yang tidak khas dan untuk diagnosis pasti memerlukan pemeriksaan endoskopik.
Panendoskopi yang melalui area cedera diperlukan untuk memastikan luas kerusakan.
Foto toraks dan abdomen; CT scan toraks–abdomen menunjukkan kerusakan ekstra–
lumen.
Eksplorasi bedah dan debriment jaringan nekrotik mungkin diperlukan.
Steroid tidak terbukti manfaatnya.
Terjadinya striktur esofagus merupakan hal yang umum.
Diperlukan tindakan endoskopik dan operasi untuk mengatasi striktur.
Mata
Luka bakar kimia pada mata diikuti tingginya insiden kerusakan mata residual.
Tanda–tanda fisik termasuk blefarospasme, keluarnya air mata berlebihan dan
konjungtivitis
Pembengkakan cepat epitel kornea, kekeruhan lapis anterior stroma dan terlepasnya sel di
kambra anterior.
Atasi dengan pemberian air dalam jumlah besar. Diphoterine sangat berguna.
Perawatan di rumah sakit lama (48jam).
Antibiotika topikal untuk pencegahan infeksi sekunder.
Perforasi dan ulserasi kornea, terbentuknya katarak, glaukoma sekunder, iridosiklitis dan
simblefaron adalah beberapa komplikasi lanjut.
Saluran Trakeobronkus
Luka bakar langsung pada trakea dan bronkus jarang, terjadi setelah menghirup agen
kaustik atau terpapar gas kimia (misalnya amonia).
Gangguan pernapassan atau hipoksia membutuhkan pemeriksaan bronkoskopi fibre–optic
Bronkodilator dan steroid mengurangi bronkopasme serta peradangan.
Mungkin diperlukan dukungan ventilator mekanik temporer.
Dapat terjadi bronkiektasis sebagai komplikasi akhir.
Diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk fungsi paru–paru dan foto toraks.
Luka bakar kimia pada mata juga memerlukan pemberian air dan selanjutnya rujukan ke
pusat pelayanan luka bakar.
Adalah penting menyembuhkan luka bakar penderita secepat mungkin pasca cedera. Pada luka
bakar yang tebal dan dalam, perlu dilakukan eksisi dini dan pencangkokan kulit. Waktu yang
optimal untuk prosedur ini adalah antara tiga dan lima hari pasca cedera. Keterlambatan
dalam melakukan operasi ini memungkinkan timbulnya infeksi yang diikuti tingginya
morbiditas dan mortalitas.
Meski tidak dimungkinkan untuk melakukan evakuasi penderita ke unit luka bakar dalam
waktu 24 jam pasca cedera, perlu ditekankan bahwa setiap upaya harus tetap dilakukan untuk
mentransfer penderita sesegera mungkin. Prinsip–prinsip yang diuraikan dalam bab ini tidak
dilihat sebagai sebuah pembenaran penanganan penderita luka bakar kritis di pusat pelayanan
terpencil. Pedoman ini dirancang untuk membantu untuk menjaga penderita luka bakar kritis
berada pada kondisi optimal, sehingga bila transfer dimungkinkan, maka tatalaksana definitif
dapat dilanjutkan sebagai bagian dari kasus biasa. Pedoman ini dirancang sebagai suplemen
dari kontak telepon, email dan fax dengan unit luka bakar.
Prinsip–prinsip berikut adalah petunjuk yang dirancang untuk melengkapi bantuan dan saran
lebih lanjut yang mungkin dapat dilakukan di pusat pelayanan terpencil. Personil dengan
perawatan intensif dengan latar belakang anestesi atau trauma mungkin ada ketimbang staf
unit luka bakar, dan keahlian mereka dapat dimanfaatkan dalam keadaan darurat.
a. Topangan respirasi
Penilaian berulang harus dilakukan, terutama pada luka bakar di kepala dan leher, riwayat atau
adanya kecurigaan cedera inhalasi, seperti yang diuraikan pada Bab 2, intubasi endotrakea
mungkin diperlukan pada fase ini. Tenaga medis berperan melanjutkan perawatan penderita
yang terintubasi yang tidak mungkin ditransfer karena alasan logistik. Beberapa pemeriksaan,
termasuk analisis gas darah dan foto toraks bermanfaat dalam membantu proses pemantauan.
Selama fasse ini, mungkin diperlukan topangan respirasi non–invasif, termasuk penghisapan
sekret berkala dan pengaturan posisi kepala dan leher penderita. Perasat chin lift dan
pengamanan jalan napas menggunakan oro-pharyngeal airway atau naso-pharyngeal airway
direkomendasikan. Bila dengan metode ini pengamanan jalan napas tidak berhasil, mungkin
diperlukan intubasi endotrakea dan harus dilakukan secepatnya, sebelum pembengkakan
faring semakin berat yang akan menyulitkan prosedur intubasi.
1. Intubasi endotrakea
Pemasangan pipa endotrakea yang benar menjamin patensi dan terlindunginya jalan napas,
memungkinkan pemberian oksigen efektif, mempermudah pembersihan sekret,
memungkinkan pemberian analgesia dosis besar, pemberian sedasi yang aman dan
memungkinkan diterapkannya ventilasi mekanis. Pada kasus luka bakar dengan cedera
inhalasi, prosedur intubasi semakin sulit karena pembengkakan mukosa jalan napas
membengkak dan hipoksia semakin berat. Karenanya prosedur intubasi dipertimbangkan lebih
awal.
Prosedur intubasi endotrakea secara teknis sulit pada luka bakar jalan napas bagian atas
disertai edema dan cedera di daerah wajah. Komplikasi ter penting adalah kegagalan teknis
yang dalam hal ini sering berakhir fatal. Masalah jangka pendek lainnya termasuk penempatan
pipa endobronkea yang salah, trauma pada jalan napas bagian atas dan obstruksi pipa oleh
sekret serta tertekuknya pipa.
Setiap penderita luka bakar yang memerlukan intubasi membutuhkan perawatan definitif oleh
spesialis di rumah sakit besar, sebaiknya sebuah rumah sakit yang memiliki unit luka bakar
khusus.
Intubasi dan ventilasi harus dipertimbangkan pada penderita dengan distres pernapasan yang
jelas secara klinis, hipoksia berat atau hiperkarbia, defek neurologik disertai gangguan refleks
pernapasan atau upaya bernapas, luka dada yang parah, atau obstruksi jalan napas bagian atas
akibat pembengkakan karenakan cedera inhalasi. Kadang indikasi ventilasi mekanik didasari
Rute oro–trakea merupakan yang paling sederhana, namun intubasi naso–trakeal terkadang
berhasil pada situasi dimana intubasi oral tidak dimungkinkan. Bila tidak dapat dilakukan
dengan cepat atau dijumpai obstruksi jalan napas, prosedur kricotiroidotomi merupakan satu–
satunya alternatif. Hal ini relatif mudah dan harus dilakukan tanpa keraguan.
Zat induksi anestesi atau relaksan otot akan mempermudah prosedur intubasi, namun hanya
dapat digunakan oleh mereka yang memiliki kepercayaan diri tinggi dan terlatih. Semua zat ini
memiliki efek samping yang signifikandan memiliki potensi terjadinya penurunan status,
penderita yang mulanya dihadapkan pada gangguan respirasi namun jalan napas baik dengan
ventilasi mencukupi, menjadi penderita yang tidak dapat diintubasi atau diventilasi.
Setelah prosedur intubasi, dilakukan penilaian posisi pipa dilakukan secara klinis dan
radiologis.
3. Fisiologi
Transportasi oksigen dari udara ke darah kapiler alveoli berlangsung terutama melalui difusi
dan aliran darah di arteri pulmoner (yaitu cardiac output). Sebaliknya, CO2 mengalami difusi
dari pembuluh kapiler ke alveoli dan dihembuskan pada proses ventilasi, yang yang akan
menurunkan kadar CO2. Dengan demikian, oksigenasi tergantung pada konsentrasi oksigen
inspirasi, kapasitas difusi paru dan cardiac output, sedangkan kadar pCO2 arteri ditentukan
oleh ventilasi alveolar.
Ventilasi alveolar mengalami delivery dalam berbagai pola. Volume tidal yang kecil dengan
frekuensi cepat memperkecil efek samping tekanan intratorakal yang tinggi (lihat di bawah),
dan sebagian besar udara yang dihirup pada pernapasan terbuang sia–sia, ventilasi ruang mati
(yang meningkat pada penggunaan pipa endotrakea, sirkuit ventilator dan faktor penderita
lainnya), dan meningkatkan kecenderungan terjadinya atelektasis. Sebaliknya volume besar
dengan frekuensi lambat memperkecil kemungkinan atelektasis dan memperkecil terbuangnya
ventilasi di ruang mati, namun masalah yang ditimbulkan tekanan tinggi dan volume
diperbesar. Pada praktek klinik, hal–hal seperti ini harus dijadikan orientasi dalam tatalaksana.
Sebagai upaya memperbaiki pernapasan spontan yang tidak tercukupi, ventilasi mekanik
memungkinkan pengendalian pO2 dan pCO2 arteri. Ventilasi mekanik juga meniadakan kerja
pernapasan hingga menghemat oksigen yang digunakan dalam proses. Namun, tekanan positif
akan mengurangi aliran vena ke jantung (venous return) yang menyebabkan hipotensi,
Distensi berlebihan dapat terjadi saat dijumpai kondisi patologik (termasuk luka bakar jalan
napas dan cedera inhalasi) menyebabkan paru–paru kaku (non–compliant), menggunakan
volume tidal berlebihan, atau adanya obstruksi jalan napas letak rendah (asma atau penyakit
paru obstruktif kronis) menyebabkan hiperinflasi. Kondisi ini mennimbulkan komplikasi
mengancam jiwa seperti tension pneumothorax.
Karenanya, ventilasi mekanik hampir selalu membutuhkan sedasi dan pemberian relaksan otot
masih tetap dihadapkan pada potensi timbulnya komplikasi dan efek samping.
Bila fasilitas hiperbarik tersedia dan mudah diperoleh, banyak pihak merekomendasikan
penggunaannya. Namun, eliminasi CO berlangsung cepat bila penderita segera menghirup
oksigen 100% secara cepat. Atas dasar itu, pemberian awal oksigen bersifat mandatorik bila
ada kecurigaan keracunan CO. Penggunaan oksigen hiperbarik dapat dilakukan secara elektif
setelah konsultasi dengan unit luka bakar.
Kedua bentuk cedera ini mempengaruhi pertukaran udara di paru (gas exchange) dan
kekakuan mekanik (complaince). Gejala yang ditimbulkannya adalah distres pernapasan dan
hipoksemia. Mungkin dijumpai batuk produktif dan partikel jelaga di jalan napas, dan pada
foto toraks dijumpai peningkatan densitas jaringan interstisium alveolar difus yang konsisten
dengan bentuk sindroma distress pernapasan akut lainnya. Kondisi ini memerlukan
penatalaksanaan definitif yang melibatkan spesialis yang intensif di rumah sakit yang besar
dengan fasilitas canggih.
3. Trauma toraks
Kontusio paru dapat menyebabkan hipoksia yang nyata atau hemoptisis dan flail chest yang
menimbulkan inefisiensi pernapasan spontan. Dikumpainya cedera ini pada penderita luka
bakar meningkatkan kebutuhan penggunaan ventilasi mekanis.
Adanya eskar melingkar dinding dada memengaruhi compliance dinding dada. Kondisi ini harus
dibedakan dengan penurunan compliance paru pada penggunaan tekanan inspiratorik tinggi
yang digunakan untuk mencapai volume tidal yang dibutuhkan yang mungkin tidak terlalu
membahayakan. Bagaimanapun, pada kondisi ini diperlukan eskarotomi dinding dada.
Pada umumnya, untuk dewasa dimulai dengan volume tidal 5–7 mL/kg berat badan dengan
frekuensi napas 10 kali/menit dan 50% oksigen. Hal ini cukup aman untuk mempertahankan
saturasi oksigen adekuat. Tekanan inspiratorik pada dewasa tidak lebih dari 35 cmH2O (pada
anak, 15–20 cmH2O), dan sistem kardiovaskular stabil.
Analisis gas darah arteri harus diperiksa segera setelah dimulainya ventilasi, dan selanjutnya
dilakukan penyesuaiannya. Pemeriksaan diulang secara frekuen hingga penderita dalam
kondisi stabil.
Bila compliance paru buruk dan atau dijumpai instabilitas sistem kardiovaskular, volume tidal
harus diturunkan, juga bila normokarbia tidak tercapai. Dalam jangka pendek, hal ini tidak akan
membahayakan kecuali dijumpai cedera kepala berat. Bila ada kecurigaan intoksikasi CO atau
instabilitas kardiovaskular berkelanjutan, maka harus diberikan oksigen 100%. Gangguan
compliance paru progresif menunjukkan adanya tension pneumothorax maupun beberapa
masalah mekanik lainnya, dalam hal ini, pemeriksaan foto toraks harus diperoleh sesegera
mungkin.
Sedasi selama ventilasi mekanik biasanya menggunakan kombinasi opioid dan benzodiazepin.
Morfin dan midazolam paling sering diberikan perinfus secara kontinu, titrasi untuk
Bila pengendalian ventilasi adekuat tidak tercapai, dengan cara ini, maka relaksan non–
depolarisasi otot dapat ditambahkan. Pankuronium dan vekuronium paling sering digunakan
dan biasanya diberikan bergantian bolus iv (6–8 mg dosis dewasa, diikuti oleh 2–4mg prn).
Harus ditekankan bahwa sedasi dalam dan atau kelumpuhan otot menjadikan penderita
benar–benar tak berdaya saat terjadi kerusakan ventilator atau terjadi gangguan koneksi;
maka dalam hal ini mutlak diperlukan pengawasan yang konstan.
Pulse oxymetry, denyut jantung, tekanan darah, end tidal CO2 dan alarm pemutus–tekanan
merupakan syarat minimal yang mutlak pada semua penderita dengan ventilasi mekanik.
Alarm pemutus–tekanan bukan hanya merupakan satu kesatuan dalam unit ventilator, namun
juga tersedia dalam bentuk portable tetapi juga tersedia sebagai suatu unit tersendiri; terlepas
dari ventilator. Beberapa alat pemantauan volume tidal/menit juga sangat diperlukan,
beberapa ventilator memiliki sarana ini dalam kesatuan (built in) namun bentuk yang
sederhana tersedia pada ventilator Wright. Pada penggunaan ventilator, sangat dibutuhkan
pemantauan analisis gas darah dan foto toraks.
Hal yang perlu menjadi perhatian adalah, penggunaan alat pemantau (monitor) bukan sebagai
penganti perawat terlatih dalam pemantauan klinis. Pemantauan merupakan suatu yang
bersifat mandatorik pada penderita dengan ventilator.
Di ketinggian terjadi penurunan tekanan oksigen inspirasi, terutama pada pesawat tanpa
sarana pengatur tekanan, peningkatan volume udara (seperti pada pneumothorax, udara pada
balon pipa endotrakea atau ruang mati di iv flask) dapat mengubah kinerja ventilator.
Akses vaskular yang handal dan pemantauan harus terjamin, dan setiap upaya harus dilakukan
untuk stabilisasi kondisi penderita sejauh mungkin. Bila ada tim transportasi perawatan kritis
yang berpengalaman, akan lebih baik memanfaatkan tenaga mereka bahkan bila penundaan
terjadi. Tidak ada satupun penderita terventilasi yang harus dirujuk tidak dikawal oleh petugas
medis senior yang terampil.
B. Topangan sirkulasi
Kondisi hemodinamik penderita luka bakar berat tetap berada pada kondisi tidak stabil dalam
24 jam kedua. Kebutuhan cairan seringkali tidak mengikuti aturan standar dan penilaian
berulang berkelanjutan menggunakan kriteria klinis umum, nadi, urine dan tekanan darah
diperlukan untuk memastikan bahwa jumlah cairan yang diberikan adalah tepat.
Pemeriksaan laboratorium berikut ini akan membantu memandu pengobatan dengan cairan:
1. Komposisi Cairan
Seiring dengan kembali permeabilitas kapiler secara bertahap di akhir hari pertama pasca luka
bakar, cairan koloid dapat diberikan untuk menjaga ruang intravaskular terekspansi. Jumlah
keseluruhan volume disesuaikan untuk untuk mempertahankan produksi urin 30–50 mL/jam
pada dewasa dan pada anak–anak (kurang dari 30 kg) 1,0 mL / kg /jam.
Cairan yang diberikan selama 24 jam kedua harus mencakup 0.3–0.5 mL koloid per kg berat
badan per persentase luas luka bakar. Cairan koloid yang diberikan adalah albumin serum
normal 5% (50g per liter).
Pada dewasa, dekstrosa 4% dengan larutan salin normal 0,18% ditambahkan untuk
mempertahankan produksi urin cukup. Pada anak–anak, perlu ditambahkan glukosa dengan
larutan salin ½ normaluntuk tujuan yang sama.
3. Keseimbangan Cairan
Selama 24 jam kedua kebutuhan cairan lebih kecil dibandingkan dengan 24 jam pertama, hal
terpenting adalah jangan sampai terjadi kelebihan cairan, terutama pada mereka yang disertai
kelainan jantung dan paru. Pola cairan yang menghasilkan urin berlebihan tidak tepat dan
diikuti kemungkinan terjadinya edema paru karena pemberian cairan terlalu banyak [16].
Sindroma kompartemen abdominal dapat terjadi sebagai komplikasi sekunder serius bila
volume cairan berlebihan diberikan untuk mempertahankan produksi urin yang cukup dan
mempertahankan stabilitas hemodinamik. Pemantauan tekanan kandung kemih sangat
bermanfaat untuk memperoleh informasi penting mengenai tekanan intra–abdomen.
Selama 24 jam kedua, diuresis alami harus sudah mulai dan produksi urin mungkin mengalami
peningkatan, melebihi jumlah cairan yang diberikan. Sedangkan pada kondisi dimana dijumpai
haemochromogenuria, dieresis alami akan dimulai 24–48 jam pasca luka bakar.
Pemantauan hemoglobin dan hematokrit pada tahap ini mungkin menunjukkan penurunan
hemoglobin yang terjadi akibat hemolisis, sehingga pemberian whole blood mungkin
diperlukan pada tahap ini. Dengan demikian, hematokrit tidak dapat digunakan sebagai
panduan.
C. Perawatan Luka
Luka harus diperiksa ulang untuk memperoleh informasi akurat mengenai luas dan kedalaman
luka bakar. Luka bakar yang dalam 24 jam pertama hanya berujud eritema mungkin
kedalamannya berkembang menjadi luka bakar seluruh ketebalan kulit (full thickness) dalam
24 jam kedua. Penilaian ulang formal luka bakar mengharuskan dilakukannya kalkulasi ulang
kebutuhan cairan untuk 24 jam kedua.
Luka bakar dangkal hingga mid dermal dirawat dengan pembalut biologik yang sesuai
(Biobrane, Opsite, Duoderm atau sejenisnya) dan bila pembalut ini pada 24 jam kedua masih
dalam kondisi baik, maka tidak perlu ditukar.
Sebagai kelanjutan perawatan luka bakar menggunakan pembalut antimikroba, yang terbaik
adalah melakukan pencucian luka, baik dalam bath tube, di kamar mandi, atau menggunakan
shower. Pembalut lama dan kulit yang terkelupas harus dibuang.
Setelah pengeringan, ambil foto klinik untuk tujuan pemantauan luka. Aplikasi balutan bersih
pada luka agar penderita merasa nyaman.
Perhatian ditujukan untuk memastikan balutan tidak terlalu ketat, sensasi dan sirkulasi distal
baik. Dalam 24–48 jam pertama, dalam melakukan pembalutan, ujung jari tangan dan kaki
harus dubiiarkan terbuka sehingga adanya perubahan warna dan penilaian sirkulasi dapat
dilakukan secara reguler.
Ekstremitas atas dan bawah harus ditinggikan denegan bantal atau bantalan busa untuk
memfasilitasi resolusi edema. Bila tersedia, USG Doppler dapat digunakan untuk membantu
pemantauan sirkulasi pada ekstremitas yang mengalami edema.
Pengisian ulang kapiler secara reguler dan observasi ekstrremitas harus memberi informasi
kemungkinan dilakukannya eskarotomi. Edema pada luka bakar dapat berlanjut selama 24 jam
kedua pasca luka bakar, sehingga mungkin diperlukan eskarotomi untuk memastikan sirkulasi
darah yang baik ke distal.
Dengan kembali normalnya sirkulasi perifer pada tahap ini, terbukanya pembuluh perifer yang
bertahap dari memungkinkan terjadi pendarahan pasca eskarotomi yang dilakukan
sebelumnya. Mungkin diperlukan diatermi bipolar atau klem arteri dan ligasi untuk
mengendalikan pendarahan. Penerapan balut tekan untuk mengatasi pendarahan adalah tidak
tepat karena menghalagi sirkulasi perifer yang telah diperbaiki melalui eskarotomi.
D. Manajemen nyeri
Pada 24 jam kedua, cara sederhana dan aman dalam manajemen nyeri adalah pemberian
analgesia cukup dengan narkotika intravena dosis rendah. Dosis tersebut harus dititrasi
terhadap respon penderita termasuk frekuensit pernapasan. Tidak ada fasilitas canggih
diperlukan untuk pemberian dan pemantauannya [9].
Pemberian analgesia yang dikendalikan penderita (patient controlled analgesia, PCA) sangat
efektif pada luka bakar dan bila peralatan ini tersedia, maka menjadi metode pilihan. Peralatan
ini dapat digunakan pada anak kecil dengan hati–hati. Diperlukan keahlian bidang anestesi
untuk prosedur ini.
Oksida nitrit atau methoxyfluorane yang diberikan mencegah distribusi oksigen tidak tercukupi
merupakan suplemen bermanfaat, terutama saat melakukan prosedur, namun pemberiannya
harus dilakukan oleh seorang ahli anestesi atau staf yang berpengalaman.
E. Nutrisi
Pemberian nutrisi melalui rute gastrik seawal mungkin pasca luka bakar adalah penting.
Kehadiran nutrien melalui usus akan melindungi mukosa usus halus dari kerusakan yang terjadi
pada trauma dan starvasi. Kerusakan sel mukosa memungkinkan terjadinya translokasi bakteri
usus ke aliran darah menyebabkan sepsis berat oleh gram negatif yang kerap berakibat fatal
pada luka bakar kritis. Pemberian nutrisi dini membantu mencegah hal ini.
Pada penderita dengan luka bakar berat (>10% pada anak–anak,>20% pada dewasa) kerap
dijumpai ileus, terutama pada keterlambatan resusitasi cairan dan syok yang nyata. Pipa naso–
gastrik harus dimasukkan untuk mengosongkan lambung, menghindari aspirasi bila muntah.
Nutrisi segera diberikan bila terdengar bising usus atau memang bising usus terdengar sejak
penderita masuk rumah sakit.
Kurang lebih dua kali jumlah energi yang dibutuhkan per hari pada keadaan normal (biasa).
Pada penderita luka bakar kritis, nutrisi diberikan dalam bentuk suplemen diet yang tersedia.
Bila ini tidak, produk susu akan sangat bermanfaat.
Penderita dapat mengonsumsi diet normal. Komposisi diet harus kaya akan protein dan kalori
yang mencukupi. Penambahan susu bubuk skim ke dalam susu biasa (200 gram per liter)
secara signifikan meningkatkan kadar protein. Pemberian protein tinggi dengan penambahan
telur sering kali dapat ditolerir.
Karena risiko ulserasi lambung akut pasca luka bakar kritis demikian tinggi, perlindungan
dengan pemberian inhibitor pompa proton, H2 antagonis, dan yang paling penting, pemberian
nutrisi enteral.
Pencegahan kontraktur dimulai sejak awal (pada hari–hari pertama). Penderita tidak
diperbolehkan mengikuti posisi kontraktur karena posisi yang nyaman adalah posisi
kontraktur. Posisi yang tepat tergantung pada aspek sendi yang terlibat. Biasanya posisi yang
benar adalah:
leher – ekstensi
ketiak – abduksi
siku – ekstensi
pergelangan tangan – netral atau ekstensi
sendi metakarpofalangeal – fleksi
sendi jari interfalangeal – ekstensi
lutut – ekstensi
pergelangan kaki – 90o dorsofleksi
Bidai diperlukan dan setidaknya sekali dalam sehari semua sendi harus digerakkan dalam
rentang gerak (range of movement, ROM) sejauh nyeri dapat ditolerir. Penderita dengan
cedera inhalasi dan dalam keadaan sadar atau yang eskar dinding dada harus menjalani latihan
bernapas dan batuk untuk memastikan ekspansi paru.
Pada penggunaan bidai, hindari balutan yang ketat dan menekan saraf di sekitar sendi. Saraf
ulnaris di siku dihadapkan risiko mengalami cedera pada penggunaan bidai atau tekanan tepi
tempat tidur dan meja operasi. Demikian pula saraf peroneal komunis di sekitar kaput fibula
dihadapkan pada risiko drop foot.
G. Pengendalian Infeksi
Semua peralatan harus dibersihkan secara efektif, terutama alat yang digunakan untuk
beberapa penderita. Pencucian tangan sebelum dan sesudah menangani penderita adalah
cara yang paling efektif untuk mencegah penularan infeksi.
Pembersihan selama tiga menit harus dilakukan sebelum mengawali setiap prosedur.
Ketika melakukan perawatan penderita secara langsung, gaun isolasi berbeda harus
dipakai untuk setiap penderita.
Kasur penderita dan daerah disampingnya harus dibersihkan tiap hari menggunakan
antiseptik.
Ringkasan
Penderita harus dirujuk ke unit luka bakar dalam waktu 24 jam untuk memaksimalkan
pertolongan penderita. Bila hal ini tidak mungkin, manajemen perawatan intensif
diperlukan untuk menjaga penderita dalam keadaan terbaik untuk dirujuk.
Perhatian untuk alat penopang respirasi dan sirkulasi, perawatan luka, manajemen nyeri,
nutrisi, fisioterapi, dan pengendalian infeksi.
Hubungi unit luka bakar atau ICU diperlukan.
Cukup banyak penderita luka bakar akut pergi ke unit gawat darurat rumah sakit di perifer atau
perkotaan dan cukup banyak penderita mendapat perawatan pertama dari dokter umum.
A. Penilaian
Riwayat/ terjadinya kecelakaan sangat penting [21]. Penyebab dan pertolongan yang sudah
dilakukan memberi petunjuk dalam menentukan kedalaman luka.
Luka bakar akibat air panas yang mendapat pertolongan sesuai dengan rekomendasi
cenderung tidak terlalu dalam seperti luka bakar api. Namun pada anak dan orang tua, luka
bakar akibat air panas seringkali dijumpai lebih dalam dibandingkan pemeriksaan awal.
Informasi mengenai seberapa panas air yang menyebabkan cedera harus diperoleh. Luka bakar
api biasanya dalam, terutama bila menggunakan bahan bakar, atau bahan pakaian yang
terbakar.
Kecurigaan mengenai cedera bukan karena kecelakaan pada anak maupun dewasa seringkali
terpandu oleh adanya inkonsistensi antara pemeriksaan fisik dengan anamnesis yang
diperoleh. Adanya kecurigaan ini menimbulkan keharusan segera merujuk ke unit luka bakar
untuk penyelidikan lebih lanjut.
2. Pemeriksaan fisik
Lakukan pemeriksaan dan lakukan pencatatan dengan teliti [2] hal–hal sebagai berikut.
1) Warna
2) Adanya bula
Umumnya kedalaman luka dapat ditentukan berdasarkan temuan butir–butir di atas; lihat
lebih rinci pada Bab 7 Manajemen Luka. Untuk luka bakar tidak luas, dan bila dijumpai kendala
rujukan (lihat kriteria di Bab 10), maka kasus ini dapat dikelola oleh ahli bedah untuk prosedur
eksisi dan prosedur skin graft. Bila ada keraguan mengenai kedalaman atau tatalaksana,
hubungi unit luka bakar.
Terapkan rule of nines dari Wallace sebagaimana dibahas pada Bab 5 dan dapatkan informasi
akurat luas luka bakar [21, 25, 27, 56–58]. Sebagai alternatif, gunakan permukaan telapak
tangan (1% dari luas permukaan tubuh) sebagai panduan menilai luas luka bakar [21, 56–58].
Pada penderita dengan luka bakar superfisial dan mid–dengan luas kurang dari 10% pada
dewasa atau kurang dari 5% pada anak dapat menjalani rawat jalan. Dengan tersedianya
balutan biologis modern yang sesuai, diungkinkan untuk melindungi, mengobati dan
memfasilitasi proses penyembuhan alami. Namun, pada luka mendekati 10% dan perawatan
yang memerlukan pergantian balutan secara frekuen dengan metode di luar kompetensi
dokter umum atau rumah sakit daerah, pertimbangkan untuk merujuk ke rumah sakit yang
telah menjalin kerjasama dengan unit luka bakar untuk pelaksanaan rawat jalan.
B. Manajemen Nyeri
Pada luka bakar tidak luas, dengan pembalutan yang baik dapat diberikan parasetamol
digabung dengan kodein peroral, intranasal atau inhalasi untuk penderita rawat jalan.
Pada prosedur pembalutan, kerap dijumpai kesulitan dan nyeri, terutama pada anak–anak.
Untuk tujuan ini, pemebrian sedatif dan analgesik oral dapat diberikan 30–45 menit sebelum
pembalutan. Opioid intranasal memiliki onset yang lebih cepat dan masa kerja yang cocok
untuk lingkungan rawat jalan. Sekali lagi, bila tidak mungkin untuk memberikan analgesia yang
memadai dalam kondisi rawat jalan atau perawatan primer, maka perlu untuk dilakukannya
rawat inap.
C. Manajemen Luka
Setelah pertolongan pertama (Bab 2), manajemen luka harus mengacu pada prinsip yang
berlaku untuk penanganan luka apapun. Teknik aseptik harus diterapkan dalam memperkecil
Setelah luka bersih, pemeriksaan lebih lanjut diperlukan untuk menilai kedalaman luka bakar.
Luka bakar bewarna merah muda cerah ke merahan, sangat nyeri tanpa bula menunjukkan
kedalaman hanya mencapai epidermis [2]. Contoh yang khas adalah sengatan matahari atau
percikan api. Luka kedalaman initidak memerlukan pengobatan spesifik, tapi mungkin sangat
nyeri dan membutuhkan analgetik. Krim pelembab mungkin diperlukan tanpa balutan.
Luka bakar dengan bula biasanya mencapai kedalaman dermis. Dasar luka dengan
pengembalian kapiler dengan sensasi menunjukkan luka bakar dangkal dan akan mengalami
penyembuhan spontan [2]. Setelah dibersihkan, luka dengan kedalaman dermis dan epidermis
superfisial dihadapkan terpaparnya papilae dermis. Bila dibiarkan mengering atau terinfeksi,
unsur–unsur epidermis yang berepran untuk proses epitelialisasi akan mati dan luka akan
bertambah dalam. Akibatnya penyembuhan spontan tidak dimungkinkan dan memerlukan skin
graft.
Pengobatan yang tepat untuk luka jenis ini adalah pembalut biologis atau balutan silikon
hidro–koloid balutan perak atau film. Beberapa balutan dapat di lihat dalam tabel pada
Lampiran 4.
Pembalut seperti Biobrane, kulit babi atau kulit kadaver yang diawetkan juga ideal. Namun,
sangat mahal dan umumnya hanya dipakai di unit luka bakar.
Luka bakar dangkal terus mengeluarkan eksudat sebagai reaksi inflamasi. Balutan mengalami
kejenuhan akibat produksi cairan dan harus lebih sering diganti. Balutan hidrokoloid
memerlukan penggantian setiap 3–5 hari, atau lebih sering bila eksudat berlebihan atau bau
yang menusuk. Balutan yang melekat pada luka seperti Biobrane atau kulit manusia yang
diawetkan harus dikelupas secara bertahap (mulai di tepi) setelah epitelialisasi berlangsung.
Pada luka bakar, inspeksi luka berulang direkomendasikan setiap 3 hari untuk memastikan
bahwa penilaian awal kedalaman luka bakar benar dan komplikasi dari luka (terutama infeksi)
Luka terinfeksi
Sepsis luka mungkin terjadi pada luka yang terkontaminasi saat cedera, atau luka yang dirawat
dengan balutan yang tidak mengandung antibakteri.
Luka yang terinfeksi di saat awal, atau diduga terkontaminasi saat cedera, harus ditatalaksanai
lebih dini menggunakan antimikroba topikal. Produk yang paling tepat di Australia dan
Selandia Baru adalah balutan silver slow–release. Setelah menerapkan balutan utama, penting
untuk mengamankan balutan dengan perban atau perekat.
Silver sulfadiazin dapat digunakan, namun preparat ini sering menyebabkan perubahan luka
menjadi luka lembab bewarna kuning kecoklatan yang menyebabkan penilaian dasar luka lebih
sulit.
Tanda peradangan di sekitar atau tanda–tanda infeksi sistemik menunjukkan sepsis. Bila hal ini
dijumpai, maka prosedur rujukan disegerakan karena luka bakar dermal sejenis ini berubah
menjadi luka lebih dalam.
Dengan perawatan terbuka, luka mengering dan berubah menjadi luka bakar dalam,
karenanya perawatan terbuka kecuali untuk luka bakar epidermal sangat tidak tepat.
Bila pada penilaian ulang, atau diagnosis awal tidak benar, maka rujukan untuk prosedur
operasi harus dilaksanakan.
Pada setiap kesempatan, penting diperoleh informasi apakah lingkungan rumah penderita
memenuhi syarat dalam penerapaan manajemen rawat jalan. Dalam situasi dimana penderita
tidak mampu mengatasi, maka rawat inap diperlukan. Misalnya orang tua, penderita yang
tinggal sendiri, atau anak dengan orang tua yang bekerja, yang kelanjutan rawat jalannya sulit
dilanjutkan karena kurang dukungan dari keluarga. Komorbiditas penderita juga memengaruhi
manajemen rawat jalan. Penderita dengan inkontinensia atau gangguan mental mungkin
memerlukan pergantian balutan lebih sering dan manajemen luka.
Luka bakar ringan pada tangan, ekstremitas dan di sekitar sendi yang tidak sesuai kriteria
rawat unit luka bakar membutuhkan terapi. Pada luka bakar yang memerlukan waktu
penyembuhan lebih lama dari 2 minggu atau mereka yang membutuhkan operasi, kerap
terjadi parut hipertrofik. Fisioterapi dan terapi okupasi mungkin diperlukan dalam manajemen
parut menggunakan garmen elastis, media kontak atau plester [2]. Dokter umum dapat
melakukan koordinasi manajemen, dan unit luka bakar dapat memberikan saran fisioterapi
dan terapi okupasi untuk perawatan ini.
Gatal merupakan masalah pada luka bakar yang baru mengalami penyembuhan. Aplikasi krim
pelembab, pijatan dan tekanan sangat membantu mengatasi hal ini. Antihistamin dan kompres
dingin dapat meringankan. Mandi air hangat mengandung solusi seperti Pinetarsal, gandum
atau aloe vera dapat membantu, terutama pada luka bakar akibat air panas.
Beberapa luka bakar yang memerlukan waktu penyembuhanlebih lama dari 14 hari akan
diikuti terbentuknya jaringan parut hipertrofik dan kontraktur. Bila terjadi di sekitar sendi
maka akan diikuti gangguan fungsi sekunder. Kehilangan fungsi dan tidak respon terhadap
manajemen parut disertai fisioterapi memerlukan rujukan ke unit luka bakar untuk
rekonstruksi dalam mengatasi masalah fungsi ini. Pada luka bakar minor dengan kontraktur
ringan dapat dirawat oleh terapis dan umumnya dengan terapi yang baik tidak memerlukan
operasi.
Ganguan body image pasca luka bakar kadang melebihi proporsi ukuran luka bakar itu sendiri.
Konseling pada awal perawatan yang difasilitasi oleh psikolog atau psikiater dapat membantu
manajemen. Mungkin ada permintaan tidak masuk akal untuk perbaikan estetik pada cacat ini.
Operasi revisi dengan eksisi parut dan skin graft selalu meninggalkan bekas yang tidak lebih
baik dibandingkan bentuk awal. Dalam kasus ini, dukungan psikoterapi dengan konseling
berulang merupakan manajemen yang tepat.
Selain masalah estetik, banyak penderita dan keluarga mungkin dihadapkan pada amarah yang
tak kunjung reda atau rasa bersalah terkait dan mungkin memerlukan penanganan yang
merupakan bagian dari pengobatan.
Ringkasan
Banyak luka bakar ringan dapat ditangani secara memuaskan di tingkat perawatan primer.
Karena sebagian besar luka bakar di Australia dan Selandia Baru masuk ke dalam kategori
ini, tepat bagi praktisi lokal untuk mengembangkan keahlian dalam manajemen luka bakar
ringan dan unit luka bakar tersedia untuk memberi nasihat atau pengobatan yang
diperlukan.
Pengelolaan penderita luka bakar meliputi perhatian yang cermat pada luka bakar untuk
memfasilitasi penyembuhan normal dan mencegah komplikasi. Banyak produk yang tidak
disebutkan dalam bab ini yang sama efektifnya. Daftar produk yang dicantumkan pada
tabel tidak semuanya termasuk.
Rujukan sekunder dari luka bakar ringan yang telah sembuh mungkin diperlukan untuk
operasi rekonstruktif, manajemen luka, fisioterapi, terapi okupasi atau psikoterapi.
Penilaian Neurologik
Skoring Coma dari Glasgow
Respon Skor
Pembukaan mata Spontan 4
Untuk Nama 3
Untuk nyeri 2
Tidak ada 1
Tanggapan verbal terbaik Berorientasi 5
Bingung 4
Tidak tepat 3
Tidak dimengerti 2
Tidak ada 1
Tanggapan motor yang terbaik Mematuhi 6
Melokalisir 5
Penarikan 4
Abnormal Fleksi 3
Perpanjangan 2
Tidak ada 1
15
Gambar 2. 1
Cedera Kepala
Kategori GCS
Berat < 9
Sedang 9 – 12
Ringan 13 – 15
Gambar 2. 2
Protokol Tetanus
TabeL 3. 21. 1: Panduan untuk tetanus profilaksis dalam manajemen luka
Riwayat Waktu sejak Jenis luka DTPa, DTPa– Tetanus
vaksinasi dosis kombinasi, dT, DTPA, immunoglobulin*
tetanus terakhir yang sesuai (TIG)
≥3 dosis <5 tahun Semua luka Tidak Tidak
≥3 dosis 5–10 tahun Luka ringan Tidak Tidak
≥3 dosis 5–10 tahun Semua luka Ya Tidak
yang lain
≥3 dosis >10 tahun Semua luka Ya Tidak
<3 dosis atau Luka ringan Ya Tidak
ı dak pası †
<3 dosis atau Semua luka Ya Ya
ı dak pası † yang lain
Dosis yang dianjurkan untuk TIG adalah 250 IU, diberikan melalui suntikan im menggunakan
jarum berukuran 21, sesegera mungkin setelah cedera. Bila lebih dari 24 jam telah berlalu, 500
IU harus diberikan.
† penderita yang ı dak memiliki riwayat yang tercatat dari vaksinasi pertama (3 dosis) dengan
tetanus toksoid yang mengandung vaksin harus menerima semua dosis yang dilewati. Lihat
Bagian 1. 3. 5, diikuti.
Balutan
Produk Perawatan Fungsi Indikasi Aplikasi Catatan /
Luka Apa? Mengapa? Kapan? Bagaimana? Pencegahan
Silikon / busa Tidak patuh Luka bakar Dipakai untuk Tidak boleh
busa hidrofilik Mematuhi superfisial membersihkan digunakan bila
poliuretan luka ada infeksi
+ Lapisan silikon Tutup dengan
lembut balutan fiksasi
+lapisan luar
tahan air
Juga tersedia
dengan perak
Hydrocolloid Bantuan Luka bakar Batas 2–5cm Tidak boleh
Hydrocolloid autolisis yang superficial sekitar luka. digunakan bila
wafer jaringan hingga mid – Dapat tetap ada infeksi
Menyediakan dermal utuk 2–3 hari
lingkungan mengeluarkan Wafer sampai 5
lembab eksudat rendah hari bila tidak
Menyerap sampai sedang ada tanda–
eksudat tanda infeksi.
Kasa Balutan Luka bakar kulit Digunakan Rendam bila
Vaseline yang antiseptik yang tebal langsung pada digunakan pada
dilapisi kasa Mematuhi Bagian luka dasar luka.
minyak pengcangkokan 2–3 lapis untuk
dan donor emergensi
Tutup dengan
balutan
sekunder
Ganti setiap 1–
3 hari
Perak Spektrum Luka bakar Digunakan Kejenuhan
Sodium antimikroba superficial untuk luka yang eksudat
carboxymethyc yang besar hingga dalam lembab. menunjukkan
ellulose (CMC) fasilitas Cukup Memunkinkan indikasi
& 1. 2% ion Ag Debridement membersihkan 2–5 cm penggantian
pada bahan Menyerap luka bersamaan balutan
berserat eksudat waktu
Juga Contreet H Tutup dengan
balutan kedua.
Ulas 7–10 hari