Anda di halaman 1dari 12

1

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL


LEARNING CYCLE 7E DENGAN PEKERJAAN RUMAH (PR) MELALUI
MEDIA SOSIAL BAGI SISWA XI MIA 4 SMA NEGERI 1 SINJAI

Husniati Muhyirung
Nurdin Arsyad, Rahmat Syam
Program Studi Pendidikan Matematika UNM
e-mail: husnimhr@gmail.com

ABSTRAK

Model pembelajaran Learning Cycle 7E banyak digunakan dalam pembelajaran


matematika, karena fasenya yang mendukung pembelajaran saintifik. Penelitian
pengembangan desain pembelajaran ini bertujuan untuk menghasilkan desain
pembelajaran matematika dengan menggunakan model Learning Cycle 7E yang
dipadukan dengan PR melalui media sosial bagi siswa XI MIA 4 SMA Negeri 1
Sinjai yang berkualitas (valid, praktis, dan efektif). Penelitian ini mengikuti alur
pengembangan yang dikemukakan oleh Plomp yang dipadukan dengan model desain
Dick & Carey, dihasilkan buku desain pembelajaran dan perangkat pembelajaran
berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Buku Siswa, Lembar Kegiatan Siswa,
dan Tes hasil Belajar. Hasil desain pembelajaran ini divalidasi oleh ahli dan
dinyatakan valid, sehingga layak untuk digunakan . Berdasarkan hasil ujicoba
diperoleh bahwa desain pembelajaran ini praktis dan efektif.

Kata kunci : desain pembelajaran matematika, Learning Cycle 7E, PR, media sosial
2

DEVELOPMENT OF MATHEMATICS LEARNING DESIGN OF 7E


LEARNING CYCLE MODEL WITH HOMEWORK THROUGH SOCIAL MEDIA
FOR STUDENT OF GRADE XI MIA 4 AT SMAN 1 SINJAI

Husniati Muhyirung
Nurdin Arsyad, Rahmat Syam
Program Study Mathematics Education UNM
e-mail: husnimhr@gmail.com

The 7E- Learning Cycle model is widely use in Mathematic learning because its
phase support the scientific learning. This research development aims at producing
mathematics learning design using 7E learning cycle model with homework through
social media which is valid, practical,, and effective for students of grade XI MIPA 4
at SMAN 1 Sinjai. This research refer to Plomp combined with Dick & Carey design
model which produces learning design book and learning tools on forms of lesson
plan, student’s textbook, student’s workbook, test instrument of learning outcome.
The result of learning design development is validated by the experts and confirmed
as valid; thus it is feasible to be used. The result based on the tryout reveals that the
learning design is practical and effective.

Keyword : Mathematics learning design, 7E Learning Cycle, homework, social


media
3

PENDAHULUAN
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan tersebut, salah
satunya adalah dengan terus meninjau ulang kurikulum, disesuaikan dengan
kebutuhan kurikulum dan perkembangan zaman. Kurikulum 2013 (K-13) sekarang
ini telah diberlakukan di sejumlah sekolah di Indonesia. Dalam kurikulum ini, proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik
(Permendikbud 65,2013). Dalam pelaksanaannya, pemerintah menawarkan
pendekatan saintifik (scientific approach). Prinsip-prinsip pembelajaran saintifik
yang tertuang dalam Permendikbud 65 (2013) adalah: peserta difasilitasi didik
mencari tahu; berbasis aneka sumber belajar; penguatan penggunaan pendekatan
ilmiah; pembelajaran berbasis kompetensi; pembelajaran terpadu; pembelajaran yang
menekankan pada jawaban divergen yang kebenarannya multi dimensi; pembelajaran
bersifat keterampilan aplikatif; peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan
fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills), pembelajaran yang
mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar
sepanjang hayat; pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi
keteladanan, membangun kemauan.dan mengembangkan kreativitas peserta didik
dalam proses pembelajaran; pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah,
dan di masyarakat; pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah
guru,siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas; pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pembelajaran ; pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya
peserta didik.
Implementasi K-13 dengan prinsip-prinsip proses belajar di atas diharapkan
mampu memperbaiki kualitas pendidikan, khususnya di lini proses belajar mengajar,
termasuk proses belajar-mengajar matematika. Untuk mewujudkan proses belajar
yang memenuhi prinsip-prinsip di atas, dibutuhkan desain pembelajaran yang mantap.
Pembelajaran yang tidak didesain secara sistematis tidak akan mencapai hasil
maksimal. Terlebih lagi pada mata pelajaran matematika. Matematika yang abstrak
membutuhkan daya ekstra dalam proses belajarnya, butuh sebuah desain sistematis,
agar belajar matematika menjadi bermakna. Desain pembelajaran adalah
pengembangan pembelajaran secara sistematis untuk memaksimalkan keefektifan dan
efisiensi pembelajaran, berupa prosedur terorganisir meliputi langkah-langkah
penganalisisan, perancangan, pengembangan, pengaplikasian, dan penilaian
pembelajaran (Yaumi, 2013: 18).
SMA Negeri 1 Sinjai merupakan salah satu sekolah sasaran K-13. K- 13
digunakan sekolah ini sejak Tahun Ajaran 2013/2014. Sesuai tuntutan kurikulum,
pembelajaran didasarkan pada prinsip-prinsip pembelajaran saintifik. Menerapkan
pembelajaran saintifik bagi siswa tingkat SMA yang kebiasaan belajarnya didominasi
oleh pembelajaran teacher centered (pembelajaran berpusat ke guru) bukan hal yang
4

mudah, khususnya pelajaran matematika. Hasil observasi terhadap siswa di sekolah


ini menunjukkan siswa kesulitan mengerjakan masalah matematika tanpa ditunjukkan
contoh lengkap oleh gurunya terlebih dahulu. Sebagian besar dari mereka hanya
mampu menyelesaikan masalah matematika yang sama persis seperti contoh dari
gurunya. Redaksi masalah matematika yang sedikit berbeda membuat siswa bingung
mencari solusinya. Hasil wawancara terhadap guru-guru K-13 di sekolah ini
menunjukkan bahawa cukup sulit mengajak siswa mengkonstruk pengetahuan
mereka sendiri. Karena itu, dibutuhkan sinergi model, strategi, dan metode
pembelajaran matematika yang dapat mendukung implementasi pembelajaran
saintifik matematika di kelas.
Salah satu model pembelajaran yang belakangan ini dikenal adalah Learning
Cycle (LC). Pada awal diperkenalkannya, learning cycle terdiri atas tiga fase, fase
eksplorasi (exploration), fase pengenalan konsep (concept introduction), dan fase
aplikasi konsep (concept aplication). Sekarang ini, learning cycle telah berkembang
menjadi tujuh fase : elicit (memunculkan pemahaman awal siswa), engagement
(melibatkan), exploration (menyelidiki), explanation (menjelaskan), elaboration
(menguraikan), evaluation (menilai), extend (memperluas), atau lebih dikenal dengan
Learning Cycle 7E. Model ini dianggap sesuai untuk bersinergi dengan pendekatan
saintifik.
Mengapa Learning Cycle 7E ? Learning Cycle 7E sejalan dengan pendekatan
saintifik (fase saintifik : mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,
mengasosiasi, dan mengkomunikasikan) yang direkomendasikan dalam K-13. Jika
ditilik dari fase yang dimiliki Learning Cycle 7E, fase pertama, yakni fase elicit
(memunculkan pemahaman awal siswa), sangat penting dalam membangun
pembelajaran saintifik untuk pelajaran matematika. Materi matematika bersifat
hierarki, artinya suatu topik akan menjadi prasyarat untuk topik berikutnya. Jadi,
pemahaman awal siswa penting untuk dapat melangkah ke pencapaian kompetensi
dasar yang seharusnya mereka capai. Karena itu, pemahaman awal siswa perlu diberi
perhatian khusus. Selanjutnya, melalui fase engagement (pelibatan), siswa dipancing
rasa ingin tahunya untuk mendalami topik yang sedang dibahas. Fase-fase Learning
Cycle 7E selanjutnya berkenaan dengan prinsip yang dituntut pendekatan saintifik.
Melangkah ke fase terakhir, extend (memperluas). Fase ini penting, agar siswa tidak
hanya sekedar tahu, melainkan juga menjadi terampil. Dengan menjadi terampil,
pengetahuan siswa tentang topik yang sedang dibahas tidak hanya terhenti hingga
topik berakhir. Melalui fase ini, siswa menjadi tahu, kapan pengetahuan yang mereka
pelajari harus digunakan. Hal ini berguna bagi pembelajaran matematika mereka di
level selanjutnya.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil belajar adalah kebiasaan belajar di
luar jam sekolah. Waktu belajar matematika formal di dalam kelas untuk mata
pelajaran matematika wajib hanya 4-7 jam pelajaran (setara 3 - 5,25 jam) seminggu.
Jika tidak didukung dengan banyak latihan di luar kelas, hasil belajar menjadi kurang
maksimal. Namun perkembangan teknologi belakangan ini, terutama penggunaan
internet dan media sosial, nampaknya mempengaruhi kebiasaan belajar anak di
5

rumah, termasuk siswa SMAN 1 Sinjai. Hasil observasi terhadap sejumlah siswa
SMAN 1 Sinjai menunjukkan, rata-rata durasi bermain gadget yang mereka adalah
tiga jam sehari. Mereka yang memiliki akun facebook meng-update status minimal
dua kali sehari, belum termasuk posting komentar. Mereka yang menggunakan
Blackberry Messenger (BBM) mengganti Display Picture (DP) atau gambar tampilan
rata-rata tiga kali sehari, belum termasuk mengupdate Personal Message. Jika waktu
yang mereka habiskan untuk kegiatan tersebut digunakan untuk mengulang pelajaran,
kemungkinan besar hasil belajar mereka akan menjadi lebih baik.
Sayangnya menginterferensi durasi waktu belajar siswa di rumah bukanlah
wewenang guru mata pelajaran. Guru hanya berwenang memberi saran dan nasehat
apa yang sebaiknya mereka lakukan di rumah. Salah satu cara untuk membuat siswa
mengulang pelajaran di rumah adalah memberikan pekerjaan rumah (PR). PR
membuat siswa, mau tidak mau, harus membuka kembali buku pelajaran untuk
menyelesaikan kewajiban mereka. Pekerjaan Rumah (PR) sudah lama dikenal sebagai
salah satu teknik untuk membuat siswa bekerja secara mandiri dalam proses belajar
mereka. Namun PR tidak selalu efektif. Fenomena PR yang belakangan sering terlihat
adalah, siswa mengerjakan PR nya di sekolah, menyalin pekerjaan teman lain yang
telah menyelesaikan di rumah. Tidak jarang ditemukan siswa mengerjakan pekerjaan
lain saat gurunya sedang memberi penjelasan di depan kelas, ketika ditanya sedang
melakukan apa, dijawab , “PR ini harus dikumpul hari ini bu, saya selesaikan dulu”.
PR yang tadinya diberikan untuk membuat siswa belajar di rumah, malah membuat
siswa hanya sekedar menyalin tulisan teman kelasnya.
Seiring perkembangan teknologi, salah satu solusi untuk mengatasi fenomena
tersebut adalah PR yang seringkali dikerjakan siswa di sekolah, digunakan PR online.
Pada pemberian PR online, siswa diminta melaksanakan kegiatan atau menjawab soal
yang telah disediakan guru pada situs internet tertentu dalam jangka waktu tertenetu
PR online dalam penelitian oleh Williams (2012) tidak menunjukkan hasil
yang berbeda dengan PR tradisional dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam
penelitian oleh Babb (2011), PR online mempengaruhi kebiasaan belajar siswa,
namun tidak dengan hasil belajarnya. Penelitian oleh Randall (2015) menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang menyelesaikan PR online
dengan siswa yang menyelesaikan PR tradisional. Bahkan, dalam kelompok siswa
yang menyelesaikan PR tradisional, makin tinggi kuantitas penyelesaian PR-nya,
makin tinggi hasil belajarnya, sedangkan kelompok PR online tidak menunjukkan
hasil belajarnya. Dalam ketiga penelitian tersebut, penilaian terhadap PR siswa
berlangsung otomatis sesuai database kunci jawaban yang diinput dalam aplikasi PR
online.
William (2012) mengemukakan bahwa alasan yang mungkin untuk fakta
bahwa hasil belajar PR online tidak lebih tinggi dari hasil belajar tradisional adalah
karena pemberian skor PR online dilakukan langsung oleh aplikasi komputer,
sehingga tidak ada penghargaan terhadap jawaban yang tidak sepenuhnya benar.
Untuk itu, dalam pembelajaran matematika di sekolah ini diusulkan menggunakan
6

penskoran manual oleh guru terhadap PR yang disetor oleh siswa melalui media
sosial.
Seperti fenomena yang telah dijelaskan sebelumnya tentang siswa yang marak
mengerjakan PR nya di sekolah dengan menyalin PR teman sekelasnya. Membuat
siswa mengurangi aktivitasnya bermain gadget atau online via social media mungkin
sangat sulit dilakukan oleh guru. Alternatif lain yang bisa dilakukan adalah
memasukkan pelajaran dan PR ke gadget yang mereka mainkan tiap hari. Karena
sulit membuat mereka melepaskan ”mainan” yang mereka miliki, mengapa tidak kita
memindahkan apa yang harus mereka pelajari ke dalam “mainan”mereka. Tugas (PR)
yang selama ini kita berikan di kelas dan disetor di kelas, kali ini disetor melalui
media sosial. Dengan PR melalui media sosial ini, siswa mengerjakan PR dan
mengirimkan hasilnya melalui media sosial dengan batas waktu yang diberikan oleh
guru, sehingga tidak ada lagi alasan untuk mengerjakan PR di sekolah saat enjury
time. Dengan demikian, siswa tidak harus menggerutu karena merasa waktu bermain
internet dan gadget mereka dirampas untuk belajar, dan aktivitas belajar di rumah
bisa berjalan.
Penelitian oleh Williams (2012), Babb (2011), dan Randall (2015) tentang PR
online, tidak dipadukan dengan model pembelajaran tertentu sebagai upaya untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa. Dalam penelitian ini, selain
menggunakan PR melalui media sosial sebagai solusi agar umpan balik dapat segera
diberikan dan jawaban yang tidak sepenuhnya mendapat penghargaan, pembelajaran
didesain berbasis model Learning Cycle 7E.
Model pembelajaran Learning Cycle 7E digunakan dalam sejumlah penelitian
pembelajaran matematika dan sains. Penelitian oleh Polyiem ( 2011) mengenai hasil
belajar, keterampilan proses sains, dan kecakapan moral siswa kelas IX yang diajar
dengan model Learning Cycle 7E menunjukkan bahwa aktivitas belajar dengan
model Learning Cycle 7E tidak hanya mendukung siswa untuk mendapatkan
pengalaman nyata, namun juga memungkinkan mereka untuk mempelajari cara
memperoleh pengetahuan, sehingga mereka dapat mengaplikasikan pengetahuan
yang mereka peroleh dalam kehidupan nyata mereka. Impelementasi model
pembelajaran Learning Cycle 7E pada mata pelajaran kimia efektif untuk
meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir siswa (Indrawati, 2014).
Penelitian oleh Aziz (2013) menunjukkan bahwa Learning Cycle 7E dapat
meningkatkan hasil belajar fisika siswa, baik kognitif, afektif, dan psikomotor.
Penelitian-penelitian tersebut memperlihatkan hasil positif penggunaan model
pembelajaran Learning Cycle 7E dalam pembelajaran matematika dan sains.
Berdasarkan catatan dampak positif model pembelajaran Learning Cycle 7E
dalm pembelajaran matematika dan sains di atas, diusulkan menggunakan model
pembelajaran Learning Cycle 7E pada pembelajaran matematika di sekolah ini.
Learning Cycle mengubah pola pikir siswa melalui investigasi sains dengan
mengeksplorasi materi, membangun konsep, dan mengaplikasikan atau
mengembangkan konsep pada kondisi lain (Indrawati, 2014). Mengenai kondisi
siswa yang masih belum terbiasa dengan pembelajaran yang bersifat student centered
7

( pembelajaran yang berpusat pada siswa), tujuh fase dalam 7E Learning Cycle yang
keseluruhannya menuntut siswa aktif, membutuhkan waktu lama, sementara jam
pelajaran formal terbatas. Untuk itu, diusulkan penggunaan pekerjaan rumah (PR)
sebagai metode pelaksanaan fase elicit dan extended. Pentingnya fase elicit dan
kondisi pengetahuan awal siswa di kelas ini membuat fase elicit kemungkinan besar
bisa menyita waktu lama. Mengingat durasi jam belajar di sekolah terbatas, akan
lebih baik jika elicit bisa dimulai dari rumah, dan untuk sedikit “memaksa” siswa,
dengan kebiasaan belajar mandiri yang kurang, melewati tahap ini lebih awal, yaitu
dengan memberi pekerjaan rumah.
Learning Cycle 7E yang dikombinasikan dengan PR melalui media sosial di
fase pertama dan terakhir direkomendasikan sesuai untuk digunakan dalam
pembelajaran matematika di SMA Negeri Sinjai dan SMA lain pada umumnya. Oleh
karena itu, dikembangkan sebuah desain pembelajaran melalui sebuah penelitian
berjudul “Pengembangan Desain Pembelajaran Matematika Model Learning Cycle
dengan PR melalui Media Sosial bagi Siswa Kelas XI Matematika dan Ilmu Alam
(MIA) SMA Negeri 1 Sinjai”.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan design research yang bertujuan bertujuan
menghasilkan desain pembelajaran matematika model learning cycle 7E dengan PR
melalui media sosial di kelas XI MIA-4 SMA Negeri 1 Sinjai. Penelitian ini mengacu
pada langkah design research Plomp dengan menggunakan model pengembangan
desain pembelajaran Dick & Carey dengan prosedur sebagai berikut : (1) Desain
Permulaan (Preliminary Design) terdiri atas analisis kebutuhan, kajian Pustaka,
dan pengembangan kerangka konsep atau kerangka teori. (2) Prototyping Phase
(Fase Pembuatan Prototipe) : penentuan strategi pembelajaran, memilih dan
mengembangkan bahan pembelajaran dalam hal ini mendesain perangkat
pembelajaran, terdiri atas : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), buku siswa,
Lembar Kegiatan Siswa (LKS), Lembar Kerja (Lembar Kerja yang dimaksud adalah
hardcopy soal-soal yang akan dijadikan PR); dan mendesain instrumen untuk
mengumpulkan data hasil penelitian, terdiri atas : lembar pengamatan aktivitas siswa,
lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran, angket respon siswa, tes hasil belajar,
assessment dan pembelajaran), dan (3) Tahap Penilaian (Assesment Phase)
Kriteria validitas desain menggunakan pengkategorian kualitas pembelajaran
yang diadaptasi dari Bloom, 1981(dalam Mulbar, 2013) untuk menentukan tingkat
validitas model yang dikembangkan, yaitu:

Sangat valid (SV) 4,5≤ V́ ≤ 5


Valid (V) 3,5≤ V́ <¿ 4,5
Cukup Valid (CV) 2,5≤ V́ <¿ 3,5
Kurang Valid (KV) 1,5≤ V́ <¿ 2,5
8

TIdak Valid (TV) 0 ≤ V́ <¿ 1,5


Desain pembelajaran yang valid adalah desain pembelajaran yang memenuhi
dua kriteria, yaitu : (1) Nilai V untuk tiap aspek pada Desain Pembelajaran, RPP,
LKS, BS, dan THB minimal berada dalam kategori “cukup valid”; (2) nilai V untuk
keseluruhan aspek minimal berada dalam kategori “valid”.
Keefektifan desain pembelajaran dapat ditentukan berdasarkan (1) hasil
belajar siswa atau ketuntasan klasikal, (2) aktivitas siswa, (3) respons siswa. Kriteria
hail belajar siswa didasarkan pada penilaian pada kurikulum 2013 (Permendikbud
No.81a, 2013). Untuk kompetensi pengetahuan, dan keterampilan menggunakan
skala 1-4, dengan ketuntasan minimal 2,67 (B-), sedangkan untuk kompetensi sikap
menggunakan kategori C=cukup, B=Baik, dan SB = Sangat Baik, dengan ketuntasan
minimal B.

Nilai Kompetensi
Predikat
Pengetahuan Keterampilan Sikap

A 4 4
A- 3,66 3,66 SB
B+ 3,33 3,33
B 3 3 B
B- 2,66 2,66
C+ 2,33 2,33
C 2 2 C
C- 1,66 1,66
D+ 1,33 1,33 K
D 1 1

Sesuai dengan Permen 81A, untuk aspek sikap spiritual mengacu pada KI-1
dan aspek sikap sosial dengan mengacu pada KI-2 peserta didik dinyatakan tuntas
jika profil sikap peserta didik berada pada kategori minimal baik (B). Sedangkan
untuk aspek pengetahuan mengacu pada KI-3 dan aspek keterampilan mengacu pada
KI-4 peserta didik dapat dikatakan tuntas apabila nilai siswa >2,66.
Jika minimal 80% siswa mencapai nilai minimal B untuk KI-1 dan KI-2,
maka ketuntasan klasikal telah tercapai untuk aspek sikap spiritual pada KI-1 dan
aspek sikap sosial pada KI-2. Jika minimal 80% siswa mencapai nilai > 2,66 untuk
KI-3 dan KI-4, maka ketuntasan klasikal telah tercapai untuk KI-3 (aspek
pengetahuan) dan KI-4 (keterampilan).
Kegiatan yang dilakukan untuk menganalisis data respons siswa terhadap
bahan ajar adalah sebagai berikut: (1) menghitung banyak siswa yang memberi
respons positif sesuai dengan aspek yang ditanyakan, (2) menghitung persentase dari ,
9

(3) menentukan kategori untuk respons positif siswa dengan mencocokkan hasil
persentase dengan kriteria yang ditetapkan, jika hasil analisis menunjukkan bahwa
respons positif siswa belum positif, maka dilakukan revisi terhadap bahan ajar
yang tengah dikembangkan. kriteria yang ditetapkan untuk menyatakan bahwa para
siswa memiliki respons positif terhadap bahan ajar adalah jika lebih 80% dari siswa
memberi respons positif terhadap aspek ditanyakan (Hobri, 2009).
Aktivitas siswa dikategorikan sebagai berikut

3,5≤ ÁS< ¿ 4 sangat aktif


2,5≤ ÁS< ¿ 3,5 aktif
1,5≤ ÁS< ¿ 2,5 cukup aktif
0 ≤ AS< ¿ 1,5 tidak aktif

Kriteria yang ditetapkan untuk menyatakan siswa aktif adalah nilai AS


minimal dalam kategori aktif (Bloom, dkk, dalam Mulbar, 2013). Jika ketuntasan
individu dan ketuntasan klasikal tercapai, respon siswa positif, dan siswa berada
dalam kategori aktif, maka desain pembelajaran dikatakan efektif.
Kepraktisan desain pembelajaran diukur dari kemampuan guru mengelola
pembelajaran. Kriteria kemampuan guru mengelola pembelajaran menggunakan
pengkategorian kualitas pembelajaran yang diadaptasi dari Bloom, 1981(dalam
Mulbar, 2013) untuk menentukan tingkat validitas model yang dikembangkan, yaitu:

4,5¿ KG ≤ 5 Sangat baik


3,5¿ KG ≤ 4,5 Baik
2,5¿ KG ≤ 3,5 Cukup Baik
1,5¿ KG ≤ 2 Kurang Baik
KG ≤ 1,5 Tidak Baik

Jika desain pembelajaran yang dibuat memenuhi kritera valid, efektif, dan
praktis, maka desain tersebut dapat dikategorikan berkualitas.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Desain pembelajaran
Pengembangan desain pembelajaran diawali dengan analisis kebutuhan,
kajian pustaka, dan pengembangan kerangka konsep desain pembelajaran.
Berdasarkan analisis kebutuhan dan kajian pustaka, ditentukan model, pendekatan,
dan metode yang tertuang dalam skema desain pembelajaran berikut :
Pemberian
tugas
PR medsos

Keterangan gambar :
mengamati

mengkomunikasikan

= jenis kegiatan
= urutan
mengasosiasi

Diskusi
menanya

mengeksplorasi

Penemuan terbimbing
demonstrasi
e
a
p
s
v
lib
r
n
= model Learning Cycle 7E

= pendekatan saintifik
= metode pembelajaran
Gambar 1. Skema pembelajaran model Learning Cycle 7E dengan PR melalui media sosial
10

Tanya jawab
11

Selanjutnya dibuat buku desain dan perangkat pembelajaran model Learning


Cycle 7E, dengan pendekatan saintifik dan menggunakan PR melalui media sosial.

Hasil Uji Kualitas Desain Pembelajaran


Uji kualitas desain meliputi uji validitas, uji keefektifan, uji kepraktisan. Uji
validitas oleh pakar dan praktisi pendidikan terhadap keseluruhan prototype desain
pembelajaran oleh menyimpulkan bahwa secara onseptual, desain ini praktis dan
efektif untuk diterapan. Namun demikian, salah satu validator menyarankan revisi
pada LKS dan PR. Pada prototipe 1, LKS dan PR disatukan, dan diberi penomoran
sesuai urutan penggunaannya dalam pembelajaran. Setelah direvisi, LKS dan Lembar
PR menggunakan penomoran dan lembar terpisah.
Hasil uji kepraktisan menunjukkan, kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran untuk keseluruhan aspek yang dinilai berada pada kategori “baik”. Uji
keefektifan dilakukan dengan menilai aktivitas siswa, respon siswa, tes hasil belajar.
Secara keseluruhan, nilai aktivitas siswa untuk semua komponen adalah 3,53, berada
pada kategori ”sangat aktif”. Analisis hasil respon siswa di atas menunjukkan respon
siswa terhadap keseluruhan komponen pembelajaran adalah positif. Analisis tes hasil
belajar siswa menunjukkan bahwa 83,3% siswa memperoleh kategori nilai tuntas
untuk aspek pengetahuan, 86,67% memperoleh nilai tuntas untuk aspek keterampilan,
dan 100% siswa memperoleh nilai tuntas untuk aspek sikap. Hasil ini menunjukkan
bahwa aktivitas siswa, respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran, dan
kompetensi hasil belajar siswa memenuhi kriteria efektif.

KESIMPULAN
Hasil pengembangan desain pembelajaran berupa buku desain pembelajaran dan
perangkat pembelajaran pendukung yang terdiri atas Buku Siswa, Rencana
Pembelajaran (RP), dan Lembar Kerja Siswa (LKS).. Berdasarkan hasil evaluasi dan
uji coba, buku desain dan perangkat pembelajaran tersebut telah memenuhi kriteria
desain pembelajaran yang berkualitas, yaitu valid, praktis, dan efisien.

SARAN
1. Desain pembelajaran ini dapat menjadi panduan atau contoh bagi guru
matematika dalam membuat desain pembelajaran pada materi yang lain.
2. Bagi peneliti di bidang pendidikan matematika yang berminat melanjutkan
penelitian ini disarankan untuk memperhatikan hal-hal berikut :
a. membuat desain pembelajaran model Learning Cycle 7E dengan PR melalui
media social untuk topik yang berbeda
b. melibatkan observer dalam jumlah yang lebih besar

DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Z. 2013. Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Fisika SMP pada Pokok Bahasan Usaha dan Energi. UNNES
Physics Education Journal, Volume 2 Nomor 3
12

Babb, M. R., Drelick, J., Henry, Z., Honecker, J. R. 2011. Online Homework Help or
Hindrance? What Students and How They Perfom. Journal of College
Science Teaching, Volume 40, Nomor 4

Dick, W., Carey, L.1990 . The Systematic Design of Instruction. Florida : Harper
Collins Publisher

Indrawati, W. 2014. Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 7E pada


Pembelajaran Kimia untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan
Keterampilan Berpikir Siswa. Dipresentasikan pada Seminar Nasional
Kimia, Surabaya.

Mehmood, S. dan Taswir, T. 2013. The Effects of Social Networking Sites on the
Academic Performance of Students in College of Applied Sciences, Nizwa,
Oman. International Journal of Arts and Commerce, Volume 3, Nomor 9.

Mulbar, U. 2013. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika dengan


Memanfaatkan Sistem Sosial Masyarakat. Cakrawala Pendidikan. Th
XXXII, Nomor 3.

Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Garuda.


2007. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.

Plomp, T. Dan Nieveen, N. 2007. An Introduction to Educational Design Research.


Proceeding of The Seminar Contucted at The East China Normal
University, Shanghai (PR China), November 23-26 2007.

Polyiem, T., Nuangchalerm, P., Wongchantra, P.2011. Learning Achievement,


Science Process Skills, and Moral Reasoning of Ninth Grade Students
Learned by Learning Cycle 7E and Socioscientific Issue-based Learning.
Australian Journal of Basic and Applied Sciences, Volume 5, Nomor 10.

Williams, A..2012. Online Homework vs.Traditional Homework : Statistics Anxiety


and Self-Efficiacy in an Educational Statistics Course. Educational
Psychology and Leadership Graduate Instructor, Volume 6, Nomor 1.

Yaumi, M.. 2013. Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada


Media Grup.

Anda mungkin juga menyukai